Generasi Tanpa Iman (II)
Sumber: telaga
Id Topik: 2420
Abstrak:
Anak adalah kemuliaan dan kehormatan yang Allah berikan pada orangtua yang harus diresponi dengan memuridkan secara intensional. Orangtua secara aktif membuka jalan anugerah bagi anak dan memberikan vaksinasi imanTranskrip:
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Generasi Tanpa Iman" (bagian kedua). Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, bolehkah diulang sedikit untuk mengingatkan pendengar bagian pertama tema "Generasi Tanpa Iman".
SK : Bahasan ini, Bu Yosie, memang lahir dari sebuah krisis yang nyata dialami oleh berbagai komunitas orang percaya di berbagai negara, salah satunya di negara Amerika Serikat, negara nomor satu penyumbang misionaris di seluruh belahan dunia ternyata mengalami krisis di masa sekarang, dimana pada tahun 2011 disimpulkan oleh Barnard group lewat sebuah buku "You lost Me", bahwa 59% kaum muda yang dulunya adalah anak-anak Sekolah Minggu, ternyata 59% kaum muda telah meninggalkan gereja. Ternyata di Indonesia pun sudah mulai menunjukkan gejala-gejala yang mengarah ke sana. Ini juga sebuah krisis yang sesungguhnya bukan hal yang baru, tapi sudah tercatat dalam Perjanjian Lama lewat Hakim-Hakim 2 dimana ketika satu generasi begitu mengenal Allah, mengasihi Tuhan tapi generasi berikutnya bisa lahir generasi yang bertolak belakang sama sekali, tidak mengenal Allah malah menyembah ilah-ilah lain dan memang kuncinya bukan sekadar karena kemajuan teknologi, kemajuan zaman, bukan karena sekadar kemakmuran ekonomi yang membuat generasi tanpa iman tetapi saya melihat itu karena generasi pendahulu, generasi orangtua tidak menaati Ulangan 6:1-9 yaitu perintah shema, memuridkan anak-anak dalam keluarga-keluarga secara intensional, dimana anak mengenal Allah secara pikiran, perasaan, kehendak. Orangtua tidak aktif melakukan bagian itu.
Y : Ada bagian orangtua yang kita bahas. Yang lalu kita bahas bagian orangtua yang pertama, penuhi tangki cinta anak. Lalu bagian kedua, apa yang bisa orangtua lakukan, Pak ?
SK : Penuhi tangki cinta anak itu, orangtua memenuhi dengan cinta yang utuh, ada 2 sisi yaitu kasih sayang dengan sentuhan, kebersamaan, kata-kata peneguhan tapi juga ada sisi yang lain, tuntutan positif yang membuat anak hidupnya tertata, disiplin, tertuntut dalam soal kejujuran, karakter-karakter positif, tertuntut juga untuk melakukan praktek-praktek mengenal Tuhan, di Sekolah Minggu, baca Alkitab, saat teduh bersama. Disini juga bila orangtua tidak melakukan hal itu terjadilah distorsi, artinya orangtua yang tidak mengasihi anak, anak merasa tidak dikasihi, diterima, tidak dihargai, sehingga akhirnya dia pun tidak merasa aman dengan orangtua, tidak merasa dikasihi oleh orangtua, dengan demikian anak juga merasa tidak dikasihi oleh Tuhan. Kembali orangtua membawa sebagian gambaran tentang Allah yang abstrak. Allah yang abstrak menjadi sosok yang konkret lewat kehadiran, kasih sayang, tuntutan positif dari orangtua sebagai wakilnya Allah.
Y : Ketika orangtua gagal melakukan bagiannya, itu membuat anak juga gagal mengenal Allah dengan tepat, ya Pak.
SK : Betul, maka ketika orangtua adalah orangtua yang serba otoriter main perintah, maka ia juga melihat Allah yang otoriter, Allah yang serba menuntut. Ketika orangtua mengabaikan anak, menghina, melecehkan anak, maka anak juga memunyai gambaran secara di bawah sadar bahwa Allah itu kejam, jahat, Allah yang tidak bisa diduga. Ketika orangtua tampil menjadi orangtua yang penuh tuntutan, aturan, hiperreligius, apa-apa Tuhan Tuhan, firman tanpa dibarengi dengan bahasa kasih sayang orangtua akhirnya dia pun melihat Allah itu Allah yang suka menghukum, sulit mengampuni. Ketika orangtua tampil sebagai sosok yang pasif, tidak ada komunikasi, sekadar beri uang, sekadar kirim anak ke sekolah bahkan orangtua sibuk sendiri, tidak ada komunikasi secara hangat, maka anak pun lebih mudah melihat figur Allah sebagai figur Allah yang Mahakuasa, dahsyat, hebat tapi Allah tidak tertarik pada diriku, aku terlalu kecil dibandingkan dengan Allah yang Mahabesar itu. Ketika orangtua serba lemah, serba menuruti apa kemauan anak-anaknya, menuruti kemauan pasangannya. Ia juga melihat "Ah itu baik, Allah itu penuh perhatian tapi sebenarnya tidak berdaya, Dia tidak sanggup menolong saya". Maka penting kehadiran orangtua di poin pertama, memenuhi tangki cinta anak dengan cinta yang utuh lewat bahasa kasih sayang dan bahasa tuntutan positif.
Y : Jadi ternyata menumbuhkan iman tidak lewat yang muluk-muluk, tetapi benar-benar lewat mengasihi mereka, menerima mereka, mendidik mereka. Lalu yang kedua Pak, apa bagian yang bisa dilakukan orangtua untuk menumbuhkan iman tadi?
SK : Yang kedua, orangtua perlu memunyai iman yang hidup.
Y : Seperti apa iman yang hidup itu, pak ?
SK : Iman yang hidup lawan iman yang mati. Kalau kita ingat dalam surat Yakobus, iman yang mati adalah iman yang bagaimana?
Y: Iman yang tanpa perbuatan.
SK : Ya, iman tanpa perbuatan adalah mati. Kata-kata, tindakan orangtua perlu sinkron sesuai dengan prinsip-prinsip firman. Misalnya orangtua bicara, "He, kasih sama Tuhan, ibadah sama Tuhan, kasihi sama manusia", tapi orangtuanya malas ke gereja. Orangtua lebih mendahulukan uang….uang, uang itu kaya, orangtuamu miskin, akhirnya melihat keteladanan orangtua menindas yang lemah dan menghormati yang kaya. Maka Tuhan yang sesungguhnya adalah uang, mamon, yang disembah, bukan Tuhan yang hidup. Hal ini menggagalkan anak untuk memiliki iman yang hidup. Memang papa mamaku ke gereja, ayah ibuku Majelis, ayah ibuku Pendeta, pendiri gereja tetapi perbuatannya membelakangi apa yang diajarkan di gereja, apa yang dikhotbahkan, apa yang dinyatakan dalam rapat atau mezbah keluarga. Perilakunya menindas yang bekerja di rumah, kata-katanya kasar, menghina aku, membanding-bandingkan aku dengan kakakku, adikku. Hal seperti itu yang menggagalkan anak memiliki iman yang hidup. Termasuk bagaimana soal isu-isu tadi tentang uang, tentang sukses, apa kata orangtua tentang prioritas hidup. Bagaimana ketika orangtua berhadapan dengan krisis, ketika dihina, ketika orangtua dizalimi, ketika orangtua mengalami penderitaan, bagaimana ketika orangtua dimusuhi, bagaimana sikap orangtua terhadap perbedaan suku, agama, ras, antar golongan. Apakah orangtuaku diskriminatif atau menghormati orang apa pun golongannya, sukunya, agamanya? Bagaimana ketika orangtuaku sedang mengalami kesedihan, kesakitan hati? Responsnya apakah meledak-ledak, marah-marah, membentak, melukai orang lain ? Cari kompensasi secara negatif, atau orangtuaku mengelola emosinya dengan baik ? Ada penguasaan diri seperti kata firman, adanya buah Roh Kudus atau tidak? Ini dia peragaan hidup, ini yang menjadi sebuah inspirasi, tontonan menjadi tuntunan. Anak memiliki iman yang hidup adalah juga produk dari orangtua yang memiliki iman yang hidup.
Y : Memang anak sering tidak mendengar kata-kata kita, tapi yang pasti mereka melihat perbuatan kita.
SK : Perbuatan kita gemanya lebih kuat daripada sekadar kata-kata kita. Seperti bagaimana definisi iman yang diungkapkan dalam bahasan bagian pertama. Iman adalah mengalami Allah yang benar didalam Kristus, secara pikiran, perasaan, kehendak yang tampak dalam gaya hidup sehari-hari. Gaya hidup orangtua akan menunjukkan iman orangtua itu iman yang hidup atau iman yang mati. Hal itu yang akan ditransfer, diserap, diwariskan kepada anak secara alamiah dari hari ke hari oleh anak.
Y : Oleh sebab itu peran orangtua sungguh-sungguh sentral dalam menumbuhkan iman yang hidup.
SK : Orangtua adalah tuhannya anak-anak.
Y : Selanjutnya pak.
SK : Yang ketiga bagian orangtua adalah aktiflah membuka jalan anugerah iman anak.
Y : Seperti apa ya, pak, hal itu?
SK : Sebagaimana bahasan dalam bagian pertama "Generasi Tanpa Iman", saya ungkapkan iman adalah anugerah Allah, berbeda dengan agama. Agama adalah ajaran dan upaya manusia. Tetapi sekalipun iman anugerah pemberian Allah, tugas orangtua secara aktif membuka jalan anugerah ini. Bukan pasrah dan pasif saja, ada bagian orangtua yaitu membuka jalan sebanyak-banyaknya supaya anugerah iman itu dialami oleh anak. Lewat mengajar anak, ada mezbah keluarga, itu baik. Ayo kita memuji Tuhan, bukan hanya "lip service", secara perasaan dengan sepenuh hati.
Y : Memperagakan sepertinya.
SK : Bukan hanya "tamparan" tapi sungguh-sungguh. Dia menyajikan dengan sepenuh hati, bersenandung dalam berbagai kondisi, melakukan ibadah keluarga, kemudian ketika di alam bebas bersama anak-anak jalan, "Ih, bagus sekali, bintangnya, sinar matahari, hijaunya gunung-gunung betapa besarnya Tuhan kita". Jadi Tuhan itu dilihat orangtua, disaksikan anak lewat alam terbuka kemudian anak juga diajak pelayanan. Ini penting, kadang "Sudah jangan pelayanan, kasihan sekolah saja, sudah sibuk les sana les sini, pelayanan urusan dewasa". Keliru, sejak kecil libatkan dalam pelayanan, tampil Paduan Suara, tampil drama, tampil atraksi tari dalam acara Paskah, termasuk diajak PI. Alasannya orangtua memberitakan Injil secara pribadi, orangtua kunjungan ke desa, orangtua berkhotbah, orangtua mendoakan orang sakit di Rumah Sakit, anak diikutkan bukan hanya menonton. "Oh ini iman yang hidup, iman yang melayani", akhirnya anak pun merasakan. Jadi iman itu juga pikiran, perasaan, kehendak. Auditori, visual, kinesketik (mendengar, melihat, melakukan). Misi ke daerah, misi ke desa, misi ke suku lain. Anak diikutkan, mungkin masih balita dalam gendongan, dilihat sehingga hal itu terserap oleh anak. Juga PI, anak diikutkan kelas kelas, bagaimana membagikan Injil secara sederhana, dari anak ke anak, ada buku warna warni, hijau kuning hitam dan sebagainya, ada simbolnya. Ajarkan dan dorong anak untuk menceritakan kepada teman-teman di sekolah. Kalau kita hanya mendengar kita hanya konsumen tapi ketika kita melakukan untuk orang lain kita menjadi produsen. Biasanya kalau kita jadi produsen, kita mengajar maka kita semakin memahami apa yang diajarkan dan itu akan semakin meresap secara pikiran, perasaan dan memengaruhi perilaku dan kebiasaan kita juga. Itulah iman yang bertumbuh.
Y : Lalu sama-sama membaca firman atau menonton sebuah film edukatif tentang iman kita. Itu juga bisa merangsang anak.
SK : Bacaan-bacaan yang tadi Bu Yosie sebutkan, misalnya bacaan tentang tokoh-tokoh pelayanan seperti Hudson Taylor, misionaris ke Tiongkok, tokoh John Sung, tokoh-tokoh anak Tuhan yang melayani di dunia politik seperti Pak Yohanes Leimena, Bpk. T.B. Simatupang. Kita ceritakan, "Ini lho anak Tuhan yang berkarya, bukan hanya dalam misi tapi juga dalam dunia politik, dunia pemerintahan, dalam dunia bisnis jadi garam dan terang". Kita ceritakan atau lewat bacaan, "Ayo kamu baca nanti kita diskusikan". Juga lewat seni permainan, Bu Yosie, menggambar, melukis, main musik, menari yang berkaitan dengan mengekspresikan iman, itu juga menjadi jalan masuk. Permainan-permainan, kuis Alkitab, atau permainan-permainan yang mengedukasi firman Allah, karakter, itu juga sebagai pembuka jalan anugerah bagi tumbuhnya iman anak.
Y : Menarik sekali, Pak. Langkah keempat ?
SK : Yang keempat adalah tugas orangtua melakukan vaksinasi iman.
Y : Menarik sekali, apa itu vaksinasi iman ?
SK : Vaksinasi itu apa, Bu Yosie ?
Y : Memasukkan virus atau bakteri yang sudah dikondisikan supaya antibodi kita terbentuk.
SK : Ketika antibodi itu tumbuh dalam diri anak, maka dia akan terlindung dari ?
Y : Serangan kuman.
SK : Serangan kuman penyakit. Tepat yang Bu Yosie respons, bahwa vaksinasi dalam keseharian kita itu adalah virus atau bakteri yang dilemahkan kemudian disuntikkan, dimasukkan ke tubuh anak supaya tercipta antibodi. Antibodi itu perlindungan sehingga ketika anak terpapar ketemu virus yang aktif, maka anak tetap sehat. Dia memunyai perlindungan, antibodi itu. Sama, iman mudah digagalkan ketika muncul serangan penderitaan, muncul pertanyaan-pertanyaan kritis. Sebelum pertanyaan-pertanyaan kritis didengar anak di dunia luar, di sekolah, di pergaulan masyarakat, maka lebih dulu orangtua yang memberi pertanyaan-pertanyaan yang menggoyahkan iman anak.
Y : Seperti apa pertanyaan-pertanyaan yang menggoyahkan iman anak, Pak ?
SK : Contohnya, kita bisa lakukan pada anak kita. "Nak, sini, kamu pernah dengar tidak, ada sebagian orang di luar itu percaya bahwa yang disalib di bukit Golgota itu bukan Tuhan Yesus, pernah dengarkah?" "Oh, belum pernah dengar". "Ok, kalau begitu, ayah mau cerita, sebagian orang percaya yang disalib itu adalah Yudas Iskariot dan Yesus tidak pernah bangkit karena dia tidak pernah mati di salib. Dan bahkan pernah ditemukan ada makam Tuhan Yesus di Talpiot. Itu ada di bukunya".
Y : Berarti tidak bangkit, bukan?
SK : "Menurut kamu bagaimana ini?" "Oh ya, bagaimana ya?" Lha kita jelaskan. Ini salah, dasarnya ini, faktanya ini. Di luar muncul kepercayaan Alkitab itu dipalsukan, yang kita pegang itu, yang kita baca sehari-hari bukan yang asli. Sebagian isinya dongeng, legenda-legenda bangsa yang tidak mengenal Tuhan yang benar. Menurut kamu bagaimana? Atau begini, "Kalau orang percaya Yesus satu-satunya Juruselamat. Berarti Tuhan tidak adil, bagaimana dengan orang-orang dan agama-agama yang lain? Bukankah tidak masuk surga. Tuhan ‘kan jahat! Katanya Tuhan Mahabaik, menurut kamu bagaimana?" Atau misalnya, "Kalau Tuhan itu baik mengapa orang yang hidupnya benar menderita?" Pertanyaan-pertanyaan itu sudah bisa kita berikan ketika anak mulai berusia 10 tahun sampai 20 tahun. Ketika kemampuan berpikir abstrak anak berkembang, kita mulai berikan virus-virus, bakteri-bakteri yang sudah dilemahkan. Artinya begini, kita berikan dan kita yang jawab. Nanti setahun atau dua tahun lagi, kita berikan pertanyaan yang sama. Menurut kamu bagaimana ? Dia jawab, "Oh, begini ayah "dan lain-lain. Ketika anak itu meninggalkan kita, kuliah di kota lain atau di negara lain, muncul pertanyaan itu, "Ah, mudah jawabnya".
Y : Ya menarik ya Pak, saya juga perlu melakukan sesuatu yang baru untuk, memvaksinasi iman untuk anak-anak saya.
SK : Untuk hal detilnya, Bu Yosie, bersyukur di zaman digital yang semakin berkembang ada aplikasi yang bisa kita unduh, bisa "download", judulnya "Ada pertanyaan ?" Atau dalam bahasa Inggrisnya "God’s Questions.org". Itu bisa kita unduh dengan cuma-cuma ada versi bahasa Inggris, ada versi bahasa Indonesia. Disana banyak pertanyaan dan ada jawabannya langsung. Orangtua tinggal memakainya, beri pertanyaan jawabannya kalau anak sudah bisa membaca, suruh baca dan kemudian jelaskan pada kita supaya lebih meresap. Yang kelima, Bu Yosie, bagian orangtua adalah milikilah komunitas iman. Membangun iman anak adalah kerja bersama, ada orangtua, Allah dan anak. Bagaimana orangtua menolong anak mengalami Allah? Untuk itu orangtua bisa mendayagunakan tim sukses yang terdiri atas guru sekolah, guru Sekolah Minggu atau ketika anak memasuki masa remaja, pembina remaja di gereja. Atau pembina persekutuan siswa di sekolah, atau teman-teman sahabat-sahabatnya anak kita. Dan anggota tubuh Kristus, bekerjasama. Bagaimana kabar anakmu di Sekolah Minggu di kelas kecil ini, di kelas besar ini? Tanya kepada gurunya, bagaimana menurut kamu? Ada kesulitan apa?
Y : Proaktif ya, Pak.
SK : Jadi bukan hanya tanya pelajaran akademis di sekolah. Bisa juga tanya perilaku, sikapnya karena sikap, perilaku itu juga ekspresi dari iman. Pada waktu anak memasuki remaja, siapakah teman-temannya? Teman-temannya kadang hafal, kita traktir, kita ajak ibadah bersama sehingga teman-temannya tidak sungkan. Kalau mengajak anak-anak kita berperilaku buruk dan kriminal. Lho ini mama papanya menraktir kami, mengajak berdoa, mendoakan kami, sehingga akhirnya sungkan kalau mau mengajak yang buruk. Kita jadikan tim sukses, termasuk ketika masa remaja, ketika anak merasa tidak nyaman, dikontrol orangtua, tugas orangtua mengendur dan memanfaatkan siapa yang dikagumi, guru olah raga yang dikagumi, guru yang disukai, kita dekati tanya dan titip anak kita. Titip tolong ingatkan ini kepada anak saya. Komunitas iman, anak perlu didukung.
Y : Perlu ditumbuhkan komunitas iman.
SK : Dalam hal ini, Bu Yosie, akhirnya anak itu sebuah medan uji kesetiaan orangtua atas mandat Tuhan.
Y : Medan uji seperti apa, pak ?
SK : Begini, apakah orangtua setia kepada anak yang Tuhan karuniakan, kepada kepercayaan yang Tuhan berikan? Seperti perumpamaan talenta itu juga bisa kita terapkan pada anak. "Hai, hambaku yang baik dan setia, Aku telah percayakan kepadamu satu anak dan engkau telah setia melipatkan gandakan iman anak tersebut, maka masuklah dalam kebahagiaan tuanmu". Demikian juga, "Aku telah percayakan kepadamu lima anak dan kelima-limanya telah kamu didik dengan sepenuh kasih sayang sehingga mereka tumbuh mengenal Aku dengan benar dan bahkan mereka mau memengaruhi dunia ini, di pemerintahan krisis politik untuk Aku maka engkau adalah hamba yang baik dan setia, mari masuk dalam kebahagiaan tuanmu di surga". Anak itu bukan beban tapi juga ujian, apakah kita setia terhadap mandat ilahi ini.
Y : Karena itu sebagai orangtua adalah tanggungjawab yang luar biasa, ya Pak. Ada tindak lanjut lagi untuk orangtua bagaimana kalau misalnya terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, tetap ada tantangan, ada kesulitan, tiba-tiba kita mendapati anak kita memberontak misalnya, bukankah tidak semua berjalan mulus sesuai dengan rencana kita?
SK : Ya, kalau terjadi beberapa krisis maka memang tugas kita, carilah pertolongan, jangan menutup diri, kalau menjadi diri yang sehat kita memunyai garis ke atas, ke samping, selain ke bawah. Jangan lupa harus punya garis ke atas dan garis ke samping. Kita perlu punya mentor, keliru kalau kita beranggapan tanda orang dewasa adalah tidak butuh orang lain.
Y : Tidak mungkin, ya Pak.
SK : Jadi orang dewasa, orang yang matang itu bergerak dari tahap indepen menjadi tahap interdependensi, dari tahap yang mandiri masuk ke tahap saling bergantung dengan orang lain. Kita dibutuhkan orang lain, tapi kita juga membutuhkan orang lain, yaitu pembimbing, mentor, teman-teman sebaya yang sepergumulan. Carilah pertolongan, datanglah ke konselor, jadi jangan menunggu sampai stadiun 4 baru mencari pertolongan.
Y : Sudah kronis sulit dipecahkan.
SK : Dan sebelum itu terjadi, tindak lanjut bagi kita sebagai orangtua adalah "Mari berilah diri dimuridkan secara intensional terlebih dahulu untuk kita bisa memuridkan anak-anak kita". Misalnya tadi, "Aduh saya bukan lulusan sekolah teologi, bagaimana bisa melakukan vaksinasi iman? Wah, saya menyadari saya tidak memunyai iman yang hidup, saya tahu beberapa bagian, tapi perilaku saya bertentangan". Nah, itu belum terlambat. Justru kalau kita sudah menyadari posisi kita semakin tidak positif carilah pembimbing untuk memuridkan mengenal Allah, mentaati firman-Nya dengan baik dengan seperti itu maka kita akan punya kuasa untuk mentransfer iman yang hidup itu pada anak-anak kita. Bahkan ini jauh lebih baik kalau sudah dilakukan sebelum kita punya anak, sebelum kita menikah. Mari kita yang masih remaja, masih kuliah, masih pemuda pemudi, carilah pembimbing, ikutilah pemuridan secara intensional supaya kita punya iman yang hidup dan bertumbuh.
Y : Baik, Pak Sindu, wah sangat penting peran orangtua dalam membangun generasi yang beriman. Bisakah untuk penutup Bapak memberikan benang merah dari bagian pertama dan kedua sekaligus pesan terakhir buat para pendengar?
SK : Sangat penting bagi kita untuk melihat bahwa ini sebuah kesempatan. Memiliki anak itu sebuah kemuliaan karena banyak pernikahan tidak dikaruniai anak. Ketika kita dikaruniai anak, lihatlah itu sebagai kemuliaan, kehormatan yang Allah berikan pada kita dan kita responi dengan sepenuh hati menjadi orangtua yang memuridkan anak-anak kita secara intensional dan bersama dengan itu kita juga bersedia dimuridkan oleh orang-orang lain sehingga anak menjadi medan warisan kekal sebelum kita meninggalkan dunia ini, anak kita persiapkan, kita perkokoh untuk menjadi saksi Kristus, menjadi garam dan terang bagi dunia ini bahkan di dunia yang semakin terhilang ini.
Y : Terima kasih banyak Pak Sindu untuk masukannya, saya percaya ini bermanfaat bagi pendengar. Para pendengar sekalian, terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Generasi Tanpa Iman" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.
Ringkasan:
KRISIS- 59% kaum muda meninggalkan gereja (You Lost Me, David Kinningham, Barna Group, 2011)
- "Hampir semua kaum muda hilang!" (survai sebuah majalah gereja ibukota)
- <10% mahasiswa Kristen pendatang terjangkau gereja
- Gejala churchlessàChristless
- Salah satu negara Asia: mahasiswa atheis dan agnostik dari orangtua Katolik dan Kristen. Di mana ada kemakmuran ekonomi, di sana ada kehilangan iman.
- Krisis kualitas iman meski jumlah kaum dewasa bertambah
Ini bukan hal baru. Dalam Perjanjian Lama sendiri tercatat fenomena serupa. Hakim 2:7,10,11
Sementara dalam Ulangan 6:1-9 tercatat instruksi dan SOP (Standard Operation Procedure) atau Prosedur Operasi Standar dari Tuhan. Ulangan 6:1-9
Disebut Shema, jantung hidup orang Israel masa lalu dan orang Yahudi sampai masa kini. Menjadi fondasi identitas bangsa Yahudi terpelihara meski tersebar di berbagai negara berabad-abad. Shema artinya "dengarlah".
Tanggungjawab utama pada orangtua, dan bukan pada guru sekolah maupun pendeta dan guru Sekolah Minggu di gereja. Mereka sebagai mitra sukses orangtua dan bukan pengganti orangtua. Ringkasnya: Iman Anak Tanggungjawab utama Orangtua. Pengajaran dan teladan iman orangtua merupakan atmosfer dan wadah iman anak untuk lahir dan berkembang.
Apa itu Iman?Mengalami Allah yang benar di dalam Kristus secara pikiran, perasaan, kehendak yang tampak dalam gaya hidup sehari-hari.
Iman merupakan pengalaman dinamis bermula di rumah, dibagikan, dikenal dan dipertegas di dalam komunitas orang percaya
IMAN | berbeda dengan | AGAMA |
Pengalaman nyata | Ajaran, hukum, perintah | |
Tidak dapat diajarkan | Dapat diajarkan | |
Anugerah Allah | Upaya manusia |
- PENUHI TANGKI CINTA ANAK dengan CINTA UTUH
- Kasih Sayang
Sentuhan, kebersamaan, kata-kata - Tuntutan Positif
- Kasih Sayang
- MILIKI IMAN YANG HIDUP
Kata dan Tindakan Orangtua
Isu-isu:- Uang
- Sukses dan Harga Diri
- Prioritas Hidup
- Krisis, Luka & Derita
- Karakter
- Musuh & Kawan
- Perbedaan SARA
- Perasaan negatif
- AKTIF BUKA JALAN ANUGERAH IMAN ANAK (kognitif, afektif, psikomotorik; berpikir-merasa-melakukan) dan auditori-visual-kinesketik (mendengar-melihat-bertindak)
- Pujian dan Penyembahan
- Alam Terbuka
- Pelayanan, PI & Misi: Ajarkan anak keterampilan PI
- Seni dan Permainan
- Bacaan dan Tontonan
- Bercerita dan Berdiskusi
- Lakukan VAKSINASI IMAN utk usia 10-20 tahun
- "Yang disalib Yudas Iskariot. Yesus tidak pernah bangkit. Ditemukan makam Yesus di Talpiot."
- "Alkitab itu sudah dipalsukan dan sebagian mitos."
- "Kalau Yesus satu-satunya Juruselamat, Allah tidak adil."
- "Ada orang Kristen sangat buruk, ada atheis sangat saleh."
- "Kalau Allah itu baik, kenapa orang benar menderita?"
Ada aplikasi digital: Ada Pertanyaan? GotQuestions.orgs - Kembangkan KOMUNITAS IMAN
Allah
OrangtuaAnakGuru Sekolah, Guru Sekolah Minggu,
Sahabat Anak, Pembina Remaja,
Anggota Tubuh Kristus lainnya
- Dimuridkan secara intensional untuk Memuridkan Anak (bahkan sangat baik jika sudah dimulai sejak remaja dan mahasiswa sebelum menjadi orangtua)
- Terapkan Diet Elektro Digital pada Diri
- Suburkan Komunikasi Pasangan dan Anak
- Cari Pertolongan.