BETA
Menjadi Orang Benar
Sumber: telaga
Id Topik: 779

Abstrak:

Tidak mudah menjadi orang benar; jauh lebih mudah menjadi orang yang membenarkan diri. Menjadi orang benar berarti hidup sesuai kehendak Tuhan, sedangkan membenarkan diri adalah hidup sesuai kehendak diri sendiri. Apa penyebab orang lebih senang untuk membenarkan diri ? Jika demikian halnya, apakah yang harus dilakukan agar kita dapat menjadi orang yang benar ?

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menjadi Orang Benar". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Menjadi orang benar memang menjadi idaman bagi banyak orang, Pak Paul, tapi pertanyaannya adalah bisakah seorang yang berdosa ini menjadi orang benar ?

PG : Sudah tentu bisa, Pak Gunawan, itu sebabnya Tuhan tatkala menyelamatkan kita Dia membenarkan kita sehingga kita yang tadinya di luar kehendak-Nya, di luar keluarga-Nya, di luar kasih sayan-Nya sekarang menjadi bagian dari keluarga-Nya dan kasih sayang-Nya.

Setelah kita dibenarkan secara status yakni kita menjadi anak-anak Tuhan memang Tuhan mengharapkan kita bertumbuh makin hari makin serupa dengan Dia. Dan ini yang dimaksud menjadi orang benar yaitu orang yang makin hari makin serupa dengan Dia, namun tadi Pak Gunawan sudah memunculkan sebuah fakta yaitu tidak mudah menjadi orang benar sebab kecenderungan kita adalah menjadi orang yang membenarkan diri.
GS : Atau mengharapkan orang lain membenarkan kita atas tindakan-tindakan kita, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Dan kita akhirnya menjadi orang yang tidak mau tahu, yang penting kita ini harus selalu benar. Sehingga waktu orang berkata-kata kepada kita dan misalkan jalan kita kurang luus atau kita tidak terima, kemudian kita membenarkan diri.

GS : Jadi orang benar adalah status kita di hadapan Tuhan yang Tuhan berikan kepada kita dan kita dibenarkan oleh Tuhan kemudian kita akan bertumbuh menjadi orang benar dan ini pasti menjadi suatu proses yang panjang, Pak Paul.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Ini adalah sebuah proses dan memang tidak selesai dalam satu malam, dan kita terus-menerus harus menjalaninya. Untuk bisa sampai ke sana, Pak Gunawan, kita mestimengerti dulu kodrat manusiawi kita yang berdosa karena kodrat manusiawi kita yang berdosalah yang menghalangi kita bertumbuh menjadi orang benar.

Ada sekurang-kurangnya 3 hal yang bisa saya pikirkan, Pak Gunawan. Yang pertama kita pada dasarnya adalah manusia yang tidak ingin disalahkan, dari pada disalahkan kita beralih menyalahkan lingkungan atau orang lain. Kita bisa melihat bahwa sebetulnya kecenderungannya ini sudah muncul pada waktu hari pertama kita berdosa yaitu sewaktu Tuhan menanyakan kepada Adam. Adam tahu sebetulnya dia salah tapi yang pertama dia langsung menyalahkan Hawa bahwa Hawalah yang menyuruh dia untuk memakan buah yang Tuhan sudah katakan tidak boleh dia makan. Dan Hawa juga sudah langsung menyalahkan si ular yakni si iblis. Kita bisa melihat di sini bahwa dari awalnya tatkala manusia jatuh ke dalam dosa, manusia tidak ingin menjadi orang yang disalahkan. Pak Gunawan mungkin juga bisa melihat di dalam hidup ada begitu banyak masalah muncul gara-gara kita ini menolak untuk disalahkan sewaktu kita memang selayaknya harus menanggung akibat itu. Begitu banyak pertikaian terjadi oleh karena kita menyalahkan orang yang tidak selayaknya menerima tanggung jawab itu.
GS : Apakah ini bukan semacam mekanisme pertahanan diri, Pak Paul.

PG : Betul, ini adalah sebuah mekanisme pertahanan diri yang kalau saya jelaskan dari segi firman Tuhan, ini merupakan buah dosa yaitu kita tidak ingin disalahkan. Dari segi psikologis pun kitaini sebetulnya mendorong orang untuk berani melihat diri dan berani untuk mengoreksi kalau ada yang perlu dikoreksi pada diri sendiri.

Jadi dari segi ilmu psikologi pun kita ini menganjurkan manusia untuk terbuka menerima tanggung jawabnya dan mengakui kesalahannya. Tidak akan ada psikolog yang berkata, "Yang penting kalau ada orang yang menyalahkanmu langkah pertama adalah menangkisnya, menyalahkan orang lain," bukan seperti itu! Justru dari segi psikologis kita katakan itu tidak sehat. Jadi mekanisme pertahanan seperti ini adalah mekanisme yang keluar dari dosa dan inilah yang nantinya harus kita runtuhkan.
GS : Yang dikhawatirkan adalah akibatnya. Kalau kita memang mengakui bahwa kita salah sudah tahu pasti ada akibatnya, Pak Paul dan ini dicoba untuk dihindari.

PG : Betul sekali, jadi karena kita tidak mau menanggung akibat maka kita cepat-cepat mengelak dan malah menyalahkan orang dari pada kita itu menanggung kesalahan yang kita buat.

GS : Kecenderungan yang lain apa, Pak Paul ?

PG : Yang kedua adalah yang membuat kita sulit menjadi orang benar adalah kita manusia yang ingin mendapatkan pujian, itu sebabnya kita membenarkan diri sehingga pada akhirnya kita memperoleh pjian oleh karena kita dianggap benar.

Pada dasarnya kita memang takut mendengar hal-hal yang berisikan kritikan, hal-hal yang negatif yang tidak sesuai dengan konsep diri kita. Dengan cepat waktu kita mendengarkan hal-hal seperti itu, kita menyimpulkannya sebagai ketidakmengertian orang akan siapa kita, "Kamu tidak tahu saya siapa" artinya apa ? Kita mau mengatakan sebetulnya bahwa kamu tidak tahu betapa baiknya saya, kamu tidak tahu bahwa sebenarnya saya ini jauh lebih baik dari pada apa yang engkau lihat atau engkau pikir dan kamu tidak mengerti tentang saya. Jadi intinya memang kita tidak suka melihat celaan atau hal negatif tentang diri kita maka kita menangkisnya membenarkan diri supaya akhirnya kita tampak benar di hadapan orang. Dan ini sebenarnya muncul dari kerinduan kita untuk mendapatkan pujian dari orang.
GS : Seringkali di sini orang justru menjadi munafik, menjadi berpura-pura di hadapan orang lain supaya dia dipuji oleh orang.

PG : Adakalanya jalan itulah yang kita tempuh gara-gara kita ingin mendapatkan pujian maka kita memunculkan sebuah diri yang sebetulnya itu lain dari apa yang ada di dalam diri kita. Sudah tent hidup seperti ini tinggal tunggu waktu akhirnya kedok kita pun terbuka.

Saya kira tidak ada orang munafik yang pada akhirnya tidak terbongkar kemunafikannya. Pada akhirnya semua kemunafikan akan terbongkar sebab Tuhan pada akhirnya selalu bertindak untuk melepas topeng-topeng dari wajah kita.
GS : Seringkali dibungkus dengan hal-hal yang bersifat rohani sehingga orang lain pun enggan untuk mengungkapkannya.

PG : Seringkali seperti itu, Pak Gunawan. Saya mencoba mengerti kemanusiawian kita bahwa adakalanya kita semua melakukan hal-hal itu, kita itu menampilkan sisi-sisi rohani, sisi-sisi yang layakmendapatkan pujian, supaya nanti orang hanya melihat sisi itu dan tidak melihat bagian dalam diri kita yang gelap itu.

Saya kira ini kecenderungan kita sebagai manusia dan saya juga mengakui bahwa adakalanya kita tidak sengaja munafik, dalam pengertian kita ini sebetulnya ingin sebaik itu, kita sebetulnya ingin serohani itu tapi akhirnya kita salah langkah bukan mulai dari bawah dan mengakui karena memang kita masih di bawah, kita masih penuh dengan kekurangan dan dosa, tapi kita memulainya dari atas. Titik berangkatnya dari kerohanian, dari yang indah, dari yang bagus, sehingga akhirnya begitu kita memulai dari atas, dari yang bagus-bagus itu, untuk kita bisa turun ke bawah dan mengakui betapa gelapnya kita, itu akan menjadi susah, kita akhirnya terus terjebak di atas. Saya kira inilah yang terjadi pada orang-orang Farisi di zaman Tuhan Yesus, pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang religius mereka ingin hidup sesuai perintah Tuhan dan mereka adalah pemimpin-pemimpin rohani. Jadi ingin dilihat sebagai orang-orang yang hidupnya bersih dan layak dipuji tapi karena mereka berangkat dari titik rohani itu, dari titik bagusnya sehingga akhirnya mereka susah turun, tidak pernah turun-turun. Dan akhirnya kita tahu apa yang terjadi yaitu Tuhan Yesuslah yang menurunkan mereka.
GS : Itu seringkali terjadi karena kita punya kekayaan dan punya kekuasaan, Pak Paul. Dan orang-orang di sekeliling kita membenarkan segala sesuatu yang kita lakukan.

PG : Ya. Karena seringkali karena kita berkedudukan tinggi baik itu karena kekayaan kita, karena status-status tertentu atau pun karena jabatan-jabatan rohani kita. Maka akhirnya orang lain punsungkan menyodorkan fakta tentang siapa kita, malah membenarkan tindakan-tindakan kita, membela kita secara membabi buta yang sebetulnya berdampak buruk, kita bukan melek mata melihat siapa kita tapi malah makin buta.

GS : Tetapi karena tindakan-tindakan kita berulang kali dibenarkan walaupun sebenarnya kita salah, yang ada dalam pikiran kita adalah tindakan saya ini sudah benar.

PG : Betul sekali. Pak Gunawan tadi memunculkan hal yang penting yaitu lingkungan pun kadang-kadang mempunyai andil didalam permasalahan kita yang ingin membenarkan diri sehingga makin hari makn jauhlah kita dari fakta yang sesungguhnya.

GS : Mungkin ada kecenderungan yang lain yang Pak Paul ingin sampaikan ?

PG : Yang ketiga adalah kenapa kita ini menjadi orang yang susah sekali untuk hidup benar adalah kita menjadi orang yang tidak mudah percaya pada niat baik orang. Itu sebabnya apa pun yang dikaakan orang, bila orang itu tidak berkenan di dalam hati, maka dengan segera kita simpulkan sebagai niat buruk yaitu "Kamu memang ingin menyerang saya dan sebagainya".

Kita tidak percaya bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan di telinga dapat keluar dari niat baik dan untuk kebaikan kita, itu sebabnya kita terus membenarkan diri dan menolak komentar orang yang tidak berkenan di hati.
GS : Memang seringkali itu disampaikan dengan cara yang kurang menyenangkan kita. Jadi niat baiknya tenggelam oleh karena cara penyampaian yang tidak berkenan di hati kita, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi adakalanya orang menyampaikan sesuatu kepada kita yang memang negatif maka bungkusannya adalah emosi, marah, tidak senang dan sebagainya akhirnya yang kita tangkap adalah bungksannya yaitu emosi marah dan ketidaksenangannya itu dan kita luput melihat isi bungkusan itu yang sebetulnya baik.

Kita pun saya kira acapkali berbuat hal yang sama pada orang lain, kita membungkus masukan kita yang penting itu dengan bungkusan-bungkusan yang penuh dengan emosi marah, tidak senang sehingga orang lain pun tidak bisa mendengar apa yang kita sampaikan. Jadi kita ini mesti mulai membangun kepercayaan pada niat baik orang, sebagian orang memang tidak ada niat baik dan itu betul tapi sebetulnya cukup banyak orang yang mempunyai niat baik, mereka memberitahukan kita mungkin saja tidak sepenuhnya tepat karena mereka tidak bisa melihat keseluruhan dari hidup kita, tapi cukup banyak orang yang memberitahukan kita hal yang tidak berkenan itu dengan niat baik untuk kebaikan kita. Hanya saja sekali lagi kita bukanlah orang yang terbiasa untuk percaya pada niat baik orang. Kalau perkataannya itu enak didengar maka kita berkata, "Orang ini baik dan berniat baik kepada kita," tapi begitu perkataannya kurang berkenan kita langsung menyimpulkan, "Kamu memang mempunyai niat buruk, ingin menjelekkan saya, ingin menyerang saya." Tapi sesungguhnya bukankah kalau orang sampai memberanikan diri, memberitahukan kita tentang diri kita yang tidak positif, bukankah itu sebuah upaya yang keras, yang berat dan tidak mudah. Biasanya orang tidak dengan mudah bicara hal yang negatif tentang orang lain secara langsung. Jadi kalau sampai orang mengupayakan hal itu seyogianyalah orang itu mengakui bahwa besar kemungkinan niatnya baik, sebab untuk apa dia susah-susah meresikokan diri untuk berbicara langsung kepada kita.
GS : Diperlukan keberanian dari kita juga melakukan umpan balik, menanyakan apa sebenarnya maksudnya. Tetapi itu memang dibutuhkan kerendahan hati dari kita, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Sebab kecenderungan kita dari pada merendahkan diri, bertanya dengan jujur apa yang menjadi pengamatannya tentang diri kita, maka reaksi yang pertama dari kita adalah menangksnya, membenarkan diri akhirnya makin hari bukannya kita menjadi orang yang benar di mata Tuhan, akhirnya kita sibuk membenarkan diri, makin jauhlah kita dari kondisi yang sesungguhnya yang Tuhan inginkan dari kita.

GS : Jadi kalau begitu apa yang harus kita lakukan untuk menjadi orang yang benar, Pak Paul ?

PG : Mazmur 92:13-16 mengajarkan kita bagaimanakah kita menjadi orang yang benar. Firman Tuhan berkata, "Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Lbanon; mereka yang ditanam di bait Tuhan akan bertunas di pelataran Allah kita.

Pada masa tua pun mareka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa Tuhan itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya." Dari firman Tuhan ini sekurang-kurangnya ada 3 hal yang bisa kita petik untuk menolong kita hidup sebagai orang benar. Yang pertama, Firman Tuhan berkata orang benar itu akan bertunas dan bertumbuh subur di dalam pelataran Allah, di dalam bait Allah. Artinya apa? Artinya di dalam iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Pertumbuhan adalah tanda adanya kehidupan, jika kita hidup di dalam Tuhan maka kita akan bertumbuh pula. Pertumbuhan rohani diukur lewat pertumbuhan iman, orang yang tidak bertumbuh biasanya hidup di dalam kecemasan karena tidak ada iman sehingga mengkhawatirkan segalanya. Kadang kita hidup seakan-akan tidak ada Tuhan, kita mengupayakan segalanya seakan-akan semua bergantung kepada kita. Pada faktanya Tuhan menentukan segalanya dan tugas kita adalah beriman kepada-Nya dan percaya pada kasih setiaNya. Misalkan kita lihat contoh pada orang Israel, berulang kali orang Israel melihat Tuhan menyelamatkan dan memelihara mereka namun setiap kali masalah datang mereka kembali mengeluh dan inti masalah bukanlah terletak pada keluhan melainkan kepada ketidakpercayaan mereka. Berkali-kali mereka melihat Tuhan bertindak tapi terus tidak percaya bahwa Tuhan sanggup dan akan menyelamatkan dan memelihara mereka, inilah tanda iman yang tidak bertumbuh, pada akhirnya iman yang tidak bertumbuh akan mati. Orang benar yang sepenuhnya beriman kepada Tuhan, Pak Gunawan, dia tahu bahwa semua di tangan Tuhan, jadi dia tidak takut untuk menerima masukan negatif, tidak takut untuk mengakui kesalahannya dan memang ini tanggung jawab saya dan memang benar bahwa saya salah, tidak takut dengan hal-hal seperti itu, tidak takut melihat sisi gelap dalam dirinya dan diketahui sisi gelap itu. Kenapa ? Sebab dia sepenuhnya bertumpu pada Tuhan, Tuhan yang mengatur semuanya.
GS : Jadi pertumbuhan iman ini merupakan suatu proses, apakah orang yang bersangkutan ini tahu bahwa dia sedang bertumbuh ?

PG : Seharusnya perlahan-lahan dia bisa melihat bahwa imannya bertumbuh, Pak Gunawan, sebab Tuhan itu tidak pernah berhenti untuk membentuk kita, Dia akan menghadirkan situasi demi situasi dimaa untuk sejenak kita merasa kehilangan arah, kehilangan kendali atas hidup ini, kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan dan dalam kondisi seperti itu kita dipaksa Tuhan untuk datang kepada-Nya dan bersandar kepada-Nya.

Jadi di dalam kegelapan, saat kita tidak melihat, di saat itulah kita bersandar kepada-Nya, percaya bahwa Tuhan bisa menolong dan memelihara kita. Sewaktu itu terjadi, kita pun akan berkata, "Tidak salah saya percaya kepada Tuhan, tidak salah saya beriman kepada-Nya sebab tangan-Nya selalu cukup panjang untuk menolong kita." Misalkan dalam contoh dengan kaitan yang kita bicarakan ini, waktu misalkan dia mengaku salah, dan dia tidak membenarkan diri, dia mengaku salah dan dia melihat Tuhan bekerja, Tuhan menolong, Tuhan membukakan jalan dan sebagainya. Lewat peristiwa-peristiwa itu imannya makin ditumbuhkan bahwa tidak apa-apa maka kita bisa percaya kepada Tuhan.
GS : Salah satu indikasinya adalah orang itu selalu di bait Allah atau di pelataran Allah seperti yang pemazmur katakan.

PG : Betul. Jadi memang orang yang mendahulukan Tuhan dan benar-benar merenungkan dan memikirkan firman Tuhan dan hidup berdasarkan kehendak Tuhan.

GS : Hal yang kedua apa Pak Paul, tentang orang yang benar ?

PG : Firman Tuhan juga menekankan bahwa orang benar adalah orang yang mengalami sendiri kebenaran perkataan Tuhan. Apa yang Tuhan janjikan pasti ditepatiNya, sebab Tuhan tidak pernah dan tidak kan berbohong, itu sebabnya orang benar hidup sepenuhnya atas dasar kuasa pemeliharaan Tuhan.

Ia tidak takut atau ragu, ia yakin bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna, dia tidak khawatir disalahkan sebab tanggung jawabnya adalah kepada Tuhan sendiri, ia tidak takut penghakiman manusia sebab terpenting baginya hidup sesuai kehendak Tuhan. Jadi orang benar hidup atas dasar setiap perkataan Tuhan. Itu sebabnya dia tidak mencemaskan penilaian orang terhadapnya dan tidak merasakan perlu membenarkan diri. Orang ini benar-benar mantap, kokoh sebab benar-benar apa yang diketahuinya itu bukan saja hanya diketahui secara rasio atau pengetahuan, tapi diketahui secara pengalaman hidup. Tuhan itu setia dan bukan hanya dia tahu secara pengetahuan tapi dia mengalami bahwa Tuhan itu setia, kenapa Tuhan bisa memelihara, kenapa Tuhan bisa mencukupi, kenapa Tuhan bisa menolong, kenapa Tuhan bisa melepaskan saya dari jerat-jerat dan masalah ini ? Dan pengalaman-pengalaman langsung itu membuat kita tambah hari tambah yakin akan kebenaran firman-Nya bahwa Tuhan itu betul. Maka orang seperti ini tidak perlu lagi menemukan alasan untuk membenarkan diri, dia perlu hidup apa adanya dan nanti Tuhan akan tolong dan nanti Tuhan akan lepaskan. Jadi sekali lagi tidak pernah takut dan khawatir.
GS : Ini terkait dengan yang tadi yaitu imannya yang bertumbuh, iman yang bertumbuh itu dasarnya dia membaca, mendengar, menghayati firman Tuhan sendiri, Pak Paul ?

PG : Dan itulah langkah awal yang mutlak harus kita jalani, bagaimanakah kita bisa mengetahui janji Tuhan kalau kita tidak membaca firman-Nya. Jadi itu langkah pertama, namun langkah kedua adalh sewaktu Tuhan menempatkan kita di posisi di mana kita tidak bisa menguasai hidup ini, kita harus bersandar kepada-Nya kita harus melangkah dengan iman dan dari situlah kita akan melihat kebenaran perkataan-Nya, pemenuhan janji-Nya.

Kalau kita tidak pernah mengambil langkah kedua itu mempercayakan sepenuhnya kepada Tuhan maka kita tidak akan mungkin melihat kebenaran firman-Nya bahwa Tuhan itu benar-benar akan melakukan seperti apa yang dikatakan-Nya.
GS : Seringkali orang berkata percaya kepada Tuhan itu suatu langkah awal dan mudah tetapi mempercayakan diri kepada Tuhan itu menjadi masalah yang lain.

PG : Betul sekali. Jadi orang yang tidak bisa mempercayakan dirinya kepada Tuhan, akhirnya tidak pernah bertumbuh menjadi orang yang benar, sebagaimana yang Tuhan kehendaki.

GS : Yang ketiga apa Pak Paul tentang orang benar ini ?

PG : Firman Tuhan mengatakan orang benar bertahan dalam kebenaran sampai tua sebab dia terus menyaksikan pimpinan Tuhan atasnya tatkala dia hidup di dalam kebenaran, ia tidak cemas kehilangan aa yang diharapkannya karena dia tahu Tuhan sudah menetapkan porsi yang tepat untuknya.

Itu sebabnya dia tidak terdorong untuk hidup di dalam kecurangan, ia tahu bahwa dalam kebenaranlah ia akan mendapatkan berkat Tuhan, ia terus bertahan sampai tua sebab dia tidak pernah kecewa kepada Tuhan. Saya masih ingat pertanyaan saya kepada Pdt. Philip Teng, dia adalah seorang hamba Tuhan yang sudah sangat tua berasal dari Hongkong dia melayani Tuhan dengan setia. Waktu beliau datang ke Jakarta kemudian saya bertanya, "Apakah Bapak Philip Teng pernah mengalami kekecewaan hidup di dalam Tuhan dan melayani-Nya selama ini ?" Beliau berkata, "Tidak pernah" sebab bagi dia melayani Tuhan dan hidup di dalam Tuhan merupakan sebuah kehormatan, bagaimanakah kehormatan yang begitu besar dapat mengecewakannya, dia berkata, "Tidak bisa". Kenapa orang bisa sampai tua bertahan menjadi orang benar dan makin hari makin bertumbuh karena dia menyaksikan dan mengalami terus pemeliharaan Tuhan yang begitu setia, maka dia terus bertahan sampai tua. Tapi orang yang tidak mengalaminya, belum sampai tua pun jatuh lagi dan jatuh lagi.
GS : Itu sebabnya ada beberapa orang memang mempertaruhnya nyawanya demi kebenaran ini, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Makanya ada orang yang rela kehilangan segalanya bahkan kehilangan hidupnya demi Tuhan, demi Kristus Juruselamat kita yang telah setia memelihara hidup kita dan telah begitu erkorban untuk dosa kita.

GS : Jadi sebenarnya mempertahankan kebenaran di dalam diri seseorang ini adalah suatu upaya yang mendapat dukungan penuh dari Tuhan dan bukan dari kekuatannya sendiri, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi sewaktu kita mempertahankan kebenaran Tuhan maka kita akan terus dipelihara Tuhan. Jangan sampai kita memertahankan kebenaran sendiri, alias membenarkan diri, itu yang Tuhan tiak kehendaki.

GS : Kesimpulannya apa, Pak Paul, dari kehidupan orang yang benar ini ?

PG : Dapat kita simpulkan bahwa hidup orang yang benar akan menghasilkan buah yang lebat dan segar. Sebaliknya hidup orang yang membenarkan diri dan berjalan dalam kecurangan akhirnya hanyalah enghasilkan buah yang pahit.

GS : Contoh konkretnya seperti apa buah yang manis dan buah yang pahit ?

PG : Yang pertama adalah yang pasti dirasakan oleh orang di sekitar kita adalah kepahitan-kepahitan, kekecewaan-kekecewaan tapi bagi orang yang hidupnya benar orang di sekitarnya itu akan selal mencicipi manisnya hidup dengan dia, manisnya berbicara dengan dia, manisnya mendengarkan kata-katanya.

Itu semua adalah buah-buah yang dicicipi. Dan kita harus ingat kita ini adalah pohon yang berbuah, kita sendiri sebetulnya tidak memakan buah itu, buah itu dimakan oleh orang lain. Jadi manis atau tidaknya itu ditentukan oleh orang di sekitar kita, kalau hidup kita membuahkan buah yang manis, orang di sekitar kita menerima buah yang manisnya. Tapi kalau dalam hidup kita, kita menghasilkan buah yang pahit, orang di sekitar kita akan terus memakan buah yang pahit dalam hidupnya gara-gara kita.
GS : Dan orang di sekitar kita itu justru anggota keluarga kita, Pak Paul ?

PG : Seringkali demikian, Pak Gunawan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menjadi Orang Benar." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Tidak mudah menjadi orang benar; jauh lebih mudah menjadi orang yang membenarkan diri. Menjadi orang benar berarti hidup sesuai kehendak Tuhan sedangkan membenarkan diri adalah hidup sesuai kehendak diri sendiri. Mari kita lihat mengapa kecenderungan kita adalah membenarkan diri.

  1. Kita adalah manusia yang tidak ingin disalahkan. Daripada disalahkan kita beralih menyalahkan lingkungan atau orang lain. Sewaktu Tuhan memanggil Adam, ia menyalahkan Hawa dan akhirnya Hawa menyalahkan si ular yakni iblis. Di dalam hidup begitu banyak masalah muncul gara-gara kita menolak disalahkan sewaktu memang kita selayaknya menanggung akibat itu. Begitu banyak pertikaian terjadi oleh karena kita menyalahkan orang yang tidak selayaknya menerima tanggung jawab itu.
  2. Kita adalah manusia yang ingin mendapatkan pujian. Itu sebabnya kita membenarkan diri sehingga pada akhirnya kita memperoleh pujian oleh karena kita dianggap benar. Pada dasarnya kita takut mendengar hal-hal yang berisikan kritikan dan dengan cepat menyimpulkannya sebagai ketidakmengertian orang akan siapa kita. Membenarkan diri merupakan upaya untuk menangkis kritikan.
  3. Kita adalah manusia yang sesungguhnya tidak mudah percaya pada niat baik orang. Itu sebabnya apa pun yang dikatakan orang, bila tidak berkenan di hati, dengan segera disimpulkannya sebagai niat buruk. Kita tidak percaya bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan di telinga keluar dari niat baik dan untuk kebaikan kita. Itu sebabnya kita membenarkan diri dan menolak komentar orang yang tidak berkenan.
Jika demikian halnya, apakah yang harus dilakukan agar kita dapat menjadi orang yang benar? Mazmur 92:13-16 mengajarkan bagaimanakah kita dapat menjadi orang yang benar. Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam, di bait Tuhan akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan bahwa Tuhan itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.
  1. Orang benar akan bertunas dan bertumbuh subur di dalam iman. Pertumbuhan adalah tanda adanya kehidupan. Jika kita hidup di dalam Tuhan maka kita akan bertumbuh pula. Pertumbuhan rohani diukur lewat pertumbuhan iman. Orang yang tidak bertumbuh hidup dalam kecemasan sebab ia mengkhawatirkan segalanya. Kita mengupayakan segalanya seakan-akan semua bergantung pada kita. Pada faktanya, Tuhan menentukan segalanya. Tugas kita adalah beriman kepada-Nya dan percaya pada kasih setia-Nya. Berulang kali orang Israel melihat Tuhan menyelamatkan dan memelihara mereka namun setiap kali masalah datang, mereka kembali mengeluh. Inti masalah bukanlah terletak pada keluhan melainkan pada ketidakpercayaan. Mereka terus tidak percaya bahwa Tuhan sanggup dan akan menyelamatkan dan memelihara mereka. Inilah tanda iman yang tidak bertumbuh. Pada akhirnya iman yang tidak bertumbuh akan mati.
  2. Orang benar adalah orang yang mengalami sendiri kebenaran perkataan Tuhan. Apa yang dijanjikan Tuhan pasti ditepati-Nya sebab Tuhan tidak berbohong. Itu sebabnya orang benar hidup sepenuhnya atas dasar kuasa pemeliharaan Tuhan. Ia tidak ragu atau takut; ia yakin bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Ia tidak khawatir disalahkan sebab tanggung jawabnya adalah kepada Tuhan sendiri. Ia tidak takut penghakiman manusia sebab terpenting baginya hidup sesuai kehendak Tuhan. Orang benar hidup atas dasar setiap perkataan Tuhan; itu sebabnya ia tidak mencemaskan penilaian orang terhadapnya dan tidak merasakan perlu membenarkan diri.
  3. Orang benar bertahan dalam kebenaran sampai tua sebab ia terus menyaksikan pimpinan Tuhan atasnya tatkala ia hidup dalam kebenaran. Ia tidak cemas kehilangan apa yang diharapkannya karena ia tahu Tuhan sudah menetapkan porsi yang tepat untuknya. Itu sebabnya ia tidak terdorong untuk hidup dalam kecurangan; ia tahu bahwa dalam kebenaranlah ia akan mendapatkan berkat Tuhan. Ia terus bertahan sampai tua sebab ia tidak pernah kecewa pada Tuhan.
Kesimpulan:
Hidup orang yang benar akan menghasilkan buah yang lebat dan segar; sebaliknya hidup orang yang membenarkan diri dan berjalan dalam kecurangan, akan menghasilkan buah yang pahit.

Questions: