BETA
Iri Hati
Sumber: telaga
Id Topik: 585

Abstrak:

Iri hati adalah salah satu dosa tertua. Akibat iri hati, Kain membunuh adik kandungnya sendiri. Ada orang yang rentan terhadap iri hati sehingga mudah sekali dikuasai perasaan iri. Bagian ini akan memaparkan penyebab dan penanganan iri hati.

Transkrip:

T 210 A

Lengkap

"IRI HATI" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Iri Hati". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Iri hati ini suatu perasaan yang hampir setiap orang pernah mengalaminya. Muncul secara tiba-tiba tanpa kita rencanakan tapi kita sudah dikuasai oleh iri hati. Dan kita tahu dengan jelas bahwa Alkitab menyebutnya sebagai suatu dosa, bagaimana kita bisa mengenali sekaligus mengatasinya?

PG : Meskipun kita rentan dengan iri hati, tapi ada orang-orang tertentu yang memang sangat mudah iri hati, dengan kata lain mereka dikuasai oleh iri hati. Pada kesempatan ini kita memang mau elajar mengenali penyebab-penyebabnya, dan juga belajar bagaimana menanganinya.

Sebagai pembukaan saya ingin mengingatkan para pendengar kita akan suatu peristiwa yang terjadi dalam dunia ini ribuan tahun yang lalu, yaitu peristiwa yang menyangkut Kain dan Habel. Kita tahu Kain si kakak mempersembahkan korban bakaran kepada Allah dan adiknya juga melakukan hal yang sama, tapi Tuhan menolak persembahan si kakak dan menerima persembahan si adik. Karena kemungkinan besar Kain tidak memberikan persembahan itu dengan hati yang tulus. Nah begitu si kakak melihat si adik bersukacita karena persembahannya diterima oleh Tuhan, si kakak marah sekali dan membunuh si adik. Itu adalah dosa yang dicatat oleh Alkitab yang memang menunjukkan betapa beratnya konsekuensi dosa itu, sehingga setelah Kejadian pasal 3 mencatat kejatuhan manusia ke dalam dosa, dosa berikut yang dicatat di Alkitab adalah pembunuhan seorang kakak terhadap adiknya sendiri. Namun sebelum terjadi pembunuhan itu, sebetulnya telah terjadi sebuah dosa yang lain yang tersembunyi yaitu dosa iri hati. Nah kita melihat di sini betapa seriusnya dosa iri hati, karena iri hati ini sampai mampu melahirkan niat yang begitu jahat; bukan membunuh musuh, bukan membunuh orang yang tidak dikenal tapi membunuh adik kandung sendiri. Itu sebabnya kita mau melihatnya dengan seksama pada saat ini. Yang pertama yang bisa kita katakan tentang iri hati adalah iri hati bersumber dari ketidakpuasan dengan apa yang telah dimiliki. Artinya kita terus menyoroti apa yang tidak ada pada diri kita atau yang terhilang dari diri kita, dan kita itu luput melihat apa yang ada pada diri kita. Dengan kata lain, orang yang iri hati senantiasa melihat yang tidak ada ditangannya. Misalkan dia mempunyai kelereng, nah dia bukannya melihat kelereng itu tapi dia akan melihat kenapakah temannya itu mempunyai gangsing atau permainan yang lain. Dia bukannya berkata, "O, ya saya sudah mempunyai kelereng, jadi tidak apa-apa ada yang mempunyai kelereng atau ada yang mempunyai gangsing. Tidak demikian, dia akan menanyakan pada dirinya mengapakah saya tidak punya gangsing dan melupakan bahwa dia punya kelereng dan mungkin saja orang lain hanya punya gangsing dan tidak punya kelereng.
GS : Jadi iri hati ini sangat berkaitan dengan perasaan serakah dari seseorang, Pak Paul?

PG : Memang pada dasarnya ada unsur serakahnya, meskipun sering kali kita mengaitkan serakah dengan kwantitas. Iri hati memang tidak harus berjumlah banyak atau bervolume besar, tapi pada dasanya iri hati itu mengandung unsur keserakahan.

Yaitu tidak puas dengan apa yang dimiliki, jadi apa pun yang dimilikinya itu tidak akan bisa menyenangkan hatinya karena dia akan selalu fokuskan pada apa yang ada pada orang lain, dan bertanya, "kenapakah saya tidak bisa memiliki itu?" Jadi kita bisa melihat di sini, ketidakpuasan itu bisa menggurita, menguasai dirinya dan membuat dia selalu mengeluh; membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya.
GS : Padahal kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang tentu mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan diri kita. Nah bagaimana kita harus menyikapinya?

PG : Yang pasti kita harus melihat apa yang kita miliki, kita harus berkata, "Apa yang Tuhan telah berikan ini adalah pemberian Tuhan untuk saya; nah orang lain menerima yang lain dari Tuhan yabiarkan itu adalah pemberian Tuhan untuknya, ada maksud Tuhan kalau Tuhan memberikan itu kepadanya, ada maksud Tuhan kalau Tuhan memberikan ini kepada saya."

Perspektif seperti inilah yang mesti kita kembangkan.
GS : Sebenarnya kita juga sadari bahwa perasaan iri ini lebih merugikan diri sendiri daripada merugikan orang lain, betul begitu Pak Paul?

PG : Seyogianya kita menyadarinya Pak Gunawan, tapi masalahnya adalah orang yang rentan terhadap iri hati ini tidak menyadarinya. Dia tidak menyadari bahwa dia itu sedang menggerogoti dirinya endiri, sebab bukankah dia jarang sekali bisa bersukacita atau berbahagia, tapi dia buta; dia tidak menyadari hal itu, dia tetap fokuskan pada orang lain.

Kenapa punya ini, kenapa punya itu; tidak bisa melihat apa yang telah dimilikinya.
GS : Memang ada orang-orang tertentu yang memicu keirihatian kita, yaitu dengan menceritakan secara berkelebihan apa yang dia miliki atau memamerkan segala sesuatu kelebihannya. Nah ini membuat orang lain mau tidak mau menjadi iri.

PG : Itu memang kadang-kadang terjadi juga karena adanya orang-orang tertentu yang memamerkan, memancing-mancing, akhirnya kita tidak bisa tidak membanding-bandingkan diri dengan orang itu dan ulailah merasakan, "Ah...kita

kok tidak punya yang dia punya." Muncullah perasaan iri, ingin memiliki apa yang dimiliki oleh teman-teman itu. Di sini kita mesti menjaga hati kita, kita mesti menjaga bukan saja kita melihat apa yang telah kita miliki, kita juga tidak membanding-bandingkan apa yang kita miliki itu dengan orang lain. Kecenderungan kita, meskipun kita mempunyai sesuatu yang sama dengan orang lain tetap kita banding-bandingkan. Misalkan kita mempunyai anak, dia juga mempunyai anak. Dua-dua baik, dua-dua juga mempunyai prestasi yang baik di sekolah tapi biasanya tetap saja kita banding-bandingkan. Jadi orang yang memang rentan terhadap iri hati, meskipun punya yang dimiliki oleh orang lain tetap membanding-bandingkan. Tadi saya mengatakan yang pertama itu kasusnya adalah tidak memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain, sehingga terus ingin memilikinya. Kasus yang kedua atau penyebab yang kedua ini adalah dia memiliki, apa yang dia punya itu sama seperti yang dimiliki oleh orang lain tapi tetap membanding-bandingkan diri, "punyaku kok tidak lebih baik dari yang orang lain punya," sampai seperti itu. Tidak punya membandingkan diri dengan orang yang punya, sudah punya pun tetap membanding-bandingkan diri dengan orang yang mempunyai benda yang sama dengan dia.
GS : Dan itu akan timbul perasaan bahwa Allah itu tidak adil terhadap diri seseorang itu, Pak Paul?

PG : Sering kali akhirnya itulah yang menjadi akarnya dan sekaligus menjadi buahnya juga, yaitu orang-orang yang rentan terhadap iri hati itu senantiasa berkata, "Saya tidak seberuntung orang lin," dan langsung menunjukkan telunjuknya pada Tuhan atau hidup ini.

"Kok...tidak adil, kenapa saya tidak mendapatkan yang baik-baik." Sama sekali tidak dapat menghitung berkat apa yang Tuhan telah lakukan, apa yang Tuhan telah bagikan kepadanya. Itu sama sekali tidak dilihatnya sehingga akhirnya selalu mengeluh, "Kok..Tuhan tidak adil, kok Tuhan berbuat ini kepada saya." Sehingga akhirnya dia mempunyai pandangan seolah-olah Tuhan itu sengaja ingin merugikannya, Tuhan itu seolah-olah mempunyai proyek pribadi yaitu mengikutinya, mengejarnya untuk nanti merugikannya. Ini adalah sebuah konsep yang keliru tapi sebagian orang-orang yang mudah iri hati memiliki perspektif seperti ini tentang Tuhan dan hidup.
GS : Dengan terus menyalahkan Tuhan, kadang-kadang juga menyalahkan orangtuanya atau orang-orang disekelilingnya yang seolah-olah membuat dia sampai menjadi sedemikian rupa, Pak Paul?

PG : Itu poin yang betul sekali, jadi orang-orang yang rentan terhadap iri hati mudah menyalahkan lingkungan. Dia tidak bisa memikul tanggung jawab, tidak bisa berkata, "Ya, saya mempunyai andlnya, saya mempunyai bagian dalam masalah ini sehingga saya tidak memiliki ini dan itu."

Biasanya orang-orang yang rentan terhadap iri hati menyalahkan sekelilingnya. "Coba kalau saja dibesarkan oleh orangtua ini, coba kalau saja orangtua saya tidak berbuat ini, coba kalau saja orangtua saya berbuat ini, coba kalau sekolah saya teman saya..." dan selalu menyalahkan lingkungan seolah-olah lingkunganlah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas hidupnya. Saya tidak mengatakan lingkungan tidak berandil dalam hidup kita, ada di antara kita yang mengalami kerugian karena lingkungan hidup di mana kita dibesarkan. Itu adalah kenyataan hidup karena orangtua tidak bertanggung jawab, ada anak-anak yang ingin sekolah dan bisa bersekolah tapi tidak bersekolah. Kenapa, karena tidak ada yang membiayai, tidak ada yang mengurus; itu bisa kita lihat bahwa si anak menjadi korban kelalaian orangtuanya. Betul, ada kasus di mana kita menjadi korban lingkungan dan orang lain, namun pertanyaannya apakah semua ketidakberuntungan kita disebabkan oleh orang lain. Belum tentu, kadang-kadang oleh kita juga. Dan yang kedua, kalau pun kita adalah korban perlakuan lingkungan atau orang lain, bukankah akhirnya kita bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu, untuk mengubah apa yang telah kita terima itu untuk melakukan yang terbaik dalam situasi yang tidak baik itu. Nah itu adalah bagian kita, itu adalah tanggung jawab kita, tapi orang yang mudah iri hati tidak bisa melihat itu, sepenuhnya dia limpahkan kepada orang dan orang lainlah yang memang bersalah dan seolah-olah orang itu yang menebus kesalahannya untuk dia.
GS : Sering kali orang mengekspresikan iri hatinya itu bukan hanya sekadar dengan keluhan-keluhan seperti itu tapi kadang juga dengan kemarahannya. Seperti tadi yang Pak Paul sebutkan tentang Kain dan Habel. Kain marah sekali kepada Habel, padahal itu bukan salahnya Habel.

PG : Iri hati akhirnya mempunyai reaksi yang sangat buruk, begitu buruknya sehingga bisa menjadi jahat. Orang yang iri hati akhirnya akan berkata, "Kalau saya tidak mendapatkannya, orang lain un tidak boleh mendapatkannya; kalau saya tidak menikmatinya, orang lain pun tidak boleh menikmatinya."

Jadi waktu dia melihat orang lain menikmatinya sementara dia tidak bisa menikmatinya, hatinya langsung penuh amarah, dan begitu hatinya diisi oleh marah timbullah niat jahat. Dia juga harus menghancurkan orang lain yang hidupnya begitu baik yang bisa menikmati semua itu. Dalam kondisi seperti itu, kalau dia tidak dikuasai oleh Tuhan dia akan bisa mata gelap, dia bisa berbuat hal-hal yang sangat salah untuk merugikan orang lain, atau misalkan menyebarkan gosip yang tidak benar tentang orang-orang yang dia iri kepadanya supaya orang-orang mempunyai pandangan yang negatif terhadap orang-orang yang menjadi objek iri hatinya.
GS : Bagaimana kita bersikap kalau kita sedang dikuasai oleh perasaan iri hati?

PG : Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa sebetulnya apa yang terjadi tatkala kita iri hati. Dari sini kita berangkat melihat penanganannya. Waktu kita iri hati sebetulnya sekurang-kurangya ada 3 hal yang terjadi, yang pertama adalah kita tidak mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan kepada kita.

Kita harus kaitkan hal ini dengan Tuhan, kita tidak bisa melepaskan iri hati dari Tuhan, ada kaitan langsung dengan Tuhan sebab bukankah apa yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Jadi orang yang iri hati mesti menyadari bahwa tatkala dia iri hati, dia sedang tidak mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan. Kedua, tatkala dia iri hati sesungguhnya dia sedang tidak dapat menikmati apa yang Tuhan telah berikan kepadanya. Dan yang ketiga, tatkala dia iri hati dia pun tidak ingin orang lain menikmati apa yang Tuhan telah berikan kepada orang tersebut. Waktu dia melihat orang bahagia, senang, menikmati sesuatu, hatinya penuh dengan kemarahan, timbul niat pokoknya orang itu tidak boleh menikmatinya juga. Kalau kita mudah terkena iri hati, kita mesti menyadari inilah ketiga hal yang sebetulnya berkecamuk dalam hati kita. Tidak bersyukur, tidak bisa menikmati dan melarang orang menikmati apa yang menjadi milik mereka.
GS : Biasanya orang yang iri hati juga mengajak orang lain supaya iri juga terhadap apa yang dia iri itu.

PG : Dengan satu tujuan supaya dia tidak merasa bahwa dia jelek sendiri. Dia tidak merasa bahwa saya ini yang bermasalah sendirian, sebab dia akan bisa berkata, "O........lihat teman saya jugamempunyai perasaan yang sama, yang satu ini juga mempunyai pandangan yang sama jadi berarti bukan saya sendirian, orang lain juga mempunyai perspektif atau pandangan yang sama.

Nah dengan cara itu dia melestarikan iri hatinya, dengan berkata, "Ya...ini wajar, tidak apa-apa." Iri hati bukanlah sesuatu yang kita mesti sambut dan ijinkan untuk bersarang dalam hati kita, iri hati harus kita lawan, iri hati bertentangan sekali dengan sifat Tuhan yang murah hati.
GS : Jadi kalau kita mesti melawannya, bagaimana kita melawannya?

PG : Saya akan bacakan dari I Tesalonika 5:18, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." Ini perintah Tuhan, Dia meminta kitamengucap syukur dalam segala hal, jadi kita melatih, mengkondisi diri kita; apa pun porsi yang Tuhan telah tetapkan untuk kita bersyukurlah.

Dengan berkata terima kasih Tuhan. Kenapa kita berkata terima kasih, karena kita percaya bahwa Tuhan tahu apa yang paling baik untuk kita. Kalau Tuhan berikan porsi kecil ini, berarti Tuhan tahu porsi kecil inilah yang paling baik untuk kita. Kalau kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, yakinlah Tuhan tahu apa yang baik untuk kita bahwa yang kita inginkan itu belum tentu baik untuk kita, jadi terimalah apa pun yang Tuhan telah tetapkan untuk kita dan berterima kasihlah. Belajarlah berterima kasih sebab bukankah berkat Tuhan itu begitu banyak, bukan saja berkat-berkat tertentu yang kita inginkan, yang lain pun seperti udara, cuaca, hujan, tanaman, begitu banyak berkat yang Tuhan berikan kepada kita, lihatlah dan berterima kasihlah.
GS : Justru itulah yang sangat sulit dilakukan oleh orang yang rentan terhadap iri hati itu Pak Paul, dia membutuhkan orang lain untuk membukakan matanya untuk melihat bahwa ada banyak hal sebenarnya yang bisa dia syukuri.

PG : Sudah tentu kalau ada orang yang akan mengingatkannya itu sangat baik sekali, mudah-mudahan waktu dia mendengarkan khotbah, membaca firman Tuhan dia tergerak kembali, dia diingatkan. Tapisebetulnya intinya adalah orang yang iri hati mesti sering-sering melihat Tuhan, itu kuncinya.

Jangan sering-sering melihat manusia, sering-seringlah melihat Tuhan, waktu kita sering-sering melihat Tuhan kita lebih bisa berterima kasih, lebih bisa melihat kebaikan Tuhan, melihat rencana Tuhan. "O...saya mengerti kenapa dulu tidak menerima ini, tidak menerima itu sekarang saya sadari Tuhan tahu apa yang paling baik." Nah orang yang sering melihat Tuhan dan melihat Tuhan bekerja dalam hidupnya, orang itu akan lebih mudah bersyukur kepada Tuhan.
GS : Sebenarnya perasaan iri hati itu bisa dipakai untuk menjadi sesuatu yang positif di dalam diri kita?

PG : Dengan kata lain kita bisa membalikkannya dan menyerahkannya kepada Tuhan, kemudian melihat hal-hal yang telah Tuhan berikan. "OK, saya tidak mendapatkan ini tapi saya telah menerima ini,menerima itu.

Tuhan telah memberikan saya kesehatan, Tuhan memberikan keluarga yang begitu hangat, saling mengasihi, itu semua berkat Tuhan." Jadi waktu kita melihat yang tidak kita miliki justru kita melihat Tuhan, kita diingatkan akan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita dan disitulah kita bersyukur kepada-Nya.
GS : Jadi sebenarnya peran teman yang dekat atau peran keluarga untuk menolong orang ini keluar atau terlepas dari perasaan iri hati itu besar sekali, Pak Paul.

PG : Besar, tapi dia sendiri harus berusaha, dia harus memaksa matanya memandang Tuhan dan memandang Tuhan kembali.

GS : Apakah ada yang lain, Pak Paul?

PG : Kitab Pengkhotbah 2:25 dan 26 berkata, "Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia? Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukan.."

Firman Tuhan di sini dengan jelas mengatakan kita tidak akan bisa menikmati pemberian Tuhan, kalau Tuhan sendiri tidak memampukan kita menikmati pemberian-Nya itu. Jadi apa pun yang Tuhan telah berikan, pertama minta Tuhan menolong agar kita bisa menikmatinya, minta Tuhan memampukan kita menikmatinya. Kalau hati kita sudah dipenuhi dengan rasa syukur, kita tidak mengeluhkan yang kita tidak miliki, kita mensyukuri, berterima kasih pada Tuhan atas apa yang diberikan-Nya, kita akan lebih mampu menikmati yang Tuhan telah berikan itu. Meskipun misalkan rumah kita kecil, kita lebih bisa menikmatinya; meskipun kita tidak mempunyai kendaraan yang baik tapi yang sederhana pun kita bisa menikmatinya. Ini memang benar-benar memerlukan suatu kesungguhan, suatu kerendahan hati tetapi pertama dibutuhkan hati yang penuh syukur agar dapat menikmati apa yang Tuhan telah berikan kepada kita.
GS : Ada orang yang mengatakan kalau kita sudah menikmati semua itu, berarti kita tidak mempunyai gairah untuk mencapai yang lebih tinggi daripada apa yang telah kita terima itu.

PG : Saya kira sebaiknya meskipun kita telah memiliki apa yang Tuhan telah berikan kepada kita, kalau kita memang masih mempunyai kebutuhan yang lain, jangan ragu untuk bawakan itu ke dalam doa Tidak salah kita berdoa agar Tuhan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang lain.

Kalau Tuhan bukakan pintu sehingga kita bisa mengembangkan usaha kita, silakan kembangkan jangan ragu asalkan serahkan usaha itu juga kepada Tuhan.
GS : Tapi dasarnya bukan karena iri hati, Pak Paul?

PG : Betul.

GS : Hal yang lain yang Pak Paul ingin sampaikan?

PG : Firman Tuhan di kitab Pengkhotbah 4:4 dan 6 berkata, "Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain. Segenggamketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin."

Pengkhotbah mau mengatakan kepada kita bahwa hidup dalam dunia ini begitu tidak sempurnanya sehingga usaha orang memperbaiki diri sering kali dimotivasi oleh iri hati. Segenggam ketenangan, artinya meskipun kita mempunyai sedikit tapi kita damai tenteram, hidup lebih baik dari pada berusaha lebih keras lagi tapi itu sebetulnya dimotivasi oleh iri hati. Kalau saya boleh memakai ayat ini untuk menambahkan satu point lagi adalah belajarlah bersukacita bagi orang lain. Meskipun kita mempunyai satu genggam orang lain mempunyai dua genggam, bersyukurlah bagi mereka. Tuhan telah memberkati mereka, kita bersukacita untuk mereka. Waktu hati kita diisi dengan sukacita untuk orang lain, maka iri hati itu makin hari akan makin menipis dan akhirnya hilang.
GS : Sebenarnya Alkitab sudah cukup banyak mengingatkan kita untuk tidak menumbuhkan atau mengembangkan perasaan iri hati, tetapi ini memang membutuhkan latihan terus-menerus dan kedisiplinan yang kuat agar walaupun tidak hilang 100% tetapi makin lama dia akan makin menyusut dalam kehidupan kita.

PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.

GS : Pak Paul, terima kasih untuk perbincangan ini dan saya percaya ini akan menolong banyak saudara yang dengan tekun telah mengikuti acara Telaga. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "IRI HATI". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

T 210 A "Iri Hati" oleh Pdt. Paul Gunadi

Iri hati adalah salah satu dosa tertua. Kain membunuh Habil karena iri hati-persembahan adiknya Habil diterima Tuhan sedangkan persembahannya tidak diterima Tuhan. Akibat iri hati, Kain membunuh adik kandungnya sendiri. Ada orang yang rentan terhadap iri hati sehingga mudah sekali dikuasai perasaan iri. Berikut ini akan dipaparkan penyebab dan penanganan iri hati.

  1. Iri hati bersumber dari ketidakpuasan dengan apa yang telah dimiliki. Kita terus menyoroti apa yang terhilang pada diri kita dan luput melihat apa yang kita miliki.
  2. Iri hati berawal dari mata yang lebih sering tertuju pada orang lain bukan pada diri sendiri. Kita senantiasa membandingkan diri dengan orang dan menyimpulkan bahwa kita tidak seberuntung mereka.
  3. Iri hati berhulu pada pandangan negatif terhadap hidup dan Tuhan yakni bahwa hidup dan Tuhan tidak adil terhadap kita. Kita beranggapan bahwa Tuhan memang sengaja merugikan kita; itu sebabnya kita tidak mendapatkan apa yang seharusnya kita peroleh.
  4. Itu sebabnya tatkala kita melihat orang lain "lebih" dari kita-memiliki sesuatu yang tidak kita miliki-respons kita adalah marah. Kita marah terhadapnya namun terutama kita marah terhadap Tuhan dan hidup ini. Di dalam kemarahan, niat yang muncul adalah menghancurkan orang yang memiliki kelebihan itu. Kita tidak ingin ia hidup bahagia dan menikmati apa yang dimilikinya. Kalaupun kita tidak dapat memilikinya, kita bertekad ia pun tidak boleh menikmatinya.

Jadi, berdasarkan pengamatan di atas ini, dapat kita simpulkan bahwa orang yang iri hati adalah orang yang:

  • Tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya
  • Tidak dapat menikmati apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya
  • Tidak ingin orang menikmati apa yang telah diberikan Tuhan kepada orang itu

Ada tiga hal yang harus kita kembangkan agar dapat melawan iri hati:

  • Bersyukur (1 Tesalonika 5:18) Melihat apa yang Tuhan telah berikan dan percaya pada pertimbangan dan keadilan-Nya
  • Menikmati (Pengkhotbah 2:25 dan 26)
  • Bersukacita bagi orang lain (Pengkhotbah 4:4 dan 6)


Questions:

GS : Iri hati ini suatu perasaan yang hampir setiap orang pernah mengalaminya. Muncul secara tiba-tiba tanpa kita rencanakan tapi kita sudah dikuasai oleh iri hati. Dan kita tahu dengan jelas bahwa Alkitab menyebutnya sebagai suatu dosa, bagaimana kita bisa mengenali sekaligus mengatasinya?

GS : Jadi iri hati ini sangat berkaitan dengan perasaan serakah dari seseorang, Pak Paul?

GS : Padahal kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang tentu mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan diri kita. Nah bagaimana kita harus menyikapinya?

GS : Sebenarnya kita juga sadari bahwa perasaan iri ini lebih merugikan diri sendiri daripada merugikan orang lain, betul begitu Pak Paul?

GS : Memang ada orang-orang tertentu yang memicu keirihatian kita, yaitu dengan menceritakan secara berkelebihan apa yang dia miliki atau memamerkan segala sesuatu kelebihannya. Nah ini membuat orang lain mau tidak mau menjadi iri.

GS : Dan itu akan timbul perasaan bahwa Allah itu tidak adil terhadap diri seseorang itu, Pak Paul?

GS : Dengan terus menyalahkan Tuhan, kadang-kadang juga menyalahkan orangtuanya atau orang-orang disekelilingnya yang seolah-olah membuat dia sampai menjadi sedemikian rupa, Pak Paul?

GS : Sering kali orang mengekspresikan iri hatinya itu bukan hanya sekadar dengan keluhan-keluhan seperti itu tapi kadang juga dengan kemarahannya. Seperti tadi yang Pak Paul sebutkan tentang Kain dan Habel. Kain marah sekali kepada Habel, padahal itu bukan salahnya Habel.

GS : Bagaimana kita bersikap kalau kita sedang dikuasai oleh perasaan iri hati?

GS : Biasanya orang yang iri hati juga mengajak orang lain supaya iri juga terhadap apa yang dia iri itu.

GS : Jadi kalau kita mesti melawannya, bagaimana kita melawannya?

GS : Justru itulah yang sangat sulit dilakukan oleh orang yang rentan terhadap iri hati itu Pak Paul, dia membutuhkan orang lain untuk membukakan matanya untuk melihat bahwa ada banyak hal sebenarnya yang bisa dia syukuri.

GS : Sebenarnya perasaan iri hati itu bisa dipakai untuk menjadi sesuatu yang positif di dalam diri kita?

GS : Jadi sebenarnya peran teman yang dekat atau peran keluarga untuk menolong orang ini keluar atau terlepas dari perasaan iri hati itu besar sekali, Pak Paul.

GS : Apakah ada yang lain, Pak Paul?

GS : Ada orang yang mengatakan kalau kita sudah menikmati semua itu, berarti kita tidak mempunyai gairah untuk mencapai yang lebih tinggi daripada apa yang telah kita terima itu.

GS : Tapi dasarnya bukan karena iri hati, Pak Paul?

GS : Hal yang lain yang Pak Paul ingin sampaikan?

GS : Sebenarnya Alkitab sudah cukup banyak mengingatkan kita untuk tidak menumbuhkan atau mengembangkan perasaan iri hati, tetapi ini memang membutuhkan latihan terus-menerus dan kedisiplinan yang kuat agar walaupun tidak hilang 100% tetapi makin lama dia akan makin menyusut dalam kehidupan kita.

GS : Pak Paul, terima kasih untuk perbincangan ini dan saya percaya ini akan menolong banyak saudara yang dengan tekun telah mengikuti acara Telaga. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "IRI HATI". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.