Mengatasi Konflik dalam Rumah Tangga
Sumber: artikel_c3i
Id Topik: 2663
Konflik sudah menjadi bagian dari pengalaman setiap keluarga, namun apa penyebab konflik itu? Bagaimana kita sebagai pasangan Kristen dapat menghadapi atau mengatasi konflik itu? Simak tanya-jawab dengan Dr. Paul Gunadi berikut ini:
------ T: Dalam kehidupan rumah tangga, dengan latar belakang suami-istri yang berbeda, tentu ada konflik yang kadang-kadang muncul. Sering kali lebih gampang memunculkan konflik daripada mengatasinya. Kami ingin tahu terlebih dahulu, apa yang menjadi sumber-sumber konflik atau penyebab konflik itu, Pak? J: Sudah tentu kalau membicarakan sumber konflik kita dapat menemukan daftar yang panjang sekali. Tapi saya kira hampir semua atau kebanyakan konflik mempunyai satu tema yang serupa, yaitu kita merasa pasangan kita tidak lagi seperti yang kita harapkan. Dengan kata lain, kita sering mendengar orang berkata: "Engkau tidak hidup seperti yang aku harapkan." Bentuk dan wujudnya bisa berbeda-beda, tapi saya kira salah satu akarnya adalah ini. ------ T: Mungkin harapan kita terhadap pasangan kita terlalu tinggi atau kita tidak pernah mengkomunikasi harapan itu kepadanya.J: Nah, di sini muncul satu kata kunci yaitu harapan. Jadi, saya percaya setiap kita ketika menikah sebenarnya membawa sekantong harapan yang akhirnya kita bebankan pada pasangan kita untuk dipenuhi. Nah, kita boleh menyadarinya atau tidak, tetapi yang pasti kita masuk ke pernikahan membawa harapan-harapan ini. ------ T: Tapi, apakah harapan itu seharusnya dikomunikasikan untuk mengurangi tingkat konflik itu? J: Seyogyanya sebelum menikah, suami dan istri dapat membicarakan apa-apa yang diharapkan. Harapan-harapan itu dikomunikasikan dan mulai mencoba memenuhinya, kalau tidak bisa memenuhinya perlu dibicarakan atau dikompromikan. Memang kita tidak bisa membicarakan harapan dengan tuntas tapi setidak-tidaknya harus ada sebagian besar atau garis besar harapan yang telah terungkapkan. Yang berbahaya adalah kalau harapan-harapan ini tidak pernah dibicarakan, karena ada anggapan ini tidak penting atau nanti akan beres dengan sendirinya. Lalu mereka menikah. Setelah menikah barulah harapan-harapan itu muncul karena harapan- harapan tersebut ternyata memang ada. Waktu harapan-harapan itu tidak dipenuhi kita menjadi sangat jengkel. ------ T: Lalu bagaimana kalau sudah sama-sama marah ... emosi biasanya lebih dahulu mengendalikan kita, ya? J: Betul. Nah, pada waktu marah, yang penting adalah kita menyadari bahwa kita marah sebetulnya karena kita menganggap pasangan kita gagal memenuhi tuntutan kita dan yang satunya akan berkata kita gagal untuk mengerti dia. Akhirnya kita menganggap kegagalan memenuhi tuntutan dan kegagalan mengerti sebagai suatu pelanggaran. Nah, kita akan masuk ke firman Tuhan untuk melihat metode penyelesaiannya. Saya akan membuka Galatia 6:1, "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan." Kata pelanggaran yang digunakan dalam ayat tersebut sebetulnya berarti jatuh atau mengambil langkah yang salah. Memang dalam konteks Galatia 6, yang sedang dibicarakan Paulus adalah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun konsep ini bisa diterapkan juga dalam keluarga, jadi maksud saya adalah pasangan kita atau anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan kita. Apa yang harus kita lakukan ketika menemukan pasangan atau anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan atau harapan kita? Yang pertama adalah Tuhan tidak memerintahkan kepada kita untuk memarah-marahi pasangan kita atau anak kita. Firman Tuhan malah meminta kita harus memimpin orang itu ke jalan yang benar. Kata memimpin ke jalan yang benar sebetulnya berasal dari istilah medis dalam bahasa aslinya. Istilah medis yang diterjemahkan menjadi merestorasi, memulihkan, atau mengembalikan ke keadaan semula. Istilah medis sesungguhnya berarti meluruskan tulang yang patah, jadi Tuhan meminta kita untuk meluruskan tulang yang patah itu atau orang yang gagal hidup sesuai dengan harapan yang kita minta darinya. Jadi inilah langkah yang Tuhan minta. Berikutnya adalah Tuhan memberikan syaratnya, siapa yang boleh memimpin orang ke jalan yang benar? Tuhan berkata 'orang yang rohani'. Saya mengambil definisi 'orang yang rohani' dari Galatia 5:22-23 yang kita juga sudah kenal, yaitu orang yang mempunyai buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ayat 25 berkata bahwa jika kita hidup oleh Roh baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. Jadi maksud 'orang yang rohani' adalah orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh. ------ T: Salah satu buah Roh yang disebutkan adalah kelemahlembutan. Biasanya di dalam pertengkaran kalau ada salah satu yang mulai bersikap lemah lembut, konflik itu akan cepat diredakan. J: Tepat sekali Pak. Jadi Tuhan menambahkan syarat perawatannya yaitu dilakukan dalam roh lemah lembut, bukankah tulang yang retak kalau diperlakukan dengan kasar malah patah. Jadi orang yang dalam keadaan gagal atau jatuh kita marah-marahi atau perlakukan dengan kasar, biasanya makin parah. Termasuk pasangan atau bahkan anak-anak kita, waktu mereka jatuh kalau kita kasari, mereka makin parah. Kenapa Tuhan meminta kita untuk bersikap lemah lembut? Karena kita semua sama-sama rawannya, jadi Tuhan berkata agar kita sama-sama menjaga diri supaya jangan kena pencobaan.