BETA
Tragedi Pada Anak 1
Sumber: telaga
Id Topik: 613

Abstrak:

Tragedi bisa menimpa siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak, dan kalau menimpa anak-anak maka dampak yang dialami ialah kehilangan, kesedihan dan kebingungan. Apa reaksi kita sebagai orang dewasa mengenai hal ini?

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tragedi pada Anak." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, memang tragedi bisa menimpa siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak tetapi kali ini kita akan membicarakan tentang Tragedi pada Anak. Kita tidak bisa memperhitungkan bagaimana dampaknya kalau tragedi itu dialami oleh seorang anak. Misalnya saja ada temannya atau bahkan saudaranya meninggal secara tragis, entah karena kecelakaan, entah karena bencana alam atau bahkan karena bunuh diri, dan ini bagaimana Pak Paul?

PG : Waktu tragedi itu menimpa kepada anak, maka reaksi kita terhadap tragedi itu memang berbeda, dibandingkan kalau tragedi itu menimpa pada seorang dewasa. Waktu seorang anak misalkan mengalai kematian yang tragis baik itu karena bencana alam, karena kecelakaan atau karena dibunuh dan sebagainya, dan kita tahu juga bahkan ada yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri.

Maka reaksi kita biasanya menjadi sebuah reaksi yang sangat-sangat pribadi dan dalam. Sebetulnya sukar untuk melukiskan apa yang kita rasakan tatkala kita mendengar tragedi seperti itu terjadi, mungkin ada rasa duka bercampur dengan kasih, marah, dan semuanya bersamaan kita rasakan, rasanya kita juga ingin menangis, kita ingin menghibur sekaligus memeluk anak tersebut, kita tidak rela melepaskan si anak yang akhirnya harus kehilangan nyawanya. Inilah reaksi yang berbeda, dibandingkan kalau tragedi itu menyangkut orang dewasa. Jadi reaksi yang ingin melindungi, memerisai, memeluk si anak supaya dia tidak mengalami tragedi seperti itu. Sedangkan pada orang dewasa, reaksinya tidaklah sekuat itu.
GS : Dampak utamanya kepada anak-anak yang ada di sekelilingnya, atau terhadap kita yang sudah dewasa ini, Pak Paul?

PG : Sebetulnya dua-duanya, Pak Gunawan. Pada orang dewasa, akan mengalami dampak yang sudah saya singgung. Pada anak-anak berdampak selain kehilangan dan kesedihan adalah kebingungan. Jadi ana-anak belum siap untuk menerima fakta kehidupan yang memilukan ini, bahwa seorang temannya bisa pergi meninggalkan mereka, bisa meninggal dunia.

Saya kira ini wajar dan bisa dimengerti oleh kita orang dewasa, anak-anak masih kecil jadi mereka belum terekspos dengan kematian apalagi kematian sesama teman. Mungkin anak-anak yang sudah agak besar pernah mendengar kematian kakek atau nenek, tapi kematian teman yang masih sebaya, yang masih belia itu biasanya adalah sebuah pengalaman yang relatif langka dalam kehidupan mereka. Dan yang kedua mereka juga belum mengerti dengan kematian tapi buat mereka kematian itu adalah sesuatu yang sangat jauh nun disana, sesuatu yang buat mereka tidak mungkin terjadi pada usia-usia ini. Jadi sewaktu kematian itu merenggut kehidupan seorang temannya, biasanya selain merasa kehilangan dan sedih juga merasakan kebingungan, ketidak mengertian dan ini yang biasanya membedakan reaksi anak dan reaksi orang dewasa. Reaksi orang dewasa sedih dan sebagainya, tapi umumnya tidak lagi mengalami kebingungan seperti itu karena kita mengerti inilah hidup, hidup ini penuh dengan ketidakpastian dan kejutan. Tapi buat si anak, mereka sangat-sangat bingung. Muncul banyak pertanyaan dalam benak mereka.
GS : Didalam kebingungan mereka Pak Paul, bertanya-tanya dan sebagainya, pasti yang didatangi adalah orang-orang yang lebih dewasa dari dia, entah itu orang tuanya, entah itu gurunya atau pembinanya di gereja. Kita sebagai orang yang lebih dewasa, yang lebih bisa mengerti masalah itu, apa yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak?

PG : Ada beberapa yang akan kita angkat Pak Gunawan, kita sebagai orang dewasa untuk menolong, membimbing anak-anak kita lewat proses yang memang membingungkan mereka ini. Saya berharap lewat dskusi kita, para orang tua diperlengkapi dengan masukan-masukan yang mudah-mudahan nanti dapat mereka gunakan.

Yang pertama yang ingin saya bagikan adalah jangan berjalan di depan atau di belakang anak, namun berjalanlan di samping anak. Maksud saya dengan berjalan di depan anak adalah terlalu membesar-besarkan tragedi yang telah terjadi atau terus mengajaknya berbicara tentang tragedi tersebut misalkan kematian temannya, kenapa? Sebab anak tidak selalu siap untuk membicarakannya, anak kadang-kadang memerlukan jeda, waktu untuk bisa memprosesnya dalam keterbatasannya, dalam kemudaannya. Anak belum siap menghadapi kehilangan seperti ini. Jadi besar kemungkinan pada awalnya anak tidak menunjukkan reaksi, kita perlu menanyakan apa yang dirasakan, seperti apa kehilangan dsb. Tapi penting untuk kita tidak membesar-besarkannya apalagi misalkan memakainya dengan tujuan untuk menakut-nakuti si anak, kalau kamu nanti tidak menjadi anak yang baik, kamu juga bisa seperti dia. Itu adalah hal-hal yang tidak bijaksana kalau kita lakukan. Berjalan di belakang anak artinya kita tidak terbuka untuk membicarakannya, kita tidak mau anak justru membicarakannya. Waktu anak berbicara tentang kehilangan temannya, misalnya kita berkata "Ssst, jangan bicarakan hal itu lagi, orang sudah meninggal jangan dibicarakan lagi." Bukankah si anak itu mempunyai kebingungan, kesedihan, kehilangan dan dia ingin membicarakannya. Kalau tidak dengan orang tua mau dengan siapa lagi? Jadi jangan kita bersikap seperti itu tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk membicarakannya. Yang saya maksud berjalan disamping anak adalah yang pertama kita itu peka melihat reaksi pada dirinya, misalnya kalau kita melihat dia sedih maka peluklah dan katakan, "Kamu kehilangan temanmu, kamu sedih ya, dan tidak apa-apa menangis kehilangan temanmu," ijinkan dia menangis dan kalau keesokan harinya dia masih sedih, hampiri lagi, tanyakan lagi, peluklah lagi dan jangan kita berkata "Kemarin sudah menangis hari ini tidak perlu menangis lagi," biarkan. Karena mungkin seringkali dia memang sangat kehilangan. Jadi tanyakanlah sesuai dengan reaksi yang kita lihat atau misalkan si anak itu memang tidak mau membicarakannya, jangan paksakan dia bicara. Kita tanya anak tidak mau menjawab, anak mungkin berkata "Sudahlah Pa, saya tidak mau bicarakan lagi, tidak apa-apa kok," ya sudah kalau tidak ada apa-apa. Saya hanya ingin tanya atau saya ingin memastikan kamu tidak apa-apa tapi kalau ada apa-apa jangan sungkan ya bicara dengan Papa. Dengan perkataan seperti itu si anak tahu kapan waktu mau bicara, dia bisa membicarakannya dengan orang tua, tapi orang tua tidak mendahuluinya tidak memaksa harus membicarakannya. Jadi pekalah dengan reaksi-reaksi yang dialami anak dan kemudian berilah tanggapan atau bersikaplah sesuai dengan reaksi yang dialaminya itu.
GS : Hal yang seringkali memicu anak bertanya itu adalah pemberitaan, jadi lewat media seperti TV, koran dan sebagainya. Lalu mereka terpicu untuk bertanya, munkin dulu dia pernah bertanya tapi setelah membaca kemudian bertanya lagi dan bagaimana sikap kita?

PG : Disaat itulah kita tetap memberikan tanggapan yang sesuai meskipun mungkin sudah sebulan yang lalu, jangan kita berkata "Ini sudah lewat, kenapa masih dibicarakan lagi," tidak apa-apa seba sekali lagi saya tekankan, anak mungkin sekali tidak memberi reaksi pada awalnya dan reaksi itu belakangan muncul, setelah dipicu oleh misalkan pemberitaan yang lain atau temannya bicara.

Jadi biarkan anak melewati fase ini dengan kecepatannya, kita tidak boleh memaksakan bahwa setelah dua minggu semua harus beres dan tidak ada yang boleh lagi untuk membicarakannya. Salah satu reaksi yang juga kadang-kadang dialami oleh anak adalah dia mulai mengalami kecemasan, anak itu menunjukkan kecemasan sekurang-kurangnya lewat tiga bentuk.Yang pertama adalah kita tahu yang sering terjadi, anak susah tidur sendirian dia akan takut tidur sendiri, dan dia minta ditemani oleh orang tua, atau minta agar dia diijinkan tidur dengan orang tua. Saya minta kepada para orang tua untuk mengijinkan anak tidur dengan orang tua karena biasanya, ini adalah transisi yang bersifat sementara, dia memang dalam keadaan takut, dia perlu didampingi jangan kita bereaksi dengan marah dan berkata "Kamu ini sudah besar masih mau ditemani, tidur sendiri saja tidak berani." Dan hal itu membuat dia kasihan malam-malam ketakutan, jadi dampingi kalau anak ketakutan. Selain tidak berani untuk tidur sendiri atau tidak berani pergi ke WC sendiri, yang kedua adalah anak menunjukkan kecemasan biasanya lewat sakit perut dan itu umum. Anak sakit perut berkali-kali ke WC, nah kita harus ingat-ingat apakah ini terjadi setelah tragedi tersebut. Kalau memang benar, kemungkinan ini adalah reaksi dia. Reaksi yang dia tidak ungkapkan, kalau itu memang kasusnya, kita perlu mengajaknya berbicara dan bercerita kalau kita pun pernah kehilangan orang yang kita kasihi dan rasanya berat sekali. Dengan kita membuka diri seperti itu, si anak akan tahu bahwa kita menerima kesedihannya. Yang ketiga adalah anak kecil itu biasanya menunjukkan kecemasannya lewat mual dan anak sering muntah, tiba-tiba muntah itu juga salah satu gejala yang umum, yang dialami oleh anak-anak dalam kecemasan yang tinggi, dia akan mudah sekali muntah. Kalau anak remaja biasanya lain lagi, kalau anak remaja itu nyaman dengan tangisan maka dia akan tunjukkan kesedihannya lewat tangisan. Tapi ada anak remaja yang tidak nyaman dengan tangisan, maka yang muncul adalah ketidak stabilan emosi, mudah meletup-letup. Dan itu adalah bentuk dari kehilangan dan kesedihan yang dalam tapi tidak bisa diungkapkan secara wajar, maka yang muncul adalah letupan-letupan emosi.
GS : Bagi anak yang menjadi teman yang mengalami tragedi ini hubungannya lebih dekat dari pada orang tuanya, Pak Paul. Sehingga orang tua agak sulit untuk memahami apa yang dialami oleh anak ini. Anak ini memang susah karena dia dekat, tiap hari bermain sedangkan kita sebagai orang tua mungkin ketemu saja belum pernah dengan anak yang mengalami tragedi itu tadi.

PG : Betul, Pak Gunawan. Bagi orang tua mungkin hanyalah sebuah nama tapi bagi si anak ini adalah sebuah pribadi yang nyata, dikenalnya, dan diajak bermain dan sebagainya. Belum lagi kalau anakini adalah teman sekelasnya, berarti untuk waktu yang lama si anak akan teringat bahwa dibangku ini dulu duduk temannya, sekarang tidak ada lagi.

Hal ini memang bisa mengganggu si anak, misalkan bolehkah anak diajak ke pemakaman dan melihat jenazah. Kita memang harus meyakinkan si anak bahwa dia sudah siap, kalau memang dia belum siap maka jangan. Sebab anak-anak itu mempunyai imajinasi yang sangat kuat. Jadi jenazah temannya itu bisa terus akhirnya bertahan didalam pikirannya. Belum lagi sekarang di televisi cukup banyak sinetron hantu, horor, dan sebagainya jangan sampai tergabung. Karena si anak masih dalam tahap yang memang imajinatif, menggabungkan keduanya, nanti temannya menghantui dirinya. Jadi penting orang tua bijaksana untuk tidak mengajak anak ke pemakaman dan melihat jenazah. Kalau peti sudah ditutup, sudah tentu tidak masalah tapi melihat tubuh temannya saya kira hanya untuk anak yang lebih besar dan memang sudah siap. Kalau anak kecil lebih baik jangan, meskipun mereka mau pun juga jangan di perlihatkan. Tapi Pak Gunawan, mengangkat satu hal yang penting yaitu jangan menyamaratakan reaksi anak, tadi dikatakan kadang-kadang orang tua mengukur dari dirinya. Kalau dia memang tidak mudah menunjukkan emosi, orang tua mungkin berkeberatan anaknya menunjukkan emosi. Jangan kita menggunakan kriteria kita itu kepada anak-anak kita. Dan juga kita mesti mengingat anak itu tidak sama, ada anak yang lebih extrovert dia akan menyatakan kedukaannya dengan lebih ekspresif, tapi ada anak yang lebih introvert dia tidak terlalu ekspresif dalam menyatakan kedukaannya. Nah kita jangan menyamaratakan anak dan mengharuskan anak untuk berduka dengan cara yang sama, dalam hitungan hari yang sama, dengan tangisan yang sama. Kita dan mereka tidak sama dan setiap anak pun tidak sama. Jadi kita perlu memahami keunikan anak dan sekali lagi mendampingi anak dalam proses ini tidak memarahinya, tidak mencegahnya untuk membagikan kedukaannya dan kebingungannya.
GS : Kalau tragedi itu terjadi karena anak meninggal dibunuh oleh orang tuanya, tentu reaksi anak akan lebih kompleks lagi.

PG : Sudah tentu akan sangat membingungkan si anak. Karena dalam benak si anak dan memang seyogianyalah seperti itu bahwa orang tua seharusnya mengasihi dan melindungi anak. Jadi kalau ada beria bahwa orang tua menghilangkan nyawa si anak, bagi si anak itu benar-benar sesuatu yang sangat membingungkan.

GS : Dan bagaimana kalau anak itu bertanya kepada kita sebagai orang yang lebih dewasa atau sebagai orang tuanya dan apa reaksi kita ?

PG : Anak biasanya bertanya begini, apakah orang tuanya itu jahat sehingga tega menghilangkan nyawa anaknya. Kita sebagai orang tua jangan sampai terburu-buru, tergesa-gesa mengatakan bahwa orag tuanya itu pasti jahat.

Kenapa saya mengatakan demikian, saya akan coba jelaskan. Yang pertama yang akan saya jelaskan adalah membunuh adalah perbuatan yang salah dan berdosa di mata Tuhan, jadi membunuh diri, membunuh orang lain adalah salah dan berdosa di hadapan Tuhan, itu adalah perbuatan jahat. Namun untuk melabelkan bahwa orang yang menghilangkan nyawa anaknya pastilah orang yang jahat, saya mau berhati-hati di situ dan bagi saya jangan katakan itu kepada anak-anak kita yaitu orang tuanya pasti jahat karena ada dua penjelasan saya. Pertama kita tidak tahu secara menyeluruh apa yang sebenarnya terjadi dibalik keputusan si orang tua yang memang nekat, yang memang penuh dengan keputusasaan sehingga menghilangkan nyawanya dan juga nyawa anak-anaknya. Didalam ketidak tahuan, saya kira tidaklah bijaksana kalau kita meyakinkan kepada anak-anak kita bahwa orang tuanya adalah orang tua yang jahat, saya kira itu tidaklah tepat. Kita memang perlu melihat seseorang secara utuh dan menyeluruh, sebelum kita memvonisnya jahat. Alasan kedua kenapa saya meminta kita orang tua jangan tergesa-gesa melabelkan bahwa orang tua yang menghilangkan nyawa anaknya pastilah orang jahat sebaiknya jangan, karena kenyataan hidup memperlihatkan bahwa adakalanya orang yang baik melakukan perbuatan yang jahat, dan orang yang jahat kadang melakukan perbuatan yang baik. Dengan kata lain, satu perbuatan jahat bukanlah bukti bahwa seseorang itu jahat, sebaliknya satu perbuatan baik bukanlah bukti bahwa seseorang itu baik. Oleh karena itu hindarilah pelabelan bahwa orang tersebut baik atau jahat. Sebagai gantinya ini yang saya minta orang tua lakukan yaitu ajaklah anak untuk melihat kenyataan hidup bahwa kita adalah manusia berdosa dan lemah, dan dalam keadaan lemah, kita ini manusia berdosa kadang melakukan perbuatan yang sangat salah yang kemudian kita sesali. Jadi pada anak, inilah pesan yang kita ingin sampaikan. Jangan terburu-buru melabelkan bahwa orang tua anak tersebut adalah orang tua yang jahat.
GS : Dan orang tua jangan merangsang anaknya untuk mendorong mereka memberikan lebel-label seperti itu Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan.

GS : Ini sangat terkait dengan pandangan anak bahwa orang jahat itu masuk neraka kalau orang baik itu masuk surga. Dan kalau ini sampai dipertanyakan bagaimana?

PG : Anak biasanya akan bertanya seperti itu, apakah orang tua yang menghilangkan nyawa anaknya masuk ke neraka. Saya akan kutip dari II Timotius 2:19 firman Tuhan berkata "Tuhan mengenal siapakepunyaan-Nya" artinya apa? Tuhanlah yang empunya surga dan Dia memegang hak tunggal untuk menentukan siapa yang diterimanya di pintu surga, bukan kita.

Kita bukanlah Tuhan yang bisa memastikan orang akan kemana. Tuhan Yesus sendiri berkata di Yohanes 3:16 "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal." Itulah kriteria yang Tuhan tetapkan dan atas dasar inilah kita memastikan apakah kita memiliki hidup yang kekal. Perbuatan baik atau tidak baik bukanlah dasar pemberian hidup yang kekal, iman kepada Kristuslah yang menjadi dasar pengampunan dosa dan pemberian hidup yang kekal bersama Tuhan di surga. Jadi kita mau tegaskan kepada anak bahwa yang membukakan tangan Tuhan untuk kita masuk kedalam rumahnya di surga kelak bukanlah perbuatan baik kita dan bukanlah karena satu perbuatan jahat pasti kita tidak akan akan masuk kedalam rumah Tuhan yang kekal, karena dasarnya kita itu diterima Tuhan bukanlah perbuatan-perbuatan kita tapi iman kepada Kristus, percaya Tuhan Yesus telah mengampuni dosa kita. Inilah yang akan membuka pintu surga dan akan membuat Tuhan menerima kita kembali kepada-Nya. Sekali lagi firman Tuhan mengingatkan di II Timotius 1:9, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." Jadi kalau anak berkata apakah orang tua yang melakukan perbuatan seperti itu akan masuk ke neraka? Maka kita katakan "Tidak tahu," yang penting kita ajarkan kepada anak kita masuk ke surga atas dasar iman kepada Kristus dan ini yang kita tekankan kepadanya kita tidak tahu kepastian akan orang tuanya. Kita katakan kepada anak-anak kita "Tuhan nanti yang akan menentukan, Tuhan adil, Tuhan tidak akan salah menilai manusia."
GS : Seringkali anak juga bertanya-tanya sehubungan dengan hal itu, Tuhan itu adalah kasih kenapa Tuhan membiarkan tragedi itu terjadi pada keluarga itu, pada anak yang menjadi teman dari anak ini.

PG : Pada akhirnya Pak Gunawan, memang kita harus mengajarkan pada anak-anak kita bahwa kita tidak tahu semua jawaban dan kita tidak selalu mengerti semua persoalan, kita tidak bisa memberi sema penjelasan karena rencana Tuhan terlalu besar, kita tidak bisa selalu mengertinya.

Namun kita tegaskan kepada anak-anak kita bahwa Tuhan mengasihi kita semua. Yang kedua adalah Tuhan selalu ingin menolong kita tapi kita tidak selalu bersedia di tolong Tuhan, kita tidak selalu bersedia datang kepada Tuhan meminta pertolongannya, ini adalah masalah yang sering kita hadapi. Akhirnya karena tidak mau datang kepada Tuhan dan tidak bersedia ditolong, kita akhirnya tidak lagi menemukan jalan keluar dan dalam kondisi buntu tidak ada jalan keluar, dalam kondisi lemah kita mudah tergoda dengan pikiran-pikiran yang salah yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Akhirnya kita jatuh kedalam dosa. Jadi kenapa hal itu terjadi? Itu bukan karena Tuhan tidak mengasihi mereka tapi karena itu adalah bagian dari dosa, kita tidak lagi hidup dalam kemurnian, kesucian, kita telah tercemar oleh dosa, pertimbangan kita juga tidak lagi selalu tepat sudah ternoda oleh dosa. Maka kadang-kadang kita melakukan hal-hal yang salah. Kenapa Tuhan diamkan? Tuhan sebetulnya awalnya tidak mendiamkan, Tuhan pasti mengingatkan, menegur untuk memberikan pertolongan tapi Tuhan tidak memaksakan orang untuk menerima pertolongan. Kalau orang itu tidak mau dan menolak, Tuhan juga tidak akan memaksakannya.
GS : Jadi dalam hal ini, poin penting apa yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak kita untuk belajar mendekatkan diri kepada Tuhan?

PG : Yang penting adalah anak-anak kita perlu mengenal, mengetahui bahwa yang pertama Tuhan mengawasi dan mengasihi mereka bahwa Tuhan sayang kepada teman-temannya, kepada orang tua dari temanna itu juga.

Tuhan pasti sedih dengan semua yang telah terjadi, Tuhan berharap ini tidak lagi terulang. Maka kepada anak-anak kita tekankan, kalau kita tahu Tuhan tidak mau hal seperti ini terulang maka sebaiknya kita sebagai teman tolonglah saling melihat, saling peduli dengan satu sama lain. Siapa tahu karena kita saling peduli, kita bisa menolong teman yang sedang dalam kesusahan. Sehingga teman itu tidak harus akhirnya mengalami keputus-asaan.
GS : Memang ada beberapa hal lagi yang memang masih harus kita perbincangkan mengenai tragedi pada anak ini, namun waktu jua yang membatasi kita sehingga untuk kali ini kita cukupkan dulu perbincangan ini sebagai bagian yang pertama. Dan kita berharap para pendengar kita nanti akan mengikuti lanjutan perbincangan ini pada siaran yang akan datang. Banyak terima kasih untuk penjelasan yang Pak Paul sampaikan. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tragedi pada Anak" bagian yang pertama, dan kami akan melanjutkan pada perbincangan kami yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Tragedi bisa menimpa siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak. Dan kita tidak bisa memperhitungkan bagaimana dampaknya kalau tragedi itu dialami oleh seorang anak.

Dampak yang dialami anak-anak ialah kehilangan, kesedihan dan kebingungan.

Misalkan temannya yang meninggal, anak-anak belum siap untuk menerima fakta kehidupan yang memilukan ini, bahwa seorang temannya bisa pergi meninggalkan mereka, bisa meninggal duni. Mereka belum terekspos dengan kematian apalagi kematian sesama teman.

Kita sebagai orang yang lebih dewasa, yang lebih bisa mengerti masalah itu, dapat menyampaikan kepada anak-anak yaitu :

  1. Jangan berjalan di depan atau di belakang anak, namun berjalanlan di samping anak. Maksud saya dengan berjalan di depan anak adalah terlalu membesar-besarkan tragedy. Berjalan di belakang anak artinya kita tidak terbuka untuk membicarakannya,
  2. Pekalah dengan reaksi-reaksi yang dialami anak dan kemudian berilah tanggapan atau bersikaplah sesuai dengan reaksi yang dialaminya itu.

Bentuk kecemasan yang dialami anak ialah :

  • Anak susah tidur sendirian
  • Anak sering sakit perut
  • Anak sering mual dan muntah

Ada peristiwa anak meninggal karena dibunuh oleh orang tuanya, dan itu membuat bingung anak.

Dan reaksi kita sebagai orang tua adalah :

Jangan tergesa-gesa mengatakan bahwa orang tuanya itu pasti jahat

  • Karena perlu melihat seseorang secara utuh dan menyeluruh.
  • Karena kenyataan hidup memperlihatkan bahwa adakalanya orang yang baik melakukan perbuatan yang jahat, dan orang yang jahat kadang melakukan perbuatan yang baik. Dengan kata lain, satu perbuatan jahat bukanlah bukti bahwa seseorang itu jahat, sebaliknya satu perbuatan baik bukanlah bukti bahwa seseorang itu baik.

Didalam kebingungannya itu sering kali anak bertanya banyak hal yang antara lain :

  1. Apakah orang tua yang membunuh anaknya itu masuk neraka?
    Kita sebagai orang tua seharusnya menjawab :
    Dalam II Timotius 2:19, Yohanes 3:16 dan II Timotius 1:9 artinya Tuhanlah yang empunya surga dan Dia memegang hak tunggal untuk menentukan siapa yang diterimanya di pintu surga. Jadi kalau anak berkata apakah orang tua yang melakukan perbuatan seperti itu akan masuk ke neraka? Maka kita katakan "Tidak tahu," Dan kita katakan kepada anak-anak kita, "Tuhan nanti yang akan menentukan, Tuhan adil, Tuhan tidak akan salah menilai manusia." Dan untuk anak dibawah usia enam tahun kita menjawab, "Mereka sudah berada dalam pelukan Tuhan di surga, Tuhan mengasihi mereka. Jadi pasti Tuhan menyambut dan memeluk mereka, saat ini mereka sudah bersama Tuhan."
  2. Kenapa Tuhan membiarkan tragedi itu terjadi?
    Kita sebagai orang tua seharusnya menjawab :
    Kita tidak bisa memberi semua penjelasan karena rencana Tuhan terlalu besar, kita tidak bisa selalu mengertinya. Namun kita tegaskan kepada anak-anak kita bahwa Tuhan mengasihi kita semua. Dan yang kedua ialah Tuhan selalu ingin menolong kita tapi kita tidak selalu bersedia di tolong Tuhan, kita tidak selalu bersedia datang kepada Tuhan meminta pertolonganNya.
  3. Seringkali saat anak itu tidur, mereka memimpikan temannya yang meninggal itu!
    Kita sebagai orang tua seharusnya menjawab :
    "Kamu itu sangat kehilangan temanmu, maka akhirnya kamu memimpikan temanmu." Ada hal-hal yang baik yang bisa dilakukan yaitu pergi kemakamnya yaitu untuk mengatakan "Selamat tinggal," karena mungkin dia belum sempat mengucapkan kata perpisahan kepada temannya itu.

Sebagai orang dewasa kita itu begitu berdosa, begitu lemah, kadang kita akan melakukan hal yang benar-benar tak terpikirkan, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh orang lain mungkin saja bisa dilakukan oleh kita pula. Namun kenapa tidak terjadi pada diri kita :

  1. Ada kemurahan Tuhan yang masih menjaga kita
  2. Karena kita masih mencari pertolongan Tuhan karena firman Tuhan dalam Surat Petrus berkata "Serahkan segala kekhawatiranmu," Dan firmanNya pun dengan tegas berkata "Dia tidak akan mencobai kita melebihi kemampuan kita."

Firman Tuhan :
Galatia 6:2, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikian kamu memenuhi hukum Kristus."
Kalau saja kita melakukan ini semua, kita bisa dipakai Tuhan untuk mencegah terjadinya sebuah tragedi.


Questions:

GS : Pak Paul, memang tragedi bisa menimpa siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak tetapi kali ini kita akan membicarakan tentang Tragedi pada Anak. Kita tidak bisa memperhitungkan bagaimana dampaknya kalau tragedi itu dialami oleh seorang anak. Misalnya saja ada temannya atau bahkan saudaranya meninggal secara tragis, entah karena kecelakaan, entah karena bencana alam atau bahkan karena bunuh diri, dan ini bagaimana Pak Paul?

GS : Dampak utamanya kepada anak-anak yang ada di sekelilingnya, atau terhadap kita yang sudah dewasa ini, Pak Paul?

GS : Didalam kebingungan mereka Pak Paul, bertanya-tanya dan sebagainya, pasti yang didatangi adalah orang-orang yang lebih dewasa dari dia, entah itu orang tuanya, entah itu gurunya atau pembinanya di gereja. Kita sebagai orang yang lebih dewasa, yang lebih bisa mengerti masalah itu, apa yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak?

GS : Hal yang seringkali memicu anak bertanya itu adalah pemberitaan, jadi lewat media seperti TV, koran dan sebagainya. Lalu mereka terpicu untuk bertanya, munkin dulu dia pernah bertanya tapi setelah membaca kemudian bertanya lagi dan bagaimana sikap kita?

GS : Bagi anak yang menjadi teman yang mengalami tragedi ini hubungannya lebih dekat dari pada orang tuanya, Pak Paul. Sehingga orang tua agak sulit untuk memahami apa yang dialami oleh anak ini. Anak ini memang susah karena dia dekat, tiap hari bermain sedangkan kita sebagai orang tua mungkin ketemu saja belum pernah dengan anak yang mengalami tragedi itu tadi.

GS : Kalau tragedi itu terjadi karena anak meninggal dibunuh oleh orang tuanya, tentu reaksi anak akan lebih kompleks lagi.

GS : Dan bagaimana kalau anak itu bertanya kepada kita sebagai orang yang lebih dewasa atau sebagai orang tuanya dan apa reaksi kita ?

GS : Dan orang tua jangan merangsang anaknya untuk mendorong mereka memberikan lebel-label seperti itu Pak Paul?

GS : Ini sangat terkait dengan pandangan anak bahwa orang jahat itu masuk neraka kalau orang baik itu masuk surga. Dan kalau ini sampai dipertanyakan bagaimana?

GS : Seringkali anak juga bertanya-tanya sehubungan dengan hal itu, Tuhan itu adalah kasih kenapa Tuhan membiarkan tragedi itu terjadi pada keluarga itu, pada anak yang menjadi teman dari anak ini.

GS : Jadi dalam hal ini, poin penting apa yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak kita untuk belajar mendekatkan diri kepada Tuhan?

GS : Memang ada beberapa hal lagi yang memang masih harus kita perbincangkan mengenai tragedi pada anak ini, namun waktu jua yang membatasi kita sehingga untuk kali ini kita cukupkan dulu perbincangan ini sebagai bagian yang pertama. Dan kita berharap para pendengar kita nanti akan mengikuti lanjutan perbincangan ini pada siaran yang akan datang. Banyak terima kasih untuk penjelasan yang Pak Paul sampaikan. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tragedi pada Anak" bagian yang pertama, dan kami akan melanjutkan pada perbincangan kami yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.