BETA
Menebus Kesalahan Masa Lalu
Sumber: telaga
Id Topik: 939

Abstrak:

Hidup tidak sempurna dan kita jauh dari sempurna. Kadang kita melakukan kesalahan yang berdampak buruk pada hidup orang yang dikasihi. Penyesalan datang namun sebagaimana kita ketahui, penyesalan selalu datang terlambat. Apakah yang harus kita perbuat bila di masa lalu kita telah melakukan kesalahan?

Transkrip:

[menebus_kesalahan_masa_lalu] =>

"Menebus Kesalahan Masa Lalu" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menebus Kesalahan Masa Lalu". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Sebagai manusia yang kurang sempurna bahkan tidak sempurna, semua orang pasti punya kesalahan. Untuk kita yang memiliki kesalahan itu kadang-kadang sulit untuk melepaskannya, melupakannya sehingga ini menjadi semacam tekanan kekuatiran kita, "Jangan-jangan saya salah itu lagi, jangan-jangan saya salah itu lagi". Hal itu membuat kita tidak produktif, tidak bisa melakukan pelayanan dengan baik. Kalau pun kita ingin mencoba melepaskan hal itu, bagaimana kita bisa melakukannya, apakah ada caranya dan bagaimana kita menyikapinya, Pak Paul ?

PG : Dalam bahasa Indonesia, ada peribahasa Nasi telah menjadi bubur. Lewat peribahasa itu kita tahu bahwa sesuatu yang telah terjadi tidak bisa diubah karena hal itu sudah terjadi. Begitu pulaah dengan kesalahan yang telah kita lakukan di masa lampau.

Pada dasarnya kita harus mengatakan bahwa nasi telah menjadi bubur, sesuatu yang telah terjadi tidak bisa lagi diulang atau diubah. Dan kita harus menerimanya, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyikapi serta bagaimanakah kita sekarang melanjutkan kehidupan kita ini. Kalau kita terus melihat ke belakang dan tinggal di masa lampau maka tidak akan ada penyelesaian, itu sebabnya kita harus membereskannya mulai dari titik ini sampai ke masa depan.
GS : Tapi pengaruhnya bukan pada diri kita yang melakukan kesalahan, Pak Paul, tapi juga terhadap pasangan kita, dia pun mungkin merasa kecewa telah menikah dengan kita setelah tahu pada masa lalu kita, ada hal-hal yang tidak selayaknya dilakukan dan mungkin juga terhadap anak-anak ?

PG : Betul sekali. Sebab apa yang telah kita perbuat, seringkali memang bukan saja memengaruhi hidup kita, tapi juga kepada pasangan dan anak-anak kita. Itu sebabnya dalam hidup kita harus berhti-hati, sebelum mengambil tindakan kita harus memikirkan baik itu keluarga kita atau orang-orang yang ada di sekeliling kita, supaya kita tidak sembarangan dalam berbuat.

Namun sekali lagi setelah kita melakukan sebuah kesalahan atau sebuah dosa, sebetulnya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk mengubah fakta tersebut karena memang telah terjadi. Maka kita akan belajar bagaimana kita bisa menyikapinya serta mulai melangkahkan kaki ke depan dengan lebih benar.
GS : Kita harus mengawali dengan langkah apa, Pak Paul ?

PG : Yang pertama adalah kalau memang kita menyadari bahwa kita telah berbuat dosa atau melakukan kesalahan di masa yang lampau, maka kita harus mengakui dosa itu kepada Tuhan. Jadi di dalam do katakanlah dengan terbuka perbuatan dosa yang telah kita lakukan, akuilah apa adanya dan jangan membuat dalih apalagi menutupinya, sebab Tuhan tahu semua itu namun Dia ingin mendengar semua itu dari mulut dan hati kita.

Kebanyakan kita berkata, "Tuhan, Engkau tahu dan saya tidak perlu mengatakannya atau mengakuinya dalam doa saya kepada-Mu," bukan seperti itu ! Persoalannya bukan kita ingin memberitahu kepada Tuhan (karena tidak ada hal yang perlu diberitahukan kepada Tuhan sebab Dia sudah tahu semua), tapi kita perlu mengakuinya di hadapan Tuhan. Jadi kita perlu mengatakannya di hadapan Tuhan supaya Tuhan dapat mendengar pengakuan yang keluar dari mulut dan hati kita. Setelah kita mengakuinya di hadapan Tuhan, kita harus menerima penggenapan janji Tuhan di dalam diri kita. Firman Tuhan di 1 Yohanes 1:9 meneguhkan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan". Dengan iman kita harus memercayai hal ini bahwa Tuhan telah mengampuni dosa dan kesalahan kita. Meskipun kita tidak merasakan apa-apa dan perasaan kita tetap seperti ini, tapi tetap dengan iman kita berkata, "Tuhan saya percaya kalau Engkau sudah mengampuni saya, sebab saya telah mengakui dosa saya dan saya percaya bahwa Yesus Tuhan telah mati di kayu salib untuk dosa saya, jadi itu adalah bukti pengampunan Tuhan kepada saya".
GS : Yang terjadi justru orang yang jatuh ke dalam dosa melakukan kesalahan seperti itu, malah enggan datang kepada Tuhan untuk mengakui dosanya, Pak Paul.

PG : Seringkali waktu kita berdosa, reaksi yang muncul adalah kita takut dekat dengan Tuhan dan ini sebetulnya sebuah reaksi yang baik, sebab itu menandakan bahwa kita masih memiliki nurani, kia masih memunyai kesadaran, kita masih memiliki rasa takut akan Tuhan.

Itu sebabnya waktu kita sedang berdosa, kecenderungannya adalah kita tidak mau dekat-dekat dengan Tuhan, tidak mau dekat-dekat dengan anak-anak Tuhan, tidak mau mendengar firman Tuhan atau peringatan Tuhan karena memang yang pertama adalah kita takut kepada-Nya. Dan yang kedua, adakalanya kita tidak mau dekat-dekat dengan Tuhan sebab kita masih mau hidup di dalam dosa kita. Jadi kalau kita dekat dengan Tuhan, kita akan diingatkan kalau kita telah bersalah, kita telah berdosa, jadi dari pada kita diingatkan karena kita menyadari kalau kita belum mau bertobat atau berubah maka kita memutuskan lebih baik sama sekali tidak perlu mendengarkan peringatan Tuhan.
GS : Jadi kapan sebaiknya seseorang itu datang kepada Tuhan untuk mengakui dosanya, Pak Paul ?

PG : Waktu di saat pertama kali suara Tuhan berkata-kata dalam hati kita, "Engkau telah bersalah, engkau telah berdosa" begitu mendengarnya maka kita jangan berpikir dan merasionalisasi, tapi kta harus langsung harus datang kepada Tuhan dan berkata, "Ya Tuhan aku telah berdosa".

Waktu Nabi Natan diutus Tuhan memberi peringatan kepada Raja Daud yang telah berdosa, begitu Nabi Natan berkata, "Engkaulah orangnya" artinya engkaulah orang yang berdosa itu. Kita mendengar bahwa Daud langsung berkata, "Benar, saya adalah orang yang telah berdosa". Dia meminta pengampunan Tuhan secara langsung, Daud tidak membela diri atau membenarkan diri, tidak mencoba menjelaskan posisinya, tapi Daud langsung berkata, "Saya telah berdosa kepada Tuhan". Sikap seperti ini yang harus kita pelihara, kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa, tapi terpenting adalah apakah kita memunyai hati yang besar untuk mengakui dosa kita.
GS : Tapi yang seringkali terjadi adalah kita merasionalisasi pada saat pertama kali sadar bahwa kita telah berdosa, kita memunyai banyak alasan dan kemudian kita berdosa lagi, maka suara Tuhan kedengaran makin lemah sehingga kita juga tidak langsung meminta ampun kepada Tuhan. Dan lain kali kita berbuat dosa seperti itu lagi, makin lemah lagi suara itu.

PG : Dosa itu akan membuat hati nurani kita tebal, maka makin sering berdosa maka makin teballah hati nurani kita dan makin tebal hati nurani kita, makin sulit kita mendengar suara Tuhan. Jadi tu adalah sebuah kesinambungan, Pak Gunawan.

Kalau orang yang berdosa dan ditegur, tapi tidak mau mendengarkan teguran dan terus hidup di dalam dosa, maka perlahan-lahan tapi pasti hati nuraninya akan semakin menebal dan menebal sampai di suatu titik dia tidak lagi akan mendengar suara Tuhan. Pada saat itu, sebetulnya yang terjadi adalah Tuhan membiarkannya hidup di dalam dosa, artinya Tuhan benar-benar melepaskan tangan dan membiarkan orang itu hidup menuju kebinasaan karena peringatan demi peringatan yang telah diberikan Tuhan tidak dihiraukan oleh orang itu. Kita bisa membaca ini di firman Tuhan di Roma 1, kita bisa melihat pada akhirnya waktu Tuhan melihat manusia terus hidup di dalam dosa, diberikan peringatan tapi tidak menghiraukan dan Tuhan memberi peringatan itu bukan hanya sekali, tapi berkali-kali dan tetap tidak ada respons dari manusia, maka firman Tuhan di Roma 1 mengatakan, "Tuhan membiarkan mereka hidup dalam nafsu mereka" di saat itu Tuhan seolah-olah tidak mau tahu dengan kita dan Dia akan melepaskan tangan. Itu adalah sebuah kondisi yang sebetulnya sangat menakutkan, karena di saat itu kita tidak lagi mendengar suara Tuhan dan Tuhan berhenti bercakap-cakap atau menegur kita.
GS : Pak Paul, kalau kita sudah disadarkan oleh Tuhan dan kita sudah berkeluarga, apakah selain kita itu mengakui dosa di hadapan Tuhan, apakah kita juga perlu menyampaikan pengakuan kita kepada pasangan kita, Pak Paul ?

PG : Memang Tuhan meminta kita bukan saja mengaku dosa di hadapan Tuhan, tapi juga di hadapan manusia yang telah kita lukai atau yang telah kita dustai, atau kita cederai, atau kita rugikan. Jai memang rekonsiliasi harus terjadi baik antara kita dan Tuhan, maupun antara kita dan sesama kita.

Namun sebelum kita masuk ke dalam ranah relasi dengan sesama, di dalam pengakuan dengan Tuhan setelah kita akui dan kita menerima pengampunan Tuhan, maka kita jangan lupa bersyukur dan bersyukur. Bersyukur inilah yang nanti akan mendorong kita untuk membereskan relasi dengan sesama kita. Waktu kita bersyukur, setelah kita mengakui dosa kita di hadapan Tuhan sebetulnya berterima kasih atau bersyukur itu akan membuat kita mengingat kemurahan Tuhan yang telah mengampuni dosa kita. Kenapa ? Sebab waktu kita bersyukur, kita diingatkan akan pengorbanan Yesus di kayu salib untuk kita dan Dia telah membayar begitu mahal untuk dosa-dosa kita, maka kita harus besyukur. Tadi saya sudah katakan kalau ini sedikit banyak akan memotivasi kita untuk membereskan relasi kita dengan sesama pula. Karena kita diingatkan bahwa Yesus Tuhan kita telah mati dan berkorban untuk kita, kita telah menerima kemurahan Tuhan yang begitu besar dan masakan kita sekarang tidak mau membereskan masalah kita dengan sesama kita. Juga pengucapan syukur itu penting untuk terus berlanjut sebab di hari-hari mendatang, iblis akan berusaha menjatuhkan kita kembali dengan cara membisikkan keraguan dalam hati dan dia akan berupaya meyakinkan kita bahwa dosa kita terlalu besar dan bahwa Tuhan tidak bisa mengampuni dosa sebesar itu. Maka kita harus bersyukur sebab kita telah menerima janji Tuhan kalau Dia sudah mengampuni dosa kita. Bersyukurlah setiap hari karena iblis akan terus membisikkannya, "Kamu belum diampuni, dosamu terlalu besar" tidak seperti itu, tapi kita harus beryukur lagi, "Terima kasih Tuhan, karena Engkau mau bermurah hati, mau mengampuni saya" jadi dengan cara itu kita bisa melawan serangan dari iblis.
GS : Orang yang diampuni dosanya oleh Tuhan, tetap mereka membutuhkan peneguhan dari firman Tuhan misalnya, jadi ada peneguhan kalau dosa yang telah diakui telah diampuni. Tetapi orang ini adalah orang yang jarang membaca Kitab Suci, jadi bagaimana dia bisa mendapatkan peneguhan dari firman Tuhan ini ?

PG : Memang kalau kita sendiri tidak mengenal firman Tuhan maka akan mengalami kesulitan sebab benar firman Tuhan adalah kekuatan kita, pelita, suluh bagi hidup kita. Jadi kita harus mengerti frman Tuhan.

Kalau kita tidak mengerti tapi kita ingin tahu, maka datanglah kepada seorang hamba Tuhan dan tanyakanlah, "Saya telah berbuat dosa seperti ini, apakah Tuhan akan mengampuni dosa saya?" Biarlah si hamba Tuhan yang akan menjelaskan kepada kita lewat firman Tuhan, setelah kita menerimanya, setelah kita bersyukur kepada Tuhan, kita harus ingat dan kita tidak perlu lagi meminta-minta pengampunan Tuhan karena kita sudah menerimanya tatkala kita sudah mengakui dosa kita. Jadi penting bagi kita memahami dan meyakini janji Tuhan sebab kalau tidak maka kita akan terus berkubang di lumpur rasa bersalah dan tidak henti-henti meminta pengampunan. Makanya jangan lakukan. Setelah mengakui, setelah bersyukur akan janji Tuhan yang telah mengampuni kita maka kita tidak harus meminta-minta pengampunan. Dengan kita semakin meminta, maka kita akan semakin bersalah dan semakin kita tidak bisa melihat karya keselamatan dan pengampunan yang Tuhan telah berikan kepada kita. Ingatlah firman Tuhan di Ratapan 3:22-23 yang berkata, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Firman Tuhan di sini jelas berkata, "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN" jadi tidak akan berhenti, "Tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi" jadi rahmat Tuhan juga tidak akan pernah berhenti. Maka syukurilah dan tidak usah lagi terus berkubang-kubang dalam rasa bersalah dan meminta-minta pengampunan, seolah-olah Tuhan belum mengampuni kita.
GS : Bagaimana kalau kita tiba-tiba saja mengingat, tidak secara sengaja tetapi teringat kembali akan dosa itu lagi. Apakah kita mau mengakui dosa itu lagi di hadapan Tuhan atau bagaimana, Pak Paul ?

PG : Tidak perlu lagi dan kita hanya perlu berkata, "Tuhan, Engkau melihat dan tahu apa yang saya lakukan, tapi saya bersyukur Engkau sudah mengampuni saya, saya bersyukur bahwa pengampunan-Mu ebih besar dari pada kesalahan dan dosa-dosa saya".

Jadi terus kita syukuri dan kita tidak lagi berkubang di dalam rasa bersalah atau dalam kubang meminta-minta pengampunan.
GS : Pak Paul, setelah langkah-langkah itu yang tadi Pak Paul katakan, ini akan memotivasi kita untuk berbicara dengan orang lain tentang dosa kita, dan ini bagaimana, Pak Paul ?

PG : Jadi langkah berikutnya adalah kita harus meminta pengampunan dari orang yang telah kita lukai artinya akuilah perbuatan kita apa adanya dan jangan menutupinya atau membenar-benarkannya. Ktakanlah kepada orang itu betapa besar penyesalan kita atas perbuatan yang telah kita lakukan kepadanya dan kita harus mengutarakan niat kita untuk membayar kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan kita itu.

Misalkan kita melihat di Lukas 19:8 setelah Zakheus bertobat, dia berjanji kepada Tuhan Yesus untuk menebus dosanya dan dia berkata seperti ini, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekirannya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat". Jadi kita melihat kalau Zakheus tidak berkata, "Puji Tuhan saya sudah diampuni" dan hanya sampai di situ saja, jadi lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang telah dilakukannya. Tidak seperti itu, tapi Tuhan menghendaki kita datang kepada Tuhan dan meminta pengampunan, mengakui dosa kita dan sebagai bukti bahwa kita telah sungguh-sungguh bertobat dan menyesali perbuatan-perbuatan kita, kita harus datang kepada orang yang telah kita lukai, meminta ampun kepadanya dan membayar kerugian itu.
GS : Bagaimana kalau orang, kepada siapa kita meminta maaf atau mengakui kesalahan kita, tidak memberikan maaf atau pengampunan, Pak Paul ?

PG : Memang kita tidak bisa selalu mengharapkan untuk orang mengampuni kita saat itu juga, mengapa ? Sebab bisa jadi lukanya masih belum sembuh dan dia belum siap untuk berkata, "Saya mengampun kamu" dan kita tidak bisa memaksanya.

Ini yang harus kita camkan baik-baik, Pak Gunawan, kita tidak bisa memaksa orang secara langsung mengampuni kita saat itu juga. Maka kita pihak yang bersalah harus menunggu sampai orang itu siap untuk memberi maaf kepada kita. Ada orang yang malahan bertindak lebih buruk yaitu marah karena orang itu tidak mau mengampuninya, seolah-olah hak dialah untuk diampuni, tidak seperti itu. Kita yang telah bersalah, kita tidak memunyai hak untuk meminta orang mengampuni kita, kita diampuni berdasarkan kemurahan hati orang, jadi bukanlah hak itu.
GS : Kalau Zakheus, Pak Paul, dia memang bisa berkata mengembalikan empat kali lipat karena itu adalah hal materi dan bisa dihitung. Bagaimana kalau kesalahan ini tidak bisa kita ukur secara material, Pak Paul ?

PG : Misalkan kita berkata kepada pasangan yang telah kita sakiti hatinya dan kita berkata, "Saya berjanji, yang pertama saya tidak akan mengulang perbuatan saya yang menyakiti hati kamu, yang edua saya mau menebus kesalahan itu dengan cara saya akan berusaha sedapat saya menciptakan keluarga yang tenteram, menciptakan kedamaian dalam rumah, menciptakan sukacita di hati kamu, melakukan hal-hal yang dapat membuat kamu senang".

Dengan kata lain, penyesalan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, sebab tanpa tindakan nyata seolah-olah kita hanya terus memeras orang yang telah kita lukai. Jadi pertama kita menyakiti hatinya, hal itu sudah merusakkan atau merugikan dia. Kedua, kita memintanya untuk mengampuni kita. Singkat kata, semuanya hal adalah dari dia, dia sudah dilukai, dia sekarang harus mengampuni dan kita hanya enak-enak saja yaitu hanya minta ampun, hal itu jelas kalau ini tidak benar dan jelas itu bukanlah dalam rencana Tuhan. Maka Tuhan meminta kita untuk membereskan relasi dengan orang yang telah kita lukai dengan cara kita mau membayar kerugian itu, dukacita itu sendiri tidaklah cukup, "Saya telah berbuat salah dan sebagainya" itu tidak cukup dan Alkitab mengatakan kalau ini adalah dukacita tanpa pertobatan, dukacita yang hanya akan menghasilkan kematian. Jadi kalau kita hanya menyesali tapi tidak mau bayar harga, tidak mau bertobat, tidak mau berjanji untuk menebusnya, itu adalah dukacita yang hanya akan membawa kita kepada kematian. Sebaliknya kalau kita sudah berkata, "Saya telah bersalah dan saya ingin membayar kembali dan saya ingin membahagiakan kamu, saya akan berhenti melakukan hal-hal yang telah saya lakukan", ini berarti dukacita itu disertai pertobatan dan kita tidak mau mengulangnya dan kita mau membayar kerugian yang telah kita timbulkan.
GS : Kalau kesalahan itu kita perbuat kepada pasangan kita, maka kita akan melakukan seperti hal itu. Yang tadi ingin saya tanyakan kepada Pak Paul, kalau kesalahan ini kita perbuat kepada orang lain. Apakah kita juga perlu memberitahukan kepada pasangan kita tentang penyesalan dosa kita ini ?

PG : Memang kalau misalkan ada kesalahan yang telah kita perbuat sebelum kita menikah dan kita mengetahui kalau sampai hal itu diketahui oleh pasangan kita maka itu akan mengganggunya. Meskipunkita tahu kalau kita sudah diampuni Tuhan, kita juga sudah membereskannya dengan orang yang bersangkutan, namun karena kita tahu kalau sampai istri atau suami mengetahui hal ini, ini dapat mengguncangkannya maka kita berkewajiban memberitahukannya, kita tidak perlu memberitahukan dengan rinci tapi kita harus memberitahukan secara garis besar apa yang telah kita perbuat.

Jadi kalau sebelum menikah kita harus melakukan hal seperti itu, apalagi kalau setelah kita menikah. Apa yang kita perbuat pada orang entah itu salah dan sebagainya, maka kita harus mengakui di hadapan pasangan kita bahwa kita telah berbuat kesalahan, bahwa kita telah jatuh ke dalam dosa dan kita juga meminta dukungannya dan juga meminta pengampunannya sebab secara tidak langsung kita juga telah melukai dia.
GS : Kalau berhubungan dengan mengganti, seperti kisahnya Zakheus. Ketika kita mau mengganti sebagai bukti penyesalan kita, tidak perlu empat kali lipat mungkin dua kali lipat, lalu pasangan kita tidak setuju akan hal itu. Lalu bagaimana, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu kita memang tidak perlu menggantinya empat kali lipat, dan memang empat kali lipat adalah bagian dari Hukum Taurat yang diberikan oleh orang-orang Yahudi. Dan memang pada saat tu hidup relatif sederhana, jadi apa yang biasanya dilakukan oleh orang untuk membayar kembali biasanya dalam bentuk misalkan seperti hasil bumi atau hasil ternak karena itulah konteks kehidupan saat itu.

Di zaman sekarang memang lebih sulit lagi karena hidup lebih kompleks lagi, tapi terpenting adalah kita berkeinginan dan kita bertekad membayar kembali kerugian yang telah kita timbulkan, sekurang-kurangnya kita membayar senilai dengan harga sekarang. Jadi misalkan sesuatu yang telah kita lakukan misalnya kita menipu orang, mengambil uang orang, misalkan kita menipu orang yang pada saat itu uang dolar seharga Rp 2.000/dolar dan sekarang kita tahu kalau dolar sudah naik empat kali lipat. Sudah tentu waktu kita membayar kembali, kita tidak berkata, "Dulu saya menipu kamu dengan harga Rp 2.000/dolar maka sekarang saya akan membayarnya sama dengan harga itu" tidak seperti itu, tapi kita harus membayarnya senilai dolar sekarang ini. Jadi dengan kata lain, harus ada keadilan. Kalau kita mulai menghitung-hitung waktu membayar kerugian yang telah kita timbulkan, sedikit banyak itu membuktikan kalau kita belum sepenuhnya bertobat. Orang yang sepenuhnya bertobat tidak lagi memikirkan untung dan rugi, tidak lagi memikirkan haknya dan dia akan bersedia untuk melepaskan haknya sebab dia tahu kalau dia telah berbuat salah kepada orang.
GS : Masalahnya Pak Paul, kita mau mengembalikan ini, tapi kita harus berunding dengan pasangan kita dan untuk meyakinkan pasangan kita, hal ini tidaklah mudah, Pak Paul.

PG : Maka kita juga harus berkata kepada pasangan kita bahwa, "Tuhan akan dapat mencukupi kita kembali dan kita jangan takut kalau sekarang kita kehilangan sejumlah harta atau sejumlah uang gar-gara kita membayar kembali kerugian yang telah saya timbulkan dan nanti kita akan menjadi kelaparan dan sebagainya.

Saya yakin tidak seperti itu." Jadi kita harus memercayakan hidup ini kepada Tuhan. Saya bacakan di 2 Korintus 7:10, "Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian". Jadi inilah yang harus kita angkat kepada pasangan kita bahwa Tuhan menghendaki dukacita yang menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan. Jadi kita benar-benar berubah dan kita harus membayar kembali apa yang telah kita rusakkan atau yang telah kita ambil dari orang lain.
GS : Sebaliknya Pak Paul, kalau justru kita yang menjadi korban penipuan orang atau hati kita dilukai oleh orang, apa sikap yang harus kita lakukan ?

PG : Sudah tentu kalau kita adalah orang yang dilukai, maka kita harus memberi pengampunan ketika ia meminta pengampunan dan menunjukkan pertobatan. Hal ini yang ingin saya garis bawahi sebab pnting kalau orang yang bersangkutan tidak meminta pengampunan, tidak menunjukkan pertobatan berarti dia memang tidak meminta pengampunan dari kita.

Firman Tuhan di 2 Korintus 2:6-7 menasehati, "Bagi orang yang demikian sudahlah cukup tegoran dari sebagian besar dari kamu, sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat". Firman Tuhan ini ditujukan kepada orang-orang yang telah dilukai, ditipu dan sebagainya oleh orang yang telah berdosa, firman Tuhan mengingatkan kita yang telah dilukai untuk mengampuni. Justru bukan hanya mengampuni tapi Tuhan berkata, "Hibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang telampau berat". Jadi itulah yang Tuhan minta dari kita pihak yang dirugikan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menebus Kesalahan Masa Lalu". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Hidup tidak sempurna dan kita jauh dari sempurna. Kadang kita melakukan kesalahan yang berdampak buruk pada hidup orang yang kasihi. Penyesalan datang namun sebagaimana kita ketahui, penyesalan selalu datang terlambat. Apakah yang harus kita perbuat bila di masa lalu kita telah melakukan kesalahan?

  • Langkah pertama adalah mengakui dosa itu kepada Tuhan. Di dalam doa, katakanlah dengan terbuka perbuatan dosa yang telah diperbuat. Akuilah apa adanya dan jangan membuat dalih apalagi menutupinya. Tuhan tahu semua namun Ia ingin mendengar semua dari mulut dan hati kita. Terimalah penggenapan janji Tuhan di dalam diri kita. Percayalah melalui iman bahwa Ia telah mengampuni dosa dan kesalahan kita sebagaimana Firman Tuhan di 1 Yohanes 1:9 meneguhkan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."
  • Setelah mengakui semua di hadapan Tuhan, jangan lupa untuk bersyukur atas pengampunan dan penebusan Kristus di kayu salib. Berterima kasihlah setiap hari dan setiap kali mengingat kemurahan Tuhan yang telah mengampuni dosa kita. Pengucapan syukur penting untuk terus berlanjut sebab di hari-hari mendatang Iblis akan berusaha menjatuhkan kita kembali dengan cara membisikkan keraguan di dalam hati. Ia akan berupaya meyakinkan kita bahwa dosa kita terlalu besar dan bahwa Tuhan tidak bisa mengampuni dosa sebesar ini.

Kita tidak perlu lagi meminta-minta pengampunan Tuhan sebab kita sudah menerimanya tatkala kita mengakui dosa kita. Firman Tuhan berkata, "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaan-Mu" (Ratapan 3:22-23).

  • Langkah kedua adalah meminta pengampunan dari orang yang telah kita lukai. Akuilah perbuatan kita apa adanya, jangan menutupinya atau membenar-benarkannya. Katakanlah betapa besar penyesalan kita atas perbuatan yang kita lakukan kepadanya. Utarakanlah niat kita untuk membayar kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan kita itu. Setelah bertobat, Zakheus berjanji kepada Tuhan Yesus untuk menebus kesalahannya, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8).
    Penyesalan harus diwujudkan dalam tindakan nyata sebab tanpa perbuatan nyata, kita hanyalah terus memeras orang yang telah kita lukai: Pertama, kita menyakiti hatinya; kedua, kita memintanya untuk mengampuni. Singkat kata, pertobatan tidak hanya terdiri dari penyesalan tetapi juga dari tindak nyata membayar kerugian yang ditimbulkan. Dukacita yang menghasilkan kematian adalah dukacita tanpa pertobatan. Kita hanya menyesali namun tidak berbuat apa-apa untuk memerbaiki kerusakan yang telah kita sendiri ciptakan. Sebaliknya, dukacita yang membawa keselamatan adalah dukacita yang disertai pertobatan. Kita tidak lagi mengulang kesalahan yang sama dan membayar harga kerugian yang ditimbulkan.
    Firman Tuhan menegaskan, "Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian" (2 Korintus 7:10).
  • Apabila kita adalah orang yang dilukai, kita harus memberi pengampunan ketika ia meminta pengampunan dan menunjukkan pertobatan. Firman Tuhan di 2 Korintus 2:6 menasihati, "Bagi orang yang demikian sudahlah cukup teguran dari sebagian besar dari kamu sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat."

Questions: