Tangguh Ditengah Badai
Sumber: telaga
Id Topik: 549
Abstrak:
Badai dapat menerpa siapa pun, termasuk pengikut Kristus! Badai datang sekonyong-konyong, silih berganti! Ada 5 tuntunan untuk menghadapi badai yang dibahas dalam bagian ini.
Transkrip:
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini saya bersma Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tangguh di Tengah Badai". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Badai kehidupan sebetulnya adalah hal-hal yang terjadi dalam hidup kita yang menimbulkan dampak kehilangan yang besar. Jadi hal-hal itu bisa merupakan kematian, bisa merupakan kerugian, bia merupakan hilangnya keseimbangan hidup ini, peristiwa-peristiwa yang menimpa kita apapun itu.
Tapi yang jelas adalah dampaknya, dampaknya adalah kehilangan yang sangat besar, itu sebabnya kita tidak siap untuk menghadapi badai. Karena pada akhirnya yang kita akan harus tanggung adalah sebuah kehilangan yang besar. Persis sama dengan peristiwa-peristiwa yang baru saja kita dengar yaitu badai Katrina, badai Rita yang menerpa di Amerika atau pun kita juga mendengar tsunami yang juga menerpa Sumatera Utara dan tempat-tempat lainnya. Efek akhirnya adalah kehilangan yang sangat besar.PG : Memang tidak sama Pak Gunawan, jadi tergantung juga pada daya tahan kita, daya tampung kita untuk menahan terpaaan badai atau stres itu. Pada dasarnya kita itu bisa memfokuskan dampak kehiangan itu pada sekurang-kurangnya 4 kategori.
Yang pertama adalah kehilangan kesayangan, kedua kehilangan kepercayaan dan yang ketiga kehilangan keamanan dan yang terakhir adalah kehilangan kekuatan. Yang saya maksud kehilangan kesayangan adalah kita kehilangan orang yang kita sayangi, kematian adalah badai yang bisa merenggut orang yang kita sayangi. Bisa juga memang ini menyangkut harta miliki kita yang kita sayangi, rumah kita tiba-tiba terbakar habis nah itu bagian dari kehilangan benda atau harta yang kita sayangi pula. Ini adalah jenis pertama dari badai kehidupan.ET : Kalau yang pertama tadi Pak Paul katakan ada kepercayaan, kehilangan seperti apa Pak?
PG : Kehilangan kepercayaan adalah misalnya suami atau istri yang harus menanggung rasa dikhianati karena apa yang tadinya dipercaya bahwa dia selalu akan setia kepada kita, tiba-tiba tidak seta.
Apa yang kita anggap dia akan selalu menepati janjinya, tiba-tiba dia tidak menepati janjinya. Misalkan kasus yang paling klasik dalam hal ini adalah perselingkuhan. Perselingkuhan adalah badai yang langsung merenggut kepercayaan kita, sehingga setelah badai itu lewat, yang terhilang dalam relasi kita dengan pasangan adalah kepercayaan itu.ET : Berarti sebenarnya termasuk kehilangan kesayangan dalam hal ini ya Pak?
PG : Betul, ini point yang baik memang jadinya bukan hanya aspek kepercayaan yang hilang tapi juga kesayangan. Seseoang yang disayangi kok sanggup melakukan hal itu dan melukai kita, jadi kita eolah-olah kehilangan orang yang kita sayangi itu.
PG : Kita itu kadang-kadang beranggapan kita hidup dalam dunia yang aman tapi waktu sesuatu terjadi di luar dugaan kita dan di luar kemampuan kita, tiba-tiba kita baru disadarkan bahwa kita tidk hidup di dunia yang terlalu aman.
Misalnya perampokan atau terjadi kebarakaran atau terjadi musibah-musibah yang bersifat alami. Hal-hal itu tiba-tiba menggoncangkan rasa keamanan kita, kita anggap bahwa semuanya dapat kita kontrol, kita dapat menjaga, kita membangun rumah yang lebih tinggi, temboknya dan sebagainya, kita menggembok pintu rumah kita dengan lebih kuat, eh...tiba-tiba kita mengalami perampokan atau pencurian atau ada orang jahat yang berbuat jahat kepada kita. Semuanya itu adalah badai yang mengusik dan menghancurkan rasa aman dalam hidup kita.PG : Salah satunya itu Pak Gunawan, jadi kalau kita sudah terbiasa hidup dengan gaji yang tetap setiap bulan, tiba-tiba di-PHK, kita kehilangan pekerjaan kita itu benar-benar akan menggoncangka rasa aman kita.
Nah ini badai yang langsung merenggut rasa aman dalam kehidupan kita.ET : Termasuk yang psikologis itu Pak Paul, misalnya pelecehan bukankah ini juga berkaitan dengan keamanan?
PG : Betul, ada orang-orang yang memang hidup dalam rumah berharap bahwa kakek atau neneknya, misalnya kakeknya yang akan melindungi dia tapi malah si kakek yang melecehkan dia secara seksual. ah hal ini akan menimbulkan dampak yang sangat berat yaitu hilangnya kepercayaan dia kepada orang-orang yang seharusnya dekat dengan dia.
Justru kalau ada orang yang mau dekat dengan dia yang timbul bukannya percaya tapi malah curiga. Jangan-jangan orang ini juga akan melakukan sesuatu yang buruk kepada saya.ET : Jadi di keluarga yang seharusnya aman, tapi justru keamanan itu sudah hilang.
PG : Betul sekali, dan bagi orang seperti ini kalau di rumahnya sendiri tidak ada lagi rasa aman apalagi di luar, maka kita bisa melihat pada kasus-kasus korban pelecehan; sampai mereka dewasa un mereka hidup dibayang-bayangi oleh ketakutan.
Sebab betul sekali, bahaya itu masuk di tengah-tengah keluarga, di tengah-tengah rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman buat dia.PG : Ada orang-orang yang memang senang berjudi, senang mengambil risiko, sehingga akhirnya mengorbankan orang lain. kalau saja dia yang dikorbankan dampaknya tidak akan begitu meluas, tapi kadng-kadang memang dia mengundang bencana.
Misalkan, sudah tahu bahwa orang ini tidak bisa dipercaya, tetap diajak terlibat dalam kehidupan bisnisnya atau apa, benar-benar orang itu akhirnya berbalik dan merugikan kita. Jadi akhirnya kita marah karena kita merasakan kita kehilangan kepercayaan. Tapi sesungguhnya badai itu memang kita undang sendiri.PG : Betul, maka kita memang perlu bijak Pak Gunawan. Kadang-kadang kenapa orang begitu, sudah tahu badai akan datang tetap saja berpikir dia bisa menghadapi badai. Orang ini memang mengandalka kekuatannya sendiri.
Nah memang di dalam hidup kita mesti emmpunyai keyakinan bahwa kita mempunyai kekuatan sampai batas tertentu, kita tidak boleh sampai meninggikan kekuatan kita di atas kekuatan Tuhan. Sampai titik tertentu kita mesti meyakini kita punya kekuatan untuk menghadapi hidup ini. Biasanya waktu badai menerpa yang terjadi adalah kekuatan itu tiba-tiba tidak sanggup untuk mengatasi bencana itu. Misalkan kita kehilangan orang yang kita kasihi, kita berpikir saya itu sering menolong orang yang sedang berduka, saya pasti bisa mengatasi kehilangan orang yang saya kasihi ini. Ternyata waktu hal itu terjadi pada diri kita, kita tidak sanggup. Misalkan kita sering mengatakan kepada orang-orang, "Jangan putus asa sewaktu kamu kehilangan pekerjaan, Tuhan akan sediakan pekerjaanmu." Kita bisa memberikan dorongan itu kepada orang-orang, eh....pas kita mengalami PHK kita benar-benar jatuh, kita tidak mempunyai kekuatan untuk bangkit kembali. Nah disitulah kita baru sadari kekuatan kita terhilang, itu kadang-kadang terjadi. Badai masuk merenggut kekuatan yang tadinya kita anggap kita miliki, ternyata kita tidaklah sekuat itu.ET : Mungkin kadang-kadang karena pengalaman hidup yang selama ini lancar itu juga bisa membuat orang sepertinya kebal. Ada rasa kebal terhadap badai, pasti terlindungi, tidak akan sampai mengaami kejatuhan.
Jadi merasa kalau ada jam waterproof, jadi seolah-olah itu tidak akan menimpa saya, entah karena keyakinan iman atau hal-hal yang lain.PG : Dan konsep ini sering kali dimiliki oleh kita sebagai orang beriman, sebagai orang percaya pada Kristus, kita tahu Tuhan akan melindungi kita. Dan benar, dalam banyak hal Tuhan melindungi ita namun kadang-kadang Tuhan membiarkan badai menerpa dan masuk dalam kehidupan kita.
Tuhan tidak selalu menjadikan kita itu orang yang Tuhan lindungi terus-menerus dan akan mencegah badai masuk di dalam kehidupan kita. Adakalanya Tuhan membiarkan, nah maka kita akhirnya harus mengakui bahwa badai dapat menerpa siapa saja termasuk pengikut Kristus. Tidak ada perkecualian, yang Tuhan janjikan bukannya kita tak pernah diserang badai, yang Tuhan janjikan adalah penyertaan-Nya. Waktu kita menghadapi pencobaan, Dia akan menyediakan jalan keluar dan Dia janjikan pencobaan itu tidak akan melebihi kekuatan kita. Namun Dia tidak pernah menjanjikan Dia akan terus-menerus menghindarkan kita dari badai, jadi memang sebagai pengikut Kristus kita juga harus menyadari bahwa badai dapat menyerang kita.PG : Betul Pak Gunawan, badai yang terjadi di Amerika baik Katrina maupun Rita, beberapa hari sebelumnya bahkan beberapa minggu sebelumnya sudah dapat diprediksi. Tapi badai kehidupan tidak dapt diprediksi, maka kita harus menyadari dua sifat badai kehidupan.
Yang pertama, datangnya sekonyong-konyong, tidak dapat kita duga. Artinya kita tidak bisa menyiapkan diri sesiap-siapnya untuk menghadapi badai kehidupan. Ada orang yangmempunyai anggapan bahwa dia bisa menyangkal badai dengan cara menyiapkan hidup sesiap-siapnya. Semua hal dia kontrol, dia harus jaga, dia harus lindungi, nah itu adalah anggapannya. Tapi faktanya adalah tidak ada yang bisa menahan badai sewaktu badai itu datang dan tidak dapat dia prediksikan kapan badai itu akan muncul dalam kehidupannya. Sifat yang kedua tentang badai kehidupan adalah sering kali badai datang silih berganti, ini mirip dengan peristiwa yang terjadi di Amerika, baru saja badai Katrina melanda New Orleans di Lousiana kemudian datang lagi badai Rita. Sering kali badai kehidupan datangnya silih berganti membuat kita pada akhirnya merasa sungguh-sungguh tidak bisa bernafas dan kita benar-benar tidak lagi mempunyai kekuatan untuk menghadapinya.PG : Dan banyak orang mengalami hal itu Pak Gunawan, kalau kita ngomong-ngomong dengan orang yang pernah mengalami badai kehidupan yang parah umumnya mereka akan berkata badai itu datangnya bukn hanya satu kali tapi benar-benar beruntun.
Silih berganti, satu belum selesai satu lagi datang; satu belum selesai satu lagi datang, kita benar-benar dibuatnya tak bisa bernafas.ET : Tapi yang menarik adalah reaksi yang berbeda-beda, tadi Pak Gunawan menggunakan istilah buat seseorang itu badai tapi buat orang lain seolah-olah angin sepoi-sepoi. Jadi yang seorang walauun mengalami badai beruntun tapi tetap bertahan, tapi ada orang lain lagi yang mengalami dengan beruntun bisa sampai gila dan mengalami stres yang luar biasa.
Sesungguhnya apakah memang ada tuntunan-tuntunan, kalau memang tidak bisa persiapan tapi paling tidak ketika badai datang, apa yang mesti kita lakukan Pak Paul?PG : Ada beberapa Ibu Ester, yang pertama kita mesti menyadari bahwa hidup tidak berada dalam kendali kita. Ini sesuatu yang tampaknya sederhana tapi kadang-kadang kita lupa bahwa hidup tidak brada dalam kendali kita.
Contoh: ada orang-orang yang anaknya dijaga luar biasa, sudah besar-besar disuruh tinggal di dekat-dekat rumah tidak boleh tinggal jauh-jauh, dia mau jaga semuanya; seolah-olah hidup itu berada dalam kendali kita. Faktanya tidaklah demikian, faktanya adalah banyak masalah bisa muncul dan kadang-kadang kita tidak bisa berbuat apa-apa tentang hal itu. Benar-benar sebuah ilusi bahwa kitalah yang mengontrol hidup. Maka kita harus berkata pada akhirnya datanglah kepada Tuhan yang memegang kendali atas hidup ini. benar-benar bukan kita tapi Tuhan; datanglah kepada Tuhan. Datang kepada Tuhan bukan dengan sikap ketakutan, "Tuhan, jangan sampai Tuhan kirim badai." Datang kepada Tuhan yang memegang kendali atas kehidupan artinya adalah datang kepada Dia dengan rasa aman, bahwa apapun yang terjadi kalaupun badai harus menerpa, Tuhan ada bersama dengan kita dan Dia sudah berjalan di depan kita sebelum badai itu datang. Kita harus yakin, orang-orang yang telah berhasil melewati badai, sering kali ketika melihat ke belakang mereka berkata: "Entah mengapa Tuhan sudah persiapkan kami, ada hal-hal yang terjadi sebelumnya yang membuat kami sadar, o......bukannya kebetulan hal-hal itu terjadi untuk mempersiapkan kami menyambut badai itu." Dengan kata lain kesimpulannya adalah Tuhan sudah berjalan di depan kita sebelum badai datang, nah ini ada penghiburan dan kekuatan kita, Dia adalah yang memegang kendali hidup dan kita dapat datang kepada-Nya dengan rasa aman.PG : Sering kali memang karena terlalu bertubi-tubi, kita akhirnya berkata Tuhan pun tidak bisa menolong kita. Sebetulnya yang harus kita katakan adalah "Tuhan, saya tidak sanggup lagi," namun angan smapai kita akhirnya mengatakan Tuhan yang tidak sanggup lagi.
Tuhan sanggup, tapi kalau ini tetap terjadi kesimpulannya adalah memang dalam takaran Tuhan inilah badai yang memang Dia telah tetapkan untuk kita. Berarti kekuatan Tuhan akan cukup sesuai takaran badai yang Tuhan tetapkan untuk kita itu.PG : Yang lain adalah kita mesti menyadari bahwa kita tidak selalu kuat. Kadang-kadang kita terlena Pak Gunawan, kita beranggapan kita sekarang sudah kuat, kita bisa menghadapi hidup apapun maslah yang akan datang dalam hidup kita, kita bisa atasi, tapi tidak demikian.
Faktanya adalah hari ini kita kuat, besok kita lemah. Kita tidak selalu kuat, kekuatan kita tidak selalu sama hari lepas hari, ada hari-hari kita kuat, ada hari-hari kita lemah. Kenapa, sebab hidup kita pun tidak selalu sama dan monoton, kadang-kadang ada hal yang mengguncangkan kita dan membuat kita kehilangan keseimbangan. Dalam kondisi seperti itu kita akan lebih lemah, kita harus sadari itu. Maka yang harus kita lakukan adalah datanglah dan dekatlah selalu dengan Tuhan yang perkasa, selalu kita harus sadari meskipun saat ini kita sedang tidak ada apa-apa. Kita harus ingatkan diri kita bahwa yang kuat adalah Tuhan bukan saya, nah Tuhan baik, secara berkala Tuhan akan ingatkan kita dengan menghadirkan situasi yang menyadarkan kita bahwa kita tidak kuat. Dan karena itu kita akhirnya disadarkan kita dipaksa untuk kembali bergantung kepada Tuhan yang adalah sumber kekuatan kita itu.ET : Saya setuju dengan apa yang Pak Paul katakan tentang terlena, kadang-kadang karena kita merasa di masa lalu kita pernah mengalami badai tapi bisa melampauinya. Jadi kalau mengalami lagi pati akan sama kuatnya dengan yang lalu, tapi ternyata ambruk sehingga langsung merasa ada yang salah.
Seolah-olah terkena apa begitu sehingga tidak bisa sekuat dulu lagi.PG : Memang kita cenderung berpikir bahwa cara yang telah kita gunakan yang berhasil itu akan selalu berhasil. Faktanya tidaklah demikian, sebab situasi itu mengandung unsur-unsur atau faktor-fktor yang lain yang membuat situasi itu unik dan tidak sama dan kitanya sendiri tidak selalu ada dalam kondisi yang selalu prima.
Ini yang mesti kita sadari. Sedikit saja kita kehilangan fokus kita langsung tenggelam, itu yang terjadi pada Petrus, pada waktu Tuhan meminta dia datang kepada-Nya berjalan di atas air. Dia mendengar badai, dia merasakan badai dan dia mulai takut langsung dia tenggelam. Itulah kita, tapi ingat Petrus sudah berjalan, Petrus bukannya merasakan itu di atas perahu, Petrus sudah berjalan berarti dia pernah mempunyai iman yang kuat. Seharusnya dia berkata, "Saya sudah berjalan sedemikian jauh, saya pasti bisa jalan terus menyelesaikan perjalanan saya mencapai Tuhan Yesus. " Tapi toh di tengah jalan meskipun metodenya tetap sama, tapi imannya tidak sama. Ini sering kali terjadi pada kita, di awal kita mempunyai iman yang besar, di tengah-tengah waktu menghadapi terpaan badai iman kita luntur. Kini saatnyalah kita datang kepada Tuhan, Dialah yang perkasa, mata kita harus tetap tertuju kepada-Nya, tidak boleh akhirnya mata kita itu kehilangan fokus.PG : Yang ketiga adalah hiduplah dengan problem, ini harus kita sadari. Hidup dengan problem bukan di luar problem, artinya kadang-kadang ada hal-hal yang tidak bisa kita lenyapkan atau hindari Misalkan badai penyakit kanker, kita kadang-kadang tidak bisa hilangkan itu dan kita harus hidup dengan penyakit itu bukan di luar penyakit itu.
Terimalah dan sesuaikan hidup seperti apa adanya, misalnya kita kehilangan suami kita, hiduplah sebagai seseorang yang tanpa suami. Kita kehilangan istri, hiduplah sebagai seseorang yang kehilangan istri. Kita tidak lagi mempunyai kesehatan yang prima, hiduplah dengan kesehatan yang tidak prima; kita mesti hidup sesuai dengan kondisi kita.PG : Memang dalam keadaan yang sangat menyakitkan, penuh penderitaan, kita ingin bebas Pak Gunawan. Makanya kita masuk pada tuntunan keempat dan yang terakhir, yakni belajarlah menghadapi tekann hidup.
Kalau kita mempunyai pasangan hidup, kita mempunyai keluarga, hadapilah bersama-sama, janganlah kita melarikan diri dengan menggunakan cara-cara pintas yang tidak memuliakan Tuhan atau memisahkan diri, tidak mau berbicara dengan sanak keluarga, tidak mau berbicara dengan istri atau suami kita, tidak mau berbicara dengan orangtua kita; jangan, problem akan lebih bisa dihadapi bersama-sama daripada sendiri. Dan juga jangan lari, karena problem akan mengejar kita kalau kita lari, maka mesti kita hadapi. Ini tuntunan terakhir yang mesti kita camkan.PG : Adakalanya itu kita lakukan, kita mencari kambing hitam, salahnya adalah pada waktu kita mencari kambing hitam, kita memisahkan diri dan kekuatan kita terpecah sedangkan yang diperlukan adlah kebersamaan.
Jadi kuncinya menghadapi ini adalah bersama, bersama dengan Tuhan dan bersama orang-orang yang dekat dan mengasihi kita.PG : Saya kira Firman Tuhan Pak Gunawan, tidak ada lagi yang lain. Hari lepas hari tatkala kita sedang menderita kita datang dan datang kembali pada firman-Nya. Firman-Nya berkuasa memberikan kta pengharapan untuk maju kembali.
PG : Saya akan bacakan Matius 8:25, setelah datangnya gelombang dan angin ribut; murid-murid berkata: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang krang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.
Inilah penghiburan kita, Dia yang perkasa, Dia bisa menghardik angin ribut dan datanglah kepada Dia.GS : Itu janji untuk kita semua ya, terima kasih Pak Paul juga Ibu Esther untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tangguh Di Tengah Badai". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristesn (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Ringkasan:
Matius 8:23-27
Badai adalah segala jenis KEHILANGAN:
- Kesayangan
- Kepercayaan
- Keamanan
- Kekuatan
Badai dapat menerpa siapa pun, termasuk pengikut Kristus!
Badai datang:
- Sekonyong-konyong!
- Silih berganti!
Badai datang, namun Tuhan telah datang terlebih dahulu!
- Terpejam, tetapi tidak kejam!
- Terpejam, tetapi tidak terlena!
Tuntunan 1
- Hidup tidak berada dalam kendali kita
- Jadi, datanglah kepada Dia yang memegang kendali!
Tuntunan 2
- Kita tidak selalu kuat: Hari ini kuat, besok bisa lemah!
- Jadi, datanglah kepada Dia yang perkasa!
Tuntunan 3
- Hiduplah DENGAN problem, bukan DI LUAR problem.
Tuntunan 4
- Belajar menghadapi tekanan hidup BERSAMA-SAMA!
- Jangan melarikan atau memisahkan diri!
Tuntunan 5
Kekuatan Tuhan mengalir turun melalui:
- Kasih
- Percaya
- Respek
Questions:
GS : Pak Paul, kalau kita bicara tentang badai ingatan kita itu langsung tentang kehancuran, tentang kerusakan yang parah bahkan tentang kematian. Sehingga orang itu kalau bisa akan coba menghindari atau menjauhkan diri dari badai ini supaya selamat. Tetapi kadang-kadang kita melihat juga berbagai upaya manusia ini ada batasnya, jadi tetap terjebak di dalam badai itu sehingga mau tidak mau harus bertahan. Ini kalau kita melihat kenyataan badai yang sehari-hati, tetapi dalam kehidupan kita sendiri itu juga ada badai-badai yang melanda hidup kita yang kita kenal dengan badai kehidupan. Ini sebenarnya apa Pak Paul?
GS : Tetapi badai kehidupan itu untuk setiap orang tidak sama, buat seseorang itu merupakan badai tapi buat yang lain ini mungkin cuma angin-angin sepoi saja Pak Paul.
GS : Bagaimana dengan keamanan tadi yang Pak Paul singgung?
GS : Termasuk itu kegoncangan ekonomi dalam keluarga itu Pak Paul?
GS : Tapi kadang-kadang memang ada beberapa kasus seolah-olah sekelompok orang itu mengundang badai di rumahnya sendiri. Jadi sebenarnya dia tahu kalau itu akan menimbulkan bencana kalau dia lakukan tapi tetap dia lakukan itu.
GS : Tapi itu sebenarnya seperti apa yang kita ilustrasikan di depan tadi, ada orang-orang yang sudah diperingatkan bahwa badai akan datang, dia tetap bersikeras mau tinggal di situ sehingga akhirnya menghadapi banyak masalah.
GS : Walaupun ada banyak persamaan dengan badai yang kita hadapi sehari-hari secara nyata, tetapi badai kehidupan itu sulit diprediksi sebagaimana badai yang sehari-hari kita hadapi, Pak Paul?
GS : Kalau silih berganti itu mungkin orang masih bisa tahan, tapi kadang-kadang beruntun Pak Paul. Jadi seperti kisah yang kita baca di kitab Ayub itu beruntun sekali, dalam waktu yang singkat beberapa badai menerpa keluarga itu.
GS : Memang kekhawatiran yang sering kali timbul adalah keadaan itu tidak terkendalikan lagi, jadi seolah-olah Tuhan pun tidak mampu mengendalikan badai menerpa hidup kita.
GS : Tuntunan yang lain apa Pak Paul?
GS : Selain kedua hal itu apakah ada tuntunan yang lain yang Pak Paul ingin sampaikan?
GS : Tetapi ada orang yang ingin cepat-cepat keluar dari problem itu sendiri, dengan cara apapun dia ingin keluar.
GS : Kebersamaan itu sering kali rusak karena satu menyalahkan yang lainnya, seolah-olah badai itu terjadi karena salahnya dia.
GS : Pak Paul, kita merasakan pimpinan Tuhan itu lewati apa Pak?
GS : Mungkin Pak Paul akan bacakan sebagian firman Tuhan untuk hal ini?
GS : Itu janji untuk kita semua ya, terima kasih Pak Paul juga Ibu Esther untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tangguh Di Tengah Badai". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristesn (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.