BETA
Pergaulan Sesudah Pernikahan
Sumber: telaga
Id Topik: 736

Abstrak:

Setelah menikah, relasi dalam pergaulan haruslah mengalami perubahan. Pasangan yang tidak bersedia berubah akan menabur benih ketidaksetiaan. Kita harus mengingat bahwa bukankah pada awalnya kita pun tertarik dan jatuh cinta dengan pasangan oleh karena kita bergaul akrab dengannya. Ini adalah hukum alam: dengan siapa kita bergaul akrab, dengannya terbuka lebar kemungkinan untuk tertarik dan jatuh cinta. Itu sebabnya kita mesti mengawasi dan membatasi pergaulan setelah menikah

Transkrip:

Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pergaulan Sesudah Pernikahan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Sebagai makhluk sosial, Pak Paul, kita tidak bisa melepaskan diri dari pergaulan. Tetapi apakah ada perbedaan antara cara pergaulan kita sebelum menikah dan sesudah menikah, Pak Paul?

PG : Seharusnya ada dan orang yang tidak membedakannya atau yang tidak mengubah pergaulannya setelah menikah, itu akan membahayakan pernikahannya. Jadi saya kira penting kita mengetahui dan sekligus juga melakukannya bahwa setelah menikah pergaulannya tidak bisa sama seperti sebelum menikah.

GS : Seringkali orang tidak atau kurang menyadari hal itu Pak Paul, karena menganggap bahwa ini adalah sahabat-sahabat saya dari dulu, mungkin dari SMA atau Perguruan Tinggi dan sebagainya. Apakah setelah menikah saya harus meninggalkan mereka, Pak Paul?

PG : Sudah tentu kita tidak meninggalkan. Dalam pengertian dia adalah sahabat, dia tetap teman kita namun dalam kaitannya dengan lawan jenis kita tidak lagi misalkan pergi berdua dan terlalu meceritakan persoalan pribadi.

Jadi setelah menikah kita harus mengubah pergaulan.
GS : Walaupun seringkali pasangan kita juga berasal dari komunitas yang sama, Pak Paul?

PG : Betul, misalkan kita pergi bersama dengan pasangan, beramai-ramai, itu tidak apa-apa dan yang memang saya khawatirkan adalah kalau kita menghabiskan waktu berdua, cerita berdua. Inilah yan saya kira tempat yang subur bagi munculnya ketidaksetiaan.

GS : Jadi hal-hal apa yang harus berubah dalam konteks pergaulan ini ?

PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah kita mesti menerima fakta bahwa di luar pasangan akan ada orang yang memiliki karakteristik yang kita sukai dan kagumi, kita mesti menyadari bhwa bukan hanya pasangan kitalah yang memiliki karakteristik yang kita kagumi, akan ada orang-orang lain di luar.

Sudah tentu kita akan senang melihat apalagi bila dapat menikmati karakteristik yang kita sukai itu, kita tidak perlu menjauhi ketakutan ketika merasakan semua ini bahwa orang ini baik, orang ini sabar, orang ini berwibawa, orang ini cerdas dan sebagainya. Kita tidak perlu tergesa-gesa melarikan diri, tidak mau bergaul dengan orang itu dan itu bukan yang saya maksud. Tapi sebaliknya kita mesti menjaga diri agar tidak mendekati atau menambah kedekatan dengan orang ini. Apa yang sudah ada pertahankan namun jangan tambahkan, menjadi sangat-sangat berbahaya jika kita menambahkan. Kita memang dalam hal ini harus melawan kodrat atau keinginan pribadi Pak Gunawan, sebab otomatis kita akan senang bersama orang yang memiliki karakteristik yang kita kagumi. Misalkan dia adalah pendengar yang baik dan siapa yang tidak mau mempunyai pendengar yang baik, misalnya orangnya bijaksana mampu memberikan kepada kita masukan-masukan yang baik, siapa yang tidak ingin punya teman seperti itu ? Jadi kecenderungan alamiah kita adalah justru mau mendekati orang ini tapi kita mesti menyadari bahwa jangan, jangan ditambahkan, yang sudah ada kita pertahankan. Untuk sekali-sekali kita telepon dia dan sebagainya itu tidak apa-apa tapi jangan ditambahkan dengan terus-menerus menghubungi, menelepon, ngobrol lama-lama, dan misalkan membangun persahabatan yang lebih dalam lagi dengan membuat janji "Ketemu dimana?" dan sebagainya. Inilah benih-benih terjadinya ketidaksetiaan.
GS : Pada awalnya kita mengagumi pasangan kita karena dia penuh perhatian, dan pada akhirnya kita bertemu lagi dengan orang yang lebih perhatian dari pada pasangan kita itu.

PG : Dan itu adalah fakta di dunia ini bahwa pasangan kita bukanlah orang yang sempurna, akan ada orang yang mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pasangan kita atau dia mempunyainya tapi oranglain mempunyainya dalam kadar yang lebih kuat.

Dan hal-hal ini kita harus sadari, oleh karena itu kita mesti menjaga diri jangan sampai kita naif beranggapan hanya pasangan kitalah yang paling sabar di dunia akhirnya kita sering mengeluh kenapa dia tidak sabar, kemudian kita ketemu dengan orang di luar dan kita merasa orang ini sabar sekali, sehingga kita menjadi terpikat.
GS : Yang Pak Paul katakan jangan menambahkan sesuatu karakteristik yang sudah positif itu seperti apa?

PG : Maksudnya menambahkan adalah jangan menambahkan pertemuannya, kadarnya, frekuensinya. Misalkan kalau kita bekerja, kita punya teman yang memang mempunyai karakteristik yang kita senangi aau kagumi itu, biasalah, bergaul, bergurau seperti biasanya.

Jangan menambahkan yaitu, "Ayo kita makan siang bersama", "Ayo kita pulang, saya antar dulu" dan sebagainya, itu yang jangan dilakukan. Saya juga tidak berkata kebalikannya, kalau kita menyadari, "Wah orang ini memiliki sesuatu yang saya memang sukai atau kagumi" kemudian kita tidak mau bertemu dan tidak mau bergaul dengan dia, itu juga tidak tepat. Menurut saya reaksi itu terlalu berlebihan, sebab kita hidup dalam dunia akan selalu bersinggungan dengan semua manusia, tidak mungkin kita akan membuang semua teman yang kita anggap kita senangi atau kita sukai itu, tidak, tapi jangan tambahkan kadar relasi itu.
GS : Tetapi dengan tidak sengaja Pak Paul, itu mungkin merupakan suatu siklus yang terus bertambah dengan kita terus bertemu, kita menemukan sesuatu lagi yang lebih menarik, makin kita senang lagi, ketemu lagi dan bertambah lagi. Mata rantai ini seharusnya diputus, Pak Paul?

PG : Maka yang penting adalah jangan menambahkannya. Jadi misalkan kita hanya bertemu dengan dia di tempat pekerjaan, ya sudah hanya di tempat pekerjaan dan kita tidak datang dengan sengaja ke antornya untuk ngobrol-ngobrol, kita tidak menambahkan waktu di telepon bicara dengan dia sehingga lebih panjang, jangan! Biasakan dan disiplinkan diri, seperti itu.

GS : Hal lain apa, Pak Paul?

PG : Yang kedua adalah kendati sukar, jagalah agar kita tidak menunjukkan apalagi mengungkapkan kesukaan atau kekaguman kita kepadanya. Kenapa? Kekaguman yang diungkapkan, acapkali diinterpretai sebagai undangan untuk masuk lebih dalam.

Kekaguman yang diungkapkan menuntut respons yang serupa misalnya bila kita mengatakan kepada seseorang kalau kita menyukai atau mengaguminya maka orang itu akan merasa berkewajiban untuk mengatakan hal yang sama tentang diri kita. Misalnya kita berkata, "Saya senang dengan kamu karena kamu orangnya sabar, kebapakan," awalnya sebelum kita mendengar perkataan seperti itu mungkin kita tidak berpikir apa-apa tapi karena kita mendengar pujian itu, maka mulailah berpikir-pikir tentang dirinya apa yang juga baik yang kita sukai dan sebagainya. Sehingga akhirnya karena kita sudah mendengar pujian dari dia, maka akhirnya kita merasa berkewajiban untuk mengutarakan kekaguman kita kepadanya. Misalnya kita berkata, "Kamu juga orangnya sabar, jarang ada perempuan seperti kamu sabar, bisa mengerti orang". Dan dari titik inilah relasi biasanya makin mendalam. Jadi jagalah diri dan lidah untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang dapat membuka peluang masuknya dosa.
GS : Itu seringkali kata-kata seperti itu pertamanya hanya sebagai pemanis mulut atau sebagai etiket atau basa-basi yang mengatakan misalnya, "Kamu baru potong rambut, bagus" hanya sekedarnya saja dan bukan mau menyenangkan hatinya tapi supaya kita itu dianggap baik dan sebagainya, lalu berkelanjutan, Pak Paul.

PG : Maka kita mesti jelas mengerti isi hati kita, kalau kita tahu kita mempunyai ketertarikan, janganlah ungkapkan atau katakan hal-hal seperti itu. Karena sekali lagi waktu kita mengatakan ha seperti itu, orang itu akan seolah-olah mendapatkan "undangan", "Masuklah ke dalam hati saya, hidup saya."

Kalau memang kebetulan orang itu juga mempunyai ketertarikan kepada kita, nah bagi dia itu 'kan kebetulan, jadi tambah dalam dan sebagainya. Maka berhati-hati, saya juga tidak mau memberikan kesan bahwa saya ini orang yang kaku dan kita harus hidup secara kaku seperti mesin, tidak! Ya alamiah. Misalkan kita melihat hari ini, orang ini berpakaian sangat baik dan kita berkata, "Kamu hari ini rapi sekali," itu tidak apa-apa tapi stop disitu dan kalau kita seperti itu terhadap seseorang, kita memang orangnya begitu terhadap semua orang. Jadi orang ini pun tidak bisa menginterpretasi "Dia pasti suka sama saya ini," karena dia akan mengingat, "Tidak! Dia mengatakan hal seperti itu kepada semua orang." Dan kita pun juga tidak menambahkan waktu pertemuan dan sebagainya dan yang terpenting adalah dia tidak melihat di mata kita bahwa kita menyukai dia. Orang yang menyukai itu akan tampak terutama lewat sorot matanya. Jadi kalau pihak satunya itu melihat dari sorot mata "Iya, orang ini bukan hanya memuji tapi mempunyai rasa suka terhadap saya." Berarti undangan itu disebarkan secara umum, terbuka, "Kamu itu sebetulnya orang yang saya sukai," dan itu menjadi bahaya sekali.
GS : Dan memang biasanya bahasa tubuh ini berbicara kebih keras dari pada kata-kata itu sendiri, Pak Paul?

PG : Betul. Seringkali kita mencoba membohongi diri berkata, "Tidak, hanya teman" dan sebagainya, tidak, kalau kita menyukai itu akan bisa nampak dari perbuatan, dari sorot mata dan bisa diliha oleh orang itu.

GS : Tapi kenapa Pak Paul, pada waktu dulu masih belum terikat dengan pernikahan. Kita itu melihat segi positif dari seseorang itu tapi setelah kita menikah itu justru kelihatan "Iya ini dulu sepertinya lebih baik dari pada istri saya," kan bisa seperti itu, Pak Paul?

PG : Kenapa seringkali terjadi seperti itu, karena memang di dalam pernikahan kita sekarang terikat, terbatasi tidak bisa tidak. Waktu kita merasakan kita terbatasi, kita terikat maka waktu kit melihat hal-hal yang kita sukai dari pasangan kita, tidak bisa tidak hati mulai berteriak mau mencari kelegaan.

Waktu kita melihat pada diri orang meskipun awalnya terlalu kita tidak sadari karena kita sekarang mencarinya maka kita akan melihatnya dengan lebih jelas. Contoh kita menikah misalnya dengan seorang suami yang luar biasa perhitungan, semua dihitung tidak ada kemurahan hati, kita sengsara sekali menikah dengan suami ini. Tapi kita sudah terikat dan tidak apa-apa, tapi hati ini terus berteriak, "hidup seperti ini hidup seperti pesuruh, seperti pekerja, uang dihitung, semua ditakar". Dan bertemu dengan seseorang yang tidak menghitung dan mungkin sekali orang ini juga bukan orang yang murah hati di dunia tapi karena kita membutuhkan kelegaan bersama orang yang tidak menghitung-hitung, waktu kita bertemu dengan orang ini benar-benar nyata kemurahan hatinya, kita jadi suka dengan orang itu. Jadi sekali lagi karena kita sudah mulai mencari sebetulnya, maka siapa yang mencari akan menemukannya di luar.
GS : Sekarang bagaimana Pak Paul, kalau bukan kita yang memberikan ungkapan kekaguman kepada seseorang tetapi kita menerima ungkapan kekaguman dari orang lain.

PG : Biasanya respon yang terbaik adalah selalu menghargai tanggapan seperti itu "Terima kasih", itu saja. Namun jangan merasa berkewajiban kita harus mengatakan lagi sesuatu yang positif atau ang baik tentang dirinya.

Karena kalau kita mulai mencari-cari hal yang baik tentang dirinya, kalau kebetulan dia juga menyukai kita kemudian kita memberikan kata itu lagi kepadanya berarti kita itu memberikan umpan.
GS : Berarti ada kiat yang lain yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Yang ketiga adalah jika kita menerima ungkapan atau pujian kekaguman, dengar, dengarlah jangan kita tolak dan ucapkanlah terima kasih tapi jangan merasa wajib mengungkapkan hal yang serupaitu kepadanya, jangan memanfaatkan ungkapan itu sebagai pintu masuk ke rumah hatinya.

Ingatlah prinsip ini, barangsiapa menyerobot tanah milik orang, tanah itu akan menjadi kutukan bagi dirinya. Jadi relasi yang dimulai dari dosa tidak akan membuahkan berkat sebaliknya ia akan menurunkan hukuman Tuhan atasnya, begitu banyak perselingkuhan terjadi atas dasar sungkan, sungkan menolak, sungkan melukai atau mengecewakan, sungkan terlihat tidak sopan, sungkan dilihat kurang berterimakasih dan sebagainya. Jadi awasilah diri untuk tidak terjebak ke dalam perangkap sungkan yang salah kaprah.
GS : Memang perasaan sungkan ini susah dihindari, apalagi kita sebagai orang-orang di Timur, kita itu merasa berhutang kepada seseorang yang telah memberikan terlebih dahulu kepada kita termasuk pujian, Pak Paul, sehingga kalau kita menerima pujian biasanya kita kembalikan lagi dalam bentuk pujian, Pak Paul.

PG : Maka kita mesti berhati-hati dengan hal-hal yang bersifat pemberian kepada diri kita. Dalam kasus misalnya rekan kerja, atasan atau bawahan mengapa sering terjadi perselingkuhan karena biaanya atasan itu baik, memperhatikan bawahan dan waktu si atasan mengajaknya pergi meskipun dalam hatinya dia tidak mau karena dia tidak mau terlibat dalam perselingkuhan, tapi karena sungkan telah menerima begitu banyak kebaikan akhirnya mengiyakan.

Akhirnya dalam perjalanan atau dalam pertemuan si atasan itu akhirnya menggenggam tangannya, dia sekali lagi sebetulnya tidak mau, mau melepaskan sungkan orang yang begitu baik, tapi saya sepertinya kurang santun atau kita berasionalisasi hanya menganggap kita sebagai adik, tidak apa-apa. Itulah salah satu sungkan yang salah kaprah dan memang mudah sekali dimanfaatkan oleh orang yang berada di posisi memberikan atau di posisi atas. Maka kita mesti menjaga diri terhadap pemberian-pemberian.
GS : Misalnya saja pada waktu ulang tahun, tadinya hanya ucapan selamat ulang tahun tapi kemudian ditambahkan sesuatu, ada hadiah kecil, ini makin lama akan makin mengikat karena masing-masing saling memberi. Yang satu sudah diberi merasa wajib memberikan lagi.

PG : Dan seringkali akhirnya makin dalam dan makin dalam, memberikan yang lebih pribadi atau lebih personal, terus begitu. Jadi kalau kita sudah mulai mendeteksi baik pada diri kita maupun padadiri orang itu, ada ketertarikan kita harus berani mengambil sikap menghentikannya, stop jangan menambahkan lagi.

GS : Itu kadang-kadang menjadi sesuatu yang menyakitkan dan banyak orang yang tidak mau menjalani itu karena ini menyakitkan karena sudah ada hubungan yang nyaman dianggap tidak apa-apa resikonya tidak tinggi tetapi kalau diputus itu menyakitkan, Pak Paul.

PG : Makanya kalau masih bisa dipertahankan, pertahankanlah tapi jangan ditambahkan. Tadi saya sudah singgung misalkan ini rekan kerja ya tetap bekerja biasa dan sebagainya namun misalnya orangini memberikan sesuatu atau yang lain maka dengan santun tolaklah.

Karena setiap pemberian yang kita terima itu akan mengikat kita.
GS : Dan yang berikutnya apa, Pak Paul?

PG : Yang berikut ingatlah bahwa setiap pertemanan bukanlah suatu pertemanan yang lengkap dan sempurna tidak ada orang yang mengerti diri kita sepenuhnya dan tidak ada orang yang cocok dengan kta seluruhnya.

Dengan berjalannya waktu semua akan tersingkap dan kita akan menemui hal-hal yang mengganggu dalam relasi. Itu sebabnya kunci kekuatan relasi bukan terletak pada kesempurnaan pasangan melainkan pada kesetiaan untuk mencoba dan mencoba lagi. Apa pun yang menjadi kesulitan kita, hadapilah dan cobalah bereskan jangan cepat mengangkat tangan dan berkata, "Saya sudah pernah mencobanya namun tidak berhasil," kadang kita harus mencoba bertahun-tahun sebelum melihat hasilnya. Kita mesti mengingat bahwa setiap relasi pada awalnya merupakan fatamorgana, pada akhirnya kitalah yang mesti menggali sumber air itu sebelum kita meminum darinya.
GS : Jadi di dalam pengertian ini, Pak Paul, apa yang mesti kita lakukan?

PG : Yang pertama adalah hadapi jangan lari, jangan keluar, jangan cari orang, jangan keluar, jangan cari yang lain. Bereskan masalah, memang kita itu akan terluka, kecewa dan lain-lain, tapi breskan.

Dua belah pihak harus punya tekad kami harus bisa membereskan pernikahan kami, kalau kita sudah punya tekad seperti itu maka kita lebih bisa menjaganya. Kadang-kadang tadi saya sudah singgung kita ini seperti mengharapkan dan melihat adanya fatamorgana, tidak ya. Apa pun yang nanti kita akan petik itu yang akan kita tanam terlebih dahulu. Tidak ada pernikahan yang tiba-tiba menjadi sangat baik, semua harus dilakukan dengan susah payah, dengan keringat, dengan tangisan tapi justru lewat itulah kita nanti akan menuai sebuah relasi yang indah.
GS : Pak Paul, seandainya kita mau menyelesaikan hubungan ini dengan orang yang bukan suami atau istri kita padahal dari pihak yang sana tidak mau karena dia sudah menikmati hubungan ini dan mau melanjutkan, ini bagaimana ?

PG : Di sini memang diperlukan ketegaran hati, Pak Gunawan, bahwa kita harus mengecewakan hati orang. Tapi sekali lagi kalau kita boleh undur ke belakang, kalau sampai orang itu tidak mau melepskan relasinya itu berarti memang kitanya pun sudah kebablasan karena kalau tidak kebablasan, dia juga tidak bisa menikmati relasinya seperti itu juga.

Jadi akhirnya saya simpulkan, Pak Gunawan, kalau orang itu terlibat dalam relasi di luar pernikahan itu memang seringkali kesalahan dua belah pihak. Jarang kesalahan satu pihak, sebab pihak yang satunya juga memberikan angin, membukakan pintu, menyilakan orang masuk. Tapi kalau dari awalnya kita bersikap jelas, kita hanya berteman, bergurau, tidak apa-apa, tapi stop sampai di situ, kita tidak nyerempet-nyerempet, kalau bicara tidak memancing-mancing ke arah itu, tidak kita bicara hitam hitam kalau putih ya putih jadi jelas bersahabat seperti biasa. Orang juga akan tahu bahwa dia tidak bisa masuk karena pintu tidak dibukakan. Maka saya berkata pada awalnya kita berjaga-jaga tidak membukakan pintu, tapi kalau seandainya kita sudah terlanjur kebablasan membukakan pintu sehingga sudah terjadi sebuah relasi yang mendalam dan kita sadar kalau kita salah, maka kita berhenti dan kita harus berkata sudah stop di sini tidak bisa berlanjut lagi. Dan kalau memang sudah sejauh itu, maka mundurnya juga harus lebih jauh, bukan hanya balik seperti biasa, hampir tidak mungkin memang,, harus mundur sejauh mungkin sehingga tidak ada relasi sedekat itu.
GS : Berarti di dalam pergaulan kalau kita sudah menikah, yang relatif lebih aman itu bagaimana Pak Paul dengan rekan-rekan sepergaulan kita?

PG : Yang pertama biasakanlah untuk bercerita dengan pasangan kita apalagi kalau kita misalkan harus pergi dengan rekan wanita meskipun tidak berdua selalu misalkan dengan lawan jenis, selalula ceritakan dengan pasangan kita sehingga pasangan kita itu tahu dengan siapa.

Tapi yang paling penting adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban, pasangan kita mungkin berkata, "Saya tidak perlu tahu," dan sebagainya, tapi katakan saja karena ini sebagai bentuk pertanggungjawaban sehingga saya selalu menjaga diri saya, kalau tidak saya akan hidup sembarangan. Kita mesti sadar satu hal, Pak Gunawan, kita pun dulu tertarik dengan pasangan kita gara-gara kita bergaul akrab dengan pasangan kita, menghabiskan waktu bersamanya. Jadi kalau itu bisa terjadi kepada kita dengan pasangan kita dulu, berarti itu bisa lagi terjadi sekarang kita dan orang lain. Dengan perkataan lain, kalau berlawanan jenis kemudian menghabiskan waktu yang lama bercerita yang dalam-dalam itu berarti tinggal tunggu tanggal main maka akan muncul ketertarikan. Jadi kita tidak boleh naif atau menaifkan diri atau membukakan diri dan berkata "Tidak, tidak mungkin". Itu mungkin dan akan terjadi, itulah hukum alam kalau kita bergaul akrab dengannyalah kita lebih berkemungkinan untuk menjalin hubungan yang romantis.
GS : Misalkan kita pergi bersama-sama dalam satu rombongan, apakah itu tidak akan menjamin terjadi hubungan yang seperti itu, Pak Paul?

PG : Kalau kita hanya pergi bersama-sama setelah itu sudah meskipun ada ketertarikan kita tidak menghubunginya dan sebagainya, lama-kelamaan perasaan itu pun akan pudar. Mungkin saja itu munculketertarikan sekali lagi kita mungkin saja mempunyai ketertarikan yang kita sukai namun kalau tidak dipupuk, lama kelamaan ketertarikan ini juga akan layu.

GS : Jadi dari seringnya tingkat kita berjumpa dan berinteraksi ini menimbulkan perasaan-perasaan yang membuat kita terikat dengan pihak lain, Pak Paul?

PG : Betul. Pokoknya prinsipnya keakraban itu merupakan pendahulu munculnya ketertarikan. Jadi itu yang kita mesti kita jaga.

GS : Pak Paul, di dalam hal ini apakah yang Firman Tuhan katakan?

PG : Amsal 13:21 "Orang berdosa dikejar oleh malapetaka, tetapi Ia membalas orang benar dengan kebahagiaan. Hiduplah benar, jadilah orang benar di hadapan Tuhan, maka Tuhan akan memberikan kepaa kita upah balasan yaitu kebahagiaan, tapi orang yang main dengan dosa, Tuhan berkata dia akan dikejar malapetaka.

Bukan saja dia akan bertabrakan dengan malapetaka tapi dia juga akan dikejar-kejar oleh malapetaka berarti hukuman Tuhan akan mengikutinya. Maka pilihan terbuka mana yang akan kita pilih, saya berharap kita semua memilih hidup benar dan Tuhan akan membalas kebahagiaan.

GS : Memang ini akan menjadi tantangan terbesar di dalam hidup pernikahan ini karena sekarang ini berinteraksi dengan orang lain itu sangat mudah, dikatakan kita bisa SMS, email dan macam-macam cara itu yang bisa mempermudah kita berhubungan dengan meraka dan membangun relasi dan ini menjadi sesuatu yang berat yang dihadapi suami istri. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Saya percaya akan sangat menolong para pendengar kita, banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pergaulan Sesudah Pernikahan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Setelah menikah, relasi dalam pergaulan haruslah mengalami perubahan. Pasangan yang tidak bersedia berubah akan menabur benih ketidaksetiaan. Kita harus mengingat bahwa bukankah pada awalnya kita pun tertarik dan jatuh cinta dengan pasangan oleh karena kita bergaul akrab dengannya. Ini adalah hukum alam: dengan siapa kita bergaul akrab, dengannya terbuka lebar kemungkinan untuk tertarik dan jatuh cinta. Itu sebabnya kita mesti mengawasi dan membatasi pergaulan setelah menikah. Berikut akan dibahas beberapa nasihat untuk membatasi pergaulan.

  1. (a) Terimalah fakta bahwa di luar pasangan, akan ada orang yang memiliki karakteristik yang kita sukai dan kagumi. Adakalanya karakteristik itu juga dimiliki pasangan sendiri namun kadang, tidak. Sudah tentu kita akan senang melihat-apalagi bila dapat menikmati-karakteristik yang disukai itu. Kita tidak perlu menjauh atau ketakutan ketika merasakan semua ini namun sebaliknya, kita mesti menjaga diri agar tidak mendekati atau menambah kedekatan dengan orang ini. Apa yang sudah ada, pertahankan dan jangan ditambahkan.
  2. (b) Kendati sukar, jagalah agar kita tidak menunjukkan-apalagi mengungkapkan-kesukaan atau kekaguman kita kepadanya. Kekaguman yang diungkapkan acap kali diinterpretasi sebagai undangan untuk masuk lebih dalam, atau setidaknya kekaguman yang diungkapkan menuntut respons yang serupa. Bila kita mengatakan kepada seseorang bahwa kita menyukai atau mengaguminya, maka orang itu akan merasa berkewajiban untuk mengatakan hal yang sama tentang diri kita. Dari titik inilah relasi biasanya makin mendalam. Jadi, jagalah diri dan lidah untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang dapat membuka peluang masuknya dosa.
  3. (c) Jika kitalah yang menerima ungkapan atau pujian kekaguman, dengarlah dan ucapkanlah terima kasih namun janganlah merasa wajib untuk mengungkap hal yang serupa kepadanya. Dan janganlah memanfaatkan ungkapan itu sebagai pintu masuk ke rumah hatinya. Ingatlah, barangsiapa menyerobot tanah milik orang, tanah itu akan menjadi kutukan baginya. Jadi, relasi yang dimulai dalam dosa, tidak akan membuahkan berkat, sebaliknya ia akan menurunkan hukuman Tuhan atasnya. Begitu banyak perselingkuhan terjadi atas dasar sungkan-sungkan menolak, sungkan melukai atau mengecewakan, sungkan terlihat tidak sopan, sungkan dilihat kurang berterima kasih, dan sebagainya. Jadi, awasilah diri untuk tidak terjebak ke dalam perangkap sungkan yang salah kaprah.
  4. (d) Ingatlah setiap pertemanan bukanlah pertemanan yang lengkap dan sempurna. Tidak ada orang yang dapat mengerti diri kita sepenuhnya dan tidak ada orang yang cocok dengan kita seluruhnya. Dengan berjalannya waktu, semua akan tersingkap dan kita pun akan menemui hal-hal yang mengganggu dalam relasi. Itu sebabnya kunci kekuatan relasi bukan terletak pada kesempurnaan pasangan melainkan pada kesediaan untuk mencoba dan mencoba lagi. Apa pun yang menjadi kesulitan kita, hadapilah dan cobalah bereskan, jangan cepat mengangkat tangan dan berkata, "Saya sudah pernah mencobanya namun tidak berhasil." Kadang kita harus mencoba bertahun-tahun sebelum melihat hasilnya. Kita mesti mengingat bahwa setiap relasi pada awalnya merupakan sebuah fatamorgana; pada akhirnya kitalah yang mesti menggali sumber air itu, sebelum kita bisa meminum darinya.

Firman Tuhan
"Orang berdosa dikejar malapetaka, tetapi Ia membalas orang benar dengan kebahagiaan." Amsal 13:21


Questions: