BETA
Uang dan Harta (I)
Sumber: telaga
Id Topik: 2169

Abstrak:

Lima belas persentase pengajaran Yesus di bumi adalah mengenai uang dan harta – jauh lebih banyak persentasenya dibanding pengajaran-Nya tentang surga dan neraka. Mari kita lihat konsep uang dan harta dari sudut pandang Yesus berdasarkan Injil Lukas.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Daniel Iroth akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "UANG DAN HARTA" bagian pertama. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

DI : Pak Sindu, saya melihat topik uang dan harta ini sesuatu yang sangat menarik. Menurut Pak Sindu mengapa topik ini perlu diangkat?

SK : Kalau kita menyelidiki Alkitab kita akan menemukan bahwa 15% dari segala sesuatu yang Yesus katakan ternyata berhubungan dengan topik uang dan harta. Ini jauh lebih banyak dari pada pengajaran Yesus sendiri tentang surga dan neraka.

DI : Menarik sekali. Karena Tuhan Yesus melihat hal ini membicarakan hal ini 15% berarti itu sangat penting. Mengapa Tuhan Yesus memberi perhatian sedemikian besar terhadap uang dan harta, Pak Sindu?

SK : Rupanya Tuhan Yesus melihat ada suatu keterkaitan yang erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana kita berpikir dan mengolah uang. Kita bisa saja berpikir mencoba memisahkan antara iman kita dan keuangan kita. Namun rupanya Allah melihatnya sebagai hal yang tidak terpisahkan.

DI : Bisakah Pak Sindu memberikan bagian Alkitab yang menjelaskan tentang hal ini?

SK : Bisa kita lihat sepintas di Injil Lukas 3. Di Injil Lukas 3 ini Yohanes Pembaptis sedang berkhotbah kepada orang banyak di tepi sungai Yordan. Orang banyak ini berkumpul untuk mendengarkan khotbah Yohanes Pembaptis dan kemudian sebagai responsnya mereka memberi diri dibaptis. Kemudian ada tiga kelompok yang berbeda yang bertanya kepada Yohanes Pembaptis tentang apa yang harus mereka lakukan sebagai buah pertobatan. Yang menarik, Yohanes memberi 3 jawaban kepada 3 kelompok yang berbeda ini. Yang pertama kita lihat di Lukas 3:11, Setiap orang harus membagikan pakaian dan makanan kepada orang-orang miskin. Yang kedua di ayat 13, Hai para petugas pajak, Engkau tidak boleh memungut uang ekstra. Yang ketiga di ayat 14, Hai para tentara, para prajurit, para serdadu, Engkau harus puas dengan gajimu dan tidak boleh memeras. Kita bisa lihat dari 3 jawaban kepada orang yang bertanya ini, ternyata ada benang merahnya. Yaitu setiap jawaban berhubungan dengan uang dan harta. Padahal tidak ada seorang pun dari tiga kelompok yang berbeda ini – kelompok orang banyak, kelompok petugas pajak, kelompok tentara – yang memertanyakan tentang uang dan harta.

DI : Benar, Pak Sindu. Mereka bertanya apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan buah pembaharuan rohani. Lalu kenapa Yohanes Pembaptis tidak berbicara hal lain?

SK : Disini jelas bahwa pendekatan kita tentang uang dan harta tidak hanya penting melainkan hal yang bersifat sentral/pusat bagi hidup rohani kita. Uang dan harta menempati skala prioritas yang tinggi bagi Allah sehingga Yohanes Pembaptis tidak bisa bicara tentang hidup rohani, tentang kerohanian, tentang kehidupan manusia baru, tanpa berbicara tentang bagaimana kita mengelola uang dan harta.

DI : Saya jadi ingat dengan Zakheus yang mengatakan, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."

SK : Benar Pak Daniel. Itu tercatat dalam Injil Lukas 19:8. Kalau kita membuat pemisalan, jumlah kekayaan Zakheus adalah 2 milyar Rupiah meliputi rumah, kendaraan dan harta lainnya maka berarti 50% nya adalah 1 milyar dan itu yang langsung diberikan kepada orang miskin. Sisanya 1 milyar. Kemudian misalnya harta hasil pemerasan itu jumlahnya 200 juta, maka Zakheus akan mengembalikan 4 kali lipat yaitu 200 x 4 = 800 juta ! Dia kembalikan dengan kelipatannya itu kepada orang-orang yang pernah diperasnya. Berarti asset kekayaan Zakheus dari 2 milyar tersisa 200 juta. Tinggal 10 %. 90 % diserahkan kepada Allah lewat pemberian kepada orang miskin dan orang-orang yang pernah diperas oleh Zakheus.

DI : Zakheus begitu berani berkorban dalam hal harta ya.

SK : Ya. Inilah yang membuat Yesus di ayat 9 mengatakan, "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham." Kita melihat pendekatan radikal dari seorang Zakheus terhadap uang dan harta membuktikan bahwa hatinya memang telah berubah.

DI : Jadi, kalau boleh disimpulkan dari dua bagian Alkitab ini, apa yang bisa Pak Sindu berikan ?

SK : Dari dua bagian kisah yang kita lihat tadi, baik tentang Yohanes Pembaptis maupun tentang Zakheus, kita bisa melihat sekali lagi keterkaitan erat antara uang dan harta dengan hidup rohani kita.

DI : Kalau dari sisi Alkitab, apa yang Pak Sindu mau ulas ?

SK : Dari bagian yang lain kita bisa lihat dari Injil Lukas 12 mulai ayat 13. Injil Lukas 12:13-48. Perikopnya oleh Lembaga Alkitab Indonesia diberi judul "Orang Kaya yang Bodoh". Bagian ini secara ringkas berkisah tentang seorang yang datang kepada Yesus minta supaya Yesus menjadi penengah/mediator supaya saudaranya mau membagikan warisan kepadanya. Maka kemudian Yesus melanjutkan dengan komentarnya dan mengisahkan sebuah perumpamaan tentang seorang kaya yang berlimpah hartanya, merombak lumbungnya untuk menampung harta yang semakin banyak itu untuk ditimbun lebih banyak lagi supaya bisa berleha-leha tetapi kemudian Tuhan mengatakan "Engkau orang bodoh dan jiwamu akan diambil hari ini" dan ternyata orang itu meninggal. Allah mengomentari, "Untuk siapakah orang ini mengumpulkan hartanya dan apa artinya kalau dia tidak kaya di hadapan Allah?" itu ringkasan dari perikop ini.

DI : Jadi, kita melihat pandangan Yesus tentang uang disini ya?

SK : Ya. Memang dari bagian ini kita bisa melihat satu sudut pandang Yesus tentang uang dan harta. Ada tiga pelajaran yang bisa kita tarik dari perikop ini tentang uang dan harta, Pak Daniel.

DI : Apa poin yang pertama, Pak Sindu?

SK : Poin pertama, KITA HIDUP BUKAN BERGANTUNG DARI KEKAYAAN DI DUNIA. Dari ayat 21 kita bisa lihat janganlah serakah, hidup itu bermakna bukan karena kita punya harta benda di dunia. Tapi hidup itu bermakna ketika kita memiliki Kristus. Sebaliknya kalau kita hanya punya uang dan harta namun tidak memiliki Kristus maka hidup kita sia-sia. Hidup kita sepenuhnya bergantung pada anugerah Allah.

DI : Menarik sekali bahwa hidup manusia tidak bergantung pada hartanya. Memang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa dipuaskan oleh hartanya.

SK : Iya. Tak heran pada Lukas 12:15 Yesus mengatakan kepada orang banyak, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan. Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu." Pernyataan Yesus ini merupakan tanggapan Yesus terhadap keluhan seseorang yang mungkin mengeluh karena kakaknya tidak mau berbagi warisan. Memang kalau kita melihat latar belakang adat istiadat Yahudi pada masa itu, seorang anak sulung tidak diwajibkan membagi-bagi warisan. Maka ketika Yesus diminta menjadi penengah, pembela agar mau membagi warisan, sesungguhnya bisa dianggap permintaan orang itu bukan timbul dari kemiskinan tapi keduanya kakak beradik ini mungkin orang yang cukup berada.

DI : Tadi ada ayat firman Tuhan mengatakan hidup kita tidak bergantung pada kekayaan kita. Apakah berarti kalau orang sakit, uang yang banyak pun tidak akan menolong orang sakit kalau dia memang akan mati. Kira-kira begitu, Pak Sindu ?

SK : Bisa. Memang ada pernyataan apa artinya obat, kita punya uang banyak bisa beli obat, tapi obat itu tidak serta merta menyembuhkan semua penyakit. Apa artinya kita memiliki tempat tidur yang nyaman tapi kita tidak bisa membeli tidur itu. Memang rahasia kebenaran yang sejati, damai sejahtera, kebahagiaan dan hidup kita memang bukan berpusat pada uang dan harta.

DI : Melihat posisi harta memang harta itu di bawah kita, Pak Sindu. Yang di bawah kita tidak bisa memuaskan yang di atasnya.

SK : Itu sudut pandang yang menarik, Pak Daniel.

DI : Berikutnya berarti dengan perkataan yang pedas, Yesus menolak mencampuri perkara itu. Yesus mengerti bahwa perkara dua saudara itu timbul dari keserakahan, keinginan untuk memiliki lebih dan perkara itu menjadi titik pijak Yesus mengarahkan para pendengarnya kepada sesuatu yang lebih penting daripada soal warisan.

SK : Benar, Pak Daniel. Yesus meminta semua pendengar-Nya untuk waspada terhadap berbagai bentuk keserakahan. Kita bisa melihat di sekitar kita atau mungkin kita pernah mengalaminya. Karena keserakahan maka hubungan keluarga jadi terputus, persahabatan yang baik menjadi renggang, terjadi pembunuhan bahkan negara dirugikan. Cukup mudah kita temukan kasus-kasus pembunuhan bahkan pembunuhan berantai di Indonesia yang usut punya usut terjadi karena keinginan memiliki harta yang dipunyai para korban. Bahkan sudah terbukti berulang kali pejabat pemerintahan termasuk anggota parlemen di Senayan kedapatan membuat negara rugi milyaran rupiah oleh para koruptor. Bukan karena mereka kurang gaji, gajinya sudah luar biasa dengan segala fasilitasnya, tapi karena mereka serakah.

DI : Bahkan saya mendengar ada anak-anak yang berebutan warisan di depan ayahnya yang mau meninggal. Itu sangat menyedihkan sekali, Pak Sindu.

SK : Betul.

DI : Saya sepakat bahwa keserakahan itu lahir dari keyakinan bahwa saya hanya bisa hidup dan puas kalau punya harta yang melimpah-limpah.

SK : Betul. Keserakahan memang berangkat dari sebuah "iman" atau keyakinan yang salah. Di dalam perumpamaan orang kaya yang bodoh itu, isu yang Yesus sorot bukanlah pada kekayaan tetapi sikap terhadap uang dan harta, sikap terhadap kekayaan. Pria tuan tanah yang kaya ini dalam Injil Lukas 12 tadi sedang panen raya. Dia memutuskan untuk menimbun hasil panennya ini untuk bisa pensiun dini. Bukankah ini isu yang minimal 10 tahun terakhir menjadi percakapan umum. Wah saya ingin pensiun dini di usia 50 bahkan 40 tahun. Ini juga dialami oleh pria yang kaya raya ini. Maka dia merombak lumbungnya dan membangun lebih besar. Kesalahannya adalah karena dia menjadikan dirinya jadi pusat. Kita bisa lihat di ayat 17-19, lima kali kata "aku" diulang-ulangi. Dia sama sekali tidak memedulikan Allah dan orang lain. Pokoknya aku bisa santai, aku bisa menikmati hidup. Maka hal inilah yang menyebabkan kesalahan fatal: sikap terhadap uang dan harta yang keliru.

DI : Sebetulnya tidak ada yang salah dengan pensiun ya. Masalahnya adalah ketika orang itu mau pensiun dini tapi fokusnya pada diri sendiri. Itu yang salah ya?

SK : Betul. Dia pensiun dini lebih berfokus untuk hidup bagi dirinya sendiri. Dia tidak menghadirkan Allah dan orang lain dalam hidupnya. Sisi yang lain, lahirnya keserakahan, aku dan aku yang harus dipuaskan, tidak memberi tempat bagi Allah dan orang lain.

DI : Karena itu tidak heran di Efesus 5:5 diingatkan, "Karena itu ingatlah baik-baik, tidak ada orang sundal, orang cemar, atau orang serakah artinya penyembah berhala yang mendapat bagian dalam kerajaan Kristus dan Allah."

SK : Benar. Memang Efesus 5:5 ini memeringatkan kita sejalan dengan Injil Lukas tadi tentang egoisme, berpusat pada diri sendiri, itu yang menggagalkan orang kaya ini dan dia tidak sempat menikmati harta bendanya karena Allah mengambil nyawanya pada malam itu juga. Yesus juga menyebutnya sebagai orang yang bodoh karena kaya bagi diri sendiri tetapi tidak kaya di hadapan Allah. Jadi, apa artinya kaya dihadapan Allah ? Artinya bagaimana kita menanggapi kehidupan dan berkat sesuai dengan cara yang Allah inginkan yaitu lewat hidup yang melayani, hidup yang berbelas kasihan kepada orang lain sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Efesus 4:28, dikatakan "Baiklah setiap kita bekerja keras dan melakukan apa yang baik dengan tangannya sendiri supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan."

DI : Kalau demikian berarti keserakahan itu berbeda dengan kekayaan itu sendiri ya?

SK : Ya. Penting bagi kita untuk membedakan antara keserakahan dengan uang dan harta. Tidak ada masalah tentang uang dan harta. Kita butuh uang, kita butuh harta untuk menjalani hidup kita. Uang dan harta bersifat fungsional, dipakai sesuai dengan kebutuhan hidup kita. Tetapi menjadi hal yang salah ketika uang dan harta, ketika kekayaan di dunia ini, menjadi pusat hidup kita. bukan lagi fungsional tetapi menjadi penentu utama hidup kita, maka lahirlah keserakahan, hidup bagi diri sendiri, dan itulah yang Yesus cela.

DI : Pertanyaannya, bagaimana kita menggunakan harta yang sudah Tuhan berikan kepada kita? Apakah mengumpulkan kekayaan boleh untuk diri sendiri atau bagaimana?

SK : Memang kita hidup tanpa sadar zaman berkembang, artinya menjadi hal yang lumrah kita punya kecenderungan untuk terus menumpuk atau menimbun. Lewat iklan media cetak dan elektronik, iklan di dunia maya, membentuk gaya hidup kita sebagai gaya hidup yang konsumtif. Ada banyak godaan, istilahnya sale atau diskon, penjualan-penjualan dengan diskon yang melimpah, godaan untuk membelanjakan uang kita, godaan untuk menimbun dalam berbagai investasi. Mulai dari investasi emas, deposito, unit link, saham, reksa dana, dan ada banyak macam. Bisa jadi keputusan-keputusan yang kita ambil itu bukan lagi didorong oleh iman memercayai pemeliharaan Allah tapi oleh ketakutan yang kuat tentang masa depan. Ini yang jadi andalan kita, maka tanpa sadar akhirnya orang lebih banyak terus menerus berpikir tentang menambah dan menambah, menumpuk dan menumpuk.

DI : Dengan menumpuk itu orang menjadi serakah ya, kita tidak puas.

SK : Ya. Semula seperti bersikap rasional. "Aku ‘kan menabung. Menabung itu ‘kan baik." Betul! Jadi, bukan berarti percakapan ini mengatakan Tuhan menolak kita menabung, menolak kita punya asuransi jiwa, menolak kita punya investasi untuk hari tua, menolak menabung untuk pendidikan anak-anak kita. Poinnya adalah ketika orang menjadikan itu andalan akhirnya menimbun dan menimbun, semua yang bersifat rasional akhirnya berubah menjadi kalap. Inilah yang menjadi soal, Pak Daniel.

DI : Kalau demikian salahkah kita melakukan perencanaan keuangan seperti yang sekarang ini marak diajarkan dimana-mana?

SK : Bukan berarti Tuhan melarang kita untuk membuat perencanaan hidup termasuk perencanaan keuangan. Kita ingat bagian Amsal mengatakan belajarlah pada semut yang bekerja di musim panas supaya dia punya cadangan makanan di musim dingin. Perencanaan keuangan, sedia payung sebelum hujan, itu sangat Alkitabiah, sesuai kehendak Allah. Tetapi poinnya adalah ketika kita menjadikan perencanaan keuangan itu sebagai pusat hidup dan bukan Allah yang kita gantungkan adalah timbunan-timbunan itu dan bukan Allah. Akhirnya allah kita adalah uang dan harta dan bukan Allah yang sejati di dalam Kristus. Disinilah yang menjadi soal kita menjadikan diri kita hamba dari ketakutan dan akhirnya keserakahan. Kita hamba dari ketakutan yang berubah menjadi hamba keserakahan akan uang dan harta. Bukankah firman Tuhan di bagian yang lain mengingatkan kita bahwa kita adalah pengembara, kita orang asing, kita pendatang di bumi ini, kita adalah duta besar Allah bagi dunia ini dan kewarganegaraan kita adalah di dalam sorga, sebagaimana yang salah satunya tercatat di dalam Filipi 3:20.

DI : Percakapan ini sangat menarik, Pak Sindu. Kita akan lanjutkan di kesempatan yang kedua. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "UANG DAN HARTA". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Bila kita menyelidiki Alkitab, kita akan menemukan bahwa 15 persen dari segala sesuatu yang Yesus katakan berhubungan dengan topik uang dan harta milik—ini lebih banyak dari pengajaran-Nya tentang surga dan neraka.

Yesus memberi perhatian sedemikian besar kepada uang dan harta milik, karena ada suatu keterkaitan yang erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana kita berpikir dan mengelola uang. Kita bisa saja mencoba memisahkan iman kita dari keuangan kita, namun Allah melihatnya sebagai hal yang tidak terpisahkan.

Coba kita lihat sepintas Lukas 3. Yohanes Pembaptis sedang berkotbah kepada orang banyak yang berkumpul untuk mendengar-Nya dan dibaptiskan. Tiga kelompok yang berbeda bertanya kepada Yohanes Pembaptis tentang apa yang harus mereka lakukan untuk menghasilkan buah pertobatan. Yohanes memberi tiga jawaban:

  1. Setiap orang harus membagikan pakaian dan makanan kepada orang-orang miskin (ay 11)

  2. Para petugas pajak tidak boleh memungut uang ekstra(ayat 13)

  3. Para tentara harus puas dengan gaji mereka dan tidak boleh memeras (ayat 14)

Setiap jawaban berhubungan dengan uang dan harta milik. Padahal tidak ada seorangpun dari 3 kelompok yang berbeda ini (orang banyak, petugas pajak dan tentara) yang mempertanyakan hal itu.

Di sini menjadi jelas bahwa pendekatan kita kepada uang dan harta milik tidak hanya penting, tetapi sentral bagi kehidupan rohani kita. Ini menempati skala prioritas yang tinggi bagi Allah sehingga Yohanes Pembaptis tidak bisa bicara tentang kerohanian tanpa berbicara tentang bagaimana mengelola uang dan harta milik.

Dalam Lukas 19:8 Zakheus mengatakan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini" (ayat 9). Pendekatan Zakheus yang radikal terhadap uang membuktikan bahwa hatinya telah berubah. Kesimpulannya, dari kedua bagian kisah ini kita melihat keterkaitan erat antara uang dan harta milik dengan kehidupan rohani kita.

Mari kita buka Alkitab pada Injil Lukas 12:13-48. kita bisa mendapati TIGA PANDANGAN YESUS TENTANG UANG.

  1. Kita hidup tidak tergantung pada kekayaan. Hidup itu bermakna karena kita memiliki Kristus dan sebaliknya jika kita punya harta namun tanpa Kristus, hidup tak berarti. Hidup bergantung pada anugerah Allah. Penting bagi kita untuk membedakan antara keserakahan dan kekayaan itu sendiri. Kristus tidak pernah menganggap kekayaan itu sebagai sesuatu yang terkutuk—kekayaan adalah milik Allah. Yesus mencela pikiran orang yang terpusat pada kekayaan dunia ini. Kita cenderung menimbun karena tanpa kita sadari budaya sekitar lewat iklan cetak , iklan elektronik, majalah dan tabloid membentuk gaya hidup kita untuk cenderung konsumtif. Ada banyak godaan untuk membelanjakan uang kita. Dan ada banyak godaan pula untuk menimbunnya dalam berbagai bentuk investasi: mulai dari tanah, emas, deposito, saham, unit link, SBI, reksadana dan sebagainya. Rumah kita yang sejati adalah surga. Dua ribu tahun yang lalu Tuhan Yesus berkata bahwa Dia pergi untuk menyediakan rumah buat kita. Surga adalah rumah yang dibuat untuk kita dan kita dibuat untuk surga. Bila kita mengerti ini, hal ini akan mengubah selama-lamanya cara kita berpikir dan hidup. Kita akan berhenti menyimpan harta di hotel bumi kita hari ini dan mulai mengirim lebih banyak lagi ke rumah kita yang sejati. Yesus mengajarkan bahwa uang merupakan salah satu kekuatan rohani yang kita perangi—bukan sekadar uang kertas yang berwarna merah atau logam keemasan. Uang bukan sesuatu, tetapi seseorang. Yesus menyebutnya sebagai Mamon. Mamon bisa mengelabui kita untuk berpikir bahwa kita menguasainya, padahal sebenarnya mamonlah yang menguasai kita. Ini bisa terjadi bukan hanya pada kita yang hidup berkelebihan tetapi bisa terjadi pula pada kita yang pas-pasan.

  2. Kita hidup dipelihara Allah. Karena itu, jangan khawatir tetapi usahakanlah lebih dulu Allah memerintah dalam hidupmu. Bahkan Tuhan mengajarkan kita untuk tak terus kuatir dan matre dengan cara memberi memberi supaya terkumpul harta di surga. Seorang yang takut akan Allah dan kaya di hadapan Allah, bebas dari rasa takut dan khawatir. Karena itu, Yesus menggarisbawahi pentingnya memercayai Allah. Burung gagak, bunga bakung dan rumput banyak mengajar kita. Yesus menutup perikop ini dengan sebuah catatan kecil tentang kemurahan hati dalam ayat 33-34. Jika kita memercayai bahwa kita hidup dipelihara Allah, kita akan menjadi orang yang murah hati, dan tidak berlaku seperti orang kaya yang bodoh dalam perikop sebelumnya. Kita adalah subjek kepedulian Allah maka kita dapat memercayakan seluruh hidup kita pada-Nya. Isu yang disebut dalam perikop ini : makanan, kesehatan dan pakaian, menyentuh kebutuhan dasar kita untuk hidup. Yesus mengingatkan kita untuk tidak secara berlebihan terkacaukan dengan kebutuhan fisik kita. Contoh pertama yang Yesus berikan, burung gagak. Burung gagak pada masa itu, dianggap makhluk hidup yang sangat rendah. Sebagaimana burung lainnya, tidak menanam dan tidak memanen, namun Allah peduli dan pelihara. Apalagi kita manusia !

    Mazmur 49:17-18 mengatakan: Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia. John Rockefeller adalah seorang pria terkaya yang pernah hidup. Setelah kematiannya seseorang bertanya kepada akuntannya, "Berapa banyak uang yang ditinggalkan John Rockefeller? Jawabannya sangat klasik. "Ia meninggalkan…semuanya". Tindakan memberi adalah suatu peringatan yang hidup bahwa semuanya adalah tentang Allah, bukan tentang kita. Memberi memberitahu bahwa saya bukanlah pokok, Dialah yang pokok. Dia ada bukan untuk saya. Saya ada untuk Dia. Memberi adalah menegaskan Ketuhanan Kristus bahwa Kristus benar-benar Tuhan, Tuan atas hidup kita. Memberi menurunkan saya dari tahta dan meninggikan Dia. Memberi memutuskan rantai mammon yang mau memperbudak saya. Sepanjang saya memiliki sesuatu, saya percaya saya memilikinya. Tetapi tatkala saya memberikannya, saya melepaskan kendali, kuasa dan prestise yang datang bersama kekayaan itu. Pada saat pelepasan terjadi terang bersinar. Pikiran saya menjadi jernih dan saya mengakui Allah sebagai pemilik, diri saya sendiri adalah hamba dan orang lain adalah ahli waris yang dimaksud dari apa yang Allah percayakan kepada saya. Hanya memberi yang menghancurkan demam kekayaan. Hanya memberi yang tahan menghadapi roh berhak atas sesuatu. Hanya memberi yang membebaskan kita dari gravitasi berpegang pada uang dan milik. Memberi memindahkan saya kepada sebuah pusat gravitasi baru: surga. Dengan bermurah hati, maka kita dengan sendirinya mematahkan mata rantai kekhawatiran yang mudah melanda kita.

  3. Kita adalah manajer dari harta Allah dan kelak dimintai pertanggungjawaban.

    Dalam perikop 35-48, disebutkan bahwa setiap kita adalah pelayan yang perlu senantiasa siap sedia jika sewaktu-waktu Tuan kita, yakni Tuhan, datang. Dikatakan dalam ayat 35: "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." Pakaian Orang Yahudi berupa jubah. Agar lebih sigap dalam melayani, maka jubah mereka diikat. Jubah yang diikat menunjukkan kesiapan. Ditambah pelita yang tetap menyala, menunjukkan ketika pun sang tuan datang pada larut malam, sang pelayan sudah siap menyambut. Konteks perikop ini berbicara tentang akhir zaman. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan datang kembali (ayat 40). Bagian yang masih dalam wilayah kendali kita, adalah setia melayani Allah. Kalau kita kedapatan demikian, maka kita akan disebut berbahagia. Salah satu wujud setia melayani Allah, yakni dengan mengelola dengan baik apa saja yang Allah percayakan pada kita, termasuk harta kita. Mazmur 24:1 menegaskan kepada kita: "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya." Kalau Allah adalah Pemilik, lantas kita apa ? Kita adalah manajer atau pengurus harta milik-Nya. Di sini menjadi penting sekali agar kita mengadopsi mentalitas pelayan terhadap semua asset yang telah Ia percayakan kepada kita. Sekali lagi yang Ia percayakan, bukan yang Ia berikan. Kita sebagai manajer keuangan Allah memiliki kebutuhan-kebutuhan yang sah dan Allah sebagai Pemilik uang itu sungguh murah hati. Ia tidak menuntut supaya pelayan-pelayan-Nya hidup dalam kemiskinan dan Ia tidak marah kepada pengeluaran masuk akal yang kita buat untuk diri kita sendiri. Allah adalah Pemilik dan kita adalah manajer yang memiliki harta yang kita punya dan Ia meminta pertanggung jawaban kita. Kalau Tuhan beri lebih, diminta pertanggungjawaban lebih. Allah memberi Anda lebih banyak uang Itu bukan supaya kita dapat menemukan lebih banyak cara menghabiskannya Kalau Allah memberi Anda lebih banyak uang adalah supaya kita bisa memberi dengan murah hati. Jika Allah memberikan berkat-Nya lebih banyak pada kita, itu bukan berarti untuk menaikkan standar hidup kita, tetapi untuk menaikkan standar pemberian kita. Teladan: Pdt Rick Warren. Buku "Purpose Driven Life"-nya meledak hebat di berbagai belahan dunia dengan rekor penjualan 25 juta eksemplar. Majalah Business Week menobatkan sebagai "buku nonfiksi yang penjualannya paling cepat di sepanjang masa". Rick Warren yang mendadak menjadi multimilioner tiba-tiba sadar bahwa godaan untuk menjadi serakah mendadak muncul di depan hidungnya. Solusinya, ia dan keluarganya sepakat untuk menjalankan lima keputusan. Pertama, mereka tidak akan meningkatkan gaya hidup (ganti rumah, ganti mobil, dst). Kedua, Warren berhenti menerima tunjangan dari gereja. Ketiga, ia mengembalikan seluruh tunjangan dari gereja yang ia terima selama 25 tahun. Keempat, mereka memulai tiga yayasan kemanusiaan. Kelima, mereka hidup hanya dengan 10% pendapatan dan mempersembahkan sisanya untuk pekerjaan Tuhan.


Questions: