Retrospeksi
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 2870
"Keutuhan pribadi" (integrated personality) merupakan tujuan utama
dari setiap pendidikan, baik itu formal maupun informal. Dengan
kehidupan yang utuh (integrated life) manusia dapat menghadapi
kondisi hidup sesulit apapun. Paulus di tengah aniaya penjara, tetap
dapat merasakan 'self-content' (tidak merasa kekurangan apapun juga)
dan bahkan merasakan sukacita surgawi (
1. Jangan menyangkali (denying) realita (yang mungkin 'stressful'
dan conflicting), tetapi hadapi dan selesaikan dengan baik.
Paul Tournier, seorang dokter dan psikolog, pernah mengatakan
bahwa,
"There is no life without repression. We can not boldly commit
ourselves without repressing our fears ... in the adults life,
there is no laughter that does not hide secret tears, either
unadmitted or unconscious, nor are there any tears behind
which is not some repressed enjoyment."
[Tak pernah ada kehidupan tanpa tekanan. Tak mungkin secara
utuh kita dapat membuat suatu komitmen pada apapun juga tanpa
ada kekuatiran di belakangnya ... Dalam kehidupan orang
dewasa, tak pernah ada gelak-tawa tanpa menyembunyikan air
mata, meskipun mungkin ini tak diakuinya. Begitu juga, tak
mungkin ada cucuran air mata yang semata-mata bernilai
dukacita. Pasti ada unsur-unsur "suka-cita" yang ditekan dan
sengaja dilupakan. ("Reflections", Phil: Westminster Press,
1976).]
Hidup ini memang selalu menyediakan dua sisi, yang saling berlawanan, untuk diresponi. Pemenangnya adalah mereka yang tahu memberi respons tepat yang justru dapat mengintegrasikan kedua unsur yang berlawanan tersebut dalam batinnya. Makin dewasa seseorang, ia makin mampu menerima tanpa menyangkali realita yang sesungguhnya. Bahkan kasih dan kebencian pun dapat diintegrasikan dalam jiwa orang yang dewasa. Seperti yang Tournier, dalam buku yang sama, mengatakan bahwa,
"Hatred and love are two emotions very, very close to one another ... He who can not hate intensely cannot love deeply." (Kebencian dan kasih merupakan dua macam emosi yang sangat dekat satu dengan lainnya ... Orang yang tak pernah dapat membenci sesama dengan sungguh-sungguh, tak mungkin dapat mencintai sesama dengan sungguh-sungguh pula.)Dalam kehidupan yang utuh, dinamika jiwa dengan intensitas yang tinggi, tidak lagi monopoli dosa dan kebencian, karena dapat disalurkan untuk kasih dan kebaikan.
2. Bedakan antara hak yang semu (pseudo right) dengan hak yang
sejati (genuine right) yang telah dianugerahkan Allah pada
orang-orang percaya.
Sumber konflik batin dalam jiwa yang tidak utuh (unintegrated
life) selalu berorientasi pada hak. Semakin rendah level
kematangan pribadi seorang, semakin tidak integrative jiwanya,
dan semakin besar kebutuhannya untuk menuntut pemenuhan haknya.
Memang setiap orang "berhak" untuk mendapatkan kebutuhan-
kebutuhan primernya. Tetapi dalam Kristus, 'pseudo right' ini
(karena hanya untuk memenuhi kebutuhan sementara) diganti dengan
'genuine right', yaitu hak yang sejati yang dianugerahkan Allah.
Hak ini tidak lagi 'self-centered', karena hak ini adalah hak
untuk mengikut teladan Kristus yang menyangkali diri-Nya. Untuk
mematikan kuasa dosa, hanya ada satu jalan yaitu penyangkalan
diri. Dengan prinsip yang sama Paulus berkata,
"... apakah upahku? Upahku ialah ... melayani tanpa upah."
(