BETA
Iman Dalam Krisis Keluarga
Sumber: telaga
Id Topik: 850

Abstrak:

Kita adalah orang beriman namun kadang kita tidak tahu bagaimana menerapkan iman dalam situasi tertentu, misalnya dalam krisis keluarga. Iman bukanlah sekadar sarana untuk memperoleh keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Iman juga adalah sarana yang mutlak diperlukan untuk tetap hidup di dalam pimpinan-Nya. Secara spesifik, iman dibutuhkan dalam menghadapi krisis yang melanda keluarga agar kita dapat melewatinya dengan benar-sesuai kehendak Tuhan.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Iman Dalam Krisis Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah berbicara tentang krisis dalam keluarga Kristen. Rupanya keluarga Kristen pun juga mengalami krisis dan Pak Paul juga menjelaskan banyak contoh-contohnya. Dan sekarang kita akan membicarakan bagaimana peranan iman dalam krisis keluarga ini. Namun sebelumnya, mungkin Pak Paul bisa menguraikan secara singkat tentang apa yang sudah kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu.

PG: Krisis itu bisa melanda siapa pun termasuk kita anak-anak Tuhan, selama kita hidup dalam dunia yang tidak sempurna dan kitanya sendiri juga tidak sempurna, maka masalah bisa muncul. Waktu msalah muncul kita dituntut untuk beradaptasi, waktu kita gagal beradaptasi dengan tepat atau dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan maka masalah acapkali berkembang menjadi sebuah masalah yang besar yang pada akhirnya membuahkan krisis dalam hidup kita.

Kita juga belajar bahwa ada krisis yang diakibatkan oleh perbuatan kita secara langsung, tapi ada juga yang bukan. Kita belajar tentang Daud dan Yakub yang memunyai andil besar dalam krisis yang akhirnya melanda keluarga mereka. Tapi kita juga belajar tentang Naomi dan Ayub, mereka adalah orang-orang yang harus menghadapi bencana yang besar tapi mereka sendiri tidak berandil di situ. Jadi kita mesti sedapat-dapatnya berusaha, jangan sampai kita yang menciptakan krisis, kalau ada masalah sekecil apa pun maka kita harus mencoba menangani supaya masalah itu tidak berkembangbiak. Kita juga belajar bahwa apa pun penyebab krisis, dalam kedaulatan dan kebaikan Tuhan, Dia dapat mengubahnya dan memakainya untuk menggenapi rencana Tuhan. Tidak ada hal yang dapat menghalangi rencana Tuhan bahkan krisis sebesar apa pun. Inilah keyakinan kita untuk terus maju, kita tahu sebagai anak Tuhan kita tidak dibebaskan dari krisis tapi kita juga tahu bahwa Tuhan beserta dengan kita, sehingga Dia akan terus bersama mendampingi kita memberikan kita kekuatan melewati krisis, tapi yang terutama adalah kita melakukan kehendak-Nya waktu kita menghadapi krisis itu.
GS : Jadi yang penting di sini adalah bagaimana kita menanggapi suatu krisis yang terjadi di dalam keluarga kita atau mengenai diri kita, baik itu karena dosa atau karena sesuatu yang di luar kemampuan kita.

PG : Betul sekali, jadi bagaimanakah kita menanggapinya itu yang akan sangat menentukan besarnya krisis tersebut dan berapa lamanya krisis itu akan melanda kita.

GS : Jadi langkah-langkah apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul ?

PG : Ada beberapa yang bisa kita lakukan, yang pertama adalah kita harus melakukan pengakuan, pengakuan artinya mengakui kalau kesalahan telah dibuat. Jadi kalau kita melihat bahwa masalah ini erkepanjangan, masalah rumah tangga kita tidak beres-beres, kenapa problem ini terus berkembang, maka kita harus berani melihat pada diri kita sendiri.

Betapa mudahnya kita menyalahkan orang lain. Betapa mudahnya kita berkata bahwa kita hanya memberikan reaksi kepada perbuatan orang, bukankah kita juga bertanggungjawab dalam hal memberi reaksi. Apakah reaksi itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah tidak. Jadi penting sekali waktu kita menghadapi krisis kita tidak menengok ke kiri atau ke kanan, tapi menengok kepada diri sendiri dulu. Salah satu contoh yang sekarang tengah menjadi masalah besar dalam kehidupan kita adalah krisis ekonomi yang tengah melanda dunia ini. Mungkin ada di antara para pendengar kita yang harus kehilangan pekerjaan, atau merugi dan sebagainya. Jangan ragu untuk menengok kepada diri sendiri dan mengakui bahwa kesalahan telah dibuat. Misalkan kita melihat Nabi Natan yang menegur Daud, apa yang Daud lakukan ? Dengan cepat Daud mengakui dosanya, Daud tidak berbelit-belit memberi sikap defensif. Jadi dengan kata lain, semakin cepat kita mengakui maka semakin cepat pula kita datang kepada Tuhan meminta pengampunan-Nya, dan kemudian datang kepada satu sama lain untuk meminta pengampunan.
GS : Apakah didalam pengakuan itu, termasuk mengakui kalau kita sedang dalam krisis, Pak Paul ?

PG : Jadi langkah pertama kita harus mengakui bahwa ada masalah yang tengah melanda diri kita atau keluarga kita. Adakalanya sebagian dari tidak mudah untuk mengakui bahwa diri kita atau keluara kita tengah mengalami krisis, apalagi bagi kita yang terbiasa dikenal sebagai orang yang dikenal atau sebagai orang yang selalu sanggup mengatasi apa pun, selalu "in control", kita tidak pernah merasa kehilangan kendali atas hidup ini.

Jadi bagi orang-orang yang seperti ini agak sukar untuk merendahkan diri dan berkata, "Benar, saya sedang mengalami krisis." Seringkali pengakuan seperti membuka lembar baru yaitu lembar permintaan tolong. Seringkali orang yang memang memunyai harga diri tinggi tidak bersedia mengakuinya sebab bagi dia, "Nanti orang akan melihat saya sebagai orang yang meminta-minta tolong. Saya tidak mau dilihat orang sebagai pengemis atau memohon pertolongan orang lain." Sekali lagi ini adalah bagian dari harga diri yang terlalu kaku atau berlebihan. Lebih baik sewaktu kita berhadapan dengan krisis yang melanda diri atau keluarga kita, akuilah kalau ada krisis dan kita tidak selalu tahu bagaimana menghadapinya, mungkin kita juga belum tahu jalan keluarnya dan kita sangat terbatas dan lemah dan kita juga mengakui ada andil dalam diri kita. Pengakuan-pengakuan seperti inilah yang harus dimulai, itu sebabnya waktu kita mengahadapi krisis maka kita harus menghadapinya bersama dengan pasangan kita atau bahkan anak-anak kita. Kalau tidak ada pengakuan, kita seolah-olah menutup pintu, melarang pasangan kita atau anak-anak kita untuk masuk membantu kita dan inilah yang nanti akan menyulitkan orang untuk datang dan memberi pertolongan kepada kita.
GS : Jika kita sudah mengakui, entah itu mengakui kalau kita sedang dalam krisis maupun kita juga mengakui bahwa ini semua adalah salah saya. Maka langkah berikutnya apa, Pak Paul ?

PG : Langkah berikut adalah penyerahan. Dalam kasus Daud misalnya, Daud berserah kepada kemurahan Allah dan menerima apa pun yang terjadi. Misalnya dalam kasus berikut yaitu Daud mengadakan senus dengan tujuan mau menghitung dan melihat betapa jayanya atau suksesnya dia, sehingga sewaktu panglimanya yang bernama Yoab berkata, "Tidak perlu itu dilakukan karena Tuhan sudah memberkati tuanku," Daud tidak mendengarkan, dan dia terus ingin melihat kesuksesannya secara nyata.

Kemudian Tuhan marah dan Tuhan menghukumnya. Yang terjadi adalah Tuhan memberikan kepada Daud pilihan, yaitu hukuman apa yang Daud harus terima. Dan Daud memilih hukuman tulah sebab dia berkata, "Saya mau berserah kepada Tuhan dan berserah kepada kemurahan hati Tuhan." Jadi dengan kata lain, sewaktu kita menghadapi masalah krisis ini maka kita harus berserah sepenuhnya kepada kemurahan Tuhan, menerima apa pun juga yang harus menjadi porsi kita sekarang ini. Misalnya gara-gara krisis ekonomi, kita kehilangan rumah kita yang besar dan harus pindah ke rumah kita yang kecil dan kita kehilangan pekerjaan kita yang begitu baik dan sekarang harus memulai lagi dari nol atau bahkan tidak memunyai pekerjaan. Semua porsi yang tidak enak diterima, tapi kita harus berserah dan tidak melawan apapun yang terjadi dan bersandar sepenuhnya pada kemurahan Tuhan karena kita tahu bahwa kita aman di tangan Tuhan.
GS : Berarti sekalipun orang sudah mengambil langkah pertama yaitu mengakui dosanya, belum tentu dia sampai pada langkah yang kedua yaitu berserah, Pak Paul ?

PG : Kadang-kadang kita melihat seharusnya setelah mengakui adanya kesalahan dan dosa maka seharusnya berserah kepada Tuhan. Tapi ada orang yang tidak berjalan ke arah itu, Pak Gunawan, karena etelah dia mengakui, dia berbalik dan berkata, "Sekarang saya harus membereskan sendiri" entah itu dengan kekuatannya atau kemampuannya berpikir, dia mencoba untuk membereskan semuanya.

Dan ada orang yang tidak bisa menerima konsekuensinya, misalnya dia mengakui kalau itu adalah kesalahan saya sehingga akhirnya saya merugi sebesar ini, seharusnya langkah keduanya adalah berserah dan menerima apa yang menjadi porsi kita sebagai konsekuensi dari apa yang telah terjadi. Tapi ada orang yang tidak mau menerima dan dia masih mau mempertahankan level kehidupan yang setinggi dulu dan tidak mau sedikit pun menguranginya. Memang ada orang yang melakukan hal-hal seperti supaya dilihat orang bahwa mereka ini tetap kelihatan sukses, mentereng, mobil dipertahankan, semua dipertahankan padahalnya tidak ada lagi kemampuan untuk membiayai gaya hidup seperti itu.
GS : Kalau seseorang tidak menyerah, maka akan menimbulkan krisis yang baru lagi, Pak Paul ?

PG : Dengan kata lain, kalau orang tidak mau menyerah atau tidak mau berserah kepada Tuhan, memertahankan hidupnya atau menggunakan kekuatannya sendiri seringkali dia akhirnya makin terpuruk da terpuruk, krisisnya tidak pernah berkesudahan dan terus berlanjut.

Sehingga di sini penting kita memunyai hati yang besar untuk mengakui kesalahan dan dosa kita dan diikuti penyerahan yang total kepada Tuhan untuk mengeluarkan kita dan tidak bersandar pada kekuatan diri sendiri.
GS : Kalau kedua langkah itu sudah dilalui yaitu dia mengakui dosanya dan dia berserah, maka langkah berikutnya apa, Pak Paul ?

PG : Langkah ketiga adalah pengampunan. Misalnya kita melihat dalam kasusnya Yusuf, Yusuf mengampuni kesalahan kakak-kakaknya dan tidak hidup dalam penyesalan masa lalu. Tentang pengampunan yan kita harus camkan ialah pengampunan harus bersedia melupakan masa lalu dan siap merenda masa depan bersama.

Kadang karena kita merasa, gara-gara pasangan kita sehingga kita menyalahkan pasangan kemudian kita merasa seperti ini dan menjadi seperti ini, sehingga kita menyimpan dendam dan kita tidak bisa melupakannya kalau kita tetap hidup di dalam masa lalu atau tidak bisa menggunting masa lalu dan menatap ke masa depan. Kalau kita mau menghadapi krisis bersama dengan pasangan dan juga anak-anak maka harus ada kerelaan memberi pengampunan. Tentang pengampunan tadi sudah saya singgung, bukanlah hanya memaafkan tapi benar-benar merupakan tekad atau komitmen untuk lepas dari masa lalu. Wujud konkrit dari pengampunan adalah kerelaan melepaskan masa lalu dan tidak lagi mau mengikat pasangan kita atau anak-anak kita dengan tanggungjawab masa lalu. Tapi sekarang kita tanggung bersama dan kita hadapi masa depan bersama. Itulah bukti nyata dari pengampunan.
GS : Pengampunan di sini juga termasuk mengampuni dirinya sendiri, Pak Paul ?

PG : Kadang-kadang ini yang sulit dilakukan oleh orang yang terus-menerus hidup dalam penyesalan, "Kenapa saya seperti ini, gara-gara saya akhirnya semua menderita dan saya tidak layak diampuni" terus hidup dalam penyesalan masa lalu.

Akhirnya pasangan kita atau anak-anak kita tambah terpuruk karena mereka membutuhkan kita untuk maju bersama mereka. Kalau mereka sudah siap maju dan mereka sendiri sudah mengampuni kita, tapi kitanya tidak mau mengampuni diri sendiri berarti kita sendirilah yang menjadi beban bagi mereka dan akhirnya kita menahan mereka untuk maju mengatasi krisis ini.
GS : Dalam hal ini mestinya kita betul-betul menyadari bahwa Tuhan Allah sudah mengampuni kita, Pak Paul ?

PG : Betul, Pak Gunawan. Saya bukannya tidak mau sensitif atau tidak mau mengerti tapi kadang untuk peristiwa yang berat, yang besar, mengampuni diri itu sangat sulit. Tapi tadi Pak Gunawan sudh tekankan dasar hidup kita bukanlah apa yang kita pikir tapi apa yang Tuhan pikir, dasar hidup kita adalah bukan bagaimana kita melihat tapi bagaimanakah Tuhan melihatnya.

Itu harus menjadi dasar hidup kita. Kalau kita tahu bahwa Tuhan melihat kita sebagai orang berdosa yang telah diampuni-Nya, maka kita harus berkelahi dengan diri kita dan melihat diri kita seperti Tuhan melihat diri kita pula dan jangan kemudian kita berkata, "Saya tidak peduli apa yang Tuhan lihat atas saya, saya mau melihat diri saya seperti saya melihatnya yaitu orang yang tidak layak diampuni dan sebagainya," itu hal yang salah sekali, sebab itu berarti kita tidak akan pernah maju ke depan. Yusuf benar-benar bebas dari masa lalu sebab dia mengampuni saudara-saudaranya, maka waktu dia bertemu dan melihat saudara-saudaranya telah berubah, apa yang dia lakukan ? Dia menangis dan dia memeluk mereka dan langsung memanggil ayahnya untuk datang. Padahal sudah berbelasan tahun dia menderita, tapi kemudian tersapu bersih dan terhapus tidak ada bekasnya lagi dalam jiwa Yusuf. Kenapa sampai seperti itu ? Saya percaya karena Yusuf sudah berhasil melupakan masa lalunya dan meninggalkannya, tidak lagi hidup dalam bayang-bayang penyesalan masa lalu.
GS : Langkah berikutnya apa, Pak Paul ?

PG : Langkah berikutnya adalah pemulihan. Langkah pemulihan artinya misalkan dalam kasus Yusuf, dia memilih untuk menjadi berkat bagi saudara-saudaranya. Dia bukan saja melupakan masa lalu tapidia pun membalas kejahatan saudaranya dengan perbuatan baik.

Dalam kita menghadapi krisis, maka kita harus bersama dan tidak hanya berhenti menyalahkan saja, tapi harus mulai memberkati satu sama lain. Memberkati dalam pengertian berbuat hal yang baik, menolong satu sama lain. Jangan kita berkata, "Sudahlah, saya tidak lagi marah dan saya tidak lagi menyalahkan kamu, tapi sekarang kamu urus dirimu sendiri," kita tidak boleh seperti itu. Apalagi sewaktu krisis melanda keluarga kita, misalkan seperti krisis ekonomi sekarang ini semua dituntut untuk saling membantu, baik itu membantu adik, adik membantu kakak, orang tua membantu anak, anak membantu orang tua, suami membantu istri, istri membantu suami. Semua dituntut untuk saling memulihkan.
GS : Untuk bisa mencapai seperti itu tentunya peranan iman itu besar sekali. Dalam hal ini mengatasi krisis, peranan iman itu apa, Pak Paul ?

PG : Iman ini seringkali disalah konsepkan atau disalah mengertikan. Ada orang yang berkata "Sudahlah, percaya saja." Tapi sebetulnya dalam perkataan itu terkandung sebuah niat untuk tidak mau enghadapi fakta dan itu keliru.

Iman bukan lari dari tanggungjawab dan realitas, sebaliknya iman berhadapan dengan tanggungjawab dan realitas, artinya kalau kita beriman, apa yang harus kita lakukan, kita harus lakukan. Misalnya ini Pak Gunawan, saya mengerti waktu ada orang yang menderita penyakit tertentu dia takut dan dia tidak mau menghadapinya dan berkata, "Yang penting saya berdoa dan saya percaya pasti Tuhan sembuhkan saya." Akhirnya apa yang terjadi ? Penyakit itu bersarang dan akhirnya melumpuhkannya dan akhirnya meninggal dunia karena penyakit tersebut. Apakah itu iman ? Belum tentu, Pak Gunawan. Memang kita tidak boleh menghakimi orang karena kita tidak tahu isi hati orang tapi saya juga mau berkata belum tentu itu adalah iman. Iman justru merupakan sebuah keberanian, keberanian menghadapi segala sesuatu karena kita tahu bahwa yang pertama Tuhan bersama kita, jadi kita akan bisa menghadapinya. Yang kedua kita juga tahu bahwa di ujung sana ada kehendak Tuhan meski kita belum melihatnya sekarang, tapi di ujung sana ada kehendak Tuhan. Maka kita akan berani melewatinya, menghadapinya dan tidak lari dari masalah yang sedang menghadang.
GS : Tapi benar yang dikatakan Yakobus bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Memang tidak bisa tidak, iman mengharuskan kita untuk berani menghadapi apa pun yang tengah melanda kehidupan kita.

GS : Tapi bagaimana dengan tindakan itu sendiri, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu tindakan-tindakan yang harus kita lakukan, haruslah tindakan yang benar karena kita harus menghadapi realitas dan bertanggungjawab atas semuanya, maka kita harus bersandar kepaa Tuhan dan pemeliharaan-Nya.

Tidak berarti kita menghadapinya dengan melupakan Tuhan, tapi kita mau bersandar kepada Tuhan dan kepada pemeliharaan-Nya. Berarti kita harus bertindak benar sesuai dengan cara dan kehendak-Nya, kita tidak bisa berkata, "Yang penting terserah kepada Tuhan karena saya percaya Tuhan akan tolong," namun kita melakukan hal-hal yang salah, yang jelas-jelas tidak berkenan kepada Tuhan. Misalkan kita malah menutupi dan kita malah bersembunyi dan kita malah mengambil yang bukan milik kita. Hal-hal itu kalau kita lakukan, jangan kita berharap Tuhan mengeluarkan krisis itu dengan cara dan kehendak Tuhan. Jadi Tuhan hanya akan mengeluarkan kita dari krisis, kalau kita tetap setia bertindak sesuai dengan cara dan kehendak-Nya.
GS : Seringkali di sana orang mengatakan, "Tuhan itu bisa menolong saya dengan berbagai macam cara" termasuk cara yang tidak benar, Pak Paul ?

PG : Memang kalau sampai kita berkata seperti itu, hal itu menunjukkan ketidakdewasaan kita, seolah-olah Tuhan begitu siap untuk melanggar perkataan-Nya sendiri, standar-Nya sendiri. Itu tidak ungkin ! Sebab Tuhan tidak akan menodai kekudusan-Nya sendiri, jadi Tuhan akan selalu konsisten dengan apa yang dikatakan-Nya, dan kita tidak bisa membenarkan tindakan kita dengan berkata, "Nanti Tuhan akan ampuni saya, Tuhan akan memberkati saya meskipun cara saya berlawanan dengan kehendak Tuhan."

GS : Pak Paul, kalau kita sudah bertindak benar, berikutnya apa, Pak Paul ?

PG : Setelah kita bertindak benar, maka kita mesti menyadari bahwa iman tidak langsung menghasilkan buahnya, kadang kita itu mengharapkan hasil yang segera. Dalam kasus Daud dan juga Yusuf, merka harus menunggu lama sebelum melihat hasilnya.

Daud harus mengalami begitu banyak bencana-bencana dan pada akhirnya Daud melihat kalau Tuhan menolong. Yusuf harus menderita begitu lama sebelum akhirnya melihat rencana Tuhan dan pemeliharaan Tuhan. Dengan kata lain ini Pak Gunawan, iman tidak berorientasi pada hasil melainkan pada proses, yakni mengalami pembentukan Tuhan yang melahirkan karakter Kristiani dan ternyata itu yang lebih penting.
GS : Karakter Kristiani maksudnya seperti apa, Pak Paul ?

PG : Kita lebih menyerupai Kristus sebab itulah yang Tuhan selalu tekankan bahwa kita akan menjadi seperti Kristus. Ini salah satu yang menjadi letak masalahnya, kita sering berdoa, "Tuhan jadian saya seperti-Mu" tapi kita itu tidak menyadari bahwa permintaan itu sebetulnya permintaan yang sangat serius sebab waktu kita berkata, "Tuhan, jadikan saya seperti Engkau," itu berarti kita harus melewati pembentukan yang tidak mudah supaya karakter kita menjadi seperti Kristus.

Dan pembentukan itu, kadang-kadang himpitan, tekanan, hadangan, masalah dalam hidup kita sehingga dari semua itu maka keluarlah karakter-karakter yang seperti Kristus miliki yakni kesabaran, kemurahan hati. Bagaimana kita bisa sabar kalau hidup kita selalu lancar ? Sabar justru keluar pada waktu hidup kita tidak lancar. Bagaimana kita murah hati kalau hidup kita lancar ? Tidak bisa ! Tapi waktu kita berkekurangan dan kita tetap mau memberi, maka karakter kemurahan hati itu akan keluar. Jadi sekali lagi tujuan akhirnya adalah pembentukan karakter kita agar menjadi serupa dengan Tuhan Yesus.
GS : Proses ini memang biasanya memakan waktu yang panjang dan jarang langsung terjadi.

PG : Betul sekali memang tidak bisa dengan cepat semuanya terjadi, tapi kita harus dengan sabar dan membiarkan Tuhan membentuk kita lewat krisis yang tengah kita hadapi.

GS : Ini kaitannya dengan iman apa, Pak Paul ?

PG : Pada akhirnya seperti ini, Pak Gunawan. Waktu kita sedang menghadapi goncangan-goncangan seperti itu, kita memang tidak melihat karena seringkali dalam krisis kita mau melihat secara langsng pimpinan Tuhan dan cara Tuhan, namun yang terjadi seringkali kita tidak melihatnya tapi kita harus tetap percaya bahwa Tuhan akan menolong kita.

Maka akhirnya pembentukan karakter Kristiani yang keluar dari krisis membuat kita percaya bahwa yang pertama apa pun yang dialami Tuhan tidak meninggalkan, ini iman. Apapun yang dialami, Tuhan sanggup menolong, ini juga iman. Iman juga seperti ini, apa pun yang dialami Tuhan menggenapi rencana-Nya.
GS : Jadi orang baru melihat buah dari krisis itu setelah menyadari bahwa Tuhan tidak meninggalkan, bahwa Tuhan menolong dan Tuhan menggenapi rencana-Nya, Pak Paul ?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Waktu kita berhasil berkata, "Tetap percaya bahwa Tuhan tidak meninggalkan dan Tuhan sanggup menolong dan Dia akan menggenapi rencana-Nya lewat krisis ini." Di stulah iman bertumbuh.

GS : Pak Paul, sebelum kita mengakhiri perbincangan ini, mungkin ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?

PG : Di Mazmur 146:5-6 Firman Tuhan berkata, "Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya; Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut da segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya."

Tuhan adalah penolong dan Dia berjanji mau menolong kita dan Dia berkuasa sebab Dialah yang menjadikan langit dan bumi dan Dia setia, Dia tidak akan meninggalkan kita. Inilah janji Tuhan yang kita mau percaya lewat iman.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Iman Dalam Krisis Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Kita adalah orang beriman namun kadang kita tidak tahu bagaimana menerapkan iman dalam situasi tertentu, misalnya dalam krisis keluarga. Iman bukanlah sekadar sarana untuk memeroleh keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Iman juga adalah sarana yang mutlak diperlukan untuk tetap hidup di dalam pimpinan-Nya. Secara spesifik, iman dibutuhkan dalam menghadapi krisis yang melanda keluarga agar kita dapat melewatinya dengan benar—sesuai kehendak Tuhan.

Respons Dalam Krisis
  • Langkah pertama adalah PENGAKUAN: mengakui bahwa kesalahan telah dibuat. Sewaktu ditegur Nabi Natan, Daud langsung mengakui dosanya. Ia tidak berbelit-belit; dengan cepat ia bertobat dan memohon pengampunan Tuhan.
  • Langkah kedua adalah PENYERAHAN: Daud berserah kepada kemurahan Allah dan menerima apa pun yang terjadi. Ia tidak melawan apa yang terjadi; ia sepenuhnya bersandar pada kemurahan Tuhan. Ia tahu bahwa ia aman di tangan Tuhan.
  • Langkah ketiga adalah PENGAMPUNAN: Yusuf mengampuni kesalahan kakak-kakaknya dan tidak hidup didalam penyesalan masa lalu. Pengampunan berarti bersedia melupakan masa lalu dan siap merenda masa depan bersama.
  • Langkah keempat adalah PEMULIHAN: Yusuf menjadi berkat bagi saudara-saudaranya. Bukan saja ia melupakan masa lalu, ia pun membalas kejahatan saudaranya dengan perbuatan baik.
Iman Dalam Krisis
  • Iman bukan LARI dari tanggung jawab dan realitas; sebaliknya, iman BERHADAPAN dengan tanggung jawab dan realitas. Makin menghindar, makin jauh dari solusi. Singkat kata, iman adalah KEBERANIAN.
  • Kendati berani menghadapi realitas dan tanggung jawab, iman mendorong kita untuk bersandar kepada Tuhan dan pemeliharaan-Nya. Di sini iman menuntut kita untuk BERTINDAK BENAR.
  • Setelah bertindak benar, iman tidak langsung melihat hasilnya. Dalam kasus Daud dan Yusuf, mereka harus menunggu lama sebelum melihat hasilnya. Dengan kata lain, iman tidak berorientasi pada hasil melainkan pada PROSES—mengalami pembentukan Tuhan yang melahirkan karakter kristiani
  • Pembentukan karakter kristiani yang keluar dari krisis membuat kita percaya bahwa:
    • Apa pun yang dialami, Tuhan tidak meninggalkan
    • Apa pun yang dialami, Tuhan sanggup menolong
    • Apa pun yang dialami, Tuhan menggenapi rencana-Nya

Firman Tuhan di Mazmur 146:5-6
"Berbahagialah orang yang memunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya; Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya."
Tuhan adalah penolong dan Dia berjanji mau menolong kita dan Dia berkuasa sebab Dialah yang menjadikan langit dan bumi dan Dia setia, Dia tidak akan meninggalkan kita. Inilah janji Tuhan yang kita mau percaya lewat iman.


Questions: