BETA
Kebohongan Tentang Akibat
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 7339

"Kalau saya berkata begitu, ya harus begitu!" Telah berapa kali kita mendengar kata-kata seperti itu dalam hidup kita? Mungkin orang tua atau guru-guru Anda juga berkata seperti itu untuk menjawab kegigihan Anda bertanya mengapa, karena mereka tidak ingin kehilangan banyak waktu untuk menjelaskannya, atau mungkin karena mereka mengetahui Anda tidak akan melihat hikmat yang terkandung di dalam jawabannya. Dalam banyak kasus, mungkin Anda mendapat kesan bahwa mereka berusaha melarang Anda, bukannya menolong.

Kadang-kadang pernyataan-pernyataan dalam Alkitab tampaknya lebih mendamaikan dan membuang larangan yang tidak perlu. Namun seperti yang kita lihat, Alkitab jauh lebih banyak memberi keterangan daripada sekadar jawaban seperti "pokoknya begitu." Kebenaran-kebenaran di dalam Alkitab dapat melindungi kita dari akibat-akibat yang merusak karena memercayai kebohongan-kebohongan itu.

Kebohongan-kebohongan
  • "Hubungan seksual di antara dua orang dewasa atas dasar suka sama suka tidak akan merugikan siapa pun."
  • "Penyelewengan dapat menolong, bukannya menghancurkan pernikahan."
  • "Perilaku seksual saya tidak berakibat apa pun terhadap hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan."
  • "Saya tidak ingin terlalu jauh."
  • "Saya tidak dapat menghindari hubungan ini ketika saya menginginkannya."
  • "Saya tidak pernah terjebak."
  • "Allah Maha Pengampun dan Dia mengerti, karena itu Dia tidak akan menghukum saya karena cara hidup saya."

Apa akibat sesungguhnya dari keinginan seksual yang menyimpang? Rasul Paulus menunjuk dua akibat utama dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika. Ia menulis, "... dan supaya dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya. Karena Tuhan adalah pembalas dari semuanya ini, seperti yang telah kami katakan dan tegaskan dahulu kepadamu." (1 Tesalonika 4:6) Ayat ini memberi kita dua alasan kuat untuk menghindari semua bentuk perilaku seksual yang tidak bermoral: percabulan menimbulkan korban dan percabulan mengundang murka Allah.

Mari kita bahas bagaimana kedua hal ini akan memengaruhi kita, sesama, dan Allah.

  1. Percabulan menimbulkan korban. Orang-orang yang terlibat -- walaupun mereka tidak dipaksa -- adalah para korban. Mereka telah disalahkan, dimanfaatkan, disalahgunakan, ditipu, dan dirampok.
  2. Sebagai contoh, pasangan yang telah terikat dalam hubungan seksual pranikah, saling merampok keperawanan dan hati nurani yang murni. Mereka kehilangan sukacita dalam mempersembahkan masa depan pernikahan mereka sebagai hadiah keintiman yang amat berharga kepada pasangannya, seperti maksud semula disediakannya hal itu dalam pernikahan.

    Seseorang yang memutuskan untuk menyeleweng tidak hanya bersalah kepada pasangan seksualnya, tetapi juga kepada istri atau suami dan keluarganya. Berlawanan dengan mitos bahwa hubungan gelap akan memperkuat pernikahan, penyelewengan tidak berdampak apa pun selain menggerogoti kepercayaan dan keintiman.

    Seorang pria yang melihat orang lain dengan pandangan porno, bersalah kepada sesamanya karena melihat mereka sebagai objek pemuas nafsu seks, bukan sebagai manusia yang berharga di hadapan Allah. Nilai-nilai seksualnya dengan jelas mendukung sikap penyalahgunaan wanita. Jika ia menikah, ia akan mengabaikan pengalaman kepuasan seks pasangan dan dirinya sendiri karena membandingkannya dengan kecantikan yang nyaris sempurna yang terdapat dalam video dan majalah. Jika ia tidak menikah, ia akan memenuhi pikirannya dengan nafsu yang memaksanya memperlakukan wanita teman kencannya secara salah.

    Seseorang yang menggabungkan fantasi dengan dorongan untuk masturbasi terus-menerus, menyingkirkan hati nuraninya yang murni, gagal menerima dunia yang nyata, dan mengurangi kenikmatan seks yang sebenarnya.

    Seorang pria atau wanita yang mendorong orang lain terlibat dalam homoseksual, ikut andil dalam melahirkan rasa bersalah, memperkuat belitan terhadap kesenangan seksual yang tak wajar, dan mendukung gaya hidup yang bertentangan dengan rancangan Allah bagi pria dan wanita.

    Amsal 5-7 menggambarkan beberapa akibat percabulan yang menimbulkan korban. Perilaku itu mengakibatkan kematian (Amsal 5:5), kehilangan rasa hormat (ayat 9), penyesalan (ayat 11-13), kesetiaan yang salah tempat (ayat 15-20), dan mengurangi nilai seseorang sampai menjadi seperti sepotong roti (Amsal 6:26).

    Sebagai contoh, dosa raja Daud dengan Batsyeba menjatuhkan beberapa korban: Daud sendiri terperangkap rasa bersalahnya; Batsyeba dipisahkan dari suaminya; Uria, suami Batsyeba, dibunuh berdasarkan perintah Daud; sang bayi, meninggal; dan Allah, dihina melalui peristiwa ini seperti berhala (2 Samuel 11 dan 12).

  3. Percabulan mendatangkan murka Allah. Seks yang tidak pada tempatnya bukan hanya menimbulkan korban, tetapi juga menghina Allah. Dinyatakan dalam 1 Tesalonika 4:6 bahwa "Allah adalah pembalas" bagi orang-orang yang menjadi korban percabulan.
  4. Allah tidak mengampuni dosa kita sambil "menutup mata". Dia melihat dengan jelas kerusakan pada diri kita dan orang lain. Karena kita akan menuai apa yang kita tabur, tak seorang pun akan lolos. Galatia 6:7 menyatakan, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." Kita dapat meyakini bahwa baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang, penghakiman Allah akan dilaksanakan dengan sempurna, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Bagaimana Allah bersikap terhadap orang-orang yang telah melakukan percabulan? Dari Alkitab dan pengalaman sehari-hari kita melihat beberapa cara yang mungkin dipakai Allah untuk melaksanakan penghakiman-Nya:

  • memakai rasa bersalah dalam hati nurani
  • kenangan-kenangan pahit
  • penularan penyakit seksual
  • kematian
  • pemenjaraan pelaku tindak kriminal seksual
  • kehilangan sahabat dan keluarga
  • kehilangan kesempatan menjadi rekan sekerja Allah dalam pelayanan
  • kehilangan "mahkota" di surga

Sebagai akibat dosanya dengan Batsyeba, bahkan sesudah Allah mengampuni Daud ketika ia bertobat, penghakiman tetap dilaksanakan (2 Samuel 11 dan 12). Allah mengatakan bahwa selama Daud memerintah, bangsa itu akan selalu berperang, keluarganya akan melawan, istrinya akan diambil dan dinodai, dan anak yang dilahirkan karena percabulan itu akan mati (2 Samuel 12:9-14). Hal ini tidak berarti bahwa inilah satu-satunya cara Allah menghakimi percabulan; tetapi dalam kasus Daud, barangkali karena peran kepemimpinannya, Tuhan memakai tindakan ini.

Dalam Kejadian 39 kita membaca kisah tentang seorang muda, bernama Yusuf yang menolak godaan seksual karena ia lebih takut kepada Allah dan akibat tindakannya yang tidak menyukakan Allah, daripada takutnya kepada manusia. Ketika istri Potifar mencoba menggodanya, Yusuf berkata, "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (Kejadian 39:9). Singkatnya, hidup Yusuf kemudian menjadi susah karena istri Potifar marah dan menyebabkan ia dipenjara dengan tuduhan percobaan pemerkosaan. Namun Yusuf memiliki hati nurani yang murni dan mengalami berkat Allah dalam penjara dan kemudian dibebaskan (Kejadian 39-50).

Kebanyakan kita pasti mengingat kisah Sodom dan Gomora, dua kota yang penduduknya terkenal karena percabulan. Allah menghancurkan mereka dengan api (Kejadian 19).

Rasul Paulus berbicara tentang melatih dan menguasai tubuh, agar layak dalam pelayanan iman (1 Korintus 9:27). Dan ia menulis kepada Timotius bahwa seseorang yang ingin dipakai Allah harus disucikan (2 Timotius 2:21).

Penulis surat Ibrani mengungkapkan bahwa Allah mengganjar anak-anak-Nya (Ibrani 12:1-11). Kita dapat meyakini bahwa bila kita jatuh ke dalam dosa, Dia akan menghadapkan kita dengan kesia-siaan dari hal itu.

Mengapa Allah menginginkan Anda dan saya hidup suci? Di bawah ini dipaparkan sebagian daftarnya, termasuk beberapa hal yang telah diungkapkan di atas. Dapatkah Anda memikirkan alasan-alasan lain?

  • memuliakan Allah
  • menyenangkan Allah
  • menolong dan bukan melukai orang lain
  • menghormati istri/suami kita
  • melindungi gereja
  • menjaga agar kita tidak menjadi korban
  • mencerminkan kebaikan Allah
  • menunjukkan pengertian yang tepat mengenai dosa
  • menjaga kita agar tetap berguna dalam pelayanan-Nya
  • melindungi kebahagiaan masa depan kita

Semua yang diungkapkan kepada kita merupakan peraturan Allah yang ditetapkan untuk kebaikan kita. Batasan-batasan dari Allah memperlihatkan kasih-Nya kepada kita, dan menolong kita menunjukkan kasih kepada orang lain. Pada porsi yang benar, seks akan mendatangkan sukacita. Apabila salah, akan mendatangkan kepahitan.

Diambil dari:
Judul asli buku: How Can We Resist the Lure of Sexual Sin?
Judul buku terjemahan: Seri Mutiara Iman: Bagaimana Mengatasi Godaan Dosa Seksual?
Judul bab: Kebohongan yang Kita Percayai Tentang Seks
Penulis: Kurt De Haan
Penerjemah: Dra. Mariani Santoso
Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 1996
Halaman: 13 -- 18