Namanya Ajaib
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 7830
Konon, ada sepasang suami istri memberi nama anak perempuan mereka Sri Rezeki, sebab sebagai orang tua mereka mengharapkan agar anaknya, khususnya setelah hidup mandiri, memiliki banyak rezeki; syukur-syukur kalau nantinya menikah dengan pria yang kaya. Bulan berganti tahun, tak terasa putrinya semakin besar dan telah mencapai usia 17 tahun. Sementara kebudayaan di desa, wanita berusia 17 tahun ke atas sudah dianggap layak menikah apabila ada pria yang meminangnya.
Pendek cerita, pada saat usia baru memasuki 18 tahun, Sri Rezeki "terpaksa" menikah. Kedua orang tuanya sebenarnya tidak setuju dengan pilihan putri mereka, namun karena sudah terjadi "kecelakaan" atau hamil di luar nikah, maka mau tidak mau orang tuanya merestui perkawinan tersebut. Rupanya nasib putri mereka bertentangan dengan harapan orang tua ketika memberikan nama kepada putrinya. Apa mau dikata, kedua orang tua yang memimpikan anaknya menjadi orang kaya, ternyata mendapat menantu seorang gelandangan. Anak mereka bukannya kelimpahan rezeki, malah "sepi rezeki".
Berbeda dengan Bayi Bethlehem yang lahir dari rahim perempuan bernama Maria hampir genap 20 abad yang silam. Sekitar 700 tahun sebelum Yesus lahir, Nabi Yesaya telah menulis bahwa satu di antara sekian nama atau gelar yang dikenakan Mesias adalah Ajaib -- "Penasihat Ajaib" -- (Yesaya 9:5). Dalam dunia Alkitab, nama seseorang sangat penting, dan yang paling penting adalah nama yang dihubungkan kepada Juru Selamat kita. Nama "Yesus" berasal dari kata Yunani untuk nama orang Ibrani "Yosua" dan kedua-keduanya berarti "Tuhan itu keselamatan".
Banyak sekali nama serta gelar Yesus yang tercantum dalam Kitab Suci. Setiap nama memiliki nilai bagi kita yang benar-benar memercayakan diri kepada-Nya. Nama-nama itu mengungkapkan siapa Yesus Kristus itu dan apa yang dilakukan-Nya bagi kita. Setiap nama yang dipakai-Nya dan setiap gelar yang disandang-Nya menunjukkan berkat-berkat yang dibagikan-Nya kepada umat yang mengasihi-Nya.
Ajaib Keberadaan-Nya
Di Kitab Kejadian, dalam kaitan dengan kapasitas Allah sebagai Pencipta alam semesta, dipakai nama Elohim yang menunjuk kepada kekekalan Allah yang tidak berawal dan tidak berakhir. Nama Elohim juga mengacu kepada ketritunggalan ilahi. Itulah sebabnya dalam Kejadian 2, "dialog Firman" dalam hal mengambil kesepakatan untuk menciptakan manusia, Alkitab menggunakan kata "Kita" (jamak). Agar jelas, marilah kita baca Kejadian 2:26, "Berfirmanlah Allah: 'Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa ....'"
Memang dari sisi waktu yang merupakan ukuran yang dipakai manusia, saat penciptaan manusia dan alam semesta ini, Allah Putra belum berinkarnasi menjadi manusia, namun Ia sudah ada. Dalam pernyataan-Nya berkaitan dengan sejarah Israel, kepada para pemuka agama dan masyarakat Yahudi, Yesus mengatakan tentang keberadaan-Nya bahwa sebelum Abraham jadi, Dia sudah ada (Yohanes 8:58), artinya: Dia adalah Allah yang menciptakan Abraham. Kita lihat keajaiban Yesus di situ, sebab walaupun pada zaman Abraham jelas Ia belum berinkarnasi, namun dikatakan dalam ayat sebelumnya bahwa Abraham "akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita" (Yohanes 8:56).
Kepada bangsa Yahudi yang cenderung menolak keberadaan Mesias sebagai Allah sesuai dengan nubuat para nabi dalam Alkitab Perjanjian Lama, Rasul Yohanes memulai kitabnya dengan mengatakan bahwa pada mulanya Yesus itu adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah (sesuai dengan Kejadian 2:26 tadi). Ada orang yang berpendapat bahwa Yesus memang sudah ada sebelumnya, namun tidak percaya pada kekekalan Yesus sebagai Allah sebab, katanya, Yesus itu merupakan roh yang diciptakan pertama sekali. Jelaslah pendapat semacam itu tidak sesuai dengan Kitab Suci yang kita percaya sebagai firman Allah.
Karena Dia adalah Alfa dan Omega, yang berarti "Awal dan Akhir", maka jelaslah Ia tidak diciptakan, sebab Dia adalah Allah, Sang Pencipta. Kristus tidak menjadi Allah pada saat kelahiran-Nya di dunia atau pada suatu saat dalam kehidupan-Nya di muka bumi ini. Sejak kekal sampai kekal, Yesus adalah Allah.
Sampai di sini saja kita sudah tercengang-cengang, sebab sebagai makhluk yang diciptakan dan serba terbatas, maka pengetahuan tak dapat menjangkau keberadaan Yesus Kristus baik sebelum menjelma menjadi manusia maupun sesudah menjelma karena dari nama-Nya sendiri Elohim itu adalah di luar jangkauan pengertian manusia. Kalau mampu dijangkau dengan pengertian manusia yang serba terbatas, justru bukan Allah. Orang kafir yang menyembah patung dari logam, kayu, batu, tanah, dan bahan lainnya, dengan gampang kita mengerti bahwa patung-patung itu bukan Allah yang perlu kita sembah sebab hanya berupa benda mati.
Tetapi Allah kita, yang dikenal dalam dan melalui Yesus Kristus, Bayi Bethlehem, adalah Allah Yang Ajaib. Warren W. Wiersbe, dalam bukunya "His Name is Wonderful" (judul setelah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia: Nama-Nya Ajaib), mengatakan, "Menyebutkan nama-Nya sama dengan memberikan jawaban; sebab kita akan terheran-heran jika Ia tidak disebut Ajaib. Segala sesuatu tentang Yesus Kristus menjadikan hati orang yang percaya berkata: 'Mulai sekarang saya akan memusatkan perhatian pada pemandangan yang mulia ini!'" Ia ajaib dalam Pribadi-Nya. Betapa tidak, Allah datang ke dunia sebagai seorang manusia!
Karena Yesus itu Allah, maka sifat dan atribut Allah ada di dalam diri-Nya, walaupun dengan sukarela dan untuk sementara waktu Ia menyerahkan sifat ketidakterbatasan dan kemahahadiran-Nya. Ia Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahasuci.
Ajaib Kelahiran-Nya
Secara teologis, istilah "lahir" itu melihat sisi kemanusiaan Yesus; dan "datang" atau "dikaruniakan" melihat peristiwa itu dari sisi ketuhanan-Nya. Jadi Yesus memiliki tabiat ganda: Allah sejati dan Manusia sejati. Memang, kalau Allah mau datang melawat umat-Nya di dunia ini, bisa saja Dia menjelma sebagai malaikat atau seorang manusia tanpa melalui proses kelahiran. Namun karena Yesus harus menjadi Juru Selamat manusia, maka Allah harus menjadi manusia sejati. Itulah yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes bahwa Firman itu telah menjadi manusia (Yohanes 1:14).
Mungkin kita bertanya: Mengapa Allah tidak langsung menjadi manusia yang sudah dewasa sama seperti ketika Ia menciptakan Adam dan Hawa? Mengapa harus dilahirkan dengan proses yang sama sebagaimana kita dilahirkan ke dunia? Jawabannya ialah karena Allah memang rela menjadi manusia sejati, dan menghampakan diri-Nya sebagai hamba, sama dengan manusia. Yesus Kristus bahkan merendahkan diri sampai mati di kayu salib dengan dasar ketaatan kepada Allah Bapa (Filipi 2:5-8). Dalam penjelmaan Yesus, Allah sungguh-sungguh rela mengidentifikasikan diri-Nya dengan manusia.
Lagipula, nilai inkarnasi Yesus akan lebih besar keajaibannya apabila melalui proses dilahirkan sama seperti kita manusia biasa. Sebab bagaimana mungkin di dalam Seorang Oknum ada dua tabiat. Ia Allah yang sejati dan Manusia sejati. Ditinjau dari sisi mana pun, mustahil dapat terjadi. Tetapi bagi Allah, tidak ada yang mustahil kalau Ia menghendakinya. Maria hamil juga bukan karena hubungannya dengan (calon) atau suaminya, Yusuf, melainkan sepenuhnya karena kuasa pekerjaan Roh Kudus.
Kalau terjadi alamiah dan seperti yang biasa-biasa, itu bukan ajaib namanya. Sesuatu akan tampak ajaib apabila berbeda dibandingkan dengan yang lain dan lebih baik, lebih indah, unik karena mengandung karya mukjizat. Ketika malaikat menyampaikan kepada Maria bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak diberi nama Yesus, Maria bertanya kepada malaikat itu, "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Maria menyadari betul bahwa kehamilan itu karena mukjizat, karena ia belum bersuami. Kehamilan mukjizat itu pun karena kasih karunia Allah, bukan karena Maria lebih baik dibandingkan wanita lain yang ada di dunia ini.
Kelahiran Yesus Kristus dari anak dara Maria memang ajaib. Yesus memang Anak Ajaib (bukan seperti film anak-anak yang dibintangi Yoshua "Anak Ajaib"). Film itu kelihatannya "aneh" dan yang menarik bukan terletak pada bintangnya, melainkan pada hasil rekayasa sutradaranya. Hanya Yesuslah yang pantas menyandang gelar Ajaib, karena Ialah yang berkuasa melakukan mukjizat dan keajaiban, sebab Dia Allah.
Masih berkaitan dengan kelahiran Mesias, sekitar 5 sampai 7 abad sebelum Ia dilahirkan, Nabi Mikha telah menubuatkan tempat kelahiran-Nya di Kota Bethlehem, di Efrata, dan telah digenapi dengan tepat ketika Yesus dilahirkan di kota Daud itu (Mikha 5:1; Lukas 2:4-7).
Ajaib Pelayanan-Nya
Kita tidak diberitahu banyak melalui catatan Kitab Suci Perjanjian Baru mengenai apa pekerjaan Yesus sebelum tampil secara resmi di muka umum melayani sebagai Mesias yang datang untuk menyelamatkan manusia. Sebab setelah usia-Nya sekitar 30 tahun barulah Ia mulai dengan pelayanan-Nya dari desa ke desa atau kota ke kota di Palestina. Setelah sekitar tiga setengah tahun melayani secara penuh, barulah Ia tiba di puncak pelayanan-Nya di atas Bukit Golgota sebagai korban penghapus dosa isi dunia ini.
Didahului kedatangan seorang promotor yang diutus Allah, bernama Yohanes Pembaptis, sebelum memulai pelayanan-Nya, Yesus harus melalui ujian yang berat. Setelah Ia mengakhiri masa puasanya selama 40 hari 40 malam di padang gurun, Iblis mencobai-Nya. Dalam ujian itu, Ia keluar sebagai pemenang mutlak sehingga Iblis pun -- setelah dihardik -- pergi meninggalkan Yesus. Peristiwa lain yang harus Ia jalani ialah baptisan air di Sungai Yordan yang dilaksanakan oleh Yohanes Pembaptis.
Mungkin kita berkata bahwa ketiga peristiwa itu, yaitu puasa, dicobai Iblis, dan dibaptis, adalah hal yang biasa sebab bukankah penginjil atau hamba Tuhan yang lain pun pernah melakukan atau mengalami hal-hal seperti itu. Namun kita jangan lupa, siapa di antara kita sebagai hamba Tuhan yang mampu menang dengan mutlak sama seperti Yesus atas pencobaan Iblis yang tiga berganda itu? Ketika secara jasmani Yesus sudah sangat lapar lalu Iblis menantang agar Yesus mempraktikkan kuasa-Nya untuk menciptakan batu menjadi roti. Tetapi Yesus tidak tergiur sedikit pun untuk menuruti apa yang diinginkan Iblis.
Ketiga segi pencobaan yang diluncurkan Iblis ke arah Yesus mencakup sandang dan pangan atau kebutuhan jasmani, kemuliaan, dan takhta. Namun semua pencobaan itu dapat diatasi oleh Yesus. Sasaran Iblis ialah agar Yesus menghindari jalan salib Golgota dan mengambil jalan pintas -- dengan cara menjadikan roti dari batu, menjatuhkan diri dari bubungan bait Allah, dan sujud menyembah kepada Iblis -- seperti yang diperintahkan Iblis kepada-Nya (Matius 4:1-11). Namun, jika diibaratkan dengan pertandingan olahraga, dalam babak semifinal ini pun Yesus tetap keluar sebagai pemenang. Ia tidak mau tunduk kepada Iblis. Dengan modal kemenangan di padang gurun itulah Yesus akhirnya pada babak final melawan Iblis, kembali menang kendatipun harus melalui peristiwa kayu salib di Bukit Golgota.
Walaupun hanya sekitar 3 tahun melayani dalam pemberitaan Injil Kerajaan Allah di Palestina, namun Yesus memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Bahkan, suatu saat Ia menjelaskan motto hidup-Nya, bahwa melakukan kehendak Allah Bapa merupakan makanan bagi-Nya (Yohanes 4:34). Kalau saja kita memiliki semboyan hidup sama seperti Yesus, kita akan merasa kosong dan hampa kalau tidak melayani. Sebab sama seperti tubuh yang sehat memerlukan makanan, demikian juga melayani Allah dalam ladang-Nya di dunia ini merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilakukan. Apabila kita tidak merasa lapar dan haus akan pelayanan, maka ada gejala bahwa kita sedang kurang sehat secara rohani. Jangan lupa, melayani Dia dengan cara turut serta membangun Kerajaan Allah di dunia ini merupakan pekerjaan yang dikehendaki oleh Allah.
Puncak pelayanan Yesus sebagai pelaku atau pekerja penyelamatan bagi manusia adalah mati di kayu salib. Untuk sementara waktu mungkin para pemimpin politik dan agama pada masa itu menilai bahwa peristiwa kematian Kristus di kayu salib merupakan kekalahan yang sangat memalukan, namun setelah Yesus bangkit sebagai tanda kemenangan yang paling gemilang atas maut, atas Iblis, dan atas dosa, maka mau tak mau sejarah dunia pun mencatat peristiwa salib Golgota itu.
Kalaupun sekarang belum mau mengakui karena mengeraskan hatinya, suatu saat apabila Kristus datang sebagai Raja dan Hakim, semua lutut akan bertekuk dan semua lidah akan mengaku bahwa Dia adalah Tuhan (Filipi 2:10-11). Sebab hanya Dialah -- yang dengan taat melakukan kehendak Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia -- yang layak untuk menerima pujian dari semua makhluk. Hanya Yesus yang layak menerima penghormatan tertinggi dari Allah Bapa, setelah kemenangan-Nya terbukti melalui kebangkitan-Nya itu.
Ajaib Kematian-Nya
Kematian Yesus Kristus di kayu salib bukanlah sebagai penjahat yang memang layak menanggung hukuman itu, melainkan sebagai Juru Selamat yang dengan rela dan kasih bersedia menanggung hukuman dosa yang seharusnya diterima oleh semua manusia berdosa. Keajaiban kematian Kristus bukan hanya sampai di situ saja, melainkan lebih lagi, karena menurut Kitab Suci, melalui kematian-Nya itu, Ia memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut dan membebaskan manusia dari ketakutan akan maut (Ibrani 2:14-15).
Kalau kematian-Nya saja sudah mampu dan memiliki kuasa untuk mengalahkan Iblis dan maut, apalagi kebangkitan-Nya. Ketika Dia mati di Bukit Golgota, Alkitab mencatat bahwa alam semesta ini menangis dan berkabung sehingga matahari pun tak sudi menampakkan sinarnya di bumi selama 3 jam. Seorang penyair Kristen dalam syair lagunya melukiskan,
"Waktu Yesus mati di Bukit Golgota: Semua burung berhenti nyanyi dan daun pun tak bergoyang; Bunga-bunga di padang tunduk dengan lesu: Saat Yesus naik ke Golgota ...."
Dengan rela, Ia mati di kayu salib dan memikul hukuman dosa semua manusia. Pekerjaan tersebut mengandung tanggung jawab yang sangat berat namun agung dan mulia, sehingga setiap orang yang mau menerima dan percaya kepada-Nya sebagai Raja Penyelamat akan memperoleh kelepasan dari hukuman dan selanjutnya memunyai hidup yang kekal. Rasul Yohanes yang sangat dekat dengan Sang Guru dan Juru Selamatnya itu menulis bahwa Yesus berkuasa memindahkan manusia yang mati secara rohani dari kerajaan maut kepada kerajaan kehidupan, asalkan manusia mau percaya kepada Dia dan kepada Allah Bapa yang mengutus-Nya (Yohanes 5:24).
Kematian dan kebangkitan Kristus tak dapat dipisahkan, sebab andai kata Yesus tidak bangkit dari kematian, maka sia-sialah iman kita. Nasib manusia sangat ditentukan oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Oleh karena itu, apabila sampai saat ini ada di antara kita yang masih ragu akan kuasa kematian dan kebangkitan Yesus sebagai Juru Selamat, mungkin sekaranglah saatnya untuk kita masing-masing mengambil keputusan dengan keyakinan penuh bahwa tanpa pekerjaan-Nya di kayu salib, jalan keselamatan tidak pernah ada.
Ajaib Kenaikan-Nya
Selain Yesus Kristus, ada dua tokoh Kitab Suci yang naik ke surga hidup-hidup, yakni Henokh dan Elia (Kejadian 5:24; 2 Raja-raja 2:11). Namun ada perbedaan mendasar antara keduanya dengan Yesus, karena keduanya "diangkat" supaya dapat naik ke surga, tetapi Yesus "terangkat" ke surga (Kisah Para Rasul 1:6-11). Artinya: karena keduanya itu manusia biasa, maka mereka diangkat oleh Allah, sebab dengan kuasa mereka sendiri, keduanya tidak mungkin dapat naik ke surga; sedangkan Yesus naik ke surga dengan kuasa-Nya sendiri, karena Ia berasal dari surga dan Dia adalah Allah.
Secara teologis, peristiwa diangkatnya Henokh dan Elia ke surga menguatkan keyakinan kita bahwa apabila Kristus datang kedua kali dan kita masih hidup, maka kita juga -- sebagai orang saleh yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi -- akan diangkat dan diubah menjadi tubuh yang baru, tubuh surgawi untuk tinggal selama-lamanya di surga sama seperti Henokh dan Elia. Kalau kita sudah meninggal, maka pada saat Kristus datang kedua kali nanti, kita akan dibangkitkan dengan tubuh yang baru dan hidup di surga untuk selama-lamanya (1 Tesalonika 4:13-18). Dalam urutannya ialah bahwa mereka yang sudah meninggal itu lebih dahulu dibangkitkan dan kemudian menyusul yang masih hidup.
Sampai di surga pun Ia bukan hanya menerima kehormatan setelah selesai melakukan tugas mulia sebagai Juru Selamat dunia, melainkan Ia tetap melayani umat-Nya sebagai Imam Besar Agung untuk menjadi Pengantara umat-Nya dengan Allah Bapa.
Kesimpulan
Yesus Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia sejati melalui rahim Maria yang mengandung dengan kuasa Roh Kudus, dan lahir di Kota Bethlehem hampir genap 20 abad lalu, memang benar-benar ajaib sesuai dengan salah satu nama yang diberikan kepada-Nya. Ia ajaib dalam keberadaan-Nya; ajaib dalam kelahiran-Nya; ajaib dalam pelayanan-Nya; ajaib dalam kematian dan kebangkitan-Nya; dan ajaib dalam kenaikan-Nya ke surga.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama majalah | : | Sahabat Gembala, Edisi November/Desember 1999 | |
Penulis | : | Solaiman Sanda | |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1999 | |
Halaman | : | 9 -- 15 |