BETA
Tuntutan Keluarga dan Depresi
Sumber: telaga
Id Topik: 354

Abstrak:

Tuntutan keluarga yang tinggi terhadap seorang anak bisa menjadi suatu hal yang melatarbelakangi seseorang rentan terhadap depresi.


Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dan beliau berdua adalah pakar-pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat, yang kali ini kami beri judul "Tuntutan Keluarga dan Depresi". Bagian ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan kami beberapa waktu yang lalu tentang mengenal depresi. Jadi kami percaya Anda yang sudah mengikuti perbincangan kami pada waktu yang lalu juga akan banyak mendapat sesuatu yang baru dari perbincangan kami kali ini. Akhirnya kami dari studio mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita sudah menguraikan panjang lebar tentang depresi. Tapi supaya pendengar-pendengar kita yang mungkin baru kali ini mengikuti pembicaraan ini bisa mengikuti perbincangan tentang tuntutan keluarga dan depresi, mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang kita bicarakan beberapa waktu yang lalu.

PG : Depresi bisa menyerang siapapun tidak ada yang terkecuali, sebab depresi itu bisa muncul dengan mudah di dalam hidup seseorang yang tidak lagi seimbang. Tidak seimbang, dalam pengertian keampuan untuk menahan beban kehidupan itu tidak cukup sehingga akhirnya beban hidup menindih seseorang.

Gejala depresi bermacam-macam, yang paling umum adalah kehilangan minat atau gairah terhadap hal-hal yang biasanya diminati, biasanya disertai juga dengan kesulitan tidur, nafsu makan berkurang atau nafsu makan bertambah dengan drastis, gairah seksual menurun, ketegangan dan keresahan menandai hidupnya terus-menerus.
GS : Kalau kita bicara tentang tuntutan keluarga pasti ada di setiap rumah tangga, nah apakah itu juga berdampak pada seseorang yang rentan terhadap depresi itu?

PG : Yang melatarbelakangi pembicaraan kita pada saat ini adalah pengamatan saya bahwa ada orang-orang dewasa yang rentan terhadap depresi dan waktu saya selidiki, latar belakang keluarganya tenyata mereka mempunyai sesuatu yang umum atau yang sama antara satu dengan yang lainnya.

Yaitu mereka berasal dari keluarga di mana sejak kecil mereka telah menjadi tulang punggung keluarga. Apa yang saya maksud dengan tulang punggung keluarga adalah anak yang sangat diandalkan karena penuh tanggung jawab. Jadi apa-apa dia yang disuruh, apa-apa dia yang dipanggil atau anak yang tulang punggung ini adalah anak yang dianggap paling baik di antara anak-anak lainnya, sehingga dialah yang dituntut lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang lainnya. Yang lainnya lagi tulang punggung adalah anak yang dekat dengan salah satu atau kedua orang tuanya, sehingga anak ini menjadi tumpahan isi hati orang tuanya. Ada apa-apa dia yang dipanggil, diajak bicara, diceritakan masalah-masalah keluarga dan sebagainya. Dan yang terakhir tentang ciri anak yang disebut tulang punggung, sering kali anak ini bertumbuh dalam keluarga yang bermasalah, di mana perannya sebagai anak yang paling baik menjadi penting sekali. Dia harus menjadi pendamai di antara kedua orang tuanya, pelindung papanya atau mamanya, menjaga adik-adiknya jangan sampai mereka terlantar. Dengan kata lain anak yang disebut tulang punggung ini memang sungguh-sungguh menjadi tulang punggung keluarganya, di mana kakak adiknya atau orang tuanya bergantung pada dia sehingga dialah yang menopang kelanjutan kehidupan keluarganya itu. Saya perhatikan anak-anak yang disebut tulang punggung ini waktu bertumbuh besar dan misalkan suatu hari tidak mampu lagi menahan beban kehidupan, rentan sekali terhadap depresi.
GS : Padahal sebenarnya ciri-ciri yang tadi Pak Paul katakan sekilas itu kelihatan positif, saya rasa.

PG : Ya bukankah sebagai orang tua kita ini senang mempunyai anak yang seperti ini, Pak Gunawan, tapi sekali lagi anak-anak ini akhirnya sejak kecil dilatih atau dikondisikan untuk tidak hidup ormal.

Maksudnya normal, tidak hidup sebagaimana adanya, dia harus menjadi orang lain. Dia tidak bisa misalnya mengambek, tidak sekolah, dia tidak bisa bolos, dia tidak bisa mengatakan tidak suka. Sebab dia itu adalah anak yang diharapkan untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik untuk keluarganya. Jadi kalau dia ingin menjadi dirinya apa adanya, yang dia akan terima adalah penolakan atau yang lebih parah adalah kekecewaan dari orang-orang yang mengasihinya dan dikasihinya. Nah dia tidak tahan, dia tidak bisa mengecewakan orang-orang di sekitarnya itu.

ET : Selain rasa kecewa mungkin juga ada pikiran bahwa jangan-jangan nantinya menjadi timpang, tidak lagi berjalan lancar kalau dia menolak. Dan dalam arti suatu keadaan yang memang tidak bisa ihindari Pak Paul, misalnya salah satu orang tua meninggal yang memang dia adalah anak sulung.

Dalam hal ini bagaimana Pak Paul?

PG : Jadi yang tadi Ibu Esther katakan betul sekali, anak-anak ini memang adalah roda yang memutar jalannya keluarga. Misalkan tadi contohnya si ayah sudah meninggal, dia yang harus menggantika si ayah, tidak ada pilihan lain.

Jadi memang ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memberikan banyak pilihan kepada anak-anak, dia terpaksa harus memikul beban itu. Nah sekali lagi saya mau tekankan adalah kalau dia hidup dengan berimbang nanti di masa dewasanya dia akan OK! Namun kalau hidupnya tidak berimbang terus-menerus dia tersedot oleh masalah-masalah keluarganya dan tidak cukup waktu untuk dirinya sendiri, dia tidak cukup memberikan makanan untuk dirinya sendiri dan lama-lama dia akan roboh.

ET : Tapi justru memang kadang-kadang hal ini yang suka dilupakan oleh anggota keluarga yang lain. Dalam arti memang dari kecil atau dari mudanya dia sudah menyandang status orang yang dapat diandalkan sehingga sampai dia dewasa, sampai mungkin saat dia sudah berkeluarga, sudah saatnya membina keluarga sendiripun dari anggota keluarga yang lain masih selalu larinya ke si tulang punggung ini dalam situasi yang bahkan kadang-kadang tampaknya remeh begitu ya?

PG : Betul, dia dituntut oleh keluarganya sendiri, oleh mamanya atau adiknya atau siapa dan di rumah pun dituntut karena dia adalah tulang punggung keluarganya, rumahnya, istrinya, anak-anaknya Nah orang-orang ini akhirnya akan terjebak di dalam tuntutan-tuntutan ini dan kalau dia tidak tahan dia akan roboh, depresi.

GS : Jadi ini masalah ketahanan dia ya Pak Paul, ketahanan seseorang itu. Nah pada waktu dia kanak-kanak diperlakukan seperti yang tadi Pak Paul katakan, apakah dia menyadari?

PG : Tidak, masalahnya adalah anak-anak ini tidak menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Dia hanya melakukan yang dia tahu harus dilakukan, sebab memang tidak banyak pilihan lain. Tap akibatnya atau buah-buahnya mulai terlihat Pak Gunawan, nah kita bisa mencermati beberapa gejala yang bisa muncul misalnya yang pertama adalah orang ini mudah merasa bersalah terhadap segala hal yang tidak beres di keluarganya.

Jadi kita ini memang bisa terganggu kalau ada masalah di keluarga kita, tapi khusus untuk anak-anak yang telah menjadi tulang punggung, dia bukan hanya merasa terganggu, dia merasa bersalah karena apa sekali lagi dia tulang punggung, dia yang harus bertanggung jawab memastikan semuanya hidup baik-baik dan bahagia. Jadi waktu ada yang tidak beres, adiknya masuk penjara misalnya atau kakaknya bercerai yang langsung terkena dia, dia yang merasa bersalah sekali. Sepertinya dia tidak berbuat apa-apa, dia gagal melakukan yang seharusnya dia lakukan, nah ini tanda pertama yang bisa kita amati. Tanda yang kedua adalah dia juga memikul beban yang besar karena menerima tuntutan orang tua yang berlebihan ini. Jadi hidupnya itu meskipun bisa bahagia, tapi kelihatannya orang ini memikul beban, nah sekali lagi ini adalah faktor yang mencenderungkan dan merentankan dia untuk terkena depresi. Jadi wajahnya itu seolah-olah wajah yang penuh beban. Dan yang terakhir adalah tandanya orang ini tidak bebas menjadi dirinya sendiri, sebab ia senantiasa harus bersikap dewasa dan menjadi tauladan bagi saudaranya, dia selalu menjadi kakak, menjadi tokoh, orang yang disegani di rumahnya. Tapi dia itu tidak selalu begitu sebetulnya, dia manusia biasa, tapi dia tidak bisa mengeluarkan apa adanya dirinya itu, dia tidak boleh mengeluh dalam pengertian dia tidak boleh berkata saya tidak mau tugas ini, dia harus selalu mau, sebab kalau dia menolak keluarganya kecewa sehingga yang merasa bersalah kembali adalah dia juga.
GS : Ya tapi ada orang-orang yang tidak terlalu mengindahkan hal-hal yang menekan kehidupannya itu, lalu dia mengatakan memang sudah nasibku, seperti ini, jadi bahkan dia tidak menikah begitu. Jadi tuntutannya tidak terlalu banyak memang di dalam diri orang itu dibandingkan dengan orang lain, misalnya tadi teman-temannya itu ke pesta dan sebagainya, dia merasa saya tidak butuh itu. Nah itu sebenarnya ungkapan yang jujur atau tidak ya, Pak?

PG : Kemungkinan besar jujur sebab itulah yang dilihatnya, dia tidak membutuhkan semua kesenangan itu dan dia tidak perlu menjadi orang seperti yang lainnya. Yang dia tekankan adalah dia harus enjaga keluarganya sendiri, nah bisa jadi selama semuanya berjalan biasa saja, baik-baik dia akan OK.

Namun ini yang juga bisa terjadi, misalkan dia sudah menjaga keluarganya, kemudian musibah terjadi, contoh yang biasanya terjadi adalah misalnya adiknya terkena masalah besar, terkena ketergantungan narkoba. Nah itu bisa memukul dia, jadi dengan kata lain tambahan beban bisa benar-benar menjungkirbalikkan keseimbangan hidupnya itu. Atau kakaknya misalnya bercerai nah itu bisa menjungkirbalikkan keseimbangannya. Sebab dia sudah menata hidupnya dengan begitu baik dan rapi sehingga dia bisa hidup dengan baik. Namun kalau ada tambahan beban yang dia tidak sanggup untuk atasi dia akan roboh, sekali lagi sebab dia memang tidak terbiasa juga bercerita membagi beban dengan orang lain. Dia adalah tulang punggungnya dan dalam kasus tadi Pak Gunawan katakan, dia mungkin tidak punya teman banyak di luar karena tidak punya kehidupan sosial.

ET : Dan mungkin yang lebih menyakitkan yang pernah saya lihat kasusnya si kakak sulung. Anak sulung ini merasa begitu bertanggung jawabnya kepada setiap anggota keluarga, sementara adik-adikny ini merasa engkau tidak harus berbuat seperti itu.

Dalam arti terlalu bertanggung jawab sementara adik-adiknya tidak mau diurusi seperti itu. Jadi ada rasa penolakan, dia ingin melakukan yang terbaik tetapi yang adik-adiknya tidak memberikan dukungan.

PG : Betul dan tidak jarang akhirnya terjadi konflik di antara mereka. Karena si adik-adik tidak menerima dan memang sebetulnya tidak harus terjadi pada anak sulung, jadi bisa terjadi pada anakke-2, ke-3, ke-4 namun anak yang dijadikan tulang punggung itu.

GS : Ketika pihak keluarga Pak Paul, memberikan kesempatan kepada yang menjadi tulang punggung tadi untuk menikah. Ternyata dia tidak merasa cocok juga dengan hidup pernikahannya sehingga dia masih lebih sering kembali ke rumahnya, ke rumah aslinya itu lalu berfungsi lagi sebagai tulang punggung lagi di situ.

PG : Pengamatan yang bagus sekali Pak Gunawan, dan kalau saya boleh tambahkan yang juga menyuburkan ketidakbetahannya dia di rumah tangganya sendiri adalah keluarga asalnya. Sebab keluarga asalya itu seolah-olah menyerahkan dia untuk menikah separuh hati.

Di satu pihak dia seharusnyalah engkau menikah, namun kamu kenapa menikah sebab kami masih memerlukan engkau, engkau pergi dari rumah kami kehilangan tulang punggung. Memang adanya anbivalensi di situ, ketidaktuntasan dalam melepaskan si anak. Jadi sering kali tadi Pak Gunawan sudah katakan peranan itu dibawa terus meskipun dia sudah menikah dan berkeluarga, dia tetap kembali ke rumah menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Kalau dia sudah beristri atau bersuami pasangannya jangan sekali-kali menegur tentang keluarganya, dia marah luar biasa umumnya begitu, dia akan bela keluarganya mati-matian, tidak ada yang boleh mencela mamanya atau papanya atau adiknya atau karakternya meskipun memang keluarganya ada masalah.
GS : Nah justru di situ Pak Paul, dia mengalami depresi karena pernikahannya, padahal selama dia tidak menikah atau waktu belum menikah itu tidak ada problem apa-apa.

PG : Betul, karena waktu dia sudah menikah tambahan beban itulah yang dia harus pikul, selama hanya keluarganya yang harus dia pikul dia sanggup, sekarang keluarga sendiri dia harus tanggung. Dn mungkin sekali terjadi tarik ulur di sini, dia dihimpit dari dua sisi, muncul depresi.

Nah waktu dia mengalami depresi atau mengalami ketertekanan, keterhimpitan yang tadi Pak Gunawan sudah singgung, ada beberapa hal yang bisa dilakukan yang sering terjadi adalah dia bisa melakukan hal-hal yang berkebalikan dengan norma yang diyakini keluarganya. Jadi tidak jarang orang-orang ini sudah berumur berapa tahu-tahu ketahuan menggunakan narkoba, mana mungkin anak yang baik, tulang punggung keluarga menggunakan narkoba. Atau yang juga umum adalah orang ini tiba-tiba menikah dengan orang yang sangat tidak diharapkan oleh orang tuanya, misalnya orang tuanya mengharapkan anaknya menikah dengan seseorang dari status keluarga yang baik-baik, tiba-tiba dia menikah dengan status keluarga yang dipandang tidak baik. Jadi pertanyaannya kenapa sampai begitu? Ya sebab pada suatu titik dia tidak mampu lagi menanggung beban itu, dia bukan hanya minta bebannya dikurangi, dia lempar semua beban itu dan dia melakukan hal yang berkebalikan. Supaya apa? Dia lepas dari tuntutan, dia menjadi orang yang berkebalikan dari yang sebelumnya itu dia bukan menjadi tulang punggung, dia menjadi duri yang menusuk keluarganya.

ET : Tapi apakah keputusan itu dilakukan secara sadar, Pak Paul?

PG : Sering kali tidak, jadi bukannya dia sengaja berbuat itu karena dia mau membalas, kalau masih remaja mungkin dia akan sengaja. Tapi kalau usianya sudah dewasa kemungkinan besar memang tida dipikirkan secara sengaja.

GS : Ya karena itu akan bertentangan dengan hati nuraninya sendiri. Dia mau menjadi tulang punggung tapi dia melakukan itu. Apa itu bukan cuma sekadar pelarian saja Pak Paul?

PG : Memang itu pelarian, jelas itu pelarian ya. Kalau dia tetap kuat dia akan bertahan terus, berfungsi sebagai tulang punggung. Namun jika dia tidak kuat lalu memaksakan diri, dia bisa robohke dalam depresi.

GS : Melihat dampak yang begitu serius ya Pak Paul, padahal tiap-tiap keluarga pasti membutuhkan tulang punggung, kalau bisa memang ditanggung bersama tapi kenyataannya selalu ada orang yang menjadi tulang punggung dari suatu keluarga. Bagaimana kita di kehidupan yang satu keluarga banyak orang lalu memperlakukan orang lain seperti itu, Pak Paul?

PG : Kalau masih ada pilihan, sekali lagi saya tekankan kalau masih ada pilihan sebab memang pada kasus tertentu keluarga itu tidak punya pilihan. Kalau masih punya pilihan sebaiknya kita sebagi orang tua menyadari bahwa anak ini terlalu banyak menerima tuntutan dari kita, diatas adik-adiknya atau kakaknya, nah kalau kita sadari itu kita harus mulai mengurangi tuntutan itu.

Kecenderungan kita sebagai orang tua memang melimpahkan tanggung jawab yang lebih besar kepada anak yang paling bertanggung jawab, yang memang tidak mau bertanggung jawab makin bebas dari tanggung jawab. Karena kita orang tua akhirnya enggan menyerahkan tanggung jawab kepada dia, tidak dikerjakan, tapi celakanya justru yang bertanggung jawab akhirnya memikul tanggung jawab terlalu banyak. Jadi kita harus berhati-hati dan lebih peka.
GS : Ya memang yang sulit itu memperlakukan sama rata, jadi diberikan tanggung jawab yang sama dan sebagainya. Tetapi katakanlah orang tua melihat anaknya yang mempunyai daya menangkal depresi lebih kuat. Jadi dia terus dibebani, nah bagaimana kita tahu bahwa sampai batas tertentu kita harus berhenti?

PG : Kalau dia itu kehilangan pergaulan sosialnya, salah satu cirinya atau gejalanya yang harus kita perhatikan. Dia makin jarang keluar dengan teman-temannya, dia lebih sering di rumah, nah it bagi saya pertanda tidak seimbang lagi, atau kalau ada sedikit misalnya ada yang tidak beres dalam keluarga dia meledak, dia marahi adiknya, dia marahi kakaknya nah itu suatu pertanda juga limitnya atau keterbatasannya sudah dicapai, dia akhirnya tidak bisa lagi menahan maka mulailah diluapkan.

Yang berikutnya lagi adalah kalau kita melihat makin hari dia makin kehilangan minat pada hal-hal yang umumnya dilakukan anak-anak seusianya, misalnya pergi nonton atau apa. Kita harus berhati-hati kemungkinan dia ini sudah terjebak di dalam dinamika beban keluarga kita yang besar itu.

ET : Masalahnya kadang-kadang memang keluarga mengandalkan tulang punggung, mungkin keluarga yang kurang seimbang. Jadi juga kadang-kadang kurang peka untuk melihat keadaan si tulang punggung ini dia sudah seperti itu, kehilangan minat, sudah tanda-tanda depresi, sudah di ambang kehancuran tetapi beban terus ditambahkan ya, Pak Paul?

PG : Itu yang menyedihkan Bu Esther, sebab kenyataannya adalah si orang tua yang membebani tidak mau si anak itu lepas dari beban, sebab dia butuh bantuan, dia butuh orang untuk memikul bebannya. Dan waktu si anak misalnya mulai menggeliat dan berkata saya tidak tahan lagi, nah yang sering terjadi adalah si orang tua ini memelas "engkau tidak kasihan dengan saya, tidak peduli dengan saya, bukannya engkau itu menolong, engkau ingin mengelak dari tanggung jawab, siapa yang bisa menolong saya sekarang", maka anak akan terjebak dalam rasa bersalah lagi. Tadi saya sudah singgung rasa bersalah itu luar biasa kuatnya dalam diri anak-anak ini. Rasa bersalah yang berlebihan adalah pupuk yang akan menumbuhkembangkan depresi di kemudian hari.

GS : Tapi semasa anak-anak dia jarang terkena depresi, Pak?

PG : Betul, sebab anak-anak tidak memunculkan depresi seperti orang dewasa Pak Gunawan, meskipun sebetulnya anak-anak bisa terkena depresi. Karena gejalanya tidak sama dan pola pikir anak belumterlalu kompleks seperti orang dewasa, maka sering kali kita tidak mengenalinya, namun sebetulnya bisa terkena depresi.

Salah satu cara untuk menilai anak terkena depresi misalnya tidak pernah ngompol sampai usia 10 tahun normal-normal tapi tiba-tiba ngompol terus menerus, itu adalah gejala yang tidak wajar. Atau baik-baik saja tahu-tahu sekarang mulai jadi keras, suka berantem, memukuli anak lain, itu juga merupakan gejala depresi yang tersembunyi.
GS : Sebenarnya pada saat-saat seperti itu harusnya sudah langsung mendapat pertolongan, Pak Paul?

PG : Seharusnya begitu, bicara tentang pertolongan ada beberapa saran yang bisa saya berikan kepada para pendengar. Yang pertama adalah menanggulangi dengan melakukan beberapa pencegahan. Kalaukita melihat wajah seseorang itu tegang tanpa ekspresi, orang itu sulit tidur, berat badannya menurun atau bahkan melonjak drastis, nah ini menandakan adanya kebutuhan untuk pengobatan.

Apalagi kalau sudah tidak tidur 3, 4 hari, harus bawa dia ke psikiater, ke dokter ahli jiwa agar bisa mendapatkan obat. Yang kedua adalah menasihati agar konsumsi obat-obatan dimakan secara teratur dan tidak digunakan untuk mengakhiri hidupnya. Sebab sekali lagi saya ingatkan, pikiran untuk membunuh diri itu sangat kuat pada penderita depresi. Jadi jangan berikan obatnya kepada dia biarkan kita yang pegang, kita berikan waktu dia harus makan obatnya, seperti itu. Yang ketiga adalah mengawasi secara saksama bila dia ingin membunuh diri, jangan biarkan dia sendirian. Untuk mengetahui kalau dia ingin bunuh diri atau tidak, bertanyalah seperti ini: engkau pernah memikirkan untuk mati? Misalnya tanya seperti itu jangan ragu-ragu untuk bertanya. Kalau dia bilang tidak pernah tetap harus diawasi, sebab mungkin saja dia tidak mengatakan yang benar jadi jangan biarkan dia sendirian kalau terkena depresi, harus terus-menerus didampingi. Yang keempat dengarkan keluhan dan kekhawatirannya, meski diutarakan secara berulang-ulang. Kita kadang-kadang bosan mendengar hal yang sama terus-menerus, ketakutan yang sama, yang tidak rasional diulang terus saja tapi kita harus mendengarkan karena apa? Karena dia akan lebih bisa menenangkan kecemasannya sewaktu dia berbicara, daripada dia simpan sendiri lebih baik dia keluarkan. Dan masukan dari kita, dorongan kita itu akan memberikan dia keteduhan. Jadi jangan sampai kita memutuskan komunikasi dengan dia. Yang kelima adalah bawa dia ke konselor untuk menanganinya secara profesional, dia harus menjalani terapi yang berkepanjangan bukan sekali dua kali. Dan yang keenam adalah ingatkan dia akan janji Tuhan dan ajak dia untuk berdoa dan bernyanyi bersama. Jadi jangan sampai dia meninggalkan persekutuan Kristen, ajak dia berdoa setiap saat, minta Tuhan menolong membebaskan dia dari depresi ini, terus seperti itu.
GS : Ya harus diupayakan terus-menerus supaya dia tidak menutup dirinya itu Pak Paul, dan hidup di dalam kesendiriannya. Tadi Pak Paul katakan ada janji Tuhan, misalnya seperti apa?

PG : Saya akan bacakan Amsal 21:30 dan 31, "Tidak ada hikmat dan pengertian dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi Tuhan. Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan teapi kemenangan ada di tangan Tuhan."

Jadi janji Tuhan adalah Dia memberikan kemenangan, kita hanya bisa berusaha, tapi Dia yang akan memberikan kemenangan, termasuk kemenangan melawan depresi. Harus bersabar karena prosesnya memang lama tapi dengan pertolongan Tuhan, pengobatan, dukungan orang-orang yang mengasihi kita, kita pasti bisa melewati depresi itu.

GS : Ya terima kasih, Pak Paul dan juga Bu Esther, saudara-saudara pendengar demikianlah tadi Anda baru saja mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tuntutan Keluarga dan Depresi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda mengirim surat kepada kami. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Orang yang rentan terhadap depresi memiliki latar belakang keluarga di mana mereka sejak kecil telah menjadi tulang punggung keluarga. Nah apa yang dimaksud tulang punggung keluarga?

  1. Adalah anak yang sangat diandalkan karena penuh tanggung jawab.

  2. Tulang punggung adalah anak yang dekat dengan salah satu atau kedua orang tuanya, sehingga anak ini menjadi tumpahan isi hati orang tua itu. Ada apa-apa dia yang dipanggil, diajak ngomong, diceritakan masalah-masalah keluarga dan sebagainya.

  3. Sering kali anak ini bertumbuh dalam keluarga yang bermasalah, di mana perannya sebagai anak yang paling baik menjadi penting sekali. Dia harus menjadi pendamai di antara kedua orang tuanya, dia harus menjadi pelindung papanya atau mamanya, dia harus menjaga adik-adiknya jangan sampai mereka terlantar.

Anak-anak ini akhirnya sejak kecil dilatih atau dikondisikan untuk hidup tidak normal. Maksudnya apa tidak normal, tidak hidup sebagaimana adanya, dia harus menjadi orang lain. Anak-anak ini nggak menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya, dia hanya melakukan yang dia tahu harus dilakukan, sebab memang tidak banyak pilihan lain.

Tapi akibatnya kita bisa mencermati beberapa gejala yang bisa muncul yaitu:

  1. Orang ini mudah merasa bersalah terhadap segala hal yang tidak beres di keluarganya.

  2. Dia juga memikul beban yang besar karena menerima tuntutan orang tua yang berlebihan ini. Ini adalah faktor yang mencenderungkan dan merentankan dia untuk terkena depresi.

  3. Orang ini tidak bebas menjadi dirinya sendiri, sebab dia senantiasa harus bersikap dewasa dan menjadi tauladan bagi saudaranya.

Waktu orang seperti ini mengalami depresi atau mengalami ketertekanan, keterhimpitan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yang sering terjadi adalah:

  1. Dia bisa melakukan hal-hal yang berkebalikan dengan norma yang diyakini keluarganya. Jadi tidak jarang orang-orang ini sudah berumur berapa tahu-tahu ketahuan menggunakan narkoba

  2. Atau juga yang umum adalah orang ini tiba-tiba menikah dengan orang yang sangat tidak diharapkan oleh orang tuanya.

Yang perlu dilakukan orang tua adalah kalau masih punya pilihan sebaiknya kita sebagai orang tua menyadari bahwa anak ini terlalu banyak menerima tuntutan dari kita, di atas adik-adiknya atau kakaknya, nah kalau kita sadari itu kita harus mulai mengurangi tuntutan itu.

Kita sebagai orang tua hendaknya mengetahui sampai batas di mana kita harus memberikan tanggung jawab pada anak, kapan kita harus berhenti. Salah satu cirinya atau gejalanya yang kita harus perhatikan adalah:

  1. Kalau dia itu kehilangan pergaulan sosialnya, dia makin jarang keluar dengan teman-temannya, dia lebih sering di rumah.

  2. Kalau kita melihat dia makin hari makin kehilangan minat pada hal-hal yang dilakukan pada anak-anak seusianya, misalnya pergi nonton.

Bicara tentang pertolongan ada beberapa saran yang dapat saya berikan yaitu:

  1. Melakukan beberapa pencegahan misalnya memerlukan psikiater, atau ke dokter ahli jiwa agar mendapatkan obat.

  2. Awasi konsumsi obatnya agar dimakan dengan teratur dan tidak digunakan untuk mengakhiri hidupnya. Awasi secara saksama bila dia ingin membunuh diri, jangan biarkan dia sendirian.

  3. Dengarkan keluhan dan kekhawatirannya mesti diutarakan secara berulang-ulang.

  4. Bawa dia ke konselor untuk menanganinya secara profesional, dia harus menjalani terapi yang berkepanjangan bukan sekali dua kali.

  5. Ingatkan dia akan janji Tuhan dan ajak dia untuk berdoa dan bernyanyi bersama.

Amsal 21:30,31, "Tidak ada hikmat dan pengertian dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi Tuhan. Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." Jadi janji Tuhan adalah Dia memberikan kemenangan kita hanya bisa berusaha, tapi Dia yang akan memberikan kemenangan, termasuk kemenangan melawan depresi.


Questions:

GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita sudah menguraikan panjang lebar tentang depresi. Tapi supaya pendengar-pendengar kita yang mungkin baru kali ini mengikuti pembicaraan ini bisa mengikuti perbincangan tentang tuntutan keluarga dan depresi, mungkin Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang kita bicarakan beberapa waktu yang lalu.

GS : Kalau kita bicara tentang tuntutan keluarga pasti ada di setiap rumah tangga, nah apakah itu juga berdampak pada seseorang yang rentan terhadap depresi itu?

GS : Padahal sebenarnya ciri-ciri yang tadi Pak Paul katakan sekilas itu kelihatan positif, saya rasa.

GS : Jadi ini masalah ketahanan dia ya Pak Paul, ketahanan seseorang itu. Nah pada waktu dia kanak-kanak diperlakukan seperti yang tadi Pak Paul katakan, apakah dia menyadari?

GS : Ya tapi ada orang-orang yang tidak terlalu mengindahkan hal-hal yang menekan kehidupannya itu, lalu dia mengatakan memang sudah nasibku, seperti ini, jadi bahkan dia tidak menikah begitu. Jadi tuntutannya tidak terlalu banyak memang di dalam diri orang itu dibandingkan dengan orang lain, misalnya tadi teman-temannya itu ke pesta dan sebagainya, dia merasa saya tidak butuh itu. Nah itu sebenarnya ungkapan yang jujur atau tidak ya, Pak?

GS : Ketika pihak keluarga Pak Paul, memberikan kesempatan kepada yang menjadi tulang punggung tadi untuk menikah. Ternyata dia tidak merasa cocok juga dengan hidup pernikahannya sehingga dia masih lebih sering kembali ke rumahnya, ke rumah aslinya itu lalu berfungsi lagi sebagai tulang punggung lagi di situ.

GS : Nah justru di situ Pak Paul, dia mengalami depresi karena pernikahannya, padahal selama dia tidak menikah atau waktu belum menikah itu tidak ada problem apa-apa.

GS : Ya karena itu akan bertentangan dengan hati nuraninya sendiri. Dia mau menjadi tulang punggung tapi dia melakukan itu. Apa itu bukan cuma sekadar pelarian saja Pak Paul?

GS : Melihat dampak yang begitu serius ya Pak Paul, padahal tiap-tiap keluarga pasti membutuhkan tulang punggung, kalau bisa memang ditanggung bersama tapi kenyataannya selalu ada orang yang menjadi tulang punggung dari suatu keluarga. Bagaimana kita di kehidupan yang satu keluarga banyak orang lalu memperlakukan orang lain seperti itu, Pak Paul?

GS : Ya memang yang sulit itu memperlakukan sama rata, jadi diberikan tanggung jawab yang sama dan sebagainya. Tetapi katakanlah orang tua melihat anaknya yang mempunyai daya menangkal depresi lebih kuat. Jadi dia terus dibebani, nah bagaimana kita tahu bahwa sampai batas tertentu kita harus berhenti?

GS : Tapi semasa anak-anak dia jarang terkena depresi, Pak?

GS : Sebenarnya pada saat-saat seperti itu harusnya sudah langsung mendapat pertolongan, Pak Paul?

GS : Ya harus diupayakan terus-menerus supaya dia tidak menutup dirinya itu Pak Paul, dan hidup di dalam kesendiriannya. Tadi Pak Paul katakan ada janji Tuhan, misalnya seperti apa?

GS : Ya terima kasih, Pak Paul dan juga Bu Esther, saudara-saudara pendengar demikianlah tadi Anda baru saja mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tuntutan Keluarga dan Depresi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda mengirim surat kepada kami. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.