BETA
Gangguan Kepribadian Paranoid
Sumber: telaga
Id Topik: 2228

Abstrak:

Kepribadian paranoid ditandai adanya pola ketidakpercayaan dan kecurigaan mendalam terhadap orang lain yang alasannya mereka tafsirkan bahwa mereka iri yang dapat ditandai oleh empat atau lebih dari tujuh hal-hal yang dibahas dalam perbincangan ini.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Mega, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Gangguan Kepribadian Paranoid". Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

M : Pak Sindu, topik kita pada kesempatan kali ini sangat menarik sebab tampaknya kata "paranoid" bukanlah kata yang asing bagi kita semua pada masa-masa sekarang ini.

SK : Iya, benar. Kata "paranoid" atau kadang orang menyebutnya paranoia sudah semakin diserap dalam percakapan kita di tengah masyarakat. Kata "paranoid" itu artinya curiga tanpa alasan. Ada prokem Jakarta, "Loe parno !" Artinya kamu itu parno, kamu itu paranoid, curiga tanpa alasan.

M : Ya. Jadi, secara gampang orang yang paranoid adalah orang yang mudah curiga.

SK : Betul. Curiga, terlalu berhati-hati, waspada terhadap orang lain berdasarkan keyakinan bahwa orang lain cenderung bermaksud melukai dirinya.

M : Kalau saya lihat bukankah kita semua memiliki paling tidak sedikit kadar paranoid dalam diri kita masing-masing ?

SK : Itu wajar dalam artian kehati-hatian atau kewaspadaan ya. Tetapi orang yang mengalami gangguan kepribadian paranoid memiliki sebuah pola ketidakpercayaan, pola kecurigaan yang bersifat mendalam terhadap orang lain, dia menuduh orang lain hampir selalu dikaitkan dengan punya rasa iri terhadap diri mereka.

M : Jadi, poinnya di rasa iri itu atau… ?

SK : Maksudnya menuduh orang lain, lebih banyak menuduh orang lain iri terhadap dirinya, mengancam dirinya dan akhirnya menimbulkan rasa curiga yang mendalam. Maka dalam hal ini orang yang dikategorikan memiliki kepribadian paranoid harus minimal memenuhi empat tanda dari tujuh tanda yang akan kita bahas ini.

M : Oke. Ciri-cirinya cukup banyak ya, ada tujuh ciri dari orang yang memiliki gangguan kepribadian semacam ini.

SK : Betul.

M : Bisa dijelaskan lebih lanjut, Pak Sindu ?

SK : Tanda yang pertama, orang dengan kepribadian paranoid memiliki kecurigaan yang tanpa alasan bahwa orang lain memanfaatkan dirinya, orang lain mencelakai dirinya, orang lain membohongi dirinya. Begitu curiga terhadap orang lain sehingga dia cenderung selalu berjaga-jaga terhadap kemungkinan bahaya dan kejahatan. Jadi, pandangan orang-orang yang berkepribadian paranoid ini terhadap dunia begitu sempit. Maka mereka berusaha mencari tahu untuk memerkuat pandangan mereka ini bahwa orang lain akan mengambil keuntungan dari mereka. Hal inilah yang membuat orang-orang dengan kepribadian paranoid sebenarnya hampir tidak mungkin bisa memercayai orang lain termasuk teman-temannya atau rekan-rekannya.

M : Karena mereka takut dirugikan ?

SK : Betul, Bu Mega. Yang kedua, orang dengan kepribadian paranoid tenggelam dalam keraguan yang tidak beralasan tentang kesetiaan orang lain atau loyalitas orang lain. Mereka bisa menuduh dengan gampangnya pasangan, rekan, bawahan, rekan kongsi bisnis mereka, rekan pelayanan mereka tidak setia. Bahkan sekalipun memang sesungguhnya tidak ada sama sekali fakta-fakta yang melandasi tuduhan ketidaksetiaan itu.

M : Apakah ini nanti manifestasinya hanya sebatas tuduhan atau mereka bisa melakukan tindakan-tindakan tertentu, Pak ? Kalau mereka merasa orang-orang di sekitar mereka itu ingin menyakiti dan tidak setia pada mereka.

SK : Iya. Misalnya, kita dalam satu relasi kerja atau relasi pelayanan ‘kan mengenal adanya rapat atau meeting. "Lho, mengapa aku tidak diundang ? Wah ada konspirasi ini, ada persengkongkolan." Atau pun tidak diundang tapi diberitahu, "Maaf, Pak Sindu. Rapat kali ini tidak menyertakan Bapak karena kita bermaksud supaya kita membicarakan hal-hal yang bersifat teknis dimana Bapak tidak perlu hadir, karena ini bidang yang lain." Sekalipun saya diberitahu dengan alasan yang rasional, kalau saya memiliki kecenderungan paranoid akan berpikir, "Ini cuma omong di mulut saja. Pasti ada tipu-tipu, ada niat jahat. Mereka membohongi saya. Saya tidak hadir pasti mereka akan membongkar, mencari-cari alasan untuk mendongkel saya dari organisasi ini, dari bisnis ini, dari pelayanan ini." Itu adalah poin yang kedua, Bu Mega. Tenggelam dalam keraguan yang tidak beralasan akan loyalitas kesetiaan orang lain termasuk rekan-rekannya sendiri.

M : Dengan demikian, berarti orang-orang seperti ini karena mereka sulit percaya kepada orang lain, mereka juga tidak akan membagi dirinya dengan orang lain juga ?

SK : Ya.

M : Misalnya membagi tentang kehidupannya, rahasianya.

SK : Betul. Itu memang tanda ketiga, Bu Mega. Orang dengan kepribadian paranoid enggan menceritakan rahasianya pada orang lain karena takut informasi tersebut akan digunakan untuk melawan mereka.

M : Berarti apakah dapat dikatakan orang-orang semacam ini juga tidak punya teman, Pak ?

SK : Teman lebih mungkin bersifat superficial ya, di permukaan. Teman dekat pun dia tidak cukup nyaman, sesungguhnya. Selektif, tertentu saja membagi informasi tentang dirinya.

M : Apalagi tadi di poin kedua dikatakan kalau mereka seringkali juga mencurigai kesetiaan pasangannya ya ?

SK : Betul.

M : Berarti orang-orang seperti ini tampaknya merupakan pribadi-pribadi yang boleh dikata kesepian juga ya ?

SK : Ya. Tepat ! Ada sisi itu, Bu Mega.

M : Kemudian adakah ciri yang lain, Pak ?

SK : Yang keempat, orang dengan kepribadian paranoid memiliki kecenderungan untuk membaca hal yang tersembunyi atau hal yang mengancam dari penilaian atas peristiwa yang tidak membahayakan.

M : Contohnya seperti apa ya ?

SK : Jadi, ini ceritanya oke saja. Misalnya, "Happy birthday to you…!" Wah, ada kejutan ulang tahun… Orang pada umumnya senang diberi kejutan ulang tahun, bahagia ‘kan ? Tapi orang dengan kecenderungan paranoid, "Eits, ini ada udang di balik batu, kira-kira mereka mau apa ya ? Apa maksudnya ya ?" Padahal ini tulus, spontanitas yang baik, menghargai pertemanan, persahabatan. Itu pun sudah langsung di pandang dari sisi suram dan gelap.

M : Sepertinya melelahkan sekali ya dengan memiliki kecurigaan-kecurigaan semacam ini yang terus dipendam oleh orang-orang dengan kepribadian paranoid ini ya ?

SK : Iya, benar Bu Mega. Orang-orang dengan kepribadian paranoid bisa sukses dengan berbagai macam bentuk pekerjaan. Orang-orang ini bisa jadi orang-orang yang cerdas, pemimpin-pemimpin yang luar biasa lihai penuh taktik strategi. Ibaratnya pemain catur yang bisa berpikir beberapa langkah ke depan, sangat antisipatif. Tapi sayangnya sisi paranoid ini membuat mereka akhirnya cenderung terisolasi, terpisahkan, terkucilkan secara relasi emosi dengan orang lain. Tidak heran istilah yang berkembang disini adalah gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian itu ciri khasnya adalah orang-orang yang disebut mengalami gangguan kepribadian bisa cukup berfungsi dalam hidupnya - sekolah bisa, bekerja bisa, berumah tangga mungkin juga bisa - tetapi ada segi-segi tertentu yang terhambat dan rata-rata orang dengan kepribadian paranoid ataupun orang-orang dengan gangguan kepribadian jenis apapun cenderung akan merasa, "It’s okay, aku tidak apa-apa. Aku tidak punya masalah. Ini lho, aku jadi orang kaya raya. Ini lho aku sampai punya gelar S3. Ini lho aku bisa punya pengaruh sebegitu besar." Bisa jadi dia akan defensif, melindungi diri dan tidak mau mengakui dirinya punya masalah tertentu. Itulah ciri gangguan kepribadian atau personality disorder dimana salah satu jenisnya adalah gangguan kepribadian paranoid.

M : Oke. Sebenarnya kalau dilihat secara umum, masyarakat awam mungkin juga kesulitan untuk bisa mendefinisikan orang ini termasuk memiliki gangguan kepribadian atau tidak.

SK : Betul. Makanya kita perlu berhati-hati jangan mudah menghakimi. Melabeli dia gangguan kepribadian ini dan itu. Coba secara perlahan dan jernih kita cermati ada atau tidak tanda-tanda ini. Maka ‘kan diberi persyaratan ketat, minimal empat tanda dari tujuh ini.

M : Ya. Kita sudah membahas ada empat tanda ya. Untuk tanda berikutnya bagaimana ?

SK : Yang kelima, orang dengan kepribadian paranoid cenderung untuk memendam dendam. Jadi, mereka dapat terus mendendam selama bertahun-tahun yang sesungguhnya dendam ini kalau dilacak juga bisa jadi peristiwa yang masih sepele untuk orang-orang kebanyakan bisalah dimaafkan, bisalah diampuni. Tapi bagi orang dengan kepribadian paranoid bisa seperti dendam kesumat tujuh turunan kalau mungkin. Itu bahasa dilebih-lebihkan ya, akan diwariskan. "Kamu jangan bergaul dengan Oom ini, tante ini, ibu ini, dengan anak-anak mereka. Karena Bapak dulu pernah ingin bantuan bonceng naik sepeda waktu sekolah eh ditolak. Bapak marah." Padahal mungkin hanya soal tidak dibonceng. ‘kan naik sepeda, mungkin juga ada alasan rasional, "Saya sedang buru-buru" Atau "Saya sedang capek, tidak memungkinkan untuk membonceng." Tapi bagi seorang paranoid, hal yang masih bisa ditolerensi dia lebih-lebihkan sehingga disimpan, dendam kesumat ini.

M : Jadi, dengan pengertian sederhana, orang-orang seperti ini mudah sakit hati ya ?

SK : Iya, betul.

M : Mereka merasa dirinya itu selalu jadi korban.

SK : Tepat !

M : Saya, saya, saya. Orang lain ingin menyakiti saya, saya yang jadi korban. Begitu ya, Pak ?

SK : Ya, betul. Jadi, ada mentalitas korban. Orang dengan gangguan kepribadian paranoid ini cenderung merasa dirinya tidak berdaya, bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya lebih karena akibat orang lain. "Aku sukses ya karena ada guru-guru yang baik hati beri aku nilai yang murah meriah." Artinya, "Aku mestinya dapat nilai 4 tapi karena guru itu berbaik hati aku diberi nilai 6, 7, 8." "Aku kerja kemudian dapat gaji besar karena keberuntungan, murni berkat surgawi, murni karena Tuhan memakai orang-orang lain bermurah hati. Tapi bukan karena upayaku. Tidak ada sedikit pun upayaku." Jadi, orang-orang dengan kepribadian paranoid punya sisi cara pandang hidup yang demikian.

M : Masih ada dua lagi ya ?

SK : Ya. Yang keenam adalah memiliki persepsi mengenai serangan pribadi yang muncul dari orang lain. Mereka cenderung bereaksi secara kuat terhadap orang lain dengan memikirkan bahwa akan ada atau ada situasi dimana orang lain memberi serangan besar terhadap dirinya. Jadi, orang dengan kepribadian paranoid ini bisa sangat mudah salah menanggapi komentar-komentar yang sebenarnya tidak bersalah. Kejadian-kejadian kecil yang mestinya sangat ringan tidak ada hal besar tapi dia dengan mudah salah menanggapi, salah membaca situasi sebagai sesuatu yang tersembunyi dan mengancam. Misalnya, orang dengan kepribadian paranoid, ketika saya lewat ada dua orang yang bisik-bisik, "Pasti mereka membicarakan aku. Ada apa ya ?" Atau melihat sekumpulan orang, dia datang, "Kok aku tidak dilihat, tidak disapa dengan hangat ya ? Mereka kok sibuk dengan pekerjaan masing-masing ya ? Oh, orang-orang ini pasti sebelumnya sudah membicarakan hal-hal yang buruk dan mereka punya rencana buruk, mereka mau mendepak aku." Atau tetangga sedang memasak sesuatu yang baunya tidak enak, "Wah, pasti mereka membuat racun. Mereka sengaja membuat supaya aku tidak betah tinggal di lingkungan ini. Mereka pasti berencana supaya aku diusir dari perumahan ini." Misalnya ada bakar sampah, asapnya sampai masuk ke dalam rumah. Padahal itu kebetulan kena angin bukan karena sengaja. "Pasti tetangga iri padaku, karena aku baru saja dapat kenaikan jabatan, anakku baru diterima di perguruan tinggi negeri. Dia pasti benci, iri hati. Sehingga dia mau membuat gangguan dengan sengaja bakar sampah mengarahkan baunya yang tidak sedap itu ke rumahku."

M : Mendengar pemaparan Pak Sindu dari contoh-contoh poin keenam ini pikiran saya langsung melayang kepada orangtua. Sepanjang pengetahuan saya dan pengalaman saya juga, bukankah orang-orang yang sudah tua, mungkin usia 60-70 tahun itu menjadi pribadi-pribadi yang sangat sensitif dan seakan-akan mereka tidak dicintai, tidak dikasihi, dikucilkan, dipinggirkan. Apakah itu bisa dimasukkan ke dalam golongan kepribadian paranoid atau bukan ?

SK : Kembali untuk disebut gangguan kepribadian harus memenuhi syarat dalam hal ini gangguan kepribadian paranoid minimal empat dari tujuh. Tapi bukan berarti kalau tidak memenuhi empat ya tidak apa-apa, aku masih oke dengan hidupku. Tidak juga. Kalau kita ada dua saja pun, perlu kita waspadai. Mungkin kita tidak sampai masuk kotak gangguan kepribadian, tapi kita mengarah ke sana, itu pun sebaiknya dicegah. Disadari untuk kita balikkan kecenderungan yang tidak sehat ini. Kembali kalau bicara orang dengan usia yang semakin menua, sangat mungkin apapun menurun. Fisik menurun, ‘kan ? Termasuk mental jiwa bisa menurun, termasuk akhirnya menjadi orang yang dulu awalnya orang yang sangat bertanggung jawab, sangat waspada, rasional, berhati-hati secara sehat. Tapi sejalan dengan usia fisik yang menurun, kemampuan metabolisme tubuh menurun, sangat mungkin kekuatan jiwanya pun mengalami penurunan. Apalagi mungkin dulunya sudah punya satu atau dua tanda dari tujuh ini. Tidak masuk dalam kategori gangguan kepribadian paranoid. Tapi sejalan dengan usia meningkat, kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Dari dua tanda menjadi 3 menjadi empat, masuklah dalam kepribadian paranoid.

M : Oke. Kita sudah membahas enam ya, Pak. Berarti tinggal satu lagi, Pak.

SK : Tanda ketujuh adalah memiliki kecurigaan terus menerus yang tidak beralasan tentang kesetiaan suami atau istri atau pasangannya.

M : Kecurigaan pasangan itu saya lihat normal ya. Kita cemburu, kita kuatir, kita memikirkan pasangan kita harus segera ada di rumah. Saya pikir ini satu hal yang cukup wajar.

SK : Cinta bukan berarti sama dengan curiga tanpa alasan. Setuju, Bu Mega ?

M : Ya. Bagaimana itu, Pak ?

SK : Cinta artinya juga memercayai. Mencintai berarti memercayai, bukan mencurigai. Berarti kalau kita mencurigai, terlebih tanpa alasan, itu tanda-tanda sedang tidak sehat, bukan cinta pada pasangan tapi cinta pada diri sendiri. Rasa aman yang rendah dan mengharapkan pasangan seperti selalu disetir oleh dirinya. Itu bukan mencintai, itu namanya memanipulasi, mengeksploitasi pasangan. Kembali ciri yang ketujuh orang dengan kecenderungan kepribadian paranoid, ketika dia menikah, punya pasangan hidup, suami atau istri, atau punya sahabat dekat, sangat mungkin menjadi korban yang pertama dan utama, korban kecurigaan tanpa alasan.

M : Dengan mendengarkan pemaparan Pak Sindu tadi, yang tadinya saya pikir paranoid adalah suatu hal yang biasa dan umum, ternyata memang perlu dan wajib kita waspadai bersama ya.

SK : Betul.

M : Kira-kira apa ya akar dari gangguan kepribadian semacam ini ?

SK : Saya menengarai poin yang pertama adalah sangat mungkin orang dengan kepribadian paranoid tumbuh dari keluarga yang cenderung paranoid. Orangtua yang cenderung paranoid mendidik anak pun secara paranoid. "Hati-hati di jalan ya! Di jalan penuh bahaya. Ada kriminal-kriminal, ada predator-predator seksual, ada pencuri-pencuri, ada orang-orang jahat. Setiap gerak-gerik perilaku mereka, awasi. Setiap kebaikan apapun, curigai." Awalnya mungkin niatnya baik, tapi terlalu protektif, terlalu melindungi, terlalu mendidik rasa takut dan cemas bagi anak yang masih muda belia. Anak menyerap pola-pola ketakutan, curiga tanpa alasan. Kemudian hal yang kedua, mungkin dalam perjalanan mungkin terjadi, hanya satu dari 10 peristiwa, eh ada niat jahat merugikan anak itu. "Benar ‘kan kata Ibuku." Wah, padahal itu hanya selektif, hanya satu dari sepuluh atau dari dua puluh peristiwa, sisanya tidak sesuai dengan kecurigaan tanpa alasan itu. Akhirnya terbentuklah sebuah roda seperti bola salju yang bergulir makin lama makin besar sampai memasuki usia 18 tahun dewasa awal memunculkan katakan 3-4 tanda-tanda kepribadian paranoid, jadi benar-benar memiliki kepribadian paranoid.

M : Berarti secara sederhana, pola asuh itu dapat mengakibatkan seseorang mengalami gangguan kepribadian semacam ini.

SK : Betul.

M : Bagaimana sarannya untuk penanganannya ? Mungkin bisa dari orangtua dulu.

SK : Kalau kita menyadari punya sisi kepribadian paranoid, tidak perlu menyerah, mari cari pertolongan. "Saya terbuka, pak konselor, bagaimana supaya saya bisa membalikkan situasi ini ?" Cari pertolongan. Mungkin juga ada akar-akar masalah tertentu. Mungkin kita punya peristiwa-peristiwa yang kita anggap buruk, akar-akar masalah, peristiwa-peristiwa kunci sewaktu kita kecil atau remaja. Disanalah nanti konselor yang memahami hal ini akan menolong membongkar pengalaman-pengalaman buruk di masa kecil atau remaja kita. Mungkin juga kita belajar dilayani oleh psikolog atau konselor yang memahami ini untuk membongkar asumsi yang salah, belajar untuk membangun asumsi yang benar, melatih membangun kepercayaan. Poinnya di sana. Jadi, ada sisi peristiwa kunci, ada sisi asumsi atau keyakinan yang salah dan ini perlu dibongkar. Sisi yang lain, penanganannya adalah kalau kita mengalami gangguan kepribadian paranoid, maka kita perlu dilatih belajar meningkatkan kemampuan relasi antar pribadi. Jadi, kalau kita curiga, mari klarifikasi, belajar bertanya, "Kira-kira maksudnya apa ya ?" Klarifikasi.

M : Daripada terus memendam, berpikir-pikir sendiri, mencari kesimpulan-kesimpulan sendiri, lebih baik bertanya. Begitu ya Pak ?

SK : Betul. Tepat. Dengan demikian kita tidak hanyut dalam "sinetron korban" yang kita ciptakan sendiri, tapi kita belajar melatih. "Tidak apa-apa ada peristiwa ini, tapi aku bukan korban, aku adalah pelaku. Artinya aku masih punya ruang untuk melakukan perubahan, untuk mengubah situasi." "Kenapa aku tidak merasa nyaman ya, pandangan matanya begitu. Mengapa tadi waktu papasan dia tidak melihat aku, sepertinya dia buang muka. Pasti dia benci." Nah, itu ‘kan mentalitas korban, sinetron korban. Mari balik. "Oh, belum tentu. Bisa jadi dia sedang capek sehingga dia tidak konsentrasi, tidak melihat waktu saya sedang berpapasan dengan dia." Buat pembalikan secara pemikiran kita. Kalau perlu klarifikasi. Telepon, kirim SMS, tanya, "Eh, tadi waktu berpapasan, kamu lihat aku tidak ? Kenapa kamu tidak menyapa aku ?" Nah, klarifikasi. Ternyata, "Oh, maaf! Saya sedang banyak pikiran jadi jalan tanpa konsentrasi. Ada kamu ya ? Maaf ya, saya tidak menyapa." Benar ‘kan ? Jadi, kita ada upaya sengaja untuk membalikkan dari situasi negatifistik, memandang apa-apa dari sisi suram, mengasihani diri, menjadi situasi yang positif, situasi yang menggembirakan.

M : Jadi, lebih baik mengomunikasikan dan belajar memiliki pemikiran yang lebih positif ya Pak ?

SK : Betul.

M : Untuk berikutnya, apakah ada ayat firman Tuhan yang bisa dibagikan untuk mendukung pembicaraan kita pada kesempatan kali ini ?

SK : Saya bacakan dari Amsal 3:5 dan 6, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu maka Ia akan meluruskan jalanmu." Bicara tentang kepribadian paranoid, sebenarnya berhubungan dengan kata "iman". Ketika kita membangun iman yang benar, memercayai Tuhan sebagai Pribadi yang berdaulat atas hidup kita dan orang lain, atas semesta raya ini, maka kita akan punya rasa aman yang hakiki. "Aku tidak perlu selalu mengontrol orang lain. Aku tidak perlu selalu tahu motif dan apa yang dipikirkan orang lain. Aku cukup memercayai Tuhanku yang baik, mengasihi aku dan membawa kebaikan dalam hidupku." Dengan kita memiliki iman yang benar, iman yang hidup terhadap Tuhan kita, maka kita bisa melepas kendali hidup atas diri kita dan orang lain. "Kalau pun ada satu peristiwa buruk yang dilakukan orang lain terhadap diriku, itu pun atas seijin Tuhan untuk mendatangkan kebaikan bagiku dan membawa kemuliaan-Nya. Itu tidak apa-apa. Aku aman dan nyaman di dalam Tuhan."

M : Dengan demikian kita juga bisa meletakkan mentalitas korban tadi ya yang mewarnai keseluruhan gangguan kepribadian paranoid itu. Terima kasih banyak untuk perbincangan ini, Pak Sindu. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Gangguan Kepribadian Paranoid". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Istilah paranoid atau paranoia berarti kecurigaan, kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap orang lain berdasarkan kepercayaan bahwa orang lain bermaksud melukai.

Kepribadian paranoid ditandai adanya pola ketidakpercayaan dan kecurigaan mendalam terhadap orang lain yang alasannya mereka tafsirkan bahwa mereka iri yang dapat ditandai oleh empat atau lebih dari tujuh hal-hal berikut:

  1. Kecurigaan yang tidak beralasan bahwa orang lain memanfaatkan, mencelakai atau membohongi mereka. Begitu curiga terhadap orang lain dan selalu berjaga-jaga terhadap kemungkinan bahaya atau kejahatan. Pandangan mereka tentang dunia begitu sempit, sehingga mereka mencari tahu untuk memperkuat perspektif mereka bahwa orang lain akan mengambil keuntungan dari mereka. Hal ini membuat sebenarnya tidak mungkin bagi mereka untuk memercayai bahkan teman-teman atau rekan-rekannya.
  2. Tenggelam dalam keraguan yang tidak beralasan tentang kesetiaan atau loyalitas orang lain
    Mereka dapat menuduh pasangan atau rekan mereka tidak setia, bahkan jika tidak ada fakta-fakta yang memperkuat hal tersebut. Sebagai contoh, mereka dapat memercayai bahwa pihak bea cukai tanpa penjelasan menghubungi untuk memerlihatkan tagihan telepon yang merupakan bukti dari hubungan gelap di luar nikah. Mereka tidak dapat bertanggung jawab atas kesalahan mereka dan malah, menyalahkan orang lain. Jika orang lain mengkritik mereka, mereka mengambil sikap bermusuhan.
  3. Keengganan untuk menceritakan rahasianya pada orang lain karena takut bahwa informasi tersebut akan digunakan untuk melawan mereka. Teman hanya selektif saja.
  4. Kecenderungan untuk membaca hal yang tersembunyi atau hal yang mengancam dari penilaian atas peristiwa yang tidak berbahaya. Meskipun orang-orang dengan gangguan ini dapat cenderung sukses dalam bermacam pekerjaan yang membutuhkan kewaspadaan yang hebat, kehidupan emosional mereka cenderung terkucil dan terpaksa.
  5. Kecenderungan untuk memendam dendam. Mereka dapat terus mendendam selama bertahun-tahun berdasarkan anggapan meremehkan yang nyata atau khayalan dari orang lain.
  6. Memiliki persepsi mengenai serangan pribadi yang tidak muncul pada orang lain dan kecenderungan bereaksi dengan alasan serangan yang besar. Mereka juga mudah salah menanggapi komentar yang tidak bersalah dan kejadian-kejadian kecil sebagai maksud yang tersembunyi atau mengancam. Bermasalah dalam menjalin hubungan. Menjaga jarak dengan orang lain karena ketakutan yang tidak masuk akal bahwa orang lain akan melukai mereka dan mereka khususnya sensitif terhadap orang-orang yang memunyai kekuasaan. Didukung bukti klinis tersebut, orang paranoid digolongkan dalam gaya kelekatan yang cemas.
  7. Kecurigaan terus menerus yang tidak beralasan tentang kesetiaan suami atau isteri atau pasangan. Mencintai berarti memercayai, bukan mencurigai apalagi tanpa alasan.

Akar masalah:

  1. Tumbuh dari keluarga yang cenderung paranoid, orangtua yang paranoid mendidik anaknya pun secara paranoid.
  2. Pola asuh dapat mengakibatkan seseorang mengalami kepribadian paranoid.

Penanganan:

Cari pertolongan konselor, mungkin ada akar-akar masalah tertentu pada waktu kecil, remaja atau masa lainnya. Belajar membangun asumsi yang benar, melatih membangun kepercayaan. Perlu dilatih belajar meningkatkan relasi antar pribadi. Cari klarifikasi, telepon, kirim SMS dan upaya menggali sesuatu yang positif.

Amsal 3:5-6, Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Kepribadian paranoid sebenarnya berhubungan dengan iman, ketika kita membangun iman yang benar, memercayai Tuhan sebagai pribadi yang berdaulat bagi kita dan orang lain maka kita memunyai rasa aman yang hakiki.


Questions: