BETA
Kesengsaraan dan Karakter I
Sumber: telaga
Id Topik: 869

Abstrak:

Tidak ada yang senang dengan kesusahan. Sedapatnya kita berupaya untuk menghindar dari kesusahan. Bagi kita kesusahan identik dengan kesengsaraan dan kesengsaraan identik dengan kemunduran yang berakhir dengan keputusasaan—sebuah cara pandang yang pesimistik dan negatif. Namun sebuah karakter yang dihasilkan kesengsaraan adalah karakter yang bergantung penuh pada Tuhan. Ada 6 hal yang akan diuraikan untuk proses pembentukan karakter yang melibatkan kesusahan dan kesengsaraan.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kesengsaraan dan Karakter". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Kita agak sulit melihat kaitan antara kesengsaraan yang kita alami dan karakter yang akan Tuhan bentuk melalui kehidupan kita karena hal itu tidak terjadi seketika. Kesengsaraan ini seolah-olah menutup mata kita kalau kita terlalu tenggelam di dalam kesengsaraan dan kesedihan yang berkepanjangan. Ini bagaimana kaitannya, Pak Paul ?

PG : Saya kira sebagai manusia yang normal, sewaktu kita mengalami sebuah masalah yang berat dan orang berkata kepada kita, "Ini untuk kebaikan dan membuat kamu lebih dewasa" dan sebagainya, saya kira sulit kita melihat hal itu, sebab di dalam rasa sakit dan kesengsaraan, kita hanya bisa memfokuskan mata kita pada rasa sakit itu dan kita ingin segera keluar dari lilitan sengsara itu. Maka sangat sulit bagi kita melihat hal yang baik dari masalah yang sedang saya hadapi namun ini yang akan kita angkat, Pak Gunawan, sebab ternyata di dalam kamus Tuhan, Tuhan menempatkan kesengsaraan sebagai sebuah kata yang berharga yang indah dan ini yang nanti kita mau pelajari.

GS : Tapi sebenarnya Tuhan bisa membentuk kita tanpa harus melalui kesengsaraan, Pak Paul ?

PG : Dan masalahnya adalah untuk hal-hal lain Tuhan memang bisa melakukan lewat sarana yang berbeda, tapi nanti kita akan melihat khusus untuk pembentukan karakter, ternyata hanya ada satu cara yaitu lewat tempaan kesengsaraan. Jadi untuk menumbuhkan buah karakter yang Tuhan inginkan, tidak ada jalan lain harus melewati lembah kesengsaraan.

GS : Apa ada ayat Alkitab yang menunjang hal itu, Pak Paul ?

PG : Ada, Pak Gunawan. Saya bacakan di Roma 5:3-5, "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Jadi di sini kita bisa melihat bahwa sebagai orang Kristen sewaktu kita mengalami kesengsaraan, kita dipanggil untuk bermegah, bersukacita karena sebetulnya nanti kita akan menerima manfaatnya atau faedahnya yaitu pembentukan karakter dan ini yang Tuhan inginkan bagi kita supaya kita melihat bahwa waktu Tuhan mengizinkan kesengsaraan datang melewati hidup kita, maka ada sesuatu yang baik yang Tuhan sedang kerjakan di dalam hidup kita.

GS : Kalau kita sudah tahu tujuannya seperti itu yaitu tujuannya positif bagi diri kita tapi kita itu selalu mencoba untuk menghindar dan sebisa-bisanya menghindar dari kesengsaraan dan penderitaan. Kenapa, Pak Paul ?

PG : Karena yang pertama kita memunyai harapan bahwa hidup kita seharusnya baik, lancar, bahagia, penuh dengan keberhasilan. Semua orang pada dasarnya memunyai pengharapan seperti itu. Jadi jarang orang yang pada awalnya sudah beranggapan bahwa hidup saya nanti akan sarat dengan kesengsaraan. Oleh sebab itulah waktu kita mengalami kesulitan, kita akhirnya bertanya-tanya "Kenapa bisa seperti ini?" jadi sesuatu yang dianggap semestinya tidak terjadi. Nanti kita akan lebih membahas hal ini, tapi secara sekilas saya akan katakan bahwa pandangan ini keliru. Selama hidup di dalam dunia kita tidak boleh hanya berharap bahwa semua yang kita alami itu seperti yang kita harapkan, hidup kita akan diisi dengan keberhasilan dan tidak akan ada kemalangan yang datang mengunjungi kita. Itu adalah suatu anggapan yang keliru. Kita mesti secara realistik berkata, "Selama kita hidup maka kita akan selalu bersinggungan dengan kedua-duanya." Maka waktu kita mengalami hal-hal yang buruk, yang kita ingin lakukan ialah inginnya lari dan tidak mau menerima. Dan yang kedua, mengapa kita itu mau lari dari hal yang menyusahkan kita adalah karena kita memunyai daya tahan yang terbatas dan tidak semua sanggup untuk menahan sakit dan rata-rata semua orang bisa merasakan sakit baik itu secara fisik maupun secara mental. Maka waktu kesusahan datang dan kita harus mengalaminya, tidak bisa tidak tubuh kita atau jiwa kita berontak tatkala harus didera oleh rasa sakit itu dan reaksi kita sebagai manusia adalah ingin lepas dari rasa sakit itu.

GS : Dan seringkali waktu kita mengalami penderitaan atau kesusahan yang kita pikirkan adalah, "Saya ini dosa apa dan salah apa?" jadi kita fokus melihat pada salah kita sendiri dan bukan pada hasil seperti tadi yang dituliskan di dalam kitab Roma itu.

PG : Betul, Pak Gunawan, saya kira ini sebuah pertanyaan yang manusiawi sewaktu kita mengalami masalah yang berat, kita cenderung mulai menanyakan, "Apakah yang telah saya perbuat?" sebab kita ini seolah-olah memunyai sebuah keyakinan, kalau kita berbuat baik maka kebaikanlah yang juga datang. Kalau kita berbuat jahat maka kejahatanlah yang juga akan datang. Sudah tentu secara umum ini yang terjadi dan sudah tentu ini juga yang Tuhan inginkan agar kita alami dalam hidup ini. Tapi karena kita hidup masih dalam dunia yang tidak sempurna, adakalanya kita juga harus menerima bagian yang tidak mengenakkan itu dan ketika kita harus mengalaminya bisa jadi karena merupakan akibat dari perbuatan kita, tapi kalau kita tahu bahwa kita telah hidup berkenan kepada Tuhan sebetulnya hal itu tidak perlu kita tanyakan, "Apa yang telah saya perbuat, kesalahan apa? Dosa apa yang saya perbuat?" Sebab bisa jadi atau yang seringkali terjadi itu tidak ada kaitannya dengan perbuatan kita dan ini benar-benar bagian hidup dari dunia yang tidak sempurna ini.

GS : Tapi tadi kalau kita perhatikan pada ayat yang Pak Paul bacakan, kesengsaraan tidak membawa langsung kepada pengharapan dan memerlukan tahapan-tahapannya.

PG : Jadi begini Pak Gunawan, yang biasanya terjadi kenapa kita mengalami kesusahan. Kesusahan itu saya definisikan sebagai sesuatu yang berasal dari luar diri kita. Sesuatu yang buruk yang menimpa kita. Sudah tentu ada kesusahan yang dapat dengan mudah kita selesaikan, tapi ada kesusahan yang tidak mudah kita selesaikan, perlu waktu yang lebih lama. Dalam masa kita menjalaninya itu adakalanya kita merasa ini di luar tanggungan kita dan kita tidak mampu lagi untuk bisa menghadapi kesusahan ini. Di saat kita merasa tidak mampu menghadapinya, itu yang saya sebut dengan masa kesengsaraan dan benar-benar keseimbangan hidup kita terganggu, kita tidak memunyai lagi sukacita, hari lepas hari bangun tidur rasanya muram dan tidak ada lagi adanya masa depan dan kita hanya bisa melihat kegelapan di depan kita, kita tidak lagi merasa adanya kekuatan, karena hidup itu memerlukan dorongan dan kemudian ada dorongan, kalau tidak ada dorongan rasanya itu ambles dan akhirnya jatuh terkulai, itulah yang saya sebut dengan masa sengsara. Sebuah masa yang benar-benar sulit akibat daya tahan kita yang makin menipis sedangkan kesusahan yang dari luar tetap datang dengan kekuatan yang begitu besar.

GS : Misalkan saja kita kehilangan orang yang kita kasihi atau pekerjaan yang kita dambakan. Mungkin seperti itu, Pak Paul ?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi meskipun kita sudah siapkan hati untuk menerima bahwa hidup ini tidak sempurna dan dalam hidup ini ada yang namanya kesusahan, kematian dan sebagainya. Tapi akhirnya waktu kita harus mengalaminya sendiri itu memang lain ceritanya. Kita bisa menghibur orang yang misalnya kehilangan suami atau istrinya, tapi waktu kita harus mengalami kehilangan pasangan kita sendiri, itu sudah lain ceritanya, kita tidak bisa mengungkapkan derita kita, kita tidak bisa cetuskan dan kita tidak mendapatkan kekuatan dengan segera dan benar-benar kita seperti kehilangan keseimbangan hidup dan kita akhirnya terjungkal jatuh. Dan di saat-saat itu benar-benar sengsara. Ternyata waktu Tuhan ingin menumbuhkan karakter dalam diri kita, situasi seperti itu yang mesti kita alami dan barulah karakter itu akan keluar dengan indahnya. Sebagai contoh di Alkitab yang kita ingat ialah sewaktu Paulus dipenjarakan dengan Silas, kita tahu mereka bernyanyi dan kita tahu juga akhirnya Tuhan membebaskan mereka tapi waktu mereka bernyanyi mereka tidak tahu kalau mereka akan dibebaskan. Mereka bernyanyi dalam penjara dan pertanyaannya adalah mengapakah mereka bisa bernyanyi? Disini kita bisa melihat karakter, mereka adalah orang-orang yang telah ditempa oleh kesusahan dan pernah menjalani derita sengsara dalam hidupnya sehingga buah karakter itu keluar, waktu mereka dipenjarakan secara tidak adil, tidak ada ketentuan kapan mereka bisa lepas dari penjara atau kapan mereka bisa dibunuh atau dihukum mati, tapi mereka bisa bernyanyi. Itu adalah hasil dari tempaan kesusahan yang melahirkan derita-derita sengsara dan buah akhirnya adalah sebuah karakter yang begitu berkilau.

GS : Tapi pembentukan itu memerlukan waktu yang tidak sama dari diri setiap orang, Pak Paul ?

PG : Betul sekali, memang ini sesuatu yang tidak bisa kita rencanakan dan sebaiknyalah kita tidak tahu, Pak Gunawan. Sebab kalau kita diberikan kesempatan oleh Tuhan melihat masa depan kita dan kita sudah diberitahukan Tuhan bahwa 20 tahun lagi kita akan mengalami kesengsaraan yang seperti ini, mungkin kita sudah mulai sengsara sejak hari ini sampai 20 tahun lagi. Dan waktu kita mengalami kesengsaraan itu yakni 20 tahun kemudian, benar-benar kita sudah tidak ada lagi tenaga dan kita benar-benar jatuh. Maka ada baiknya Tuhan tidak memberitahukan kepada kita apa yang akan kita tanggung di depan. Yang penting adalah kita tahu kalau itu harus kita lalui maka kekuatan Tuhanlah yang akan menjadi sandaran kita dan akan kita terima dari Dia. Jadi itulah yang menjadi kekuatan menghadapi hidup ini.

GS : Jadi kaitannya antara kesusahan dengan kesengsaraan ini bagaimana,Pak Paul ?

PG : Jadi artinya kesusahan itu peristiwa buruk yang menimpa kita yang datang dari luar, tapi tidak selalu peristiwa yang buruk menimbulkan kesengsaraan karena kadangkala kita bisa menghadapi kesusahan itu. Misalnya ada orang di PHK banyak orang bisa menghadapi PHK itu, kemudian mereka kerja serabutan, walau gaji hanya tinggal separuhnya hal itu tetap dilakukan dan masih bisa berjalan. Tapi misalkan orang yang sama mengalami kehilangan anaknya, istrinya atau orang tuanya, hal itu benar-benar tidak bisa ditanggung dengan mudah dan dia mengalami sebuah kesengsaraan karena kehilangan orang yang dikasihinya jadi benar-benar hidupnya itu sepi luar biasa akhirnya yang muncul sebuah kesengsaraan dan ini yang nanti Tuhan akan gunakan untuk membentuk karakter kita.

GS : Berarti ada kaitan yang erat antara kesusahan itu sendiri dengan rencana Allah atau kehendak Allah bagi orang-orang yang mengasihi Tuhan, begitu Pak Paul?

PG : Saya kira ada. Sebab tidak ada yang terjadi di dalam hidup ini di luar kehendak Tuhan. Sebagai anak-anak Tuhan kita tahu bahwa kita dituntun Tuhan dengan cermat. Jadi apa pun yang kita alami itu dalam desain Tuhan. Seringkali waktu kita mengalami peristiwa yang menyusahkan kita, kita sering bertanya kepada Tuhan, "Kenapa hal ini harus terjadi?" seolah-olah ini di luar kehendak Tuhan, seolah-olah kita ini berpikir bahwa yang namanya kehendak Tuhan itu selalu berisikan permen-permen yang manis dan tidak pernah pare yang pahit. Ternyata kita harus belajar satu hal bahwa Tuhan tidak hanya memberikan kepada kita permen yang manis dan Tuhan kadang memberikan kepada kita pare yang pahit. Mengapa? Sekali saya sudah singgung bahwa yang pertama kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna. Kalau dari awal kita menjadi anak-anak Tuhan dan Tuhan selalu melindungi kita dari semua hal yang buruk, berarti kita sudah tidak tinggal lagi di dalam dunia, tapi kita sudah tinggal di surga. Selama tinggal di dunia kita harus menerima fakta karena kadangkala kita juga harus menerima yang susah itu. Setelah kita sadari hal itu maka kita akhirnya harus berkata, "Kalau begitu, saya menerimanya Tuhan, bahwa kesusahan ini pun berada dalam rencana Tuhan, tangan Tuhan tidak selalu membawa permen yang manis adakalanya pare yang pahit, dan pare yang pahit ini juga untuk kebaikan saya. Sebab Tuhan akan memakai kesusahan itu untuk menjadikan saya seorang anak Tuhan yang berkarakter." Jadi waktu kita mengalami kesusahan, jangan langsung melabelkan itu sesuatu yang terjadi di luar kehendak Tuhan. Waktu kita menderita sakit penyakit yang tidak kita duga, jangan beranggapan itu bukan dari Tuhan. Waktu kita misalkan mengalami tabrakan, kerugian dan sebagainya, jangan mengatakan itu bukan dari Tuhan, sebab belum tentu. Kadangkala Tuhan memang ijinkan itu terjadi. Saya kira Tuhan menempatkan buku Ayub bukan tanpa tujuan, tapi ada tujuan Tuhan yang tertentu dan salah satunya adalah supaya kita menyadari itulah bagian hidup seorang Kristen, kalau kita sebagai orang Kristen hanya menerima permen-permen yang manis untuk apa ada kitab Ayub, untuk apa ada cerita Yesus yang menderita dan sengsara yang akhirnya mati di kayu salib, bisa saja Tuhan menciptakan dan melepaskan kita dari dosa dengan cara-cara yang luar biasa, sehingga tidak ada lagi yang namanya darah yang harus dicucurkan, namun tidak seperti itu karena ini semua adalah bagian dari rencana Tuhan. Jadi kalau pun kita harus mengalami kesusahan maka kita terima porsi ini. Maka pada waktu Ayub menjawab istrinya yang menyerang dia, "Masakan kita hanya mau terima hal yang baik saja dari Tuhan dan tidak mau menerima yang buruk dari Tuhan." Jadi itulah yang mesti kita sadari, tapi di tangan Tuhan ada dua hal yaitu di satu tangan ada permen yang manis dan yang satunya memegang pare yang pahit.

GS : Tapi untuk bisa memahami hal seperti itu, sebelumnya orang-orang tersebut sudah harus pernah masuk ke dalam suasana kesengsaraan dalam bentuk yang lain, kemudian itu membentuk karakternya sehingga dia bisa menerima hal itu. Bagaimana dengan orang yang belum pernah mengalami hal seperti itu?

PG : Memang kalau saya bisa memastikan bahwa Tuhan akan memberikan kesusahan itu sedikit demi sedikit, atau mengizinkan kesusahan sedikit demi sedikit dan barulah yang lebih berat yang kita alami. Tapi harus saya akui bahwa tidak selalu itu terjadi, adakalanya orang mengalami musibah yang benar-benar terlalu berat dan saya pun tidak mengerti, tapi saya percaya bahwa Tuhan tahu kondisi dan kemampuan kita dan terlebih lagi Tuhan ingin agar kita tahu bahwa Dia selalu ingin memunyai kita kekuatan yang cukup untuk diberikan kepada kita supaya kita bisa menghadapi kesusahan itu. Jadi pada akhirnya sampai titik-titik terakhir kita harus berkata kepada Tuhan, "Saya tidak bisa lagi, hanya Engkau yang bisa. Tidak ada lagi kekuatan hanya Engkau yang memunyai kekuatan. Jadi biarlah dari kekuatan Tuhanlah saya bisa melanjutkan hidup ini." Jadi benar-benar besarnya kesusahan yang menimpa kita, namun kita harus bersandar kepada Tuhan untuk memberikan kepada kita pertolongan-Nya.

GS : Jadi sebenarnya kita tidak boleh terlalu mempermasalahkan kesengsaraan atau penderitaan yang kita alami, entah itu akibat dosa saya atau memang itu adalah sesuatu yang Tuhan ijinkan terjadi atas hidup saya, Pak Paul ?

PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi waktu kita mengalami suatu kesusahan, lebih baik kita tidak bertanya lagi, "Apa dosa saya dan sebagainya?" kalau memang Tuhan ingatkan kita berdosa, biarlah ini bagian yang harus kita tanggung sebagai konsekwensinya, maka kita terima itu dengan jelas. Tapi kalau tidak ada kaitannya maka terima ini sebagai bagian dari rencana Tuhan. Satu hal yang ingin saya ingatkan kepada para pendengar kita adalah waktu kita berkata bahwa ini adalah kehendak Tuhan, maka kita harus berhati-hati karena yang saya maksud bukanlah orang yang melakukan perbuatan jahat kepada kita disuruh oleh Tuhan untuk menjahati kita, tidak seperti itu. Waktu kita dirampok, maka Tuhan yang menyuruh perampok itu untuk merampok rumah kita, tidak seperti itu. Jadi waktu kita berkata ini dalam kehendak Tuhan bukan berarti Tuhan menyuruh orang untuk berbuat jahat kepada kita. Tuhan tidak memunyai hati jahat, jadi Tuhan tidak akan pernah menyuruh orang berbuat jahat. Jadi waktu kita berkata ini adalah kehendak Tuhan artinya Tuhan mengizinkan dan Tuhan membiarkan yang buruk itu menimpa kita sebab ada tujuan Tuhan yang penting yang akan digenapi lewat peristiwa yang buruk itu.

GS : Tadi Rasul Paulus mengatakan bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan dan ketekunan itu menimbulkan tahan uji dan seterusnya baru kemudian menimbulkan pengharapan. Berarti disana kita harus tekun saja dalam masalah-masalah penderitaan ini.

PG : Betul, Pak Gunawan. Dan disinilah yang nanti akan kita fokuskan lebih mendalam lagi tapi intinya adalah kita mesti memiliki ketekunan. Orang-orang yang pernah belajar beladiri mengerti satu hal yaitu bagaimana pun dia menguasai teknik atau jurus-jurus beladiri tapi tetap akhirnya mereka harus membangun ketahanan diri. Walaupun mengetahui semua jurus tidak akan berguna kalau tubuhnya tidak memunyai ketahanan. Maka mereka harus melatih diri mengalami pemukulan-pemukulan supaya lama-lama tubuh mereka menjadi kuat dan tahan menghadapi kesakitan. Sudah tentu pada awalnya mengalami penempaan seperti itu rasanya sakit, tidak tahan tapi terus melatih diri dan membiarkan diri dipukul sehingga akhirnya perlahan-lahan tubuh mulai bereaksi mengembangkan otot-otot tertentu dan juga mematikan syaraf-syaraf tertentu sehingga akhirnya waktu dipukul, tidak lagi merasakan rasa sakit itu. Seperti itulah yang dimaksud di sini dalam Firman Tuhan, yaitu waktu kesusahan datang, membuat kita sengsara dan membuat kita bertahan dan diam seolah-olah seperti orang yang belajar beladiri seperti tadi yaitu dengan dipukul dan dipukul agar tubuhnya menjadi kuat. Dan kita pun seperti itu, yaitu kita diam dan bertahan dalam tempaan itu dan perlahan-lahan muncullah sebuah reaksi tahan uji yang dapat kita terjemahkan dengan bebas yaitu tahan sakit. Sehingga pukulan itu tidak lagi terlalu menyakitkan dan dia tetap bisa melangsungkan hidupnya meskipun dalam kondisi seperti itu.

GS : Tapi ada sebagian orang yang gagal untuk bertahan di sana, Pak Paul ?

PG : Karena kita ini tidak selalu siap dan kuat dan bisa bergantung kepada Tuhan. Jadi adakalanya kita gagal. Namun kita tahu Tuhan itu pemurah dan penuh dengan kasih sayang, jadi ada waktu-waktu kita gagal tapi tangan Tuhan tidak membuang dan tidak mencampakkan dan Dia akan pegang kita, dan nanti Dia akan memberikan kita kekuatan dan lain kali waktu kita akan menghadapinya lagi maka dia akan memberikan kepada kita kekuatan tambahan.

GS : Jadi kalau sampai seseorang mau lari dari penderitaannya dengan bunuh diri, Pak Paul, berarti dia mengingkari kekuasaan Tuhan ?

PG : Betul. Itu adalah titik dimana dia tidak lagi datang dan memohon menerima kekuatan Tuhan, dia sangat putus asa sekali. Justru itulah yang harus kita hindari. Sebesar apa pun kesusahan yang harus kita tanggung, tapi kita masih bisa datang kepada Tuhan dan akan mendapatkan kekuatan dari Dia. Pada saat-saat kita harus sengsara, mengalami pukulan yang begitu berat, memang hidup itu akan menjadi sangat sederhana dan kita tidak bisa melihat hari esok, hanya bisa melihat hari ini, kadang-kadang hari ini pun harus kita penggal-penggal dalam beberapa bagian. Dalam satu hari, bisa melewati pagi hari, siang hari, dan melewati malam hari dan kita berkata, "Puji Tuhan bisa lewat satu hari dan kita tidur dan berdoa supaya Tuhan memberikan kita kekuatan menghadapi hari esok." Namun ada waktu-waktu dimana kita tidak lagi hidup per hari, bahkan hanya lewat per jam. Itulah saat dimana kita sudah sangat sengsara.

GS : Jadi intinya adalah di dalam penderitaan bagaimana pun juga, kita harus tetap berpegang teguh kepada Tuhan, Pak Paul?

PG : Betul. Sebab sekali lagi kita tahu bahwa Tuhan tidak akan memberikan pencobaan yang melebihi kekuatan kita dan bahkan Dia akan memberikan kepada kita jalan keluar.

GS : Pak Paul, pembicaraan kita ini tentu akan lebih menarik pada kesempatan yang akan datang sebab kita akan membahas hubungan antara kesengsaraan dan karakter. Jadi kita tetap berharap para pendengar kita yang telah mendengarkan siaran pada saat ini akan mengikuti kelanjutannya pada kesempatan yang akan datang. Dan terima kasih, Pak Paul telah membicarakan hal-hal yang sangat penting di dalam pembentukan karakter kita. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kesengsaraan dan Karakter" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

"Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita."

Roma 5:3-5

Tidak ada yang senang dengan kesusahan. Sedapatnya kita berupaya untuk menghindar dari kesusahan. Bagi kita kesusahan identik dengan kesengsaraan dan kesengsaraan identik dengan kemunduran yang berakhir dengan keputusasaan-sebuah cara pandang yang pesimistik dan negatif.

Ternyata Tuhan tidak melihat kesusahan dengan kacamata yang pesimistik dan negatif. Sebaliknya, sebagaimana dapat kita baca pada ayat-ayat ini, Tuhan memandang kesusahan dengan kacamata yang jauh lebih optimistik dan positif. Kesusahan bukanlah sesuatu yang seharusnya berada di luar kehidupan kita sebagai orang Kristen. Ternyata kesusahan merupakan bagian dari kehidupan kita bersama Tuhan. Memang kesusahan tetap akan membuahkan kesengsaraan namun kesengsaraan itu sendiri adalah bagian dari pembentukan Tuhan menjadikan kita anak-anak-Nya yang matang. Berikut akan diuraikan proses pembentukan karakter yang melibatkan kesusahan dan kesengsaraan.

  • Kesusahan dan kesengsaraan. Selama kita hidup di dalam dunia kita tidak bisa lepas dari kesusahan-hal buruk yang berasal dari luar diri kita yang datang menimpa hidup kita. Misalkan, tanpa diduga anak yang kita kasihi mengalami kecelakaan. Atau, pekerjaan yang kita andalkan akhirnya mengalami kebangkrutan dan tubuh yang tadinya sehat tiba-tiba menderita sakit terminal. Semua ini adalah contoh keseharian dari kesusahan yang dapat kapan saja menimpa kita.
  • Kesusahan dan kehendak Allah. Acap kali tatkala sesuatu yang buruk menimpa kita bertanya-tanya, "Apakah kesalahan kita sehingga kita harus mengalami kesengsaraan ini?" Pertanyaan ini lumrah keluar dari mulut kita yang senantiasa berusaha untuk hidup diperkenan Tuhan. Jika selama ini kita tidak peduli dengan Tuhan, besar kemungkinan kita tidak akan menanyakan pertanyaan ini. Kita mungkin berpikir bahwa memang sudah seharusnyalah kita mengalami semua kesusahan ini. Atau, kita tidak menanyakan pertanyaan ini sebab selama ini kita juga tidak lagi memedulikan Tuhan.

Kesusahan masuk dalam rencana Tuhan dalam pengertian, Tuhan mengizinkan kesusahan itu menimpa kita sebab melalui kesusahan itu Tuhan akan menggenapi rencana-Nya yang tertentu. Kesusahan adalah bagian dari kehidupan di dunia yang tidak lagi sempurna; jadi, siapa pun-termasuk kita orang percaya-dapat mengalaminya. Di dalam Tuhan kita tahu bahwa Ia dapat dan akan menggunakan kesusahan itu untuk menggenapi rencana-Nya yang tertentu. Salah satu bagian dari rencana Tuhan (namun bukan satu-satunya tujuan akhir dari rencana Tuhan) adalah pembentukan karakter kita.

Jadi, kendati kita tergoda untuk menanyakan, apakah dosa atau kesalahan kita sehingga kita harus menanggung kesusahan ini, yakinlah bahwa kesusahan ini tidak terkait dengan perbuatan kita. Kesusahan ini terjadi dalam rencana atau kehendak Tuhan (kecuali bila kita sendiri yang memang hidup berdosa sehingga mendatangkan kesusahan ini pada diri kita).

  • Kesengsaraan dan pembentukan karakter. Tuhan mati menyelamatkan kita dari hukuman dosa bukan saja agar kita lepas dari jerat maut yang memisahkan kita selamanya dari Tuhan tetapi juga agar kita menjadi anak-anak-Nya. Dan, sebagai anak-anak-Nya Ia berkepentingan melihat kita menjadi serupa dengan-Nya-memiliki karakter Allah sendiri. Itu sebabnya dengan pelbagai cara-termasuk kesengsaraan-Tuhan berusaha menumbuhkan karakter yang diinginkan-Nya dalam diri kita.
  • Salah satu buah rohani yang dirindukan Tuhan bertumbuh pada diri anak-anak-Nya adalah ketekunan. Pada dasarnya ketekunan berarti ketahanan dalam penderitaan atau kesanggupan menahan sakit. Sewaktu kita merasakan kesakitan reaksi pertama adalah mencoba lari dari situasi yang menimbulkan rasa sakit atau berusaha menghilangkan sumber derita itu agar kita tidak lagi harus mengalami kesengsaraan.

Kuncinya di sini adalah bertahan. Itu sebabnya doa yang mesti dipanjatkan adalah doa untuk memohon kekuatan menahan kesengsaraan. Sewaktu Tuhan akan disalib, Ia berdoa meminta agar Allah Bapa berkenan mengubah garis kehendak-Nya dan melepaskan Allah Putra dari kesengsaraan. Inilah kesengsaraan dalam arti sesungguhnya dan inilah reaksi Allah Putra yang manusiawi-memohon kelepasan dari kesengsaraan.

Sebagaimana kita ketahui, Tuhan Yesus harus melewati lembah kesengsaraan. Itu sebabnya Allah Bapa tidak mengabulkan permohonan-Nya tetapi sebagai gantinya, Allah Bapa mengutus malaikat-Nya untuk memberi Kristus kekuatan (Lukas 22:42-43). Firman Tuhan di Lukas 22:44 menjelaskan kondisi Tuhan Yesus yang "sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa." Inilah kondisi kita tatkala mengarungi lembah kesengsaraan dan tidak ada jalan lain selain berdoa meminta kekuatan dari Tuhan.

  • Ketekunan dan tahan uji. Istilah tahan uji sebetulnya dapat pula diterjemahkan karakter. Singkat kata kendati terdapat sejumlah karakter yang indah namun puncak dari semua karakter adalah tahan uji. Seakan-akan Tuhan ingin berkata bahwa kalau kita telah memiliki tahan uji, kita telah lulus. Tahan uji keluar dari ketahanan yang memisahkan kita dari kehancuran. Tatkala mengalami tempaan, kita harus menahannya dan sampai titik tertentu kita merasa dekat sekali dengan kehancuran. Di saat nyaris hancur kita terus bertahan dan ternyata kita dapat bertahan sebab kekuatan Tuhan memberi kita kekuatan. Dengan kata lain, tahan uji muncul dari pengalaman nyaris hancur namun tidak hancur. Dari titik terendah karena kehabisan semua tenaga kemudian kembali memperoleh kekuatan untuk melanjutkan hidup.
  • Tahan uji dan pengharapan. Orang yang tahan uji adalah orang yang bukan saja pernah melihat tetapi juga mengalami pertolongan dan kekuatan Tuhan. Dari kebuntuan kita mengalami campur tangan Tuhan membukakan pintu; dari kegelapan kita melihat terang. Inilah pengalaman yang meyakinkan kita bahwa pertolongan dan kekuatan Tuhan selalu berada di samping kita ketika kita melewati lembah kesengsaraan.

Tidak heran orang yang telah melewatinya dan menghasilkan buah karakter, ia tidak mudah putus asa. Ia terus berpengharapan dan pengharapan ini muncul dari pengenalannya akan kasih Allah. Di dalam kesengsaraan ia menyaksikan dan mencicipi kasih Allah. Pada akhirnya ibarat pohon, ia pun berakar ke dalam dan menjadi kokoh, tidak mudah lagi diombang-ambingkan oleh terpaan badai kesusahan. Ia senantiasa melihat Tuhan di dalam setiap sudut kehidupannya. Ia tahu ia tidak pernah dan tidak akan sendirian.

Kesimpulan

Karakter yang dihasilkan kesengsaraan adalah karakter yang bergantung penuh pada Tuhan. Jika pada awalnya kita bergantung pada Tuhan karena panik dan tidak berdaya, setelah melewati ujian ini kita bergantung pada Tuhan karena kita percaya sepenuhnya pada pemeliharaan Tuhan. Kita tidak lagi mempertanyakan kehendak Tuhan sebab kita tahu rencana-Nya baik.


Questions: