BETA
Sayang dan Berharga I
Sumber: telaga
Id Topik: 798

Abstrak:

Pada umumnya kita mengawali pernikahan dalam kasih mesra namun pada akhirnya sebagian dari kita tidak lagi dapat menikmati kemesraan di hari tua. Sebaliknya kita justru mencicipi kehambaran. Karena di awal relasi kita mencintai oleh karena kita mendapati pasangan sebagai orang yang menawan. Namun secara perlahan, rasa sayang karena menawan harus bertumbuh berubah menjadi rasa sayang karena ia berharga. Jika tidak, maka perjalanan cinta dalam pernikahan akan menemui masalah. Inilah pertumbuhan cinta yang sehat. Pertanyaannya adalah: Bagaimanakah membuat “Cinta dan Menawan” bertumbuh menjadi “Sayang dan Berharga” ?

Transkrip:

Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sayang dan Berharga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, beberapa pasangan yang setelah sekian tahun menikah seringkali mengatakan bahwa hubungan kami tidak seperti dulu ketika masih awal menikah atau ketika kami berpacaran. Jadi ada perubahan nuansa di pernikahan mereka, ini sebenarnya penyebabnya apa, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu akan ada perubahan-perubahan dari apa yang kita rasakan dan bagaimana kita mengungkapkan kasih itu. Tapi sesungguhnya kita tidak bisa menjadikan ini sebuah dalih bahwa, "Ya memng begitulah seharusnya yaitu setelah kita menikah untuk satu kurun maka perasaan kita dan kemesraan kita itu akan hilang dan ini adalah hal yang biasa dan baik."

Justru saya ingin menekankan bahwa memang akan ada perubahan, tapi sesungguhnya perubahan itu bukanlah perubahan yang membuat kasih mesra itu menjadi sebuah kehambaran. Jadi bukanlah perubahan dimana kasih mesra itu hilang dan tidak digantikan oleh apa-apa dan hanya sebuah kehampaan saja. Ada orang yang berkata seperti teman, seperti saudara tapi tidak ada lagi perasaan apa-apa dan saya kira tidak seperti itu. Dan perubahannya adalah perubahan yang akan lebih menancapkan akar di bawah dan lebih membersihkan dan memurnikan cinta itu sendiri.
GS : Jadi yang berubah di sini adalah perasaannya. Tetapi hakekatnya tetap mengasihi pasangan kita, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Jadi memang apa yang dirasakan dan bagaimana kita mengungkapkan rasa kasih yang seperti itu, akan mengalami sedikit banyak perubahan, tapi hakikinya apakah cinta itu sendiri asih ada atau apakah nanti akan ada transformasi sehingga kita tetap mengasihi.

Jadi yang saya mau tekankan adalah pada akhirnya dalam perjalanan ini kita akan menemukan bahwa pasangan kita itu orang yang berharga sehingga kita mengasihi dia, menyayangi dia karena dia berharga.
GS : Jadi awalnya kita hanya mengasihi seseorang tapi kurang menilai seseorang itu berharga buat kita, seperti itu Pak Paul ?

PG : Sebab seperti ini, Pak Gunawan. Pada masa-masa awal pernikahan umumnya kita itu mencintai karena dia menawan, dia memikat kita, dia mempunyai hal yang ditawarkan yang benar-benar membuat kta senang sekali dan sebagainya.

Sudah tentu itu bukanlah hal yang buruk, itu adalah hal yang baik dan itu yang biasanya menjadi daya tarik kita kepada seseorang. Namun supaya relasi kita ini bisa terus bertumbuh menjadi lebih kuat, lebih berakar maka relasi cinta itu sendiri juga harus mengalami transformasi dari cinta karena menawan, berubah menjadi sayang karena dia berharga.
GS : Dan masalahnya adalah bagaimana kita menciptakan itu ?

PG : Saya akan memberikan beberapa masukan, Pak Gunawan. Yang pertama adalah cinta itu harus berjalan dari fantasi ke arah realitas. Maksudnya begini, hampir semua pernikahan itu berangkat darifantasi yaitu hal-hal yang kita dambakan ada pada pasangan.

Kita mungkin beranggapan atau berpikir bahwa pasangan kita adalah orang yang bisa meneguhkan kita, mengayomi kita dan dia menjadi pelindung, memberikan kebutuhan-kebutuhan emosional kita untuk dikasihi untuk merasa bahagia dan sebagainya. Tapi pada akhirnya setelah kita menjalani pernikahan, kita harus mengakui bahwa dia sekarang tidak seperti itu. Kadang kita harus menghadapi masalah sendiri tanpa bantuannya, kita ingin sekali dikasihi namun sepertinya dia itu sedikit cuek. Jadi akan ada hal-hal yang harus terjadi dan itu yang saya sebut realitas. Dan di dalam pernikahan, kita akhirnya harus bergerak ke arah realitas, kalau kita tidak mau bergerak ke arah realitas dan kita terus bertahan di wilayah fantasi, yaitu kita menuntut pasangan kita seperti yang kita harapkan atau yang dulu dia pernah lakukan seperti itu, akhirnya pernikahan kita akan goyah sebab tidak lagi didasari pada realitas.
GS : Kalau seseorang ingin bertahan tetap pada fantasinya, pada angan-angannya, harapan-harapannya, itu karena dia melihat realitasnya tidak sebagus apa yang dia harapkan, Pak Paul. Jadi ada keengganan, ada ketakutan untuk hidup di dalam kenyataan.

PG : Seringkali itu yang terjadi, Pak Gunawan. Kita memang tidak mau menerima realitas karena ada ketakutan-ketakutan yang tidak siap kita terima. Atau kita pun tidak siap karena itu berarti aan ada hal-hal yang kita butuhkan namun tidak akan sepenuhnya terpenuhi oleh pasangan kita.

Dan itulah jalur pernikahan yaitu cinta harus beranjak dari fantasi menuju ke realitas. Sudah tentu dalam pernikahan yang sehat, kedua belah pihak memang harus berusaha memenuhi pengharapan pasangannya. Kita tidak bisa berkata, "Ini saya, kamu harus terima saya apa adanya, kalau tidak mau itu terserah kamu" kita tidak bisa seperti itu. Kita harus tetap tenggang rasa, harus mendengarkan apa yang diinginkan oleh pasangan dan apa yang didambakannya, kita tentu harus melakukan hal-hal seperti itu dan hal itu juga baik karena kita makin hari akan menjadi bertambah dewasa dan makin matang. Jangan sampai kita hanya ingin orang yang harus mengerti kita dan menerima kita apa adanya, tapi kita juga dituntut Tuhan menjadi manusia yang makin hari makin dewasa dan makin matang. Jadi semua itu harus dilakukan oleh kedua belah pihak baik itu suami dan istri mereka harus melakukan, walaupun kita sudah melakukan seperti itu namun akan ada hal-hal yang tidak terpenuhi yang tetap menjadi kerinduan kita dan kita tidak tahu kapan kita bisa memenuhinya. Contoh, misalnya pasangan kita itu lamban dan kalau kemana-mana selalu terlambat dan kita harus berusaha untuk membuat kita tidak terlambat dan kita menolongnya bangun pagi agar tidak terlambat. Namun untuk waktu yang lama sekali kita harus hidup dengan kelambanannya itu, ini adalah bagian dari realitas yang kita harus terima, kalau kita tidak bisa menerima maka kita akan menuntut dia terus untuk menjadi ini dan itu, lebih cepat lagi, lebih gesit lagi dan sebagainya dan kita terus menuntut seperti itu, saya kira ini akan terus menjadi faktor yang merusakkan pernikahan. Jadi ada hal-hal yang kita memang harus minta dan kita harus komunikasikan, tapi ada hal-hal yang kita harus terima dan inilah realitasnya. Waktu kita tidak lagi mempersoalkan realitas itu dan memilih mengembangkan bagian-bagian lain dalam pernikahan kita yang positif, barulah pernikahan kita itu bisa bertumbuh.
GS : Kalau kedua-duanya itu hidup di dalam fantasi, dua-duanya hidup di dalam harapan-harapan, impian-impian saja apakah akan menimbulkan masalah, Pak Paul ?

PG : Sudah pasti Pak Gunawan, sebab misalnya karena dua-dua itu bertahan pada fantasinya, pada angan-angannya bahwa pasangannya harusnya seperti ini dan seperti itu. Sudah tentu hidupnya akan pnuh dengan kekecewaan, terus marah, terus kecewa dan relasi itu akan menurun karena tidak ada lagi yang membangunnya, tidak ada lagi yang memperkokohnya karena semua energi dipusatkan pada pertanyaan, kenapa kamu tidak .....

? Kenapa kamu begini ? Akhirnya pernikahan itu semakin terseret dan semakin terseret ke bawah dan tidak akan bisa bertumbuh lagi dan itu adalah dampak buruk yang pertama. Yang kedua adalah kalau dua orang itu mempertahankan angan-angannya hidup dalam fantasi mungkin saja dua-duanya itu bersandiwara, dua-duanya tidak menjadi dirinya yang asli, jadi yang penting apa yang diharapkan atau yang diminta pasangan, itulah yang disajikan dan itulah yang diberikan dan terus seperti itu. Akhirnya ketika kedua-duanya itu mengalami kekosongan, hidupnya itu akan terbelah sebab apa yang dia sajikan, apa yang dia persentasikan di depan pasangannya, itu bukanlah dirinya. Kekhawatiran saya adalah ini hanya bisa bertahan sampai satu kurun, setelah itu ambruk atau dia akhirnya tidak tahan dan dia mencari orang lain di luar, yang dianggapnya bisa menerima dirinya apa adanya. Kadang-kadang ini terjadi di dalam pernikahan dan ini menjadi faktor pencetus terjadinya perselingkuhan di luar, sebab orang ini akhirnya mencari orang yang bisa menerima dirinya yang sesungguhnya itu. Sebab dia tahu di rumah tidak bisa dan dia diharapkan menjadi orang yang berbeda. Jadi kita melihat di sini bahwa, kalau dua orang tidak bisa hidup di dalam realitas maka akan lebih banyak bahaya yang akan muncul dalam pernikahan mereka.
GS : Jadi dengan berjalannya waktu, mau tidak mau orang itu akan berjalan dari fantasi ke realitas, begitu Pak Paul ?

PG : Seharusnya seperti itu, Pak Gunawan. Namun memang kenyataannya ada hambatan-hambatan dan kadang orang tidak bisa sampai ke sana dengan cepat. Yang pertama adalah kita masuk ke dalam pernikhan membawa idealisme yang terlalu tidak realistik, misalkan kita dibesarkan di dalam keluarga dimana begitu banyak kekurangan sehingga kita mulai mengembangkan idealisme, suami harus seperti apa, istri harus seperti apa.

Dan kita bawa idealisme itu ke dalam rumah tangga kita. Kita akhirnya menuntut atau berangan-angan supaya pasangan kita akan seperti yang kita harapkan, meskipun dia tidak seperti itu. Akhirnya apa yang terjadi ? Akhirnya kita tidak rela melepaskan idealisme kita dan kita terus memegang idealisme kita bahwa suami harus begini dan istri harus begini, kita tidak bisa menerima realitas, "kenapa istri seperti ini sekarang ?" Dan akhirnya sekali lagi kita akan kecewa karena kita terus mempertahankan idealisme itu. Memang kita harus memiliki idealisme, sebelum kita menikah kita memang harus benar-benar meneropong pasangan kita dengan sebaik-baiknya supaya dia benar-benar sesuai dengan idealisme kita, kalau tidak maka kita harus terima bagian yang tidak sesuai dengan idealisme kita itu. Nanti waktu kita menikah maka kita harus menemukan lagi hal-hal lain yang tidak sesuai dengan idealisme kita maka kita harus menerima realitas itu. Rintangan yang kedua adalah orang yang membawa banyak kebutuhan ke dalam pernikahannya. Tidak bisa tidak orang yang membawa begitu banyak kebutuhan, misalnya dulu tidak pernah dihargai dan waktu masuk ke pernikahan dia membawa angan-angan ingin dihargai, ketika tidak dihargai dia menjadi cepat tersinggung tidak bisa menerima kritikan, yang penting apa yang menjadi maunya harus dihargai terus. Atau orang yang butuh sekali kasih sayang, dia tidak bisa melihat sedikit saja tanda-tanda ketika pasangannya itu seolah-olah menolaknya. Jadi terus menerus meminta pasangannya untuk sesuai dengan angan-angannya, sesuai dengan fantasinya itu. Jadi ini juga merupakan rintangan, akhirnya tidak bisa mudah melihat realitas, tidak bisa menerima pasangannya kalau pasangannya tidak seperti yang dia harapkan. Jadi tidak bisa memenuhi kebutuhannya seperti yang juga dia inginkan. Dan ini adalah rintangan-rintangan yang kita harus sadari dan akhirnya kita harus atasi.
GS : Memang sebelum pernikahan itu, tiap-tiap orang mempunyai kebutuhan yang belum terpenuhi ketika dia belum menikah. Harapannya adalah setelah menikah kebutuhannya itu terpenuhi. Ada seorang suami yang tadinya sebelum menikah, dia sangat dikekang oleh keluarganya baik oleh orang tuanya yaitu tidak boleh ini dan itu. Tapi setelah menikah, dia menginginkan kebebasan dan pada saat dia ingin mewujudkan kebebasan itu namun istrinya keberatan, Pak Paul, dan dia katakan, "Saya tidak mendapatkan kebebasan sebelum menikah dan sekarang saya menikah ingin mendapatkan kebebasan namun sekarang kamu kekang lagi," dan ini menjadi masalah, Pak Paul.

PG : Ya. Jadi sekali lagi itu adalah kebutuhan yang tak terpenuhi makanya dia masuk ke dalam pernikahan dan dia berangan-angan bahwa istrinya itu adalah seorang wanita yang terbuka yang akan megizinkan, yang akan percaya, yang tidak akan terganggu dengan kemerdekaan kebebasannya dan dia meminta istrinya memberi dia kebebasan seluas-luasnya.

Ini adalah contoh yang baik sekali, Pak Gunawan, dimana kita bisa melihat akibat kebutuhan tak terpenuhi maka kita akhirnya hidup ke dalam fantasi. Tidak bisa tidak relasi ini akan berduri, sering muncul konflik karena suaminya tetap tidak terima karena dia ingin hidup ke dalam angan-angannya, maka dalam hal ini si suami sudah tentu harus mengerti bahwa istrinya tidak seperti itu dan dia harus sedikit banyak korting-korting kebebasannya sehingga dua-duanya bisa sampai ke dalam suatu kesepakatan bahwa seberapa bebas dia bisa ke luar dan seberapa terikatnya dia di dalam rumah tangga.
GS : Pak Paul, selain kita harus berjalan dari fantasi ke realitas mungkin ada cara lain juga, Pak Paul ?

PG : Agar kasih sayang bisa bertumbuh sampai ke level menyayangi karena pasangan kita berharga maka kita juga harus menumbuhkan cinta sehingga dari level jasmaniah bertumbuh ke level rohaniah. pa yang saya maksud dengan cinta yang jasmaniah ? Cinta yang jasmaniah adalah cinta yang berorientasi pada penampilan, jadi terlalu menekankan pada penampilan.

Sejak awal dalam pernikahan mereka ini suami istri sangat menekankan bagaimana orang menilai mereka, apakah orang menilai mereka positif dengan selalu menekankan perilaku-perilaku, kegiatan-kegiatan supaya mereka dilihat orang seperti apa. Jadi benar-benar ada suatu keinginan untuk dihargai lewat penampilannya. Dan ini juga dituntut pada satu sama lain, jadi dua-dua memang harus menjanjikan sebuah penampilan-penampilan yang dapat disukai oleh pasangannya. Pada akhirnya Pak Gunawan, kalau kita mau menumbuhkan cinta dari level jasmaniah ke level rohaniah maka kita tidak bisa lagi bergantung pada penampilan-penampilan, pada apa yang dilihat oleh mata kita, kita harus beranjak pada apa yang dilihat oleh mata kepada apa yang dirasakan oleh hati. Kita tidak lagi menekankan pada penampilan, tapi kita melihat pada hal-hal yang ada dalam diri pasangan kita seperti kesabarannya, kelemahlembutannya, kemurahan hatinya sehingga semua itu menjadi kwalitas-kwalitas yang kita hargai. Akhirnya kita tidak menekankan pada penampilan-penampilan yang dilihat oleh mata orang lain. Ada orang-orang yang terus ke sana, jadi walaupun sudah menikah beberapa lama dia berkeinginan kalau saya dilihat oleh orang maka penampilan saya harus bagus dan jangan sampai orang bicara yang tidak-tidak. Kalau ada orang yang sedikit mencela maka dia tersinggung dan marah karena dia harus tampil baik, suami istri harus tampil baik, anak-anak harus tampil baik, cinta yang seperti itu tidak bisa bertumbuh ke level sayang dan berharga sebab terlalu bergantung pada performa atau penampilan, begitu tidak ada lagi penampilan atau performa maka cintanya juga akan ambruk. Maka seharusnya cinta juga harus bertumbuh.
GS : Sampai batas-batas tertentu mestinya tidak terlalu salah, Pak Paul, memperhatikan penampilan dan sebagainya, kita ini mau tampil prima senantiasa tetapi kalau sudah berkelanjutan, ini yang memang menjadi masalah.

PG : Betul. Jadi misalnya kalau kita kaitkan dalam konteks pekerjaan misalnya ada istri yang sangat menekankan pada penampilan status suami sebagai seorang pekerja, misalnya manager atau yang lin, sehingga itulah yang menjadi dasar cintanya kepada si suami, dan ketika suaminya kehilangan pekerjaannya maka anjlok jugalah cintanya si istri.

Atau si suami yang menekankan penampilan si istri sebagai seorang yang agung, anggun dan sebagainya dan akhirnya itu yang kita mau untuk orang lihat, misalnya begitu istri kita mulai agak gemuk maka kita resah dan kita berkata, "Kenapa kamu tidak bisa jaga badan, kenapa kamu begini dan begitu ?" Jadi akhirnya terlalu menekankan pada penampilan-penampilan seperti itu, "Kenapa rambut kamu beruban, kamu harus cat rambut kamu dan sebagainya." Jadi kelihatan sekali saat terlihat perubahan pada penampilan maka ambruk pula cinta itu. Hal lain pula yang bisa saya pikirkan adalah orang yang bisa menekankan pada pengumpulan materi, Pak Gunawan. Cinta yang jasmaniah itu berpusat sekali pada materi dan apa yang dimiliki baik itu harta kita, uang kita sehingga waktu suami kita jaya, kaya raya maka kita menjadi kolokan, istri menjadi manja kepada dia. Ketika suami tidak lagi memiliki penghasilannya, uangnya mulai berkurang kemudian anjlok juga cinta kita. Kita tidak boleh seperti itu, kalau kita terus berkisar di wilayah materi maka kita tidak mungkin bisa sama-sama bertumbuh, sehingga cinta kita menjadi cinta atas dasar pasangan kita berharga bagi kita.
GS : Saya rasa itu dua hal yang sangat terkait karena penampilan itu biasanya membutuhkan biaya sehingga kalau tidak ada materi yang cukup, secara otomatis juga tidak bisa tampil dengan baik.

PG : Yang saya maksud dengan penampilan atau performa bukan saja penampilan secara fisik misalnya dilihat orang cantik, ganteng dan sebagainya, tapi juga penampilan seseorang adalah orang terhomat dan sebagainya.

Kalau itu adalah dasar cinta kita itu adalah dasar jasmaniah, begitu pasangan kita tidak lagi menempati kedudukan yang baik, kemudian kita juga menjadi goyang. Jadi cinta harus bertumbuh dari level jasmaniah ke level rohaniah yaitu kita menghargai, mencintai pasangan kita karena apa yang terkandung dalam jiwanya yaitu kebaikannya, kemurahannya dan sebagainya.
GS : Dalam hal pengumpulan materi, seringkali yang dijadikan alasan adalah untuk kebutuhan masa depan, anak-anak kita masih kecil dan bakal besar dan butuh biaya sehingga harus mengejar materi ini.

PG : Sudah tentu kita harus menyiapkan dana untuk kebutuhan anak-anak, keluarga dan sebagainya namun ada batasnya, kita tidak mengumpulkan seolah-olah setelah kita meninggal anak-anak kita akanterlantar, kita jangan sampai berpikir seperti itu.

Jadi kita harus siapkan biaya sampai mereka bisa sekolah, tapi hiduplah dengan iman bahwa ada Tuhan, kita tidak harus menyiapkan seolah-olah kalau tidak ada kita, maka anak kita tidak bisa hidup lagi, itu salah karena masih ada Tuhan.
GS : Mungkin masih ada hal yang lain yang masih bisa dilakukan supaya cinta ini bertumbuh dari sayang menjadi berharga ?

PG : Yang ketiga adalah cinta itu harus bertumbuh dari nafsu ke arah sayang. Nafsu itu sangat berorientasi pada kepuasan seksual. Ada orang yang menikah benar-benar mementingkan kepuasan seksua, harus lebih puas lagi, harus lebih menikmati lagi, rasanya tidak puas hanya seperti ini saja, harus tambah lagi eksperimentasi dan sebagainya.

Cinta yang seperti itu rapuh sekali karena seolah-olah kesatuan mereka itu hanya dilandasi oleh kepuasan seksual dan di luar itu tidak ada lagi. Cinta yang dikuasai nafsu seperti ini akhirnya tidak bisa bertumbuh pada rasa sayang bahwa dia berharga bagi kita. Makanya pada akhirnya kita harus berkata, "Ya sudahlah, selama saya bisa menikmati seperti ini ya sudah cukup sebab bagi saya, yang terpenting adalah kita menikmati cinta itu sendiri, bukan kepuasan seksual, kenyataan saya mengasihinya, kenyataan saya dikasihi olehnya dan itu cukup bahkan lebih dari segalanya," jadi relasi seharusnya adalah semakin tua semakin beranjak ke arah sayang seperti itu, suatu rasa bahagia bisa mengasihi pasangan kita dan dikasihi olehnya.
GS : Tapi kita hidup di dalam suatu zaman dimana iklan-iklan produk tertentu atau juga kehidupan sosial di sekitar kita justru mendewa-dewakan penampilan seksual dan sebagainya. Sehingga mau tidak mau banyak orang terpengaruh kalau tidak bisa memenuhi kebutuhan pasangan secara seksual, dianggap rumah tangganya sudah hancur.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Mengapa saya angkat hal ini, karena memang ada orang-orang yang seperti ini, jadi penekanannya pada kepuasan seksual atau pada kecantikan-kecantikan, namun kecanikan-kecantikan dalam konteks menggairahkan nafsunya.

Jadi dia akan menuntut pasangannya untuk berdandan seperti apa, memakai jenis parfum seperti apa, make upnya seperti apa, rambutnya seperti apa, bajunya harus seperti apa. Jadi semua itu dikeker dalam satu teropong yaitu seksi, yaitu menjadi cantik namun bukan cantik seperti biasa, namun dalam konteks menggairahkan secara seksual. Ini adalah contoh orang yang dikuasai nafsu, Pak Gunawan. Cinta yang dikuasai nafsu tidak mungkin bertumbuh, sebab akan ada satu masa dimana pasangan kita tidak akan menggairahkan nafsu seperti itu lagi dan ini adalah kodrat alam, kita tidak bisa melawannya tapi ada orang yang tidak mau bertumbuh dan terus berkubang dalam kolam nafsu yaitu menuntut pasangannya harus cantik, harus seksi dan harus menggairahkan, kalau tidak maka dia tidak bisa terima. Jadi akhirnya cinta itu terkikis habis dan relasi itu juga runtuh dan pasangan yang dituntut seperti itu akhirnya merasa lelah dan hidup dalam ketakutan, "bagaimana kalau ada orang lain yang lebih menggairahkan ? Bagaimana kalau ada orang lain yang lebih cantik, lebih seksi maka lama-lama dia bisa jatuh kepada dia." Jadi hidup dalam ancaman dan ketidakamanan dan tidak akan ada lagi bisa menikmati relasi nikah seperti itu.
GS : Hal-hal yang lahiriah ini memang nampak kelihatan langsung. Jadi predikat seksi itu tidak hanya lagi diterapkan pada wanita tapi pria pun dituntut untuk menjadi pria yang seksi.

PG : Ada memang sebagian wanita yang memang mengharapkan suaminya seperti itu yaitu badannya harus seksi, dan sekali lagi semuanya disoroti dari sudut seks. Memang saya harus akui kalau hal ituada, maka jauh lebih banyak prialah yang menuntut istrinya harus tampil seksi.

GS : Pak Paul, dalam hal ini bagaimana kita harus mengubah nafsu menjadi sayang, apakah ada latihan-latihan tertentu yang harus dilakukan ?

PG : Sudah tentu ada. Dan nanti kita akan lebih tekankan bahwa kita ini harus menumbuhkan atau mengubah nilai kita, lebih mementingkan hal-hal yang bersifat kekal, hal-hal yang memang bersifat arakter dan itu yang harus kita lebih fokuskan dan kita harus lebih banyak berpikir misalkan, "Bukankah saya beruntung mempunyai seorang istri atau seorang suami yang sabar yang menerima saya apa adanya, yang bisa terus mendukung saya, bukankah itu jauh lebih berharga dari pada kepuasan-kepuasan sesaat yang tidak berlangsung lama dan bukankah hal itu akhirnya habis."

Maka kita harus lebih fokuskan pada karakter-karakter moral dalam diri seseorang.
GS : Jadi setiap orang itu pasti punya karakter yang positif di dalam dirinya.

PG : Saya percaya begitu, Pak Gunawan. Dan kita bisa ambil itu atau fokuskan itu dan mudah-mudahan dia pun bisa melihatnya dan dia pun bisa senang karena kita menghargai karakter positifnya, di akan berlaku sama kepada kita dengan cara itulah relasi kita perlahan-lahan bisa bertumbuh.

GS : Mungkin kita bisa lanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang, namun sebelum kita akhiri perbincangan ini mungkin Pak Paul bisa menyampaikan firman Tuhan yang bisa menjadi landasan bagi kita.

PG : Di Roma 13:8 firman Tuhan berkata, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah mmenuhi hukum Taurat."

Jangan berhutang apa-apa tapi berhutanglah satu yaitu saling mengasihi. Jadikanlah itu sebuah tuntutan dalam diri kita untuk mengasihi pasangan kita, dan terus mengasihi dan mengasihi bukan atas dasar kasat mata tapi atas dasar keindahan-keindahan rohaniah dalam diri seseorang. Itulah yang akan membawa pernikahan kita bertumbuh sampai nanti usia tua dan cinta kita atau kemesraan kita tetap akan ada.

GS : Kita akan lanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sayang dan Berharga" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Pada umumnya kita mengawali pernikahan dalam kasih mesra namun pada akhirnya sebagian dari kita tidak lagi dapat menikmati kemesraan di hari tua. Sebaliknya kita justru mencicipi kehambaran. Apakah yang terjadi sehingga kasih mesra berubah menjadi kehambaran?

Di awal relasi kita mencintai oleh karena kita mendapati pasangan sebagai orang yang menawan. Namun secara perlahan, rasa sayang karena menawan harus bertumbuh berubah menjadi rasa sayang karena ia berharga. Jika tidak, maka perjalanan cinta dalam pernikahan akan menemui masalah. Inilah pertumbuhan cinta yang sehat. Pertanyaannya adalah: BAGAIMANAKAH MEMBUAT "CINTA DAN MENAWAN" BERTUMBUH MENJADI " SAYANG DAN BERHARGA"?

  • Pertama, cinta harus berjalan dari FANTASI kearah REALITAS. Hampir semua pernikahan berangkat dari fantasi yaitu hal-hal yang kita dambakan ada pada pasangan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, fantasi harus digantikan dengan realitas yaitu bahwa ia tidak seperti yang kita harapkan. Pernikahan yang sehat adalah relasi yang didasari atas realitas dan penerimaannya. Sebaliknya, pernikahan yang tidak sehat berlandaskan fantasi dan penolakan atas realitas yang pada umumnya bersumber dari:
    1. Idealisme yang tidak realistik
    2. Kebutuhan yang tak pernah tercukupkan
  • Kedua, cinta harus berjalan dari JASMANIAH ke arah ROHANIAH. Cinta yang jasmaniah adalah cinta yang:
    1. Berorientasi pada penampilan
    2. Menekankan pada pengumpulan materi
    Jadi, cinta yang rohaniah adalah cinta yang tidak lagi menekankan pada penampilan dan materi. Cinta yang rohaniah akan terfokus pada apa yang terkandung di dalam-bukan di luar-diri pasangan yakni kebaikan dan keindahan karakternya.
  • Ketiga, cinta harus berjalan dari NAFSU ke arah SAYANG. Ciri pernikahan yang dikemudikan nafsu adalah:
    1. Penekanan pada kepuasan seksual
    2. Tuntutan pada keindahan badaniah
Jadi, cinta yang bersumber dari rasa sayang tidak lagi mementingkan dan mencari kepuasan badaniah melainkan kepuasan dikasihi dan mengasihi. Kita tetap dapat menikmati penyatuan badaniah namun tidak lagi bergantung padanya sebab terpenting adalah relasi kasih itu sendiri. Sekarang bagaimanakah kita dapat membangun cinta agar bertumbuh menjadi rasa sayang karena berharga?
  1. Kita harus menumbuhkan KEMURAHAN. Firman Tuhan berkata, "Siapa menutupi pelanggaran mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkitkan perkara menceraikan sahabat yang karib" (Amsal 17:9). Berikut akan dijabarkan beberapa ciri kemurahan:
    1. Tidak memfokuskan pada kesalahan tetapi pada kebaikan
    2. Berorientasi pada masa depan bukan masa lalu
    3. Berusaha mengampuni bukan mendendam
  2. Kita harus menumbuhkan KEBIJAKSANAAN. Firman Tuhan berkata, "Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi istri yang berakal budi adalah karunia Tuhan" (Amsal 19:14). Berikut adalah ciri kebijaksanaan:
    1. Berpikir sebelum berbuat dan berkata-kata
    2. Takut akan Tuhan dan menghormati sesama
    3. Belajar dari pengalaman
  3. Kita harus menumbuhkan KESETIAAN. Firman Tuhan berkata, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Berikut adalah ciri kesetiaan:
    1. Tidak mementingkan diri melainkan pasangan dan keluarga
    2. Hidup konsisten: di depan dan di belakang pasangan sama
    3. Memelihara batas yang jelas antara diri dan lawan jenis
  4. Kita harus menumbuhkan KELEMAHLEMBUTAN. Firman Tuhan berkata, "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah" (Amsal 15:1). Berikut adalah ciri kelemahlembutan:
    1. Tenggang rasa dan berempati: dapat menempatkan diri pada posisi pasangan
    2. Malu mengumbar emosi
    3. Sadar dengan kelemahan diri sendiri
  5. Kita harus menumbuhkan KEBAIKAN. Firman Tuhan berkata, "Perempuan yang baik hati beroleh hormat, sedangkan seorang penindas beroleh kekayaan" (Amsal 11:16). Berikut adalah ciri kebaikan:
    1. Dapat membaca kebutuhan orang
    2. Berinisiatif untuk melakukan sesuatu tanpa pamrih
    3. Tidak mudah terpengaruh akan reaksi orang
Sebagai kesimpulan, sesungguhnya Sayang dan Berharga:
  1. Muncul sebagai akibat PENGALAMAN MENGARUNGI HIDUP BERSAMA: jatuh-bangun, suka-duka, pahit-manis
  2. Muncul dari pengalaman merasakan BETAPA BAIKNYA PASANGAN DAN BETAPA BERUNTUNGNYA KITA DIKASIHI OLEHNYA
  3. Muncul dari RASA BERSYUKUR MEMILIKINYA DAN DIKASIHI OLEHNYA
  4. Muncul dari kepastian MELIHAT RENCANA DAN KEHENDAK ALLAH YANG SEMPURNA di dalam pernikahan ini

Questions: