BETA
Mengapa Sukar Beriman
Sumber: telaga
Id Topik: 427

Abstrak:

Harus disadari bahwa beriman bukanlah satu pilihan dalam hidup, beriman adalah kewajiban manusia. Oleh karena itu Tuhan menghendaki kita hidup dengan iman, namun ternyata hidup dengan iman tidaklah mudah. Dalam materi ini kita akan melihat mengapa Tuhan menuntut iman dari kita dan bagaimana kita harus beriman.

Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan saat ini saya ditemani oleh Ibu Wulan, S.Th. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Sukar Beriman". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, apa atau bagaimana hubungan atau kehendak Tuhan kepada kita masing-masing di dalam hidup ini, dalam hubungannya dengan Tuhan itu sendiri Pak Paul?

PG : Ibrani 11:6 berkata: "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Alah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."

Dengan kata lain, Tuhan menghendaki kita hidup dengan iman Pak Gunawan. Nah, itulah yang Tuhan minta dari kita semua, tapi faktanya adalah ternyata tidak terlalu mudah bagi kita hidup dengan iman, bukankah demikian Pak Gunawan.
GS : Ya, tetapi hampir semua orang apalagi di negara kita ini selalu mengatakan dia beriman, dia percaya kepada Allah, apakah itu tidak cukup Pak Paul?

PG : Secara permukaan memang level atas iman atau level permukaan iman ialah percaya bahwa Allah itu ada, bahwa kita ini bukan saja manusia yang bertumbuh dari sesuatu yang non-organik kemudia kita ada, tentu saja tidak demikian.

Kita tahu dan yakin bahwa Tuhanlah yang menciptakan kita, namun iman jauh melebihi dari sekadar pengakuan bahwa Tuhan itu ada.
GS : Kalau tadi Pak Paul membacakan ayat dari Ibrani yang mengatakan dengan tegas bahwa tanpa iman tidak mungkin orang itu berkenan kepada Allah. Tetapi bagaimana seseorang itu bisa memperoleh iman itu Pak Paul?

PG : Iman itu memang bisa kita artikan sebuah respons dari manusia terhadap inisiatif Tuhan. Tuhan menyatakan diri-Nya kepada kita melalui alam semesta ciptaan-Nya, melalui karya-Nya menyelamatan manusia di atas kayu salib, cinta kasih Tuhan sudah dibagikan kepada kita, manusia.

Nah, apakah respons manusia kepada Tuhan? kita bisa menyimpulkan bahwa respons kita terhadap semua tindakan Tuhan itu adalah iman.
WL : Pak Paul, tadi Pak Paul mengatakan bahwa hidup beriman itu tidak mudah, maksudnya mungkin memelihara iman dalam kehidupan sehari-hari untuk tetap beriman kepada Tuhan. Menurut Pak Paul kira-kira faktor apa saja yang membuat kita sulit bertahan dalam iman pada Tuhan?

PG : Yang pertama adalah kita menginginkan kepastian Bu Wulan, dan beriman tidak memberikan kepastian kasat mata. Kita manusia sangat bergantung sekali pada yang kasat mata, sebab yang kasat mta membuat kita lebih memiliki kepastian.

Apa yang tidak bisa kita lihat, dapat membuat kita lebih cemas. Nah, masalahnya adalah kita tidak selalu dapat mengetahui apakah Tuhan akan mengabulkan permintaan kita dan kita tidak tahu kapan Dia akan bertindak. Jadi sebetulnya ada dua kesulitan yang berbeda, kita tidak tahu apakah Tuhan pasti akan memberikan apa yang kita minta. Terus terang, hal ini mengarah kepada ketidakpastian. Meskipun kita tahu Tuhan meminta kita untuk memohon kepada-Nya, tetapi kita tidak memiliki kepastian. Dan yang kedua adalah kita juga tidak tahu kapan Dia bertindak. Bisa hari ini, bisa minggu depan dan bisa tahun depan. Nah, secara alamiah sebagai manusia kita ingin kepastian itu, bahwa Dia akan memberikan sebagaimana yang kita minta dan kita ingin mengetahui waktunya. Boleh setahun lagi, tapi kita ingin mengetahui waktunya. Contohnya adalah Abraham, dari titik saat Tuhan memberitahukannya bahwa dia akan mempunyai keturunan yakni Ishak sampai dia benar-benar mempunyai keturunan. Dia harus menanti sekitar 25 tahun dan itu bukan waktu yang singkat. Nah, jadi hal-hal itulah yang pada akhirnya akan menyulitkan kita untuk bertahan dalam iman kita.
GS : Tapi Pak Paul, bukankah hidup ini akan menjadi lebih menarik, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi atau bukan merupakan suatu kepastian membuat hidup ini menarik Pak Paul?

PG : Menarik sekaligus menegangkan Pak Gunawan, betul sekali ya. Nah, hal ini yang menambah kesulitan kita untuk memelihara iman, yaitu pada akhirnya berhadapan dengan dua pilihan dalam hidup ni, bersandar kepada Tuhan atau bersandar kepada diri sendiri.

Nah, tatkala Tuhan tidak menjawab doa sebagaimana yang kita harapkan, kita tergoda untuk bersandar pada diri sendiri, sebab kita tidak suka bersandar pada orang lain atau hal-hal di luar diri kita. Kita tidak begitu senang bergantung atau menggantungkan hidup kita pada tangan orang lain yang tidak bisa kita kontrol. Sehingga godaan terbesar adalah pada akhirnya kita bersandar kepada diri sendiri. Sebab setidak-tidaknya, kita bisa mengerti dan mengetahui tentang diri kita. Jadi faktor-faktor inilah yang menambah kesulitan kita sebagai manusia untuk bertahan dalam iman.
WL : Pak Paul, apakah prinsip ini berlaku untuk semua orang atau kepada orang tertentu, misalnya orang-orang yang biasa mandiri, dari kecil sudah terdidik mandiri sampai dia sudah bekerja atau berkarier, segala macam dan segala sesuatu bisa dilakukan sendiri dan selalu bersandar pada diri sendiri begitu. Dan dia mempunyai rencana yang pasti dalam segala hal, jadi hal itu menyebabkan dia sulit bergantung pada Tuhan atau memang orang yang kebalikannya dependen, juga begitu kepada semua orang atau bagaimana maksud Pak Paul?

PG : Sudah tentu faktor-faktor latar belakang yang akan mempengaruhi mudah sukarnya kita ini bersandar kepada Tuhan. Contohnya adalah kalau dari dulu kita terbentuk untuk bersandar pada diri sndiri, otomatis menyerahkan tahta hidup kita kepada Tuhan itu akan lebih sulit.

Kebalikannya orang yang lebih berimbang, bisa percaya kepada orang, bisa bergantung kepada orang tapi tidak selalu dan terus-menerus bergantung kepada orang lain. Orang yang cukup berimbang, dalam hal ini akan lebih mudah bergantung kepada Tuhan. Namun kita juga mesti berhati-hati dengan orang yang memang tidak bisa hidup sendiri. Jadi terus bergantung kepada orang lain. Nah, orang seperti ini akan lebih mudah bergantung kepada Tuhan, sebab itu memang sudah merupakan kelemahannya. Maka seorang Psikolog yang bernama Newton Molloni pernah mengatakan bahwa sebetulnya ada dua jenis cara orang beriman atau bersandar kepada Tuhan. Ada orang yang menggunakan agamanya untuk melarikan diri dari kenyataan, Jadi secara harafiah, sebetulnya imannya adalah tempat persembunyiannya, sebab dia takut sekali menghadapi fakta dalam hidup ini. Sudah tentu kita percaya Tuhan tetap akan menerima orang yang seperti ini, dan Tuhan tidak akan menolaknya. Tapi seyogyanyalah kita bertumbuh, tidak selalu ketakutan seperti itu.
GS : Pak Paul, kalau memang seseorang itu pada umumnya sukar untuk bisa beriman, hidup di dalam iman kepada Tuhan, tapi kenapa Tuhan itu menuntut (seperti tadi dikatakan) seseorang untuk beriman, karena tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah ?

PG : Alasannya adalah iman merupakan alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan manusia itu berasal dari dua substansi yang berbeda, Tuhan itu Roh dan manusia it jasmani.

Tuhan itu tidak terbatas dan manusia itu terbatas. Tuhan kekal, sedangkan manusia itu fana. Nah, bahasa atau alat komunikasi yang bisa membuat manusia dan Tuhan itu bersatu atau saling berhubungan adalah iman. Imanlah yang bisa berkata: "Tuhan, saya melihat Engkau, bahasa yang bisa berkata: "Tuhan, saya tidak mengerti karena mata saya tidak bisa menemukan jalan keluarnya, tapi saya tetap bergantung dan bersandar kepada Engkau". Nah, pada waktu manusia berkata seperti itu kepada Tuhan, dia berkomunikasi dengan Tuhan. Sebaliknya kalau manusia berkata. "Mata saya tidak melihat jalan keluarnya dan berhenti sampai di sini saja, untuk bersandar kepada Tuhan", detik itu komunikasi dengan Tuhan terputus dan berhenti. Jadi sekali lagi, kenapa Tuhan menuntut iman, sebab Tuhan menginginkan bisa berelasi dengan kita, manusia dan relasi itu hanya bisa berlangsung jikalau kita bisa beriman dengan berkata: "Tuhan, saya tidak mengerti, tapi tetap percaya." Nah, itu salah satu alasannya kenapa Tuhan menuntut iman dari kita.
GS : Apakah ada alasan yang lain itu?

PG : Yang lainnya adalah ini Pak Gunawan, iman merupakan bukti kepatuhan kita kepada Tuhan. Iman adalah bukti pengakuan kita akan status kita sebagai ciptaan dan Dia sebagai Pencipta. Dengan kaa lain, tadi saya sudah singgung, iman adalah respons manusia terhadap tindakan-tindakan yang telah lakukan Tuhan dalam kehidupan kita.

Nah, iman adalah bukti bahwa kita ini tunduk kepada Tuhan, apapun kehendak-Mu meski tidak saya mengerti, saya akan percaya dan lakukan. Di situlah manusia menunjukkan kepatuhannya yang paling puncak. Kalau dia mengerti dan dia melakukannya alias dia mematuhi Tuhan yang adalah baik, itu tanda kepatuhan, tapi bukan pada puncaknya. Pada puncaknya adalah sewaktu dia tidak mengerti namun tetap berkata: "Saya percaya dan saya melakukannya." Nah, di situlah iman benar-benar muncul dalam bentuk yang paling indahnya, kepatuhan kepada Tuhan.
GS : Tetapi bagaimana seseorang bisa mempunyai iman seperti itu, itu masalahnya Pak Paul?

PG : Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan Pak Gunawan, yang pertama adalah kita mesti menyadari bahwa beriman bukanlah suatu pilihan dalam hidup. Kita bukannya berkata: "O.....iman bole ada, boleh tidak ada," o...tidak!

Beriman sebetulnya adalah kewajiban manusia. Itu sebabnya Tuhan berkata: "Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Nah, kata berkenan kita tahu berarti menyenangkan. Jadi dengan kata lain tanpa iman tidak mungkin kita menyenangkan hati Tuhan, kira-kira itu dasarnya. Akhirnya kita kembali kepada tujuan hidup kita, apakah kita hidup untuk menyenangkan hati Tuhan ataukah kita hidup untuk menyenangkan hati kita. Kalau kita memutuskan hidup kita adalah untuk menyenangkan hati Tuhan berarti kita harus belajar beriman, percayakan dan percayakan meskipun akal dan mata kita mengatakan yang sebaliknya.
WL : Maksudnya belajar beriman itu seperti apa Pak Paul?

PG : Benar-benar belajar berkata kepada diri sendiri, meskipun saya tidak mengerti dan cara kerja Tuhan tidak bisa saya ikuti, tetapi saya tetap percaya pada karakter Tuhan yang baik dan yan adil.

Belum lama ini saya menonton sebuah film yang bagus, ya Pak Gunawan dan Ibu Wulan, The Count of Montecristo, film itu menceritakan tentang seseorang yang difitnah dan akhirnya dipenjarakan dan harus mendekam selama 11 tahun di penjara. Dan di penjara itulah dia menemukan sebuah tulisan yang ditulis oleh tahanan yang sebelumnya, yakni Tuhan akan memberikan keadilan. Nah, pada akhirnya sampai ke titik ketidakpercayaan lagi kepada Tuhan. (WL : Pasti sulit)Betul, karena dia difitnah dan tidak lagi mungkin keluar. Namun akhirnya Tuhan mempertemukan dia dengan seorang pendeta tua yang memberikan kekuatan kepadanya, sehingga akhirnya bisa kembali beriman kepada Tuhan. Jadi beriman berarti percaya bahwa karakter Tuhan adalah seperti yang dikatakan-Nya bahwa Dia baik, meskipun yang kita terima tidak baik. Bahwa Dia adil, meskipun yang kita terima tidak adil. Bahwa Dia akan membela kita, walaupun saat ini kita sedang diinjak-injak. Bahwa Dia penuh kasih, meskipun yang kita alami sekarang sangat menyakitkan dan terasa sangat kejam. Jadi beriman berarti percaya perkataan Tuhan .
GS : Beriman seperti yang tadi Pak Paul uraikan itu ditujukan kepada satu pribadi, padahal seseorang ini kesulitan untuk bisa mempercayakan hidupnya kepada satu pribadi yang bagi dia itu sesuatu yang tidak riil, Pak Paul.

PG : Jadi langkah awalnya adalah ini Pak Gunawan, kita mesti percaya bahwa Allah atau Tuhan itu ada, meskipun kita tidak bisa melihat dengan mata kita. Dari manakah kita tahu Tuhan itu ada. Perama-tama, lihatlah alam ciptaan-Nya itu terlebih dahulu, bahwa terlalu sempurna untuk bisa muncul secara kebetulan.

Lebih susah percaya bahwa ini semua kebetulan daripada percaya bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta dan kita semua. Jadi percayalah Allah Pencipta memang ada. Kita juga mesti percaya Allah itu mengatur hidup kita. Bahwa yang sedang terjadi di dalam hidup kita dan dalam sejarah dunia ini adalah rencana-Nya, bukan sesuatu yang terjadi di luar rencana-Nya dalam kekacauan, tidak! Dia mengatur hidup. Kita juga percaya bahwa Tuhan menuntut pertanggungjawaban, artinya karena Dia ada, Dia meminta kita hidup dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan yang Dia inginkan. Bagaimanakah kita hidup dan apa yang sedang kita perbuat sekarang, pada akhirnya harus kita pertanggungjawabkan di mata Tuhan. Dan beriman juga berarti kita percaya Tuhan terlibat dalam hidup kita, Dia mengasihi kita, Dia berinteraksi dengan kita, Dia menyelamatkan kita dari dosa, seperti lagu yang berkata He lives, He Lives. Bagaimanakah kita tahu Tuhan itu hidup?, Kita tahu Tuhan itu hidup karena memang Tuhan bercakap-cakap dengan kita, memimpin hidup kita, menjawab doa kita, menyediakan kebutuhan kita. Tuhan secara nyata terlibat dalam hidup kita.
WL : Pak Paul, pada waktu disebut kata terlibat, langsung pikiran saya terusik. Kalau dalam kehidupan sehari-hari keterlibatan kita misalkan dengan orang tua, seringkali kita "menuntut" mereka terlibat dalam segala sesuatu, suka dan duka, membimbing dan sebagainya. Hal itu secara tidak sadar, kita juga menuntut Tuhan. Kalau memang Dia terlibat, Dia mengasihi, berinteraksi, sering kali Tuhan yang dalam bahasa manusia "silent", no respons. Seolah-olah ya sudah dibiarkan begitu saja. Nah, rasanya tidak mudah untuk tetap beriman pada saat-saat seperti itu. Tapi pada sisi lain di Alkitab ada tokoh-tokoh iman yang benar-benar besar sekali dalam moment-moment yang genting, yang sulit bisa melakukan seperti itu.

PG : Tapi kita akhirnya menyadari bahwa mereka pun tidak sampai kepada iman yang kuat dengan mudah. Mereka pun mengalami jatuh bangun. Dua kali Abraham harus berbohong dengan mengatakan bahwa strinya adalah saudaranya, supaya dia tidak dibunuh.

Dengan kata lain, dua kali Abraham memang tidak mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Nah, saat ketigakalinya sewaktu Tuhan meminta untuk mempersembahkan anaknya Ishak, barulah dia mampu melakukannya. Tapi dua kali dia jatuh bangun dalam imannya dan tidak selalu berhasil dalam imannya. Kita akan melihat tokoh-tokoh, anak-anak Tuhan yang jatuh bangun. Petrus tidak selalu mampu hidup kuat, berkhotbah kepada ribuan orang dan percaya. Petrus yang kita kenal adalah Petrus yang pernah menyangkal Tuhan, Petrus yang juga pernah hidup munafik, seharusnya berani mempertanggungjawabkan perbuatannya, bergaul dengan orang-orang non-Yahudi, tapi begitu orang-orang non-Yahudi datang, dia cepat-cepat menyingkir. Jadi Petrus adalah Petrus yang manusiawi dan seperti itulah yang dapat kita lihat. Daud yang bisa beriman, bertahun-tahun dikejar Saul, di padang gurun, di hutan-hutan tetap percaya kepada Tuhan, tapi detik-detik tertentu dalam hidupnya dia gagal. Dia jatuh ke dalam dosa perzinahan, dia pernah menyuruh Yoab panglimanya menghitung tentaranya untuk melihat berapa kekuatannya dan gagal melihat kekuatan Tuhan. Jadi saya kira, kita ini bertumbuh dan dalam pertumbuhan itu kita bisa jatuh-bangun.
WL : Dari penjelasan Pak Paul, saya boleh merangkumkan bahwa Tuhan memahami dan menerima proses jatuh bangun seseorang dalam beriman begitu Pak Paul.

PG : Dan Tuhan tidak berkata, "Saya kecewa, sebab itu sudahlah kamu keluar", tidak demikian. Tuhan akan tetap memegang tangan kita, meskipun kita jatuh bangun dan jatuh bangun.

GS : Ada memang pengalaman-pengalaman yang jatuh bangun-jatuh bangun, barangkali sering jatuhnya. Tapi ada orang-orang tertentu yang bersungguh-sungguh berupaya untuk menjadi seorang beriman, di dalam sikap hidupnya sehari-hari menjadi stabil begitu. Dia berusaha dengan sungguh-sungguh. Nah, itu di pandangan dan di hadapan Tuhan bagaimana Pak?

PG : Orang stabil, yang memang bisa benar-benar bersungguh-sungguh sudah tentu akan menyenangkan hati Tuhan, ya Pak Gunawan. Orang-orang seperti ini tidak selalu melihat apa yang sedang Tuhan prbuat dalam hidupnya, tapi dia tetap percaya kepada Tuhan.

Sebab begini Pak Gunawan, pada akhirnya iman yang matang adalah iman yang berkata: "Tuhan, yang saya lihat berbeda", tapi sebetulnya, di saat itu rencana Tuhan sedang berjalan di atas apa yang sedang kita lihat. Jadi saya boleh mengumpamakan dengan seseorang yang sedang menyelam di dalam air yaitu di lautan. Dia pada waktu berada di dalam air melihat ikan, batu karang dan sebagainya. Tapi dia tidak mungkin melihat apa yang ada di atas air, bahwa sebetulnya di atas air, ada perahu yang sedang mengikuti dia dan menyertainya. Dia tidak menyelam sendirian. Mungkin dia berpikir, saya hanya dikelilingi oleh karang,ikan dan tidak ada siapa-siapa. Tapi di atas air ada sebuah perahu yang sedang mengikutinya. Nah, itulah pengibaratan tentang hidup kita dengan Tuhan, kita melihat peristiwa-peristiwa yang kita alami ini, kita mengatakan Tuhan di mana, Tuhan tidak ada di situ, sebab kita tidak melihat. Di atas permukaan rencana Tuhan sedang terjadi. Jadi orang yang beriman kuat adalah orang yang bisa berkata seperti itu: "Tuhan, rencana-Mu sedang berjalan di atas situasi yang sedang saya hadapi, meskipun aku tidak bisa memahami apa yang sedang aku lalui."
GS : Terhadap orang seperti itu Pak Paul, apakah Tuhan itu memberikan perhatian yang khusus Pak?

PG : Saya kira pada akhirnya Tuhan akan memberikan upah, ya Pak Gunawan, seperti yang tadi dikatakan Tuhan memberikan upah kepada orang yang bersungguh-sungguh mencarinya. Tuhan akan melimpahka berkat-Nya, mungkin pada detik ini tidak bisa kita lihat, tetapi kita tahu Tuhan sedang menantikan saatnya melimpahkan berkat kepada kita.

Nah, itu yang akan kita pegang dalam hidup kita.
GS : Ya contohnya bagaimana Pak Paul, contoh yang praktis itu?

PG : Praktisnya begini, misalkan kita ini sedang menantikan seorang anak, kita berdoa, berdoa, berdoa tetapi Tuhan tidak mengaruniakan kepada kita seorang anak. Nah, kita tetap percaya bahwa searang rencana Tuhan sedang berjalan, di dalam ketidakhadiran seorang anak, rencana Tuhan sedang berjalan.

Jadi kita harus tetap berjalan dalam hidup kita, melaksanakan yang Tuhan inginkan, benar-benar kita tidak berkata hidup kita berhenti gara-gara Tuhan belum memberikan anak. Kita tetap percaya bahwa rencana Tuhan sedang berjalan. Dan di tengah-tengah penantian ini, Tuhan terus memberikan upah-upah-Nya, berkat-berkat-Nya yang mungkin sekali bukan dalam bentuk anak seperti yang kita minta itu, tapi dalam bentuk-bentuk yang lainnya, Nah ini yang akan kita pegang. Seperti anak kecil percaya kepada ayah dan ibunya, demikian pulalah kita datang kepada Tuhan, kita percaya Tuhan tahu yang paling baik, Dia akan memberikan kepada kita yang paling baik pula.
GS : Kadang-kadang pemberian di antara itu Pak Paul, justru yang membuat seseorang itu kehilangan tujuannya yang semula. Jadi ketika permintaannya yang mula-mula tadi dikabulkan seperti tadi contohnya merindukan seorang anak, ketika anak itu diberikan akan sering kali orang kaget, lho kenapa baru sekian Tuhan mengabulkan doa saya, bagaimana itu prosesnya?

PG : Sudah tentu dia akan mungkin sekali kecewa, tidak bisa menerima hal itu. Tapi di situlah iman baru bisa bertumbuh. Iman hanya bisa bertumbuh di dalam situasi di mana kita tidak melihatnya apa yang kita minta tidak akan kita saksikan dan tidak akan terjadi.

Kalau kita saksikan terjadi, memang itu bukan namanya iman. Justru iman ada, sewaktu kita tidak melihat. Memang ini menjadi sesuatu yang sangat sulit tapi di situlah kita baru bertumbuh.
WL : Pak Paul, apa itu berarti ada seperti tingkatan-tingkatan iman pada waktu Pak Paul jelaskan tentang upah. Saya ingat waktu saya baru pertama kali percaya Tuhan, baru beriman rasanya hidup itu indah, setiap kali saya minta segala sesuatu, misalkan mau berangkat ke gereja ternyata hujan, Tuhan tolong agar hujan berhenti,saya mau ke gereja ini, eh....benar-benar berhenti dan memang benar begitu. Saya mengalami betul dan beberapa kali banyak peristiwa seperti itu. Tapi makin berjalannya waktu, setiap saat saya meminta selalu saya mendapat dan bahkan bukan begitu saja, melainkan "diizinkan" mengalami hal-hal yang sulit untuk dimengerti. Apakah seperti itu begitu ya.

PG : Dari satu sudut kita bisa melihatnya memang seperti itu ya Bu Wulan, yaitu Tuhan memberikan kepada kita hal-hal kecil yang kita minta pada tahap-tahap awal kita berjalan dengan Dia. Tatkal kita semakin dewasa seakan-akan Tuhan tidak langsung memberikan yang kita minta, dengan tujuan belajar bertumbuh dalam iman, percaya pada karakternya, percaya pada si pemberi berkat dan bukan bergantung pada berkat itu sendiri.

Jadi dari satu sudut kita bisa melihatnya seperti itu, tapi di sudut yang lain kita mesti berhati-hati jangan sampai kita akhirnya berpandangan bahwa Tuhan itu mempermainkan kita dari sejak awal, seolah-olah Tuhan memberikan yang manis-manis ya, promosi. Nah, sekarang sudah datang dan masuk dalam kerajaan Tuhan, barulah kita menemukan kesengsaraan, benar-benar diuji. Tujuannya adalah Tuhan ingin kita mengenalnya, mencintainya, bukan mencintai pemberian atau berkatNya. Sebagaimana kita manusia juga begitu, kita tidak ingin orang mencintai kita karena dia suka dengan pemberian-pemberian kita, kita ingin dia mencintai kita apa adanya diri kita ini. Nah, dalam relasi dengan Tuhan seperti itu juga. Jadi Tuhan mengundang kita datang untuk mencintai-Nya bukan untuk mencintai pemberian-Nya. Kenapa Dia dahulu memberi lebih gampang, karena kebetulan saja memang itu sesuai dengan rencana Tuhan untuk kita pada saat itu.
GS : Pak Paul, iman ini sangat terkait erat dengan apa yang Tuhan janjikan kepada kita. Seperti tadi, apa yang kita minta itu belum tentu langsung dikabulkan, walaupun ada yang langsung dikabulkan seperti saat Bu Wulan menyampaikan kesaksiannya. Nah, bagaimana hubungannya antara iman kita dengan janji yang Tuhan sampaikan kepada kita?

PG : Pertama-tama kita harus sadar bahwa janji Tuhan itu selalu masuk dalam bingkai yang lebih besar, yaitu bingkai rencana Tuhan. Tuhan menjanjikan misalnya, kita tahu "Aku akan membebasan engkau, melepaskan engkau dari bahaya".

Apakah selalu anak-anak Tuhan dilepaskan dari bahaya?, tidak. Tuhan berjanji kepada Paulus: "Aku akan melepaskan engkau dari bahaya." Tapi menurut tradisi, kita tahu Paulus mati dipenggal kepalanya pada masa kerajaan Nero. Apakah Tuhan selalu menepati janji-Nya dalam konteks itu, tidak, dalam pengertian pada umumnya Tuhan akan melepaskan kita dari bahaya. Namun janji Tuhan itu harus kita tempatkan dalam bingkai yang lebih besar, bingkai kehendak Tuhan dan rencana-Nya. Pada satu kali rencana-Nya yang lebih besar itulah yang akan Tuhan utamakan. Dan janji itu yang masuk dalam rencana itu Tuhan.
WL : Tetapi kenapa Pak Paul ya, Tuhan tidak memberitahukan saja, misalnya apa yang sudah menjadi rencanaNya, kehendak-Nya ABCD begitu. Sedangkan kita sering kali meraba-raba " Lho ini kenapa rasanya tidak bisa nyambung dengan ini, kenapa kejadiannya ini begini". Nanti sekian tahun kemudian misalkan kita baru mengerti o...maksud Tuhan begini, tapi belum tentu sampai meninggal pun kadang-kadang tidak mengerti. Seperti dalam Ibrani 11 itu terdapat tokoh-tokoh iman yang juga tidak mendapatkan apa yang Tuhan janjikan. Itu yang sering kali kita dambakan penjelasan dari Tuhan.

PG : Saya kira jawabannya yang paling sederhana adalah ini Ibu Wulan, kita tidak akan sanggup hidup kalau kita sudah mengetahui semua apa yang akan terjadi dalam hidup kita. (WL: Karena?) terlau berat, kita tahu kita tidak akan sangat kaya nanti misalnya, kita sekarang menjadi gemetaran tidak bisa hidup memikirkan kapan saya akan kaya, kapan saya akan kaya.

Kalau misalnya kita akan mati ditabrak mobil 5 tahun lagi, wah kita tidak bisa hidup juga sekarang. Jadi kita tidak bisa hidup, terlalu besar dan dahsyat apabila kita mengetahui apa yang terjadi dalam hidup kita.

GS : Berarti dalam hubungan iman kita ini harus tetap meminta kepada Tuhan dan tetap percaya kepada-Nya sekalipun itu belum terealisir dalam hidup kita ya Pak Paul. Ya banyak terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Nah, para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih bahwa Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Sukar Beriman". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.


Ringkasan:

Kita tahu bahwa Tuhan menghendaki kita hidup dengan iman, Firman Tuhan berkata, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barang siapa berpaling kepada Allah ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6) Namun ternyata hidup dengan iman tidaklah mudah.

Faktor-Faktor yang Menyulitkan untuk Beriman

  1. Kita menginginkan kepastian dan beriman tidak memberikan kepastian kasatmata. Kita tidak tahu apakah Tuhan akan mengabulkan permintaan kita dan kita tidak tahu kapan Ia akan bertindak. Kita tidak tahu apakah rencana kita sesuai dengan rencana Tuhan.

  2. Hidup menyajikan dua pilihan kepada kita: Bersandar kepada Tuhan atau diri sendiri. Tatkala Tuhan tidak menjawab doa sebagaimana yang kita harapkan, kita tergoda untuk bersandar pada diri sendiri. Kita tidak suka bersandar pada orang lain atau hal-hal di luar diri kita. Kita tidak suka menggantungkan hidup kita di tangan orang lain.

Mengapa Tuhan Menuntut Iman dari Kita?

  1. Iman adalah alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan manusia berasal dari dua substansi yang berbeda: Tuhan roh dan manusia jasmani; Tuhan tidak terbatas, manusia terbatas; Tuhan kekal manusia fana. Iman adalah bahasa penghubung antara Tuhan dan manusia.

  2. Iman merupakan bukti kepatuhan kita kepada Tuhan. Iman adalah bukti pengakuan kita akan status kita sebagai ciptaan dan Ia sebagai pencipta.

Bagaimana Beriman?
Menyadari bahwa beriman bukanlah satu pilihan dalam hidup-boleh ada, boleh tidak ada-beriman adalah kewajiban manusia. Itu sebabnya Tuhan berkata, "tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Kata berkenan berarti menyenangkan. Jadi, kita kembali kepada tujuan hidup, apakah kita hidup untuk menyenangkan hati Tuhan? Beriman berarti percaya bahwa Allah ada, yang berarti:

  1. Ia mengatur hidup-rencana-Nya yang sedang terjadi dan digenapi.

  2. Ia menuntut pertanggungjawaban-bagaimana kita hidup dan apa yang kita perbuat.

  3. Ia terlibat dalam hidup kita-Ia mengasihi kita; Ia berinteraksi dengan kita; Ia menyelamatkan kita dari dosa.

Beriman berarti percaya bahwa Allah memberi upah kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mencari-Nya. Inilah iman dalam penerapan praktisnya.

  1. Semua janji tunduk pada pemenuhan kondisi yang memunculkan janji itu. Dengan kata lain, kita harus memahami janji sesuai dengan konteks yang melingkupi janji itu. Janji Tuhan tunduk pada rencana dan kehendak Tuhan-inilah konteks yang mengelilingi janji Tuhan.

  2. Tuhan menepati janji-Nya dan jika Ia tidak memberi kita upah yang kita harapkan, Ia tidak melakukannya untuk menyakiti kita. Ia menahan upah itu karena rencana-Nya yang tidak ketahui sedang berjalan di atas situasi yang kita hadapi.

  3. Kesimpulannya, minta dan percayalah, seperti seorang anak kepada orang tuanya. Jangan berhenti percaya!


Questions:

GS : Pak Paul, apa atau bagaimana hubungan atau kehendak Tuhan kepada kita masing-masing di dalam hidup ini, dalam hubungannya dengan Tuhan itu sendiri Pak Paul?

GS : Ya, tetapi hampir semua orang apalagi di negara kita ini selalu mengatakan dia beriman, dia percaya kepada Allah, apakah itu tidak cukup Pak Paul?

GS : Kalau tadi Pak Paul membacakan ayat dari Ibrani yang mengatakan dengan tegas bahwa tanpa iman tidak mungkin orang itu berkenan kepada Allah. Tetapi bagaimana seseorang itu bisa memperoleh iman itu Pak Paul?

GS : Tapi Pak Paul, bukankah hidup ini akan menjadi lebih menarik, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi atau bukan merupakan suatu kepastian membuat hidup ini menarik Pak Paul?

GS : Pak Paul, kalau memang seseorang itu pada umumnya sukar untuk bisa beriman, hidup di dalam iman kepada Tuhan, tapi kenapa Tuhan itu menuntut (seperti tadi dikatakan) seseorang untuk beriman, karena tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah ?

GS : Apakah ada alasan yang lain itu?

GS : Tetapi bagaimana seseorang bisa mempunyai iman seperti itu, itu masalahnya Pak Paul?

GS : Beriman seperti yang tadi Pak Paul uraikan itu ditujukan kepada satu pribadi, padahal seseorang ini kesulitan untuk bisa mempercayakan hidupnya kepada satu pribadi yang bagi dia itu sesuatu yang tidak riil, Pak Paul.

GS : Ada memang pengalaman-pengalaman yang jatuh bangun-jatuh bangun, barangkali sering jatuhnya. Tapi ada orang-orang tertentu yang bersungguh-sungguh berupaya untuk menjadi seorang beriman, di dalam sikap hidupnya sehari-hari menjadi stabil begitu. Dia berusaha dengan sungguh-sungguh. Nah, itu di pandangan dan di hadapan Tuhan bagaimana Pak?

GS : Terhadap orang seperti itu Pak Paul, apakah Tuhan itu memberikan perhatian yang khusus Pak?

GS : Ya contohnya bagaimana Pak Paul, contoh yang praktis itu?

GS : Kadang-kadang pemberian di antara itu Pak Paul, justru yang membuat seseorang itu kehilangan tujuannya yang semula. Jadi ketika permintaannya yang mula-mula tadi dikabulkan seperti tadi contohnya merindukan seorang anak, ketika anak itu diberikan akan sering kali orang kaget, lho kenapa baru sekian Tuhan mengabulkan doa saya, bagaimana itu prosesnya?

GS : Pak Paul, iman ini sangat terkait erat dengan apa yang Tuhan janjikan kepada kita. Seperti tadi, apa yang kita minta itu belum tentu langsung dikabulkan, walaupun ada yang langsung dikabulkan seperti saat Bu Wulan menyampaikan kesaksiannya. Nah, bagaimana hubungannya antara iman kita dengan janji yang Tuhan sampaikan kepada kita?

GS : Berarti dalam hubungan iman kita ini harus tetap meminta kepada Tuhan dan tetap percaya kepada-Nya sekalipun itu belum terealisir dalam hidup kita ya Pak Paul. Ya banyak terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Nah, para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih bahwa Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Sukar Beriman". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.