Bagaimana Kita Menegur Saudara Seiman Kita?
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 7154
Kita tahu apa maksud dari menegur saudara seiman kita dan siapa saja yang sebaiknya kita tegur. Akan tetapi, masih ada hal utama yang harus dipertimbangkan. Bagaimana dan dengan cara yang seperti apa, kita harus menegur mereka?
Memang benar bahwa ada kesulitan besar dalam melaksanakan hal ini dengan cara yang benar: Meskipun, pada saat yang bersamaan, hal ini jauh lebih mudah bagi beberapa orang. Mereka adalah orang-orang yang secara khusus mampu melakukannya, entah karena bakat alami, latihan, atau kasih karunia. Mereka tidak dihalangi baik oleh rasa sungkan yang salah maupun beban yang mengganggu pikiran, yaitu takut akan manusia. Mereka siap untuk melakukan pelayanan kasih ini dan terampil dalam melaksanakannya. Meski demikian, bagi orang-orang itu, hal ini bukanlah salib; mereka memunyai semacam kecintaan akan hal itu, dan kepuasan di dalamnya, yang muncul dari kesadaran karena telah melaksanakan tugas mereka. Namun, kalau pun kita menganggapnya sebagai salib, lebih kurang, kita tahu bahwa demikianlah kita dipanggil. Dan kalau pun kesulitan itu terlalu besar bagi kita, kita tahu kepada siapa kita percaya; Dia pasti akan menggenapi perkataan-Nya, "...selama umurmu kiranya kekuatanmu." (Ulangan 33:25)
Lalu, dengan cara apa kita sebaiknya menegur saudara seiman kita, sehingga teguran kita berdampak?
Pertama, marilah kita berhati-hati bahwa apa pun yang kita lakukan sebaiknya dilakukan di dalam "motivasi kasih", di dalam roh pelayanan yang tulus kepada orang lain sebagai sesama anak-anak Bapa, dan sesama manusia yang bagi mereka Kristus mengurbankan diri-Nya, sebab orang itu mungkin juga pewaris keselamatan. Lalu, oleh karena kasih karunia Allah, kasih akan menimbulkan kasih. Kasih dari orang yang berbicara akan menyebar ke dalam hati pendengarnya; dan Anda akan menyaksikan, pada waktunya, bahwa jerih payah Anda tidak sia-sia di dalam Tuhan.
Sementara itu, Anda harus sangat berhati-hati bahwa Anda berbicara di dalam roh kerendahan hati. Waspadalah untuk tidak menganggap diri Anda lebih tinggi daripada yang seharusnya. Jika Anda menganggap diri terlalu tinggi, Anda sulit menghindar dari sikap meremehkan saudara seiman Anda. Dan jika Anda menunjukkan, atau bahkan merasa, sedikit meremehkan orang-orang yang Anda tegur, hal ini akan menghancurkan seluruh pekerjaan Anda, dan mengakibatkan Anda kehilangan semua jerih payah Anda. Untuk mencegah munculnya sikap tinggi hati, sering kali kita perlu bersikap eksplisit di awal, untuk menyangkal semua keistimewaan Anda di hadapan orang itu; dan tepat ketika Anda menegur apa yang salah, akuilah dan bersyukurlah kepada Allah atas hal-hal baik yang ada pada orang itu.
Yang harus Anda perhatikan di urutan ketiga adalah berbicaralah di dalam roh kelemahlembutan dan kerendahan hati. Yakobus meyakinkan kita "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1:25) Amarah, meskipun dihias dengan nama gairah, menimbulkan amarah, bukan kasih ataupun kekudusan. Oleh sebab itu, kita harus menghindari kemunculannya dengan sangat berhati-hati. Janganlah ada isyarat akan hal itu, baik di kedua mata, bahasa tubuh, atau nada bicara kita. Akan tetapi, biarkan semuanya itu bersama-sama mewujudkan roh penuh kasih, rendah hati, dan tidak memihak.
Namun, sepanjang waktu, ingatlah bahwa Anda tidak mengandalkan diri Anda. Jangan menaruh keyakinan kepada kebijaksanaan Anda, cara bicara Anda, atau apa pun kemampuan Anda. Untuk keberhasilan dari semua yang Anda katakan atau lakukan, jangan memegahkan diri, namun bermegahlah dalam Sang Pencipta Agung semua hal yang baik dan sempurna. Oleh sebab itu, sewaktu Anda berbicara, teruslah mengangkat hati Anda kepada-Nya yang bekerja dalam segala hal. Apa pun yang dikatakan lewat doa, tidak akan berakhir sia-sia.
Sebagaimana juga tentang roh yang di dalamnya Anda seharusnya berbicara ketika menegur orang lain, sekarang saya beralih ke sikap lahiriah. Telah sering didapati bahwa mengawali sebuah teguran dengan suatu pernyataan yang terus terang mengakibatkan apa yang telah dikatakan terbenam jauh ke dalam hati. Hal ini biasanya akan memunyai dampak yang jauh lebih baik daripada alat modern yang hebat -- sanjungan, yang sering dipakai orang-orang dunia untuk melakukan hal-hal menakjubkan. Namun hal yang sama itu jauh lebih sering dan lebih banyak dipengaruhi oleh pernyataan kasih yang tidak memihak, yang datar dan sederhana. Ketika Anda merasa Allah telah mengobarkan api di dalam hati Anda, jangan menyembunyikannya; berikan ruang sepenuhnya! Api itu akan menyambar seperti petir. Orang-orang yang keras kepala dan berkeras hati akan luluh di hadapan Anda, dan mengetahui kebenaran bahwa Allah beserta Anda.
Meskipun sudah pasti bahwa prinsip utama untuk menegur adalah melakukannya dengan motivasi yang benar, namun harus juga disadari ada beberapa kondisi yang berkaitan dengan sikap lahiriah yang harus dilakukan dan sebaiknya tidak diabaikan. Salah satunya, kapan pun Anda menegur, lakukanlah hal itu dengan kesungguhan, sehingga ketika Anda benar-benar mengatakannya secara sungguh-sungguh, Anda juga terlihat demikian. Sebuah teguran yang jenaka hanya membuat sedikit kesan, dan segera dilupakan; selain itu, hal tersebut sering kali menyakitkan, seolah-olah Anda menertawakan orang yang Anda tegur. Dan memang benar, orang-orang yang tidak terbiasa membuat gurauan, tidak bisa menangkap dengan baik jika diajak bergurau. Salah satu cara untuk memberi atmosfer serius terhadap apa yang Anda katakan adalah dengan menggunakan ayat-ayat firman Tuhan. Cukup sering kita mendapati firman Allah, bahkan dalam sebuah percakapan pribadi, yang memunyai kuasa ajaib; sedangkan bagi orang berdosa, ketika dia tidak mengharapkannya, merasakan Firman itu "lebih tajam daripada pedang bermata dua".
Namun ada beberapa pengecualian terhadap aturan umum dalam memberikan teguran secara serius ini. Ada beberapa kasus lepas, sebagaimana yang diamati ahli sifat manusia, "Ridiculum acri fortius" -- artinya sedikit senda gurau cerdas yang diungkapkan dengan tepat akan menusuk lebih dalam daripada sebuah perdebatan sengit. Namun, hal ini utamanya diterapkan ketika kita harus berhubungan dengan orang-orang yang asing dengan agama. Ketika kita bersedia memberi teguran yang jenaka kepada orang semacam ini, tampaknya kita diizinkan untuk melakukannya oleh nasihat Salomo, "Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak." (Amsal 26:5)
Dalam beberapa hal, bentuk teguran mungkin berbeda-beda sesuai kebutuhan. Terkadang Anda mungkin merasa tepat untuk menggunakan banyak kata, untuk mengungkapkan pikiran Anda secara luas. Di lain kesempatan, Anda mungkin menilai lebih bijaksana untuk menggunakan sedikit kata, mungkin sebuah kalimat tunggal. Di kesempatan berbeda, Anda mungkin disarankan untuk tidak menggunakan sepatah kata pun, melainkan bahasa tubuh, desahan napas, atau tatapan mata, khususnya ketika orang yang akan Anda tegur jauh lebih tinggi posisinya daripada posisi Anda. Dan sering kali, jenis teguran sunyi ini akan disertai oleh kuasa Allah, dan sebagai akibatnya, memunyai dampak yang jauh lebih baik daripada sebuah percakapan yang panjang dan dibuat-buat.
Sekali lagi, ingatlah kata-kata Salomo, "alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!" (Amsal 15:23b) Memang benar, jika Anda secara khusus terpanggil untuk menegur siapa saja yang kemungkinan besar tidak akan Anda temui lagi, Anda harus merebut kesempatan saat itu juga, dan berbicara "tanpa peduli saat itu waktu yang tepat atau tidak". Namun terhadap orang-orang yang kemungkinan sering Anda temui, Anda harus menunggu untuk kesempatan yang baik. Berikut adalah nasihat Horatius, seorang penyair. Anda bisa berkata "Si validus, si laetus erit, si denique poscet" -- jika orang itu memiliki selera humor atau dia menanyakan hal itu kepada Anda. Anda juga bisa menerapkan "Mollia tempora fandi" (menggunakan kalimat yang tepat di saat yang tepat) -- jika pikirannya sedang tenang. Allah akan mengajar Anda cara berbicara dan memberkati apa yang telah Anda ucapkan.
Izinkan saya melindungi Anda dari satu kesalahan. Perhatikanlah pepatah yang tak terbantahkan berikut ini, "Jangan berusaha untuk menegur seseorang sewaktu dia sedang mabuk." Teguran akan diabaikan dan tidak bisa memberi dampak baik. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Saya tidak melihat sedikit contoh nyata tentang hal itu. Ambil contoh beberapa tahun yang lalu, saya melewati seorang pria di Moorfields yang sangat mabuk, sehingga dia sukar berdiri. Saya menaruh selembar kertas di tangannya, dia melihatnya dan berkata, "Sebuah Pesan -- sebuah pesan untuk seorang pemabuk,... itu adalah saya..., Pak! Pak! Saya bersalah..., saya tahu saya bersalah. Tolonglah, biarkan saya berbicara sebentar dengan Anda." Pria itu memegang tangan saya selama setengah jam, dan saya yakin dia sudah sadar.
Saya memohon kepadamu, saudara-saudara, oleh karena kasih karunia Allah, jangan merendahkan pemabuk yang malang! Kasihanilah mereka! Dekatilah mereka kapan pun juga! Jangan sampai rasa malu atau rasa takut akan manusia, mencegah Anda menarik kelompok ini dari api penghukuman. Banyak di antara mereka yang menyalahkan diri: mereka bukannya tidak mengerti atau memahami perangkap setan yang mereka masuki; namun mereka putus asa; mereka tak punya harapan untuk keluar dari situasi itu, dan mereka terbenam semakin dalam karena tak seorang pun memunyai harapan bagi mereka! "Saya sering mendengar para pendosa dari berbagai macam dosa bertobat kepada Allah," kata seorang pendeta tua yang disegani, "namun saya belum pernah tahu bahwa ada seorang pemabuk yang bertobat." Tetapi saya tahu bahwa ada lima ratus, mungkin lima ribu pemabuk yang bertobat. Apakah Anda seorang pemabuk? Maka dengarlah perkataan Tuhan! Saya memiliki sebuah pesan dari Allah kepadamu, wahai orang-orang berdosa! Maka Tuhan berkata, jangan membuang harapanmu. Aku tak pernah melupakanmu. Orang yang memberitahumu bahwa tidak ada harapan adalah pembohong sejak mulanya. Lihatlah! Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia! Hari ini keselamatan datang bagi jiwamu, hanya jangan meremehkan Dia yang berbicara! "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." (Matius 9:2c)
Yang terakhir, Anda yang rajin dalam pelayanan kasih ini janganlah merasa patah semangat jika Anda tidak melihat buah pelayanan Anda saat ini, meskipun Anda telah melakukan upaya yang terbaik. Anda membutuhkan kesabaran, "setelah Anda melakukan kehendak Allah" maka tuaian akan datang. "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9) Tirulah Abraham, yang walaupun tidak ada harapan, tetap memegang harapan itu. "Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu." (Pengkhotbah 11:1) (t/Dicky)
Diterjemahkan dari: