Bagaimana Menghibur Anak yang Ayahnya Meninggal?
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 2830
Pertanyaan:
Saya seorang ibu rumah tangga (35 th) dengan tiga anak. Menghadapi
musibah kematian suami saya secara mendadak 5 bulan lalu, sampai
hari ini perasaan sedih, bersalah sulit sekali dihilangkan, terutama
karena anak kami Ani (9 th) menjadi pendiam dan murung. Banyak usaha
yang sudah kami (saya dan keluarga dekat) lakukan, misal tidak
membicarakan kematian ayahnya dan mengungsikan semua barang-barang
termasuk foto-foto keluarga. Teman-teman baiknya berusaha menghibur
dan membawa Ani ke tempat-tempat hiburan. Ani sendiri mencoba untuk
riang bersama mereka tetapi setibanya di rumah, ia banyak menangis.
Bagaimana saya harus menolong, karena di pihak lain saya sendiri juga sangat kehilangan. Adik-adiknya masih kecil usia 5 dan 3 tahun, mereka belum tahu banyak dan sering dibawa oleh neneknya, karena sekarang saya harus bekerja. Saya merasa lelah, sedih dan seringkali ada perasaan marah pada Tuhan, mengapa saya mendapat cobaan berat seperti ini. Bagaimana saya harus mengatasi??
Jawaban:
Saya ikut merasakan kepedihan hati Ibu. Memang tidak mudah dengan
beban-beban kehidupan yang begitu berat, sekarang Ibu harus
memikulnya sendiri. Belum lagi masalah Ani yang membuat ibu sangat
gelisah. Satu pihak mungkin ingin sekali melupakan apa yang telah
terjadi dan "go on with life" (melanjutkan kehidupan ini), tapi
melihat Ani yang sedih, seolah-oleh kenangan yang menyakitkan dengan
kehilangan suami yang kekasih hidup lagi. Saya tidak tahu persis apa
yang menjadi pergumulan ibu (karena setiap kasus sejenis mempunyai
keunikan masing-masing), tetapi ada beberapa saran yang mungkin
dapat menolong:
- Hindari keinginan untuk menolak realita (avoid denial). Ani harus ditolong bagaimana menghadapi kenyataan ini. Jangan ditutupi kenyataan bahwa ayah memang sudah meninggal dan tidak bisa kembali lagi bersama-sama kalian. Tuhan memberikan kelengkapan mekanisme dalam tubuh manusia secara ajaib untuk mengatasi baik perasaan kehilangan maupun perasaan untuk bangkit. Jadi biarkan anak merasakan kehilangan dan kesedihannya secara wajar. Ani membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan dan menyelesaikan proses kehilangan (grief process) ini. Dengan melihat kembali masa-masa indah bersama ayah melalui foto-foto, barang-barang yang mengingatkan kembali kehadiran ayah, justru mempercepat proses penyembuhannya (bukan sebaliknya). Hal ini akan terjadi jikalau ada bimbingan dan support yang Anda berikan, dan bukan justru "tidak mengijinkan kesedihan tersebut dikeluarkan."
- Sempatkan untuk berbicara secara pribadi dengan Ani.
Anak-anak seusianya memang belum dapat memahami secara utuh
realita kematian dan kehidupan sesungguhnya. Piaget seorang
psikolog dan pendidik menggolongkan anak usia 9-12 tahun dalam
masa pertumbuhan kognitif yang konkrit, yang berarti ia mulai
memahami dunia realita melalui apa yang ia alami dan rasakan
secara nyata. Sedangkan pemahaman tentang Tuhan yang mengasihi,
memberikan tempat untuk ayah di surga seringkali sulit dipahami
dan membutuhkan waktu untuk mencerna. Mungkin sekali kesedihannya
ditambah dengan ketakutan yang baru yaitu bagaimana jika Tuhan
juga mengambil anda sebagai ibu secara mendadak pula.
Jadi, dengan membiarkan Ani mengutarakan kesedihan, ketakutan dan kehilangannya sedikit demi sedikit setiap hari, tanpa sadar kesembuhannya akan mulai nampak. Katakan kepadanya bahwa andapun melewati masa-masa yang sulit untuk menyesuaikan kehidupan tanpa ayahnya.
- Bagi Anda sendiri, mungkin ada baiknya kalau Anda mendapatkan teman-teman yang bisa memahami perasaan Anda, dan mungkin mendukung Anda dalam doa. Proses penyembuhan dari kesusahan memang seringkali seperti siklus. Nanti pada saat-saat ulang tahun pernikahan (anniversaries) atau munculnya kenangan saat- saat indah yang lain, perasaan sedih, kehilangan pasti akan terulang lagi. Namun syukur kepada Tuhan, ingatan tersebut makin lama makin pendek, dan setelah itu kesembuhan yang seutuhnya akan tiba.