BETA
Kedewasaan dalan Pernikahan I
Sumber: telaga
Id Topik: 781

Abstrak:

Relasi pernikahan dilukiskan dengan 3 aksara “A,H dan M” dan dari ke 3 aksara itu yang paling baik adalah aksara “M” karena “M” melambangkan relasi nikah di mana suami dan istri bergantung satu sama lain namun keduanya dapat hidup sendiri. Mereka bergandengan tangan berarti ada kehangatan dan kerja sama di antaranya dan mereka pun dapat terbuka menyampaikan masukan kepada masing-masing sehingga relasi keduanya bertumbuh. Bagaimana sepasang suami istri dapat mewujudkan relasi yang disimbolkan dengan aksara “M” ?

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Anugerah dalam Pernikahan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, relasi nikah juga merupakan anugerah Tuhan karena ini diprakarsai oleh Tuhan. Tapi pengertian anugerah di dalam pernikahan ini apa, Pak Paul ?

PG : Sebetulnya anugerah adalah kasih dan pengampunan, Tuhan mengasihi kita dan Tuhan mengampuni semua dosa-dosa kita, jikalau kita mau datang kepada-Nya dan bertobat. Kedua hal itulah yang menadi karakteristik utama Tuhan dan inilah yang membawa perdamaian antara Tuhan dan kita manusia yang telah berdosa kepada-Nya.

Oleh sebab itu kita sebagai anak-anak Tuhan juga diminta untuk menjadi orang-orang beranugerah yaitu orang-orang yang dapat memberikan kasih kepada sesama dan memberikan pengampunan kepada orang yang telah bersalah kepada kita. Itu sebabnya pula dalam Doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, kita diminta untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Kita bukan saja orang-orang yang memohon-mohon pengampunan tapi, kita juga harus menjadi orang yang memberi pengampunan, kita bukan saja orang-orang yang memohon-mohon untuk dikasihi tapi kita juga harus menjadi orang yang mengasihi sesama. Nah konsep inilah yang nantinya juga harus diterapkan dalam keluarga kita.

PG : Betul. Jadi ini adalah masalah ketaatan pada perintah Tuhan, apa yang Tuhan telah perintahkan itu yang kita ingin taati. Ada juga dasar yang kedua, Pak Gunawan, kenapa kita harus menerima atu sama lain dan ini terkait dengan yang dikatakan di Roma 15:7, "Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah."

Jadi kita menerima satu sama lain supaya kita dapat memuliakan Allah. Kita hanya dapat menerima satu sama lain lewat anugerah, anugerah adalah kasih dan pengampunan. Karena kita tidak mungkin bisa menerima satu sama lain kalau tidak memiliki kasih dan pengampunan. Inilah anugerah. Bila kita menjadi orang yang beranugerah maka kita akan membawa kemuliaan bagi Allah sebab kasih dan pengampunan selalu mengingatkan orang akan Tuhan, tidak mungkin orang akan melihat kebengisan kemudian mengingat Allah, tidak mungkin orang melihat kejahatan kemudian mengingat Allah, tidak! Sewaktu orang melihat kasih dan pengampunan barulah orang akan mengingat Allah dan memuliakan Allah. Jadi ini nantinya yang kita harus pupuk terus dalam rumah tangga kita yaitu kasih dan pengampunan supaya lewat kasih dan pengampunan kita membawa kemuliaan kepada Allah.

PG : Itu sebabnya langkah awal selalu yaitu kita mesti datang kepada Tuhan, kita mesti mengakui bahwa kita adalah orang berdosa dan kita tahu bahwa tidak ada yang dapat menebus dosa kita entah tu perbuatan baik kita, atau keyakinan-keyakinan kita dan hanya kasih dan pengampunan Tuhanlah yang dapat menebus semua hukuman-hukuman dosa yang seharusnya kita tanggung.

Anak Allah Tuhan kita Yesus Kristus telah datang untuk mati bagi semua dosa-dosa yang telah kita lakukan. Maka orang yang terus menerus menerima, mengalami kasih dan pengampunan Tuhan, menjadi orang yang dapat atau lebih dapat mengasihi dan mengampuni sesamanya. Kadangkala kita ini orang Kristen memang paham sekali dengan konsep anugerah, konsep mengasihi dan mengampuni karena kita terbiasa mendengarnya di gereja tapi kita kurang sekali mengalaminya dalam hidup sehari-hari, kita itu tidak benar-benar menaati Tuhan atau bergantung sepenuhnya kepada Tuhan sehingga kita kurang mengalami kasih dan pengampunan Tuhan. Itu sebabnya terhadap pasangan kita juga akhirnya tidak terlalu menyatakan kasih dan pengampunan itu pula.

GS : Pak Paul, perbincangan ini tentu tidak bisa diakhiri di sini karena masih ada beberapa hal yang perlu kita perbincangkan lagi mengenai tujuan pernikahan dan seterusnya. Namun karena waktu kita sudah terbatas sampai di sini, kita harus sudahi perbincangan ini dengan harapan para pendengar kita akan mengikutinya pada kesempatan yang akan datang, lanjutan dari perbincangan ini. Terima kasih, Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Anugerah dalam Pernikahan" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

PG : Betul Pak Gunawan, jadi sebagaimana saya singgung tadi adakalanya anak justru menempatkan dirinya berlebihan di atas anak-anak lainnya, terutama anak-anak pria lainnya. Dan mungkin sekai dia mempunyai kelebihan tersebut misalnya wajahnya tampan sehingga dari kecil guru-guru selalu memuji ketampanannya atau orangnya pandai sehingga dari kecil dia menerima pujian dari kecemerlangan pikirannya.

Nah kita harus lebih tekankan bahwa wajahmu, kepandaianmu itu anugerah Tuhan. Entah mengapa Tuhan memilih memberikannya kepadamu bukan kepada anak lain, tapi engkau tidak pernah mendapatkannya karena engkau itu bekerja keras, tidak. Wajahmu memang sudah Tuhan berikan seperti itu, kepandaianmu memang Tuhan sudah berikan seperti itu, itu bukan karena pada waktu dalam kandunganku engkau sudah belajar melebihi anak-anak lain. Jadi kita terus tekankan hal seperti itu dan kalau dia bersifat atau memunculkan sifat sombong, melecehkan pria lain kita tegur dia. Jadi di sini orang tua terutama ayah harus bersikap lebih proaktif, kita marahi, kita tegur tidak boleh kamu melecehkan anak lain. Apalagi misalnya anak yang lemah yang memang tidak bisa apa-apa atau anak yang kurang berada. Nah kita harus tekankan kau jangan melecehkan mereka. Kau harus menghormati mereka, itu hal-hal yang seorang ayah bisa lakukan untuk anak prianya.

PG : Betul sekali, dan waktu Dia memasuki taman Getsemani, Dia tidak besorak-sorai dan berkata saya kuat, saya tidak akan berpengaruh oleh penderitaan ini. Dia justru meminta murid-muridNya erdoa untuk Dia.

Kenapa, sebab sebagai Anak Allah namun juga sebagai manusia sama seperti kita, Dia bisa merasa lemah, Dia merasa takut sebab kata yang Dia gunakan hatiku itu susah. Kata yang memang sarat dengan muatan emosi, ketegangan, ketakutan, kelemahan, ini semua bercampur menjadi satu. Dan Dia mengakui itulah yang Dia rasakannya tatkala dia harus berhadapan dengan salib, maka Dia perlu berdoa. Dan kita melihat kuasa Tuhan dinyatakan, Dia mendapatkan kekuatan secara supernatural. Ini juga janji buat kita bahwa waktu kita menghadapi kesusahan, penderitaan, Tuhan akan menyatakan kekuatanNya untuk kita. Prinsip yang saya juga akan angkat di sini adalah Tuhan menyatakan kekuatanNya untuk kita hari ini. Ini acap kali kita barharap kekuatan ini akan berlangsung terus-menerus; besok, besoknya lagi terus akan kuat. Tidak demikian, kekuatan Tuhan diberikan kepada kita hari lepas hari, setiap hari kita merasa lemah, setiap hari kita datang kepadaNya untuk berserah dan berharap kembali dan setiap hari kita akan dikuatkan. Jadi jangan sampai kita berputus asa dan berkata: "Kemarin saya kuat tapi sekarang saya lemah." Betul, anugerah Tuhan cukup untuk kita hari ini dan besok minta lagi kekuatan Tuhan untuk menghadapi hari esok.

PG : Betul sekali, kita memang tidak bisa terus-menerus bertahan tanpa memiliki pengharapan. Jadi memang perlu adanya pengharapan bahwa di luar penderitaan ini, setelah melewati penderitaan ni akan ada hari yang lain; akan ada anugerah Tuhan yang lain untuk kita.

PG : Pak Gunawan, kalau kita menengok ke kiri dan ke kanan, dan melihat lembaga-lembaga pelayanan atau organisasi pelayanan seperti di gereja, saya kira kita mesti mengakui bahwa terlalu banyakmasalah yang timbul di antara anak-anak Tuhan dalam bekerjasama.

Pertanyaannya adalah mengapa sampai seperti itu ? Saya kira salah satu kuncinya adalah kepemimpinan yang efektif. Itu sebabnya saya kira kita perlu menyoroti figur atau sosok Musa sebagai seorang pemimpin karena kepemimpinan Musa itu sebetulnya sebuah kepemimpinan yang sebetulnya sangat sulit alias tidak ideal. Bayangkan dia harus memimpin anak-anak dan orang tua dan itu lebih dari 1.000.000 orang, dari tanah Mesir melewati padang gurun selama 40 tahun. Itu suatu kepemimpinan yang sangat tidak ideal, bahkan memimpin sebuah bangsa di dalam suatu negara yang permanen pun tidak mudah, apalagi ini memimpin sebuah bangsa di dalam perjalanan menuju ke tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Tuhan. Di tengah-tengah keminiman makanan, minuman, di tengah-tengah terik matahari dan dinginnya gurun pasir di waktu malam, di tengah-tengah ketiadaan rumah karena mereka harus tinggal dalam tenda-tenda dan kurang lebih 1.000.000 orang hidup bersama-sama. Jadi bisa dibayangkan betapa susahnya memimpin dalam kondisi Musa ini. Tapi kita bisa berkata atas anugerah Tuhan, Musa berhasil memimpin Israel selama 40 tahun. Untuk inilah kita sekarang mengadakan acara ini supaya kita bisa menimba apa yang dilakukan Musa sehingga nantinya bisa kita terapkan di dalam pelayanan kita.

PG : Tepat sekali Pak Gunawan, nah yang indah yang ingin saya angkat adalah pertama kali kita mendengar Batsyeba, kita mendengar tentang istri, seorang wanita muda yang gagal berkata tidak, tap kedua kali kita mendengar tentang Batsyeba kita membaca tentang seorang wanita yang sudah tua namun bijak.

Sehingga dia berani berkata tidak kepada Daud. Nabi Natan yang menyuruh Batyeba menghadap kepada Daud dan berkata tolong beritahukan, ingatkan raja Daud, dia sudah berjanji untuk mengangkat Salomo menjadi raja. Nah sebetulnya Batsyeba bisa berkata tidaklah, tidak apa-apa biarkan saja Daud mau mengangkat Adonia, biarkan saja. Tapi kali ini Batsyeba berkata tidak kepada Daud, dengan kata lain Batsyeba berani untuk menentang kehendak raja. Dia berani menagih janji raja Daud, "Engkau berjanji, Salomo-lah yang akan menggantikanmu kok sekarang engkau diam saja Adonia menobatkan dirinya." Nah akhirnya Daud diingatkan akan janjinya itu, sadar bahwa dia keliru, jadi dia langsung meminta nabi Natan untuk menobatkan Salomo menjadi raja. Jadi kita melihat suatu perubahan di sini Pak Gunawan, dari seorang wanita muda yang tidak bijaksana, Batsyeba berubah menjadi seorang wanita tua yang bijaksana. Dari seseorang yang tidak bisa berkata tidak, menjadi seseorang yang berani berkata tidak, dan dalam perubahannya itulah kita melihat anugerah Tuhan. Bukan dari wanita-wanita yang lain, bukan dari istri-istri Daud yang lain, Tuhan memilih kakek moyang dari Tuhan Yesus tapi justru dari seorang Batsyeba yang pernah jatuh ke dalam dosa. Nah di sini kita melihat betapa luas dan besarnya anugerah Tuhan kepada manusia.

HE : Saya kira kalau itu sekali-sekali dilakukan itu tidak apa-apa, tetapi jangan itu yang dijadikan fokus. Karena apa? Karena itu adalah yang sementara sifatnya. Selain itu boleh dikatakan al-hal seperti ini, ini adalah sesuatu yang dimiliki sebagai anugerah, sebagai karunia.

Dan itu patut disyukuri tapi tidak menjadi fokus pujian. Karena apa? Karena seharusnya yang menjadi fokus pujian kita adalah sesuatu yang menjadi tujuan yang bisa dicapai oleh anak. Kalau kita misalnya memfokuskan pada kecantikannya misalnya atau kepandaiannya atau kekuatannya, nah hal-hal ini suatu ketika bisa berubah. Kalau anak sampai mendasarkan harga dirinya pada hal-hal yang sementara ini maka ketika hal yang sementara ini ternyata tidak memuaskan dirinya atau menjadi luntur, pada saatnya saudara-saudara akan menjadi tua atau berjerawat waktu remaja, tidak cantik lagi maka ini akan memukul dirinya.

HE : OK! Dalam hal demikian misalnya orang tua bisa mengingatkan anak bahwa kamu beruntung karena kamu diberi anugerah wajah yang cantik dari Tuhan, ingat baik-baik bahwa jangan memanfaatkankecantikanmu ini untuk hal-hal yang kurang baik.

Yang terpenting dari seseorang adalah bukan dari kecantikan fisiknya, yang dikatakan juga oleh Alkitab adalah kecantikan dari dalam dan itu adalah sifat-sifat baik yang harus diusahakan oleh seseorang, yang masih bisa diubah oleh seseorang. Sedangkan kalau misalnya orang cerdas atau tidak, cantik atau tidak itu lebih agak susah untuk diubah karena itu suatu bawaan atau pemberian.

PG : Memang ada kecenderungan orang beranggapan bahwa di Perjanjian Lama Tuhan marah dan menghukum manusia, di Perjanjian Baru adalah zaman anugerah maka tidak ada lagi kemarahan dan penghukuma Tuhan.

Sekali lagi ini adalah konsep yang juga keliru. Misalkan kita tahu bahwa Ananias dan Safira berbohong kepada Roh Kudus, di detik itu juga mereka langsung jatuh dan mati, tidak ada lagi tawar-menawar, Tuhan langsung menghukum seperti itu. Memang tidak terlalu banyak dicatat seperti di Perjanjian Lama karena di Perjanjian Lama, Tuhan ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang kudus, dia adalah Allah yang mempunyai standart yang sempurna, Dialah yang memberikan hukum-hukumNya kepada manusia dan sewaktu manusia gagal untuk memenuhi hukum-hukumNya maka kematianlah yang menjadi upah. Tapi di dalam Perjanjian Baru Tuhan mau memberikan suatu jaminan pasti bahwa kendati engkau tidak mau memenuhi hukum Tuhan dan Sabda Tuhan, tapi engkau telah dimaafkan asalkan engkau percaya pada Yesus sang Juru selamat yang telah mati untukmu. Maka di Perjanjian Baru yang lebih ditekankan adalah aspek dan kemurahan Tuhan.

PG : Di dalam diskusi rohani, kadang-kadang kita membicarakan hal-hal rohani kepada pasangan kita setelah lewat atau berhasil melampaui luka-luka yang pernah kita terima. Jika ada pelajaran Firan Tuhan tentang dosa, kita yang bersalah harus mengambil inisiatif untuk mengatakan pengakuan seperti ini, "Saya adalah orang yang telah mengecewakan Tuhan dan keluarga," atau "Saya adalah orang yang tidak selayaknya menerima anugerah Tuhan" meskipun kita sedang membicarakan hal yang lain, yang berkaitan dengan hal-hal rohani yang lain, tapi kadang-kadang kita kaitkan dengan diri kita.

Seperti Paulus di dalam suratnya, kadang-kadang dia menulis, "Saya adalah seorang rasul yang paling kecil, yang paling berdosa, seolah-olah paling tidak bisa dimaafkan, tapi Tuhan memaafkan saya. Jadi dengan kata-kata seperti itu pasangan bisa melihat bahwa kita tidak pernah melupakan perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Pengakuan seperti ini penting didengarnya, sebab salah satu ketakutannya adalah bahwa kita dengan mudah melupakan perbuatan yang sangat menyakiti hatinya itu, dengan secara berkala kita memunculkan kata-kata seperti itu, "Benar, saya orang berdosa. Saya telah mengecewakan Tuhan dan kamu." Secara berkala kita katakan maka dia akan tahu, kalau kita sungguh menyesal. Justru kalau kita diam saja, pasangan jadi bertanya-tanya, "Apakah kamu masih ingat dosamu sebab kamu tidak pernah menunjukkan penyesalan," akhirnya dia korek-korek dan kita tersinggung, kita marah. Jadi lebih baik, kita berinisiatif mengatakan hal-hal seperti itu.

PG : Saya kira demikian Pak Gunawan, jadi kalau dia itu harus bekerja terus dan seolah-olah tidak mendapatkan belas kasihan orang, tidak pernah mencicipi karunia, anugerah dari orang atau dai Tuhan, kemungkinan dia akan mengembangkan sikap egois.

Tapi anak-anak yang besar dalam kekurangan kemudian mencicipi anugerah, baik anugerah manusia lainnya ataupun anugerah Tuhan yang berlimpah kepadanya. Dia melihat Tuhan itu baik, orangpun bisa baik kepadanya, nah saya percaya orang-orang seperti ini justru orang yang beranugerah besar, tidak egois.

PG : Di dalam kita mencari pasangan hidup dengan sikap menunggu, firman Tuhan untuk kita adalah ini "Sebab itu janganlah kamu khawatir tentang hari besok, karena hari besok mempunyai kesushannya sendiri."

Jadi jangan khawatir hidup sepenuhnya untuk Tuhan, besok bagaimana, besok ada pimpinan Tuhan, anugerah Tuhan cukup buat hari besok.

PG : Tepat sekali, firman Tuhan berkata demikian: "Juga kamu hai suami-suami hiduplah bijaksana dengan istrimu sebagai kaum yang lebih lemah, hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kash karunia yaitu kehidupan supaya doamu jangan terhalang."

Firman Tuhan menegaskan bahwa pria ini haruslah mempertimbangkan istrinya, jadi hiduplah dengan bijaksana dapat juga diartikan seperti orang Jakarta katakan kita ini knowing, mengerti istri kita, kita mempertimbangkan siapa istri kita. Di sini dikatakan sebagai kaum yang lebih lemah, dalam hal misalnya berkelahi jarang sekali wanita bisa mengalahkan pria dan sebagainya. Nah kalau tidak hati-hati pria memang bisa mendominasi rumah tangga melalui kekuatannya baik itu kekuatan fisik ataupun kekuatan uang. Sebab dalam banyak hal wanita itu memang berada di pihak yang lemah, contoh yang paling gampang saja sekarang ini, secara sosial wanita di pihak yang lebih lemah. Pria umur 40-an misalkan kehilangan istrinya menjadi seorang duda, kemungkinan besar dia bisa menikah lagi tapi seorang wanita yang kehilangan suaminya umur 40-an untuk menikah kembali sangat susah sekali karena memang kurang kesempatan tersebut. Jadi perempuan itu memang dalam banyak hal secara ekonomi, secara sosial, secara fisik berada di pihak yang lebih lemah, maka Tuhan nomor satu mengingatkan pria, ingat baik-baik, memang dia lebih lemah tapi engkau harus hidup bijaksana dalam pengertian kau harus mempertimbangan knowing dia, ngertiin dia, kau harus benar-benar melihat dia siapa, jangan semaunya. Bahkan Tuhan memberikan peringatan yang kedua ingatlah bahwa istrimu adalah sesama pewaris kasih karunia, sesama pewaris anugerah Tuhan. Jadi pria di sini diingatkan bahwa wanita itu bukanlah buntut kita, istri itu bukanlah pesuruh kita, bukanlah orang yang nebeng yang hanya menggandol kita mendapatkan kasih karunia Tuhan yaitu anugerah keselamatan dan hidup yang kekal ini, tidak. Tuhan memberikan hidup yang kekal, memberikan keselamatannya sama rata baik kepada wanita maupun kepada pria, jadi Tuhan sekali lagi secara intinya mengingatkan jangan engkau menganggap dirimu superior, jangan pria itu menganggap dirimu itu lebih hebat meskipun Tuhan ingatkan wanita di pihak yang lebih lemah tapi Tuhan ingatkan pria jangan merasa diri superior.

PG : Bagi saya yang terpenting adalah keduanya sudah lahir baru, sungguh-sungguh sudah mencintai Tuhan, hidup untuk Tuhan Yesus dan mengerti bahwa mereka diselamatkan oleh anugerah Tuhan Yesus.Dan bagi saya kalau keduanya mempunyai kesamaan iman yang seperti itu, lahir baru, saya anggap mereka adalah anak-anak Tuhan Yesus.

Sebab saya tahu ada orang yang memang ke gereja Protestan, tapi hidupnya juga sangat tidak karuan.

ET : Ada orang yang mengatakan seperti ini Pak Paul, apakah dia tergolong perfeksionis atau tidak? Dia bilang pokoknya kalau kita sudah berpikir yang jelek-jelek, kalau misalnya sungguh-sungguhjelek tidak mau sampai jatuh dan kalau memang ternyata baik ya itu anugerah.

PG : Di masa tua-lah kita mesti berdamai dengan diri kita pula. Maksudnya begini, waktu kita menengok ke belakang dan melihat bahwa ini hal-hal yang saya tidak dapatkan, kita mesti duduk dan brpikir dengan jernih, jangan langkah pertama menyalahkan orang, ini hanya akan menambahkan kepahitan.

Lihatlah apa itu bagian kita, nah kalau memang ini kesalahan orang dan orang berbuat buruk kepada kita, tugas kita di masa tua adalah meminta Tuhan menolong kita mengampuni orang itu, ini proyek kita. Sekali lagi kita tidak bisa mendelegasikan ini kepada orang, ini adalah tanggung jawab kita kepada Tuhan. Kalau memang kitalah yang berandil, yang membuat kita kehilangan kesempatan yang baik itu, kita mesti juga berdamai dengan diri kita dan berkata, "Ya sudah, ini memang kesalahan saya, memang saya tidak melakukan bagian atau tugas saya, sehingga inilah hasilnya saya tidak mendapatkannya." Terima ini juga, setelah kita melakukan semua itu datang kembali kepada Tuhan percaya bahwa meskipun kita kehilangan itu semua, tetap rencana Tuhan, anugerah Tuhan bagi kita cukup, tidak lebih-tidak kurang.

PG : Betul sekali, dia menerima pujian sebagai anugerah Pak Gunawan, sebagai tanggapan orang yang positif tapi dia sendiri tidak haus dan mengejar-ngejar pujian tapi anak yang terlalu seringmendengar pujian akhirnya menjadi anak-anak yang mengejar-ngejar pujian dan targetnya selalu pujian.

Dia kehilangan makna berkarya jadinya bahwa karya itu yang penting mementingkan aktualisasi diri sebaik-baiknya nah itu yang terhilang dalam diri dia, sehingga penekanannya lebih pada orang, dinilai orang baik, dinilai orang sukses, dan sebagainya. Bukan pada dirinya dia puas dengan apa yang sudah dia kerjakan, dia bisa karyakan.

PG : Begini Pak Gunawan, ini sebetulnya berasal dari pemahaman tentang kasih karunia atau anugerah. Kita tahu anugerah diberikan dengan cuma-cuma, tapi anugerah yang diberikan dengan cuma-cuma tu bukan berarti murah, anugerah itu sangat mahal karena anugerah itu berbentuk nyawa Putera Allah yaitu Yesus Kristus, siapa yang mau membeli atau membayarnya, tidak bisa! Maka diberikan dengan cuma-cuma, inilah konsep kasih karunia.

Namun sebetulnya konsep kasih karunia atau anugerah yang tadi kita pahami secara tak bersyarat, sebetulnya dalam konteks keselamatan tak bersyarat maksud saya adalah begini; firman Tuhan di Roma 5:8 berkata, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Artinya apa? Tuhan mengasihi kita bahkan tatkala kita masih berdosa maka inilah konsep kasih karunia meskipun kita dalam dosa Tuhan masih mengasihi kita, Tuhan sudah rela mati untuk dosa-dosa kita. Tuhan tidak berkata, "Kamu berubah dulu, tidak berdosa dulu, baru aku mati buat kamu" tidak!!! Tapi Tuhan mati dulu untuk dosa kita. Dan barulah nantinya Tuhan meminta kita berubah, jadi inilah konsep kasih karunia, Tuhan menerima kita, mati bagi kita bahkan sewaktu kita berdosa. Yang kedua adalah saya ambil dari Efesus 2:8, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri". Dari ayat ini kita memetik satu pelajaran yakni keselamatan adalah pemberian Tuhan semata bukan hasil perbuatan manusia, ini yang dimaksud dengan kasih karunia. Tidak ada manusia yang dapat masuk ke pintu surga lewat perbuatan baik karena sebaik-baiknya perbuatan manusia, tidak akan cukup baik, tidak akan mencapai standart kekudusan atau kesucian Tuhan. Maka akhirnya Tuhan membuka pintu surga lewat kematian putraNya supaya kita bisa masuk menjadi anggota keluarga Allah, ini adalah artinya kasih karunia, diberikan kepada kita tanpa syarat. Namun dalam hal pertumbuhan kristen, kasih karunia Tuhan menuntut perubahan, Pak Gunawan. Sekali lagi saya tekankan dalam hal keselamatan, betul Tuhan menerima kita apa adanya, sebelum kita bertobat dari dosa Tuhan sudah mati untuk kita. Tuhan menerima kita apa adanya tapi setelah kita menjadi anakNya, Dia mengharapkan kita berubah. Jadi kasih Allah kepada kita, memang membuka pintu untuk kita masuk ke dalam rumahNya tapi setelah kita di dalam rumahNya, kasih Bapa kepada kita sebagai anak menuntut kita berubah.

PG : Betul mudah-mudahan dalam kasus tersebut anugerah Tuhan dilimpahkan kepada mereka, sehingga meskipun awalnya mereka terpaksa menjadi orang Kristen tapi akhirnya mereka mengerti cinta kasihTuhan dalam hidup mereka sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi pengikut Kristus.

PG : Orang yang berprinsip seperti itu juga harus siap menghadapi resikonya kalau-kalau pasangannya tidak menjadi pengikut Kristus. Dia boleh berharap pada kemurahan Tuhan, tapi saya kira dia jga harus siap menghadapi kemungkinan yang satunya.

Memang Tuhan penuh anugerah, jadi meskipun anak Tuhan kadangkala nakal, adakalanya atau sering kita melihat Tuhan melimpahkan kemurahanNya, itu memang terjadi. Tapi sebagai anak yang mencintai dan taat kepada Tuhan, seharusnya kita tidak menggunakan hal tersebut untuk memaksakan kehendak kita. Jadi janganlah kita seolah-olah memanfaatkan kebaikan Tuhan untuk kepentingan kita, tetapi yang Tuhan inginkan kita ini menaati kehendakNya, itu yang lebih indah.

PG : Saya akan bacakan dari Matius 18:21-22 "Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuatdosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."

Nah pada waktu itu orang-orang Israel mempunyai keyakinan batas maksimum orang memaafkan adalah tujuh kali sebab tujuh dianggap angka sempurna. Tuhan menambahkan tujuh puluh kali tujuh artinya di atas yang sempurna masih ada yang sempurna. Pada batas engkau mengampuni engkau berkata: tidak bisa lagi mengampuni, masih bisa mengampuni, itu kira-kira intinya yang Tuhan ingin katakan. Saya kira pernikahan harus dilandasi atas hukum rekonsiliasi, ini yang saya berikan judul pada ayat-ayat tadi. Rekonsiliasi terjadi jika ada pihak yang meminta ampun atau bertobat dan ada yang memberi ampun atau ada yang berbelaskasihan. Jadi memang kalau orang tidak mau berubah atau tidak mau berkata saya salah minta ampun, susah terjadi rekonsiliasi. Seseorang harus maju ke depan dan berkata saya salah, mohon maaf, dan yang satunya berkewajiban memberikan pengampunan. Dan yang kedua adalah pengampunan yang tidak terbatas menandakan hati yang penuh belas kasihan, nah ini yang kadangkala susah untuk kita miliki kalau sudah terlalu sering dilukai. Untuk ini saya kira kita perlu berdoa minta kuasa Tuhan, karena hanya kuasa Tuhan yang bisa memunculkan kembali belas kasihan kalau hati kita sudah mengeras. Jadi pertanyaannya maukah kita berdoa meminta Tuhan mengaruniakan belas kasihan itu kepada diri kita dulu, bukan kepada pasangan kita yang bersalah kepada kita misalnya. Maukah kita berdoa meminta Tuhan memberikan belas kasihan dalam hati kita, agar kita berbelaskasihan kepada pasangan kita yang telah bersalah kepada kita, jadi itu langkahnya. Nah yang terakhir adalah kita perlu mengintrospeksi diri artinya bukankah kita ini sama-sama orang yang pernah bersalah baik kepada sesama kita ataupun kepada Tuhan. Dan bukankah kita orang yang sama-sama telah menerima anugerah pengampunan, kita adalah orang yang telah ditebus, diampuni oleh Tuhan Yesus. Jadi Tuhan meminta kita mengingat bahwa kita juga penerima pengampunan, ingatlah kita sama seperti dia, kita juga harus memberikan pengampunan pada pasangan kita. Nah sekali lagi ini memang mudah kita ucapkan secara teoritis, kenyataannya akan sangat susah sekali. Tapi langkah pertama adalah berdoa meminta Tuhan memberikan kita belas kasihan lebih dulu, kalau tidak ada belas kasihan yang lain-lainnya tidak akan muncul.

PG : Ya, kalau terjadi dalam rumah Pak Gunawan, sudah tentu efeknya lebih pribadi, efeknya akan lebih masuk ke dalam, benar-benar lebih memberikan dampak yang negatif. Sebab kalau terjadi di seolah saja dia lemah tak berdaya, setiap hari dia ke sekolah, dia sebetulnya merasa tertekan, tapi dia masih bisa berkata jam 12.00

saya pulang atau jam 3.00 saya pulang dan saya tidak usah bertemu dengan teman-teman itu. Atau dia masih bisa berkata ada teman-teman yang masih menerima saya, namun kalau di rumah, ini yang susah dia tidak bisa lagi melarikan diri dari rumah sebagai anak kecil, dia terpaksa mendengarkan kata-kata yang dilontarkan oleh ibu atau bapaknya atau kakaknya dan sebagainya, dampaknya lebih menghancurkan dia. Tapi manusia itu memang lentur Pak Gunawan, manusia itu tidak hanya terdiri dari satu sisi, jadi dalam anugerah Tuhan, bisa saja seperti ini, di rumah tidak mendapatkan dukungan malah dihina, tapi di sekolah justru diterima dan mendapatkan pengakuan atau keberhasilannya secara akademik dan sebagainya. Nah itu sedikit banyak akan menetralisir. Nah anak-anak yang di rumah mendapatkan banyak tekanan atau penghinaan, sedangkan di luar mendapatkan pengakuan dan penerimaan, hampir dapat dipastikan pada waktu dia remaja dia mulai akan jarang berada di rumah, dia akan habiskan kebanyakan waktunya di luar rumah. Karena di situlah ia mendapatkan rumah yang sesungguhnya.
GS : Jadi semua itu kita terima sebagai anugerah Tuhan, bahwa Tuhan itu membedakan yang pria dan yang wanita untuk bisa saling mengasihi dan saling menolong, begitu Pak Paul ya.

PG : Mungkin dalam kasus itu justru kita melihat suatu penggenapan dari janji Tuhan, seperti yang tadi Pak Gunawan sudah singgung, memang Tuhan akhirnya menjawab Paulus : Anugerah-Ku cukup bagiu! Dalam kasus tadi saya bisa katakan bahwa orang itu mengalami kepenuhan anugerah Tuhan bahwa anugerah Tuhan cukup baginya sehingga walaupun dia menderita, dia bisa melaluinya dengan kekuatan Tuhan.

Tapi saya tidak bisa menyangkal bahwa mungkin saja ada waktu-waktu tertentu dia menderita, rasa sakit. Saya belum lama ini menyaksikan seorang anak Tuhan meninggal dunia. Mungkin hampir setahun menderita kanker, dan karena penderitaannya itu dia tidak bisa lagi berjalan, dia harus terbaring di tempat tidur. Dan saya menyaksikan sakitnya itu, dia sampai kadang-kadang harus pingsan karena menahan sakit yang sangat luar biasa. Dalam penderitaannya itu adakalanya dia menceritakan pengalamannya dengan Tuhan, bagaimana dia akhirnya mendapatkan mimpi melihat sorga. Jadi ada waktu di mana dia sangat dikuatkan dan bagikan itu kepada saya, saya merasa dikuatkan. Tapi tidak bisa saya sangkal, banyak sekali waktu di mana dia menderita.
GS : Dari dua bentuk penderitaan yang tadi Pak Paul katakan, sebenarnya dia tidak inginkan, yang pertama tadi karena dia taat pada Firman Tuhan. Konsekuensi logisnya dia akan menderita karena disalah mengerti orang. Yang kedua itu Tuhan yang memberikan dia seperti Paulus tadi, Tuhan yang memberikan duri dalam dagingnya supaya dia tidak menjadi sombong dan merasakan anugerah Tuhan. Tetapi ada bentuk yang lain Pak Paul selain kedua bentuk yang itu?

PG : Betul, yang indah adalah hal-hal yang keluar dari mulutnya yaitu hikmat, tidak sembarangan bicara, tidak menjelek-jelekkan tidak menggosip, tidak mencaci dan justru yang keluar adalah hal-al yang indah yang penuh dengan hikmat, penuh dengan anugerah, tahu kapan bicara dengan suami, tahu kapan membangun suami dan sebagainya.

Sebaliknya pria itu harus menunjukkan kebaikannya yaitu selalu siap menolong si istri memikirkan apa yang baik bagi si istri, melakukan apa yang juga diinginkan oleh si istri, sikap-sikap siap membantu, sikap merendah, sikap mau memberi inilah kebaikan yang seharusnya diperlihatkan suami kepada istri. Jadi nasehat rasul Paulus kepada kita, "Jangan kita memfokuskan lagi pada yang kelihatan tapi pada yang tak kelihatan," di hari pernikahan masa tua inilah yang harus kita fokuskan bukan lagi pada yang kelihatan tapi pada karakter, pada yang tidak kelihatan ini.

PG : Tuhan memang tidak menghukum, dalam pengertian Tuhan tidak bertindak secara langsung melakukan sesuatu penghukuman atau menjatuhkan sesuatu yang buruk kepada orang ini. Kenapa, ya saya tidk bisa memastikan rencana Tuhan karena saya yakin sebetulnya ada rencana Tuhan untuk setiap orang, tapi yang bisa saya katakan adalah meskipun mereka memang harmonis tapi tetap berada di luar persetujuan Tuhan.

Nah kalau sampai kita bertanya juga mengapa Tuhan seolah-olah memberkati, mereka tambah hari tambah harmonis apa yang terjadi? Nah kita bisa menyimpulkan nomor satu mereka memang harmonis, memang mereka cocok. Dan yang kedua adalah di dalam kebaikan hati Tuhan, di dalam kemurahan Tuhan, Tuhan memberikan anugerahNya kepada pasangan-pasangan ini. Sebab kenapa, sebab dari pasangan yang tidak seiman ini pun akan lahir anak-anak dan Tuhan menginginkan anak-anak ini bisa menghirup udara yang tenteram dalam keluarga. Nah maka Tuhan juga akan memberikan anugerah itu kepada keluarga tersebut yakni biarkanlah, supaya apa yakni anak-anaknya bisa menikmati ketenteraman hidup. Jadi Tuhan bukanlah Tuhan yang jahat, gara-gara kita melanggar perintahnya, kita menikah dengan yang tidak seiman maka Tuhan langsung akan kutuk sehingga anak-anaknya akan terus hidup di dalam penderitaan, tidak ada kedamaian dan sebagainya tidak selalu begitu. Ada memang yang menikah dengan yang tidak seiman, orang itu berkarakter buruk sehingga pernikahan mereka menjadi sangat-sangat penuh dengan penderitaan, ada yang seperti itu. Tapi saya juga setuju dengan Ibu Wulan, ada yang tidak seperti itu, ada yang harmonis itu adalah anugerah untuk mereka. Tuhan membiarkan itu terjadi, dan Tuhan memelihara anak-anak mereka, Tuhan ijinkan namun tetap saya tegaskan itu di luar persetujuan Tuhan. Sebab firman Tuhan sudah jelas berkata boleh menikah dengan siapa saja asalkan sesama orang percaya.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi benar-benar ini adalah sebuah tawaran anugerah, sebuah hadiah, sebuah pemberian. Sebab tidak mungkin kita bisa memperolehnya dengan kekuatan kita sendiri. Sberapa banyak orang berkata, "Besok saya tidak lagi melakukan ini, besok saya tidak melakukan itu.

Tapi besoknya mengulanginya lagi." Jadi memang kita manusia telah tercemar oleh dosa, kecenderungan kita adalah kembali lagi ke dalam lumpur dosa, maka benar-benar tidak bisa mengandalkan kekuatan kita, mesti ada tangan dari atas yang mengangkat kita keluar, menarik kita keluar dari lumpur dosa itu, yaitu dengan kekuatan Tuhan serta kasih dan kemurahan Tuhan barulah kita bisa diangkat keluar dari lumpur dosa. Sekali lagi saya mau ingatkan, ini tidak berarti bahwa, "Tuhan Yesus saya percaya padaMu, saya mau mengikut Engkau, saya mau menjauhkan diri dari dosa dan mau hidup memuliakan Tuhan," maka semua akan beres, tiba-tiba jalan akan lancar, lurus semuanya, tidak ! Kita akan mengalami pergolakan, pergumulan, gejolak, pencobaan akan selalu ada tapi kita akan kembali kepadaNya, memohon kekuatanNya, kalau kita harus jatuh, kita harus kembali lagi dan berkata, "Tuhan ini saya, saya mengakui dosa saya tapi saya mengetahui satu hal yaitu Tuhan sudah mati buat saya, Tuhan sudah mengampuni saya, saya akan berusaha lagi, tolong kuatkan saya," dan selalu kembali dan kembali kepada Firman Tuhan. Itu adalah daging yang akan memberikan kekokohan dalam hidup kita dalam melawan dosa. Saya perhatikan ada orang-orang yang sudah bertobat tapi paling susah baca Alkitab, maunya datang, mendengarkan, mengalami perasaan-perasaan tertentu dan hanya itu saja, maunya hanya itu, tapi tidak mau benar-benar menancapkan akar pada Firman Tuhan, menuntut diri harus kenal Tuhan. Itu kelemahannya, akhirnya selalu diombang-ambingkan oleh dosa karena tidak punya daging, tidak punya kekuatan. Firman Tuhanlah yang menjadi tulang dan daging yang akan menumbuhkan kita, makin hari makin serupa dengan Kristus.

PG : Rasa bersalah harus ada sebagai reaksi atas perbuatan kita, namun rasa bersalah itu tidak semestinya menjauhkan kita dari Tuhan. Rasa bersalah seyogyanya membawa kita lebih dekat pada thta anugerah Tuhan karena kita tahu kita bersalah, kita berdosa dan kita memerlukan anugerah Tuhan untuk mengampuni kita.

Jadi rasa bersalah seharusnya membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Kalau rasa bersalah membuat kita lari dari Tuhan; seperti yang dilakukan oleh Yudas setelah dia menjual Tuhan, dia merasa bersalah dan dia menyesali perbuatannya akhirnya dia menggantung diri, dia menjauhkan diri dari Tuhan bukannya malah mendekatkan diri kepada Tuhan. Berbeda dengan Petrus, dia tahu dia salah bahwa dia menyangkal Tuhan, tapi dia terus mengikuti Tuhan sampai ke rumah imam besar pun dia ikuti. Tuhan sudah katakan bahwa dia akan lari, memang dia lari ketakutan tapi dia terus mengikuti Tuhan, dia memang jatuh ke dalam dosa. Tapi waktu Tuhan menatap dia, dia menangis, dia menyesali perbuatannya, dia tahu dia salah; namun kita tahu bahwa dia tetap mencoba mendekati Tuhan kembali. Jadi saya kira batasnya itu, jangan sampai rasa bersalah itu justru menjauhkan kita dari Tuhan.

PG : Saya bacakan dari I Petrus 3:10, "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus mejaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." Apa cara kita menjadi berkat buat pasangan kita dan memberkati pasangan kita? kita harus memiliki lidah yang tulus, lidah yang tidak jahat, lidah yang tidak menipu. Artinya pertama, kita mengatakan yang benar; jangan sampai kita tidak mengatakan yang benar. Kita harus mengatakan yang benar dengan baik, ini penting. Kita harus mengatakan yang benar dengan baik sebab kadang-kadang mulut kita mengatakan yang benar tapi caranya kasar, menghina orang. Dan kita berkata, "Memang dia tolol, dibilangi tidak ngerti-ngerti." Kata tolol itu tidak baik, meskipun perkataan kita benar, mau mengoreksi orang yang melakukan kesalahan, tapi dengan kita membubuhkan kata tolol, itu merusakkan yang benar karena caranya tidak baik. Jadi lidah harus benar-benar baik jangan lidah kita masuk ke dalam yang jahat. Berikutnya tentang lidah, kita harus mengatakan yang baik dengan benar, ini penting. Jangan sampai kita mengatakan yang baik tapi akhirnya isinya kebohongan, manis di mulut, kadang-kadang ini yang kita saksikan, orang-orang manis di mulut tapi sesungguhnya tidak ada kebenaran. Jadi bukan hanya caranya harus benar, isinya pun harus benar; caranya harus baik, isinya pun harus mengandung kebenaran. Ini yang Tuhan minta dari kita, dengan kata lain lidah kita ini harus penuh dengan anugerah dan kebenaran.


Ringkasan:

Ada orang yang melukiskan tiga jenis relasi pernikahan dengan tiga aksara:
  • "A" melambangkan relasi nikah di mana suami-istri begitu saling tergantung satu sama lain oleh karena mereka sesungguhnya tidak dapat dapat hidup mandiri. Relasi ini terlilit sehingga keduanya menjadi begitu menyatu sehingga tidak terbuka untuk menyampaikan masukan yang bersifat kritikan. Mereka pun sukar menerima masukan dari pihak luar karena cenderung melindungi satu sama lain secara membabi buta.
  • "H" melambangkan relasi yang tidak akrab di mana masing-masing menjaga jarak guna menghindari pertengkaran. Relasi ini telah kehilangan keintiman dan kehangatan kendati masih bersanding dalam pernikahan.
  • "M" melambangkan relasi nikah di mana suami dan istri bergantung satu sama lain namun keduanya dapat hidup sendiri. Mereka bergandeng tangan berarti ada kehangatan dan kerja sama di antaranya dan mereka pun dapat terbuka menyampaikan masukan kepada masing-masing sehingga relasi keduanya bertumbuh.
Untuk dapat mewujudkan relasi jenis aksara "M" diperlukan kedewasaan. Saya mendefinisikan kedewasaan sebagai "kesanggupan menerima kelemahan pasangan dengan senyum." Jadi, berdasarkan definisi ini dapat pula kita mengartikan ketidakdewasaan sebagai:
  1. Ketidakmampuan melihat kelemahan pasangan karena menganggap pasangan sebagai manusia sempurna tanpa kekurangan.
  2. Mampu melihat kelemahan pasangan namun dengan cemberut alias tidak dapat menerimanya.
Definisi Kelemahan :
  1. Kelemahan dapat bersumber dari dosa, seperti dusta, kebencian, perzinahan, dan perjudian. Sudah tentu jauh lebih susah menerima kelemahan pasangan yang bersumber dari dosa.
  2. Kelemahan dapat pula bersumber dari kepribadian, kebiasaan hidup dan keterbatasan mental seperti mudah lupa, kurang berinisiatif, lamban, dsb.
Mengapa Harus Saling Menerima
  • Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita harus menerima satu sama lain, "Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah" (Roma 15:7). Dasar dari perintah ini adalah bahwa Kristus telah menerima kita. Jadi, sebagai orang yang telah diterima Tuhan kita mesti meneruskan penerimaan ini kepada sesama, terutama kepada pasangan sendiri.
  • Juga, kita harus menerima satu sama lain agar kita memuliakan Allah. Kita hanya dapat menerima satu sama lain lewat anugerah dan anugerah adalah kasih dan pengampunan. Bila kita menjadi orang yang beranugerah maka kita akan membawa kemuliaan bagi Allah sebab kasih dan pengampunan selalu mengingatkan orang akan Tuhan. Hal ini sesuai dengan tujuan pernikahan yakni memuliakan Allah. Berikut akan dipaparkan tujuan pernikahan.
Tujuan Pernikahan :
  • Untuk memahami tujuan pernikahan kita harus kembali melihat tujuan penciptaan alam semesta dan manusia. Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya agar semua ini memantulkan kemuliaan Tuhan. Inilah tujuan penciptaan dari sisi Allah. Firman Tuhan menjelaskan,
  • Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan, apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah manusia sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. (Mazmur 8:2, 4-6)
  • Dari sisi manusia, tujuan penciptaan adalah agar ia dapat menikmasti sebuah relasi dengan pencipta-Nya dan sebuah relasi dengan pencipta alam semesta merupakan suatu kehormatan tersendiri. Singkat kata, bagi manusia kesempatan untuk menikmati relasi dengan Tuhan pencipta alam semesta adalah sebuah kemuliaan. Jadi, baik dari sisi Tuhan maupun manusia, penciptaan hanya mempunyai tujuan tunggal yaitu kemuliaan Allah.
  • Jika demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa pernikahan pun diselenggarakan Tuhan untuk menjadi pantulan kemuliaan Allah. Sewaktu Tuhan melihat pernikahan manusia, yang diharapkan-Nya adalah melihat kemuliaan-Nya sendiri. Dan, untuk dapat menjadi pantulan kemuliaan Allah pernikahan harus berjalan atas dasar anugerah yaitu mengasihi dan mengampuni, menerima satu sama lain.
Rintangan Menerima Kendati kita tahu bahwa kita harus saling menerima namun tidaklah mudah untuk melakukannya. Berdasarkan Roma 15:1-2, "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya," kita dapat menyimpulkan dua alasan mengapa tidak mudah untuk menerima kelemahan pasangan :
  • Menerima kelemahan membuat kita wajib menanggung sisa kerja yang tidak dapat diselesaikannya. Dengan kata lain, kelemahan pasangan membuat kita letih dan repot karena kita harus mengambil alih tanggung jawabnya. Pada umumnya kita tidak suka menanggung beban ekstra.
  • Menerima kelemahan pasangan membuat kita kehilangan kesenangan sedangkan pada dasarnya kita adalah orang yang mencari kesenangan. Tidak bisa tidak, tatkala disusahkan oleh kelemahannya, kita pun dibuat susah.
Kendati demikian, kita tetap harus berusaha menerima pasangan dan berikut ini akan dipaparkan alasannya.
  1. Makin sering kita memikul beban yang ditinggalkan pasangan oleh karena kelemahannya, makin kita bertambah kuat. Kita tidak bertambah kuat bila kita hanya memikul beban yang memang seharusnya kita pikul atau yang menjadi porsi kita. Kita hanya akan dapat bertambah kuat bila kita memikul beban yang ekstra-yang bukan menjadi porsi kita. Tuhan tidak menghendaki kita menjadi orang yang lemah. Bila kita hanya memikul beban sendiri, kita tidak akan bertambah kuat, kita malah bertambah lemah.
  2. Kemajuan yang terhambat sering kali adalah kemajuan yang tersembunyi. Acap kali kita frustrasi karena merasa kemajuan kita terhambat oleh karena kelemahan pasangan. Namun mungkin sekali keterhambatan di suatu bidang merupakan kemajuan di bidang yang lain yang memang diperlukan, kendati kita tidak menyadarinya pada saat itu. Pengorbanan di suatu hal ternyata merupakan pengayaan di hal lainnya. Tuhan tahu apa yang sebenarnya perlu ditumbuhkan dalam diri kita dan sering kali Ia memakai kelemahan pasangan untuk menumbuhkan karakter yang penting tersebut.
  3. Memikul beban pasangan melatih kita untuk tidak memfokuskan perhatian pada diri sendiri. Kita diarahkan untuk memperhatikan pasangan dan kebutuhannya. Makin sering kita melihatnya dan apa yang dibutuhkannya, makin berkurang keegoisan kita. Pada akhirnya kita berdua makin bertumbuh karena bukan saja kebutuhan kita terpenuhi, kita pun dibangunkan oleh masukan yang kita terima dari pasangan.
Kesimpulan
Membangun relasi sama seperti menanam pohon. Sejak awal kita harus memberinya siraman dan pupuk serta melindunginya dari hama. Jika kita melakukan semua itu, setelah pohon tumbuh, barulah kita dapat bernaung di bawah daunnya yang rindang dan memakan buahnya yang manis. Pernikahan pun demikian. Bila kita memberi siraman dan pupuk serta melindunginya dari ancaman pihak luar, kita akan dapat bernaung dengan aman di dalamnya dan mencicipi buah nikah yang manis. Kadang kita mengharapkan pasangan dengan cepat dan dengan sendirinya bertumbuh menjadi dewasa dan masak. Kita ingin langsung menikmati buahnya yang manis namun kenyataan tidaklah demikian. Hanya kita yang bersusah payah menginvestasi usaha keras yang dapat mencicipi buah relasi pernikahan yang manis.

Questions: