BETA
Komitmen dan Keintiman (I)
Sumber: telaga
Id Topik: 837

Abstrak:

Sekarang ini muncul sebuah tren baru di tengah kawula muda seperti Teman Tapi Mesra dan Hubungan Tanpa Status. Pada dasarnya semua ini merujuk kepada relasi yang relatif intim bak pacar namun tidak berstatus sebagai pacar. Sudah tentu jika relasi ini hanyalah pertemanan biasa, kita tidak perlu mempermasalahkannya. Namun apabila relasi ini berubah menjadi relasi intim secara fisik tanpa komitmen, hal ini perlu mendapat perhatian kita. Apa pun namanya, sesungguhnya relasi seperti ini mencerminkan sebuah nilai yang berkembang di tengah kita yaitu hilangnya komitmen yang seyogianya menjadi dasar sebuah relasi yang intim. Di sini akan dipaparkan pentingnya keberadaan komitmen dalam keintiman dan peran keintiman dalam komitmen.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami tentang "Komitmen dan Keintiman". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Rupanya ada kaitan yang cukup erat Pak Paul, antara komitmen dan keintiman. Jadi ada satu sisi kesetiaan tetapi sisi yang lain juga ada keintiman. Dan bagaimana hubungannya antara komitmen dan keintiman itu ?

PG : Keduanya itu memang saling mengisi dan saling menyuburkan dan sangat terikat. Jadi pada akhirnya tidak mungkin kita ini mau membangun keintiman tanpa komitmen dan tidak mungkin juga memerthankan komitmen tanpa adanya keintiman.

Jadi kedua hal ini sebetulnya adalah unsur atau bahan yang membangun sebuah relasi yang kuat.
GS : Kalau kita berbicara tentang keintiman, bayangan kita khususnya adalah hubungan antara orang yang berbeda jenis seks antara pria dan wanita yang masih muda, sudah berkeluarga dan sebagainya. Dan ini apa kaitannya, Pak Paul ?

PG : Begini, Pak Gunawan. Saya kira kita perlu untuk membahas hal ini karena dewasa ini tampaknya makin banyak saja orang-orang yang kendor dengan batas-batas antara relasi perempuan dan laki-lki.

Jadi misalkan di kalangan kawulamuda dan juga bahkan di kalangan suami istri mulai berkembanglah sebuah istilah seperti hubungan tanpa status atau teman tapi mesra, itu adalah istilah yang menggambarkan relasi antara dua orang tanpa komitmen tapi masih tetap mau mencicipi keintiman. Kalau hanya sebatas pertemanan saya kira tidak apa-apa, tapi kalau misalkan dalam relasi itu akhirnya terjadilah perbuatan seksual apalagi kalau mereka sudah menikah dengan orang lain maka ini akan menjadi suatu ladang dosa yang subur di tengah-tengah kita.
GS : Sebenarnya setiap kita mengharapkan ada keakraban atau keintiman dengan yang sesama jenis maupun yang berlawanan jenis. Tetapi masalahnya untuk punya komitmen menjaga keakraban atau keintiman ini yang sulit bagi kita.

PG : Saya kira ini adalah kodrat manusiawi kita, kadang-kadang kita itu tidak mau membayar harga untuk sesuatu yang kita inginkan. Untuk bisa mencicipi sebuah keintiman maka kita harus membayarharganya dan harganya adalah sebuah janji keterikatan.

Jadi seharusnyalah itu yang terjadi. Keintiman itu bergerak dari umum ke spesifik, dari luas ke sempit, dari banyak ke satu atau dari inklusif ke ekslusif, dengan pergerakan itulah maka relasi itu berkembang, jadi seperti kerucut dari bawah lebar dan luas kemudian naik ke atas menjadi kecil dan menyatu. Seharusnyalah suatu relasi menjadi makin intim, maka komitmen antara keduanya juga makin menguat dan makin menguat sehingga pada akhirnya keintiman itu makin diikat oleh komitmen dan nanti pada akhirnya komitmen itu juga menambah keintiman yang terjalin di antara kedua orang.
GS : Jadi sebenarnya kita tidak boleh terlalu intim dengan banyak orang seperti itu ?

PG : Tidak bisa, Pak Gunawan. Jadi akhirnya kita harus menyadari bahwa kalau pun kita ingin tapi tidak memungkinkan, karena kalau kita mau intim lebih dari satu orang maka kita akan merugikan slah satu pihak.

Mungkin kitanya disenangkan dan dipuaskan, tapi sudah tentu kita akan mengorbankan orang lain yang bergantung pada kita dan bersandar pada janji keterikatan kita. Sebab mungkin sekali dia memberikan dirinya kepada kita dalam keintiman karena dia percaya bahwa kita pun juga akan memerlakukan dia seperti itu. Itu sebabnya Pak Gunawan, sebagai anak-anak Tuhan kita mesti berhati-hati menjaga hati kita, sebab pada dasarnya setiap relasi sanggup atau berpotensi untuk berkembang menjadi sebuah relasi yang intim antara lawan jenis yang saya maksud. Jadi syaratnya sebetulnya hanyalah dua, yaitu adanya ketertarikan dan ketertarikan itu kemudian dipupuk dengan interaksi. Jadi kalau ada ketertarikan kemudian kita menyediakan waktu bergaul, berbicara dengan orang itu terus-menerus, maka tinggal tunggu waktu relasi itu akan berkembang menjadi sebuah keintiman. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus menyadari hal ini. Dan janganlah kita itu naïf dan berkata, "Saya hanya berteman saja" tapi kita menyadari ada ketertarikan dan kita tidak mau membatasi malahan terus menyediakan waktu untuk kita bersama terus dengan dia. Tidak bisa tidak, relasi ini pada akhirnya akan bertumbuh menjadi sebuah keintiman. Maka kalau kita tidak mau menuju kepada keintiman, kalau kita sudah memunyai komitmen dengan orang lain, maka janganlah kita memulai dengan orang lain dengan berkata, "Saya hanya berteman saja," tidak! Selama ada ketertarikan dan dipupuk dengan interaksi maka pada akhirnya itu akan berubah menjadi sebuah keintiman.
GS : Tapi biasanya pada awalnya kita juga tidak menyadari kalau itu adalah sebuah ketertarikan, Pak Paul, kadang-kadang bisa juga karena belas kasihan dan kemudian kita mau menolong, kita mau menghibur dan sebagainya. Dari interaksi yang tadinya berawal dari belas kasihan, kemudian muncul ketertarikan dan seringkali kita tidak menyadari bahwa itu sudah berubah, Pak Paul ?

PG : Bisa jadi. Memang ada awal-awal kita tidak menyadari bahwa kita tidak memunyai ketertarikan sebab mungkin itu murni bahwa dia ingin menolong seseorang yang dalam kesusahan dan sebagainya. aktu relasi berkembang menjadi suatu ketertarikan, disitulah kita harus bertanya apakah ini suatu relasi yang boleh berkembang menjadi sebuah keintiman ? Karena misalkan kalau kita sudah menikah atau kita sudah memunyai seorang pacar dan sudah memunyai komitmen dengan pacar tersebut maka kita harus membatasinya, kita tidak bisa naïf dan berkata, "Tidak apa-apa hanya berteman saja," namun di dalam hati masing-masing sebetulnya kita menyadari bahwa kita sudah ada ketertarikan dan ketika ketertarikan dipupuk dengan interaksi, kunjungan, pembicaraan, SMS maka tidak lama lagi relasi itu menjadi relasi yang intim.

Seringkali orang tetap mau menikmati keintiman itu dan tidak mau disalahkan karenanya maka menamakan relasi itu dengan nama-nama yang lain. Kalau orang bertanya, "Ini siapa?" maka kita menjawab, "Teman." Ada seseorang yang saya kenal dan saya tahu tinggal bersama perempuan lain yang bukan istrinya karena mereka kumpul kebo dan ini terjadi di luar negeri, setiap kali kalau dia ditanya maka dia selalu menjawab, "Ini adalah teman saya" dan dia tidak pernah mengatakan kata yang lain atau istilah yang lain. Sudah tentu kenapa orang berkata, "Ini teman saya" dan tidak mau mengakui bahwa, "Ini adalah rekan perzinahan saya," karena itu adalah istilah yang begitu keras untuk menegurnya. Jadi itu adalah kecenderungan manusia bahwa kita akan menutupinya dengan nama-nama yang lain, supaya kita tetap bisa mendapatkan yang kita inginkan.
GS : Kalau mengenai pertemanan. Memang sebelum pernikahan itu disebut dengan pertemanan dan pacaran, dan orang juga sering berpikir bahwa saya dan dia belum tentu jadi dengan orang ini, maka saya sebut saja dia teman. Sementara itu dia mencoba intim dengan orang-orang lain, dengan harapan kalau nanti putus dengan yang tadi maka dia masih memiliki cadangannya.

PG : Dalam hal seperti itu yang ingin saya katakan adalah kalau kita memang belum yakin maka kita tidak boleh membangun keintiman. Jadi kita memang belum ada komitmen maka kita pun juga tidak bleh membangun keintiman dengan dia.

Dan dari awal kita juga harus jelas dengan dia bahwa ini adalah sebuah relasi biasa, pertemanan biasa dan tidak ada ikatan apa-apa. Dalam kapasitas sebagai teman seperti itu, saya kira kita bebas untuk bergaul dengan orang-orang dan siapa tahu dalam pergaulan itu kita akan menemukan kecocokan sehingga akhirnya dia bisa lebih serius. Yang salah adalah kalau kita sudah berjanji untuk menjadi pacarnya atau kekasihnya kemudian setelah itu disamping dengan dia, kita juga menjalin relasi dengan orang lain. Waktu pacar kita tanya dan kita menjawab, "Saya dan dia tidak ada hubungan dan hanya teman," tapi sesungguhnya keintiman antara kita dengan teman itu sama dengan keintiman kita dengan pacar kita. Kalau kita berbuat seperti itu maka kita sudah menyalahinya dan yang benar adalah kita harus membereskan dulu dengan yang satu ini. Kalau kita menemukan ketidak cocokan maka kita harus memikirkan ulang relasi ini kalau pun tidak cocok lagi silakan kita putus, tapi katakan secara terbuka dan jangan nantinya kita menduakan atau mentigakan orang, berjalan sekaligus dengan dua atau tiga orang dan kemudian melihat siapa yang nanti akan bertumbuh, tidak seperti itu. Kita ini membangun relasi satu tanaman demi satu tanaman, dan kita tidak boleh seperti menebar benih kemudian melihat siapa yang bertumbuh. Kalau limanya tumbuh maka kelima-limanya kita pilih, tidak seperti itu! Tapi satu relasi demi satu relasi, kalau satu relasi ini tidak jalan baru kemudian kita membentuk relasi yang lain.
GS : Mungkin batasan yang sulit ditemukan khususnya oleh para pemuda, seberapa jauh keintiman itu sebenarnya ? Ataukah hanya pergi berdua sudah disebutkan sebagai suatu keintiman ?

PG : Kalau kita melakukan itu dan hanya batas seperti itu dengan pengertian bahwa kita hanya pergi-pergi saja, tidak ada ikatan apa-apa saya kira sampai batas itu tidak apa-apa dan yang menjadiapa-apa adalah kalau itu berubah atau berkembang menjadi suatu keintiman fisik, misalnya kita mulai menciumnya, kita mulai memegang-megangnya dan sebagainya, dan itu menjadi sesuatu yang salah.

Jadi kita tidak boleh melewati batas itu. Dan yang seringkali terjadi seperti itu, jadi ada orang-orang yang mengatas namakan teman tapi bergaulnya sangat mesra bahkan ada yang berbuat hal-hal yang bersifat seksual namun tetap mengatakan bahwa kami hanya teman. Kita tidak boleh melihat hal ini hanya dari kacamata kita sebagai manusia tapi kita juga harus memandangnya dari kacamata Tuhan, "Apakah ini adalah perbuatan yang Tuhan kehendaki ataukah ini adalah suatu perbuatan yang Tuhan larang." Saya takutnya seperti ini, kita ini sebetulnya melakukan sebuah dosa yang lama yaitu dosa perzinahan namun kita memberikan nama yang lain untuk dosa yang sama ini sebab itu adalah akal bulus dari iblis. Iblis selalu menampakkan atau menyodorkan dosa yang sama, namun dengan wajah berbeda tapi ujung-ujungnya semuanya adalah sama. Sebagai contoh pada tahun 1960an waktu gerakan 'Hippies' berkembang di Amerika Serikat, mereka tinggal bersama dan banyak di antara mereka yang melakukan hubungan seks dengan teman dan sebagainya dan mengatas namakan semuanya itu dengan sebutan kasih atau cinta. Jadi atas nama cinta maka boleh saja berbuat apa pun, sebetulnya isinya adalah sama yaitu suatu perzinahan karena kita berhubungan dengan orang-orang yang bukan pasangan nikah kita, tapi kita membolehkannya atas nama cinta. Jadi kita melihat iblis selalu menyodorkan dosa yang sama namun dengan wajah yang baru, ini yang harus kita ingatkan kepada diri kita sendiri bahwa jangan sampai kita termakan dan masuk ke dalam dosa yang sama itu tapi dengan nama yang baru.
GS : Memang seringkali yang dikatakan oleh mereka yang melakukan hal itu, "Kita melakukan ini atas dasar suka sama suka, jadi tidak ada paksaan dan sukarela" dan yang menjadi komitmen mereka adalah "Kalau nanti tidak cocok maka mereka akan pisah", jadi tidak ada yang saling menyalahkan dan ini bagaimana, Pak Paul ?

PG : Ini memang yang dilakukan oleh masyarakat di negeri Barat karena saya cukup lama tinggal di Amerika dan saya tahu bahwa ini adalah hal yang biasa dilakukan oleh banyak orang. Jadi dari beruluh-puluh tahun yang lalu waktu saya masih mahasiswa di sana yaitu di tahun 1970an, hal ini memang sudah lazim dilakukan oleh para kawulamuda di sana, mereka akan pergi kencan dan setelah kencan mereka juga akan berhubungan seksual dan nanti mereka juga bisa berkata, "Baik, saya akan pergi dengan yang lain" dan mereka melakukan hal yang sama lagi, misalkan pergi nonton bioskop setelah itu pulang dari sana berhubungan seksual dan mereka tetap berkata, "Ini teman saya, ini bukanlah kekasih saya atau pacar saya tapi dia hanyalah teman."

Dan sudah tentu kalau mereka berpacaran, hampir bisa dipastikan mereka juga berhubungan seksual, tapi intinya adalah apapun nama yang mereka gunakan, perbuatannya tetaplah sama yaitu berhubungan seksual dengan orang yang bukan istri kita atau suami kita dan Alkitab memanggil itu sebagai suatu perzinahan dan itu adalah dosa di hadapan Tuhan. Jadi kita tidak bisa ikut-ikutan atau menciptakan sesuatu yang baru supaya kita diperbolehkan melakukannya padahal kita tahu kalau isinya sama, isinya adalah ingin melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Tuhan.
GS : Di sini kita berbicara tentang nilai yang dianut oleh orang itu. Jadi kalau mereka tidak menganggap kesucian hidup sebagai suatu nilai yang harus mereka hargai, maka mereka akan melakukan hal-hal seperti itu.

PG : Pada dasarnya memang itu, Pak Gunawan, yaitu semua bergantung pada nilai moral yang kita miliki. Apakah kita mau tetap berpegang pada nilai moral yang Tuhan telah gariskan ataukah kita aka membuat atau menciptakan sebuah nilai moral yang baru.

Awal atau isi dari dosa sebetulnya hanyalah sederhana yaitu saya di atas segalanya bahkan di atas Tuhan. Itulah dosa, dosa adalah saya mau bebas, saya yang mau melakukan apa pun dan saya tidak mau dihalangi oleh siapa pun atau apa pun dan dosa akan menampakkan dirinya dalam pelbagai bentuk. Kaitannya dengan para remaja pemuda ini, salah satu dosa terberat adalah masalah hubungan dengan lawan jenis apalagi dengan makin kuatnya serangan pornografi ke dalam kehidupan kita ini, maka dorongan untuk berhubungan seksual menjadi lebih besar lagi. Maka dipanggillah atau dibuatnya nama-nama baru agar para kaum muda ini bisa tetap mencicipi keintiman fisik tanpa harus membayar komitmen itu sendiri, apalagi kita tahu ini berhubungan dengan Tuhan, ini tidak menyenangkan hati Tuhan maka kita benar-benar harus taat kepada Tuhan dan tidak boleh menuruti kepentingan diri sendiri.
GS : Berarti dalam hal ini yang namanya komitmen itu bukan hanya terhadap teman kita saja tapi komitmen kita terhadap Tuhan, masyarakat, orang tua dan sebagainya. Jadi sebenarnya banyak hal, Pak Paul ?

PG : Jadi dasarnya adalah sebetulnya sebuah komitmen terhadap Tuhan. Jadi kita berkomitmen untuk menaati kehendakNya dan kita hanya akan mencicipi atau menikmati keintiman di dalam komitmen kit kepada Tuhan.

Langkah berikutnya sudah tentu adalah kita juga harus memunyai komitmen terhadap orang yang dengannya kita mau menjalin sebuah relasi yang akrab. Dalam konteks ini ada dua unsur yang kita harus perhatikan. Komitmen itu berdiri di atas dua tiang atau dua kaki, yaitu kesetiaan dan keterpisahan. Yang saya maksud dengan kesetiaan adalah bahwa kita akan bersamanya meskipun kita belum menikah, masih dalam tahap berpacaran tapi kita akan bersamanya dan tidak akan menduakan dia atau menjalin hubungan yang sama seriusnya dengan orang lain pada saat yang bersamaan. Jadi kesetiaan adalah benar-benar bahwa saya loyal dan saya akan bersamamu dan saya tidak akan melakukan hal yang sama dengan orang lain. Inilah dasarnya yaitu kesetiaan. Kedua adalah keterpisahan artinya saya akan memerlakukan pasangan saya secara ekslusif, secara berbeda dan saya tidak akan memerlakukan dia persis sama dengan orang-orang lain dan saya pun akan memerlakukan diri saya demi dia secara berbeda. Saya tidak akan membiarkan diri saya bergaul sama bebasnya dengan orang lain, karena saya sedang menjalin relasi yang eksklusif dengan pacar saya ini. Jadi mesti ada aspek keterpisahan, mesti ada aspek yang membuat kita merasa bahwa relasi ini berbeda dari relasi lainnya.
GS : Berarti pada masa pacaran, sebenarnya adalah waktu yang tepat bagi pasangan awal untuk membina atau menumbuhkan rasa kesetiaan atau rasa keterpisahan, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Ini adalah modal, modal yang diperlukan nanti untuk membangun relasi nikah yang sehat sebab bukankah kita mendengar ada pasangan nikah yang belum apa-apa sudah ribut dan mau erai.

Kenapa ? Salah satu alasan yang diberikan adalah waktu masih pacaran pun dia sudah tidak setia, waktu masih pacaran pun dia memunyai dua pacar, tiga pacar dan di belakang saya, saya tidak tahu apakah dia punya pacar lain dan sebagainya. Bukankah pengalaman seperti itu akan menorehkan sebuah luka di dalam hati orang dan waktu menikah maka luka itu akan mudah sekali untuk tergores kembali apalagi kalau melihat bahwa pasangannya itu seenaknya saja dengan orang. Jadi sekali lagi ini adalah modal yang kita bawa ke dalam pernikahan, sama seperti keterpisahan, kalau kita memerlakukan pasangan kita itu sama ringannya seperti kita memerlakukan orang-orang lain, maka pasangan kita tidak akan merasakan bahwa dia adalah orang yang khusus dalam hidup kita dan kalau pun kita memerlakukan diri kita seperti itu yaitu seenaknya kalau diajak orang mau saja. Maka pasangan kita akan melihat diri kita, bahwa kita tidak membuat dirinya khusus, kita tidak mau memisahkan orang lain demi dia. Akhirnya apa yang terjadi ? Waktu sudah menikah perasaan-perasaan seperti ini mudah kita bawa dan akhirnya mudah muncul kemarahan, kalau misalkan masalah yang sama timbul maka kemarahan itu akan mengingatkan diri kita, "Memang dari dulu kamu selalu seperti ini, dan dari dulu kamu memang tidak pernah memerlakukan saya secara khusus, dari dulu kamu pun seenaknya sendiri." Dengan kata lain, akhirnya kita masuk ke dalam pernikahan dengan membawa benih-benih yang tidak sehat ini.
GS : Padahal ada pasangan-pasangan seperti itu yang mengatakan, "Ini nanti akan terselesaikan kalau kita menikah," jadi biarkan ini terjadi sebelum menikah tapi nanti kalau sudah menikah maka dia akan berubah dan kenyataannya tidak seperti itu.

PG : Betul. Jadi apa yang kita tanam pada akhirnya itu akan bertumbuh. Jarang sekali apa yang kita telah tanam pada akhirnya akan terkikis dengan sendirinya. Tidak seperti itu. Dan kita memang arus bekerja keras untuk membangun sebuah relasi nikah yang sehat dan itu diawali bukan pada hari tepat kita menikah tapi itu diawali tatkala kita mulai membangun relasi dengan dia.

Seperti apakah dia memerlakukannya ? Apakah dengan kesetiaan ataukah dengan keterpisahan, itu nanti yang akan melahirkan keintiman, Pak Gunawan. Waktu kita telah berhasil membangun komitmen seperti itu pada masa berpacaran maka pada waktu kita menikah, nantinya akan melahirkan sebuah keintiman, baik keintiman emosional maupun keintiman fisik, karena pasangan kita dan kita akan merasakan aman bahwa kita ini sekarang bersama dengan orang yang saya tahu setia, yang saya tahu memerlakukan saya dengan terpisah dan dengan khusus yang juga membuat dirinya terpisah dari orang lain demi saya dan ini menimbulkan rasa aman dan dalam rasa aman seperti inilah barulah keintiman bisa muncul. Maka kalau orang setelah menikah misalnya mengeluh, "Suami saya tidak sayang kepada saya dan istri saya tidak sayang kepada saya, tidak bisa dekat dengan saya dan tidak bisa intim dengan saya," mungkin kita harus mundur ke belakang dan bertanya apakah kita telah melakukan bagian kita untuk memelihara komitmen itu, sebab komitmenlah yang nanti melahirkan keintiman dan keintiman hanya bisa muncul, bertumbuh dengan sehat kalau aman terlindungi di dalam ikatan komitmen tersebut.
GS : Tapi sebaliknya juga bisa terjadi Pak Paul, jadi semasa pacaran itu kelihatan sekali orang itu setia, orang itu memunyai keterpisahan dengan kita dan memperlakukan kita secara khusus tapi setelah menikah justru keadaannya berbalik, Pak Paul.

PG : Itu juga bisa. Jadi ada orang yang sebelum menikah memerlakukan kita secara khusus tapi lama-lama tidak lagi, itu berarti ada hal-hal yang muncul dalam pernikahan, mungkin itu pertengkaranatau mungkin perbedaan yang belum bisa diselesaikan.

Jadi hal-hal itu nantinya perlu dibereskan dan barulah keintiman itu dikembalikan ke dalam pernikahan.
GS : Berarti ada suatu keterkaitan yang sangat erat antara keintiman dan komitmen.

PG : Betul, Pak Gunawan. Dalam komitmenlah maka keintiman itu bisa bertumbuh dan keintiman itu akan terus bisa bertumbuh kalau dia dilindungi rasa aman di dalam komitmen.

GS : Dan itu harus dilakukan oleh kedua belah pihak, Pak Paul, karena tidak mungkin kalau hanya dilakukan sepihak saja.

PG : Betul sekali. Jadi secara alamiah kita melakukannya, kemudian baru akan menyerahkan diri kita dengan lebih bebas kalau kita merasa aman. Maka kita harus menyediakan rasa aman itu dulu yait suatu ikatan atau suatu komitmen, "Saya tidak akan kemana-mana dan saya setia kepadamu, saya memisahkan diri saya demi kamu," dalam komitmen seperti itu maka barulah keintiman bisa bertunas.

GS : Dan itu saling jalin-menjalin sehingga menjadi suatu satuan yang kokoh, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Maka dalam relasi nikah yang kuat seperti itu yang terjadi bertahun-tahun kemudian setelah mereka menjalani pernikahannya, kita akan melihat sebuah kesatuan yang sungguh-sunguh menyatu dengan sangat harmonis.

GS : Jadi ini adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan tetapi buahnya bisa kita nikmati pada saatnya nanti, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Kalau kita sembarangan di masa-masa awal maka kita tidak akan menikmati buah itu.

GS : Dan sehubungan dengan ini Pak Paul, apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?

PG : Saya akan bacakan Amsal 19:22, "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." Lawan dari kesetiaan adalah kebohongan. Jadi uhan menginginkan kesetiaan dan janganlah kita ingkar janji, kita sudah dekat dengan dia maka teruslah dan jagalah relasi ini, setialah dan pada akhirnya janganlah berbohong dan melukai hati orang yang kita kasihi.

GS : Pak Paul, mungkin ada beberapa segi yang harus kita bicarakan tentang komitmen dan keintiman ini, dan kita akan lanjutkan pada perbincangan TELAGA yang akan datang. Terima kasih sekali untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Komitmen dan Keintiman" bagian yang pertama, dan kita akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan acara TELAGA yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:


Questions: