BETA
Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana
Sumber: telaga
Id Topik: 2039

Abstrak:

Salah satu cara menolong korban bencana adalah dengan memberikan bimbingan rohani yang tepat. Intinya kita berusaha memandu korban untuk kembali percaya kepada Tuhan. Berikut akan dibahas beberapa cara yang bisa kita terapkan

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Sering kali kita menolong korban bencana itu hanya dari segi fisiknya misalnya menyediakan makanan, tempat tinggal dan sebagainya. Tapi agak kurang memperhatikan bahwa sebenarnya kebutuhan secara mental spiritual itu harus dipenuhi, masalahnya adalah bagaimana kita bisa menolong mereka dari sisi itu, Pak Paul?

PG : Salah satu peristiwa kehidupan yang benar-benar sukar dilepaskan dari Tuhan adalah bencana. Sebab bencana alam itu dampaknya terlalu dasyat dan benar-benar di luar kuasa manusia untuk memprediksi atau pun untuk menahannya. Jadi pada waktu bencana alam terjadi, pada umumnya reaksi kita adalah langsung bertanya, "Tuhan, kenapa Engkau membiarkan ini terjadi?" Dengan kata lain kita langsung mengkaitkannya dengan Tuhan, itu sebabnya dalam upaya menolong mereka tidak bisa tidak kita juga seharusnya menolong mereka memahami semua ini secara rohani. Dan menjadikan krisis ini sebagai titik balik, sebagai titik pertumbuhan untuk mereka; jangan sampai krisis ini malah menjatuhkan mereka. Ada hal-hal yang akan kita bahas secara rohani, namun sebelum masuk ke dalam hal-hal rohani kita mau melihat yang praktis, yang lebih berkaitan dengan pekerjaan mereka. Yaitu kita mesti mulai mengajak mereka memikirkan alternatif pekerjaan, atau mata pencaharian. Biasanya bencana alam bukan saja merenggut nyawa, merenggut harta benda tetapi merenggut mata pencaharian. Nah ini penting sekali, sebab kalau kita kehilangan sanak keluarga, kita kehilangan rumah dan sebagainya namun kita masih bisa memulai kembali dengan mata pencaharian yang sama, itu akan sangat menolong. Sebagian orang bisa kembali ke mata pencaharian semula tapi ada sebagian orang yang tidak bisa kembali ke mata pencaharian semula. Misalnya kalau dia adalah seorang nelayan—dia bisa kembali ke laut dan mencari nafkah, tapi bagaimanakah misalnya dengan petani; sebab tanah itu sudah rusak dan makan waktu lama untuk bisa kembali dipakai. Itu berarti akan harus ada alih profesi atau alih pekerjaan, atau seorang yang biasa bekerja di pabrik; pabriknya hancur luluh dan tidak ada lagi, bagaimana dia bisa kembali kepada pabrik yang sama, dan bagaimanakah dia bisa bekerja pada pabrik yang lai; tidak bisa, karena tidak ada pabrik yang lain juga. Jadi pada waktu bencana terjadi, bencana itu juga merenggut mata pencaharian. Itu sebabnya perlu ada orang-orang yang bisa memikirkan dan mulai menolong para korban untuk mencari alternatif lain, apakah yang mereka bisa lakukan.

GS : Mungkin perlu ditekankan bahwa selama ini mereka menerima bantuan-bantuan terus, tapi mereka tidak bisa terlalu bergantung terus-menerus pada bantuan-bantuan yang diberikan, jadi mereka harus mulai dengan bekerja kembali, Pak Paul?

PG : Betul, nah ini nantinya harus dipikirkan sehingga kita mulai bisa menawarkankannya juga kepada mereka. Dalam keadaan bingung, putus asa, sedih, mungkin sekali mereka tidak dapat memikirkan hal ini dengan inisiatif sendiri, perlu bantuan dari pihak penolong untuk mengajak mereka memikirkannya. Ada orang-orang yang juga tidak mau melakukan pekerjaan tertentu sebab mereka tidak terbiasa, ini bisa dimaklumi. Kita perlu mendorong mereka dengan mengatakan kepada mereka bahwa ini adalah pekerjaan sementara, jadi meminta mereka untuk mulai memikirkan pekerjaan itu setahap demi setahap, transisi demi transisi. Mereka tidak bisa langsung menuju pada tempat atau pekerjaan yang mereka inginkan. Perlu langkah-langkah kecil untuk menuju ke sana. Misalkan untuk sementara mereka bekerja membantu membersihkan puing-puing, dan mereka akan menerima upah dari pekerjaan itu. Atau mereka bekerja di tempat penampungan, menjaga kebersihan atau menyediakan makanan, masak dan sebagainya, dan diberikan upah untuk pekerjaan-pekerjaan itu. Jadi di sini benar-benar mesti ada kreatifitas untuk memikirkan pekerjaan-pekerjaan tersebut dan mendorong para korban untuk melakukannya; meyakinkan mereka bahwa ini adalah pekerjaan sementara namun perlu dilakukan. Nanti setelah ini kita pikirkan lagi langkah berikutnya. Jadi tugas pihak penolong adalah memikirkan langkah-langkah kecil itu supaya mulai bisa melibatkan para korban di dalam upaya untuk memulai mata pencahariannya.

GS : Tetapi itu baru bisa dilakukan setelah seseorang itu sampai pada fase di mana dia mempunyai semangat hidup atau bangkit kembali.

PG : Betul sekali, pada acara yang lampau kita telah membahas berbagai reaksi yang dialami oleh para korban. Kalau memang mereka masih berada pada tahap marah, tahap belum bisa menerima semua ini; akan sukar untuk mendorong mereka melakukan sesuatu. Mereka mungkin akan diam, merenung, tidak mau berbuat apa-apa, itu memang akan berat. Namun sekali lagi kalau ada yang sudah siap langsung kita dorong. Sebab waktu orang-orang yang sudah siap ini mulai bekerja, ini juga akan berpengaruh positif pada yang lain sehingga mereka pun terdorong untuk melakukan hal yang sama. Apalagi kalau orang-orang ini yang sudah bekerja pulang ke dalam camp membawa uang atau membeli sesuatu, itu bisa kembali menggairahkan semangat teman-temannya.

GS : Mungkin penghasilannya memang tidak akan sebesar dengan sebelum bencana menimpa mereka, Pak Paul?

PG : Betul, tapi meskipun kecil ini juga penting bagi mereka, penting karena ini bisa menguatkan penghargaan diri mereka. Meskipun secara rasional mereka mengerti bahwa ini bencana alam, tapi tetap sebagai manusia tatkala kehilangan semua termasuk kehilangan pekerjaan dan sebagainya itu bisa mempengaruhi penghargaan diri. Mereka bisa beranggapan, saya tidak lagi berharga, saya tidak lagi bisa bekerja melakukan hal-hal yang biasa saya lakukan; dengan dia bisa bekerja, membawa pulang uang, itu sedikit banyak berpengaruh positif terhadap penghargaan dirinya.

GS : Mungkin baik kalau di sekitar camp atau di tempat penampungan mereka diadakan semacam balai latihan kerja untuk membekali mereka agar untuk selanjutnya bisa bekerja. Karena orang perlu dilatih untuk melakukan suatu pekerjaan yang baru itu?

PG : Betul, misalkan memang sudah dipikirkan kira-kira pekerjaan apa yang dibutuhkan dengan segera dan memerlukan tenaga. Nah di situ bisa langsung diberikan pelatihan yang langsung, yang praktis sehingga tidak memakan waktu yang lama. Bisa jadi memang kita ini melakukan palatihan bukan sekali tetapi berkali-kali sebab bergantung pada kondisi dan kebutuhannya. Misalkan kita tahu di tempat mana ada kebutuhan apa untuk para pekerja, kita bisa menyediakan tenaga para pelatih untuk melatih mereka misalkan dalam waktu seminggu agar siap pakai untuk melakukan tugas-tugasnya. Bisa jadi berganti-ganti skill yang diajarkan kepada mereka.

GS : Sebenarnya itu bisa dilakukan juga oleh para korban itu sendiri yang mempunyai suatu keterampilan, mengajarkan keterampilannya kepada rekan-rekan yang lain.

PG : Betul, itu baik sekali jadi kalau ada yang bisa melakukannya apa salahnya kita undang dia untuk mengajarkannya kepada teman-temannya. Dan kalau memang ada dana yang disediakan, kita memberikan upah kepada si pelatih tersebut, jangan kita beranggapan karena dia juga sesama korban tidak usah. Tidak apa-apa kita memberikan imbalan sebab sekali lagi ini penting bagi mereka untuk mendapatkan sumber penghasilan kembali.

GS : Saya rasa itu suatu bentuk penghargaan untuk mereka yang mau mengajarkan keterampilannya kepada orang lain. Apakah ada hal lain dari sisi rohani yang bisa dilakukan pertolongan terhadap korban bencana ini?

PG : Mereka perlu pendamai dan bersandar pada Tuhan. Dalam bimbingan rohani kita penting memastikan kondisi rohani korban sebelum bencana datang. Maksudnya, kita mesti bertanya apakah sebelum bencana si korban hidup akrab dengan Tuhan, apakah korban matang secara rohani. Kenapa, sebab makin hidup akrab dengan Tuhan dan makin matang kerohaniannya—makin mudah korban berserah kepada Tuhan dan mempercayakan hidupnya pada kebaikan dan pemeliharaan Tuhan yang sempurna. Sebaliknya makin tidak akrab dengan Tuhan dan tidak dewasa secara rohani—makin cepat dan korban mudah menyalahkan Tuhan, dan mempertanyakan kebaikan dan pemeliharaan Tuhan. Jadi kalau kita ingin menolong dan membimbing mereka secara rohani, langkah pertama adalah mengecek kondisi rohani mereka sebelum bencana, nanti setelah tahu kondisi rohani mereka sebelum bencana kita bisa mempunyai kejelasan tentang pendekatan apakah yang akan kita lakukan. Sebab memang tidak sama, maksudnya kepada yang dewasa secara rohani sebelum bencana datang; bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di firman-Nya. Kita bisa mengajaknya berdoa, memberikan firman Tuhan untuk menguatkan mereka, memberikan janji-janji Tuhan kembali kepada mereka, dan mereka akan menanggapinya. Mereka akan berkata, "Betul, memang saya tahu Tuhan baik, Tuhan tidak akan meninggalkan kami, kita akan bisa melewati semua ini dengan pertolongan Tuhan." Kita akan mendengar respons-respons seperti itu dari mereka. Namun kalau kita mengetahui bahwa sebelum bencana datang memang mereka tidak dekat dengan Tuhan, kita perlu juga melakukan pendekatan yang berbeda. Misalnya, sebaiknya pada tahap-tahap awal itu kepada yang kurang dewasa secara rohani kita tidak melakukan bimbingan rohani. Sebab bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif; mereka akan lebih marah kepada Tuhan, lebih menyalahkan Tuhan. Sebab pada dasarnya memang mereka tidak terlalu rohani, waktu bencana datang mereka akan lebih mudah bereaksi dengan kemarahan dan menyalahkan Tuhan. Daripada kita sebut-sebut nama Tuhan dan makin memercikkan kemarahan mereka, sebaiknya jangan. Apa yang harus kita lakukan? Pada dasarnya kita memberikan kesempatan kepadanya untuk meluapkan kemarahan-kemarahan itu. Biarkan dan dengarkan, jangan mencoba mengoreksi kepercayaan mereka, pemahaman mereka tentang Tuhan, biarkan dan dengarkan dulu saja.

GS : Apakah bencana yang mereka alami ini bisa mempengaruhi kedewasaan rohani seseorang?

PG : Ada yang lebih dewasa karena masalah atau bencana alam ini, mereka justru akhirnya melihat tangan Tuhan yang telah menyelamatkan mereka; apalagi kalau mereka bersyukur bahwa misalkan keluarga mereka itu utuh, tidak ada yang hilang, itu benar-benar bisa meninggikan rasa syukur mereka kepada Tuhan. Tapi bisa juga menurunkan rasa syukur mereka kepada Tuhan, kalau mereka justru mengalami banyak kehilangan. Tapi kalau orang itu memang kerohaniannya baik dan kuat, biasanya pada awalnya secara rohani ya terhempas sejenak, goyang, tapi dengan cepat dia akan bangkit kembali. Tapi kalau dari awalnya memang imannya tidak kuat, hempasan itu akan benar-benar menggoncangkan mereka dan mereka mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk bisa bangkit kembali.

GS : Jadi pada dasarnya, sebagai penolong kita wajib mengajak mereka untuk melihat bencana ini supaya mereka lebih dekat lagi dengan Tuhan. Kita sebetulnya maunya ke sana, tujuannya ke sana, tapi kita perlu melakukannya dengan bijaksana. Misalnya, kita jangan mengkaitkan malapetaka dengan kemarahan atau hukuman Tuhan, karena memang belum tentu demikian. Sudah tentu kalau kita berkata bahwa ini akibat dosa dan sebagainya; sudah tentu selalu ada dosa dalam hidup manusia tapi belum tentu bencana alam ini adalah alat Tuhan untuk menghukum kita. Di Roma pasal 8 rasul Paulus menegaskan bahwa ‘seluruh ciptaan Tuhan, alam semesta ini sedang mengerang-erang kesakitan menantikan hari penebusan.’ Yang berarti seluruh ciptaan Tuhan, alam semesta ini berada dalam kondisi yang tidak sempurna, sejak dosa memasuki kehidupan manusia, dosa sudah menjungkirbalikkan segala keseimbangan, termasuk keseimbangan alam maka muncullah bencana alam. Tapi apakah bencana alam yang terjadi itu sudah pasti adalah kiriman Tuhan untuk menghukum manusia. Belum tentu, mungkin itu adalah kiriman Tuhan untuk menghukum manusia itu sangat mungkin karena kita membaca di Alkitab, kota Sodom dan Gomora Tuhan hancurkan karena dosa-dosa mereka, jadi itu jelas hukuman Tuhan. Namun kalau kita berkata bahwa itu adalah hukuman Tuhan, kita mesti mempunyai kejelasannya seperti orang-orang di Sodom dan Gomora. Tuhan sudah mengakatannya kepada Abraham, Tuhan mengumumkannya bahwa Dia akan menghukum kota Sodom dan Gomora, bahkan Tuhan mengirimkan malaikat-malaikatnya. Nah kalau kita tidak mempunyai bukti-bukti nyata itu, sebaiknya kita tidak langsung mengatakan bahwa, "Nih, Tuhan marah makanya Tuhan menghukum kita." Jadi kita penting sekali menyadari hal ini dan tidak terburu-buru menekankan hukuman Tuhan. Yang kedua adalah kita jangan terburu-buru mengatakan ini dosa, "karena kamu berdosa makanya kamu kehilangan ini. Lihat tetanggamu tidak ada yang meninggal, semuanya selamat hanya keluarga kamu yang tidak selamat, pasti ada dosa." Hati-hati, jangan sampai kita mengkaitkan bencana alam itu dengan dosa.

GS : Sering kali juga dikait-kaitkan dengan akhir zaman, sudah dikatakan di alkitab bahwa pada akhir zaman akan ada banyak bencana, lalu dikaitkan ke sana ini tandanya bahwa Tuhan melakukan ini karena Tuhan sudah mau datang atau mau kiamat. Nah ini bagaimana?

PG : Saya kira kita memang harus selalu membuka mata melihat tanda-tanda yang alkitab sudah berikan. Memang firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa nanti bencana alam itu akan bertambah, dan kalau kita melihatnya dengan mata awam, kita memang harus mengakui bahwa entah mengapa akhir-akhir ini begitu banyak bencana yang terjadi. Tapi berapa jauhkah jaraknya antara bencana yang tengah terjadi dan kedatangan Tuhan yang kedua kali? Kita tidak tahu. Jadi menurut saya kita tidak seharusnya mengatakan dengan pasti ini adalah tanda-tanda di mana dunia ini akan kiamat dan Tuhan akan datang untuk kedua kalinya. Saya kira jangan, daripada orang bingung dan makin tersesat, jadi lebih baik tidak; daripada juga membuat orang panik, tegang, saya kira tidak perlu begitu. Setiap hari adalah hari di mana Tuhan kemungkinan datang, jadi kita dituntut oleh Tuhan untuk hidup selalu waspada.

GS : Jadi secara umum berita apa sebenarnya yang tepat untuk kita sampaikan kepada korban bencana ini?

PG : Kita harus membimbing mereka melewati dua pertanyaan. Yang pertama adalah mengapakah Tuhan membiarkan malapetaka ini terjadi? Pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan mereka dan mereka harus menggumulinya untuk menjawabnya. Yang kedua, apakah maksud Tuhan di belakang malapetaka ini? Mengapa pertanyaan kedua itu penting, sebab kita sering kali lebih bisa menghadapi bencana kalau kita melihat maksud Tuhan. O.........ini maksud Tuhan, untuk kebaikan ini dan sebagainya; kalau kita tidak bisa melihat maksud Tuhan lewat bencana ini kita makin lebih susah untuk mengatasi dampak bencana ini. Jadi hal-hal apa yang secara praktis dan konkritnya perlu kita bagikan kepada para korban. Yang pertama, kita mau menolong korban untuk bisa melihat dan memahami karakter Allah, yaitu baik dan penuh kasih. Bencana alam mempunyai potensi untuk benar-benar memporak-porandakan kepercayaan kita bahwa Tuhan itu baik, bahwa karakter Allah itu sebetulnya penuh kasih. Bencana alam sering kali memporak-porandakan semua itu, kita berkata, Tuhan tidak peduli, Tuhan kejam atau mungkin kita berkata Tuhan peduli tapi tak berkuasa menolong kita. Jadi kita mulai meragukan karakter Allah yang Maha Kuasa, Maha Kasih. Kita perlu menekankan kepada mereka, Tuhan itu adalah Tuhan yang penuh kasih dan Dia adalah Allah yang baik. Yang berikut kita mau mengajarkan mereka untuk meyakini bahwa karakter Allah tidak berubah, apa pun situasi yang dialami oleh kita. Situasi boleh berubah tapi situasi itu tidak merefleksikan karakter Allah. Sering kali kita mengkaitkan situasi dengan karakter Allah; kalau situasinya menyenangkan berarti Allah baik—situasi tidak menyenangkan berarti Allah jahat. Tidak demikian, situasi dan karakter Allah tidak selalu sama. Allah yang baik kadang membiarkan hal yang tidak baik menimpa kita. Jadi penting kita mau membimbing para korban untuk melihat bahwa situasi tidak serta merta merefleksikan karakter Allah itu. Dan yang terakhir kita mau mendorong para korban untuk menyerahkan ketidakmengertian kepada pemeliharaan Tuhan. Susah sekali bagi kita manusia menyerahkan ketidakmengertian kita, karena kita ingin mengerti; kita mesti mendorong mereka menyerahkan ketidakmengertian karena kita sadar akan ada ketidakmengertian, tidak semua bisa dijelaskan, tidak semua akan membuat mereka menganggukkan kepala dengan pengertian. Jadi pada akhirnya mereka perlu menyerahkan itu kepada Tuhan.

GS : Kadang-kadang secara akal mereka bisa menerima, dalam kondisi tenang bisa diajak bicara, tapi setelah itu sulit untuk menerima bahwa Allah itu baik, bahwa Allah itu setia. Dia kembali lagi untuk menyalahkan dirinya, marah kepada Tuhan dan seterusnya.

PG : Pak Gunawan memunculkan poin yang penting sekali yaitu bimbingan ini memang akan berkepanjangan, tidak selesai satu atau dua kali percakapan; terus-menerus kita harus ingatkan. Sebab mereka akan cepat kembali lagi ke perasaan semula. Meskipun sudah mengerti secara intelektual tapi waktu mereka kembali menengok ke kiri dan ke kanan, mereka akan menatap penderitaan. Penderitaan itu kembali mengecilkan semangat mereka dan membuyarkan lagi harapan mereka kepada Tuhan. Untuk itu penting kita datang kembali, mengingatkan lagi dan mengingatkan lagi.

GS : Pemberian buku-buku rohani atau buku-buku bacaan yang bisa menggugah iman mereka, pada poin ini penting juga dilakukan Pak Paul?

PG : Betul, kalau ada buku-buku rohani itu penting sebab mereka bisa membacanya di waktu senggang jadi ada hal yang mereka lakukan. Dan dengan adanya buku, waktu mereka membaca mereka bisa berinteraksi dengan kecepatan mereka sendiri. Mereka bisa dengan tenang berdialog, bergumul, itu akan bisa menolong mereka pula. Kuncinya adalah kita mesti memandu korban kembali mempercayai Tuhan, itu intinya. Benar-benar kita harus mengakui bahwa bencana alam mencederai kepercayaan korban pada karakter dan pemeliharaan Tuhan. Karakter bahwa Tuhan itu baik cedera, "aduh Tuhan kok tidak baik." Mencederai juga kepercayaan pada karakter pemeliharaan Tuhan, "kenapa Dia tidak menjaga, tidak melindungi, Dia kok membiarkan istri atau suami kita meninggal dan sebagainya." itu akhirnya perlu dikembalikan, mereka perlu kembali mempercayai pada karakter dan pemeliharaan Tuhan.

GS : Dan proses penyembuhan secara rohani, saya rasa membutuhkan waktu lebih lama lagi daripada yang sudah-sudah.

PG : Betul, maka kalau mereka bisa dikumpulkan dalam persekutuan, itu bisa saling menguatkan. Misalnya mereka mendengarkan kesaksian temannya yang mengalami kehilangan yang begitu besar tapi kok bisa tetap kuat dalam Tuhan, tetap berseru kepada Tuhan, nah itu bisa memberikan kekuatan kepada mereka. Meskipun kita datang memberikan kekuatan saya rasa berbeda kalau mereka mendengar langsung sesama korban yang mengucapkan syukur kepada Tuhan atas pemeliharaan Tuhan, itu lebih kuat dampaknya. Karena si korban melihat dia juga mengalami kehilangan kok dia bisa bersyukur kepada Tuhan, nah itu akan memberikan dampak positif kepadanya.

GS : Sebenarnya sisi ini harus mendapat lebih banyak perhatian bagi orang yang mau menolong bencana Pak Paul. Dan dalam hal ini apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Mazmur 107:35 berkata, "Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air, dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air." Kita mesti percaya bahwa Tuhan berkuasa dan Dia bisa mengubah padang gurun menjadi kolam air, tanah kering menjadi pancaran-pancaran air. Nah kita mau mengajak korban melihat secara positif akan pengharapan ini bahwa Tuhan mampu melakukannya, dan karena Dia baik dia akan melakukannya.

GS : Karena yang berjanji setia, sebab Tuhan sendiri yang pasti akan memenuhi janji-Nya, jadi sekalipun korban bencana ini hanya dikelabuhi dengan janji-janji, tapi dalam satu hal ini di mana Tuhan sendiri yang berjanji, ini pasti akan digenapi. Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

  1. Perencanaan hidup. Selain konseling psikologis, diperlukan pula konseling karier. Korban kehilangan mata pencaharian dan mungkin tidak dapat kembali ke karier semula. Lewat konseling karier korban mulai dapat memikirkan dan merencanakan alternatif lainnya.

  2. Berdamai dengan dan bersandar pada Tuhan. Dalam bimbingan rohani, sebagai langkah awal penting bagi kita untuk memastikan kondisi rohani korban sebelum bencana datang. Apakah korban hidup akrab dengan Tuhan? Apakah korban matang secara rohani? Makin hidup dekat dengan Tuhan dan matang rohani, makin mudah korban berserah kepada Tuhan dan mempercayakan hidupnya (termasuk bencana ini) pada kebaikan dan pemeliharaan Tuhan yang sempurna. Sebaliknya, makin tidak akrab dengan Tuhan dan tidak dewasa secara rohani, makin cepat dan mudah korban menyalahkan Tuhan dan mempertanyakan kebaikan maupun pemeliharaan Tuhan.

    Kepada yang dewasa secara rohani, bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di Firman-Nya. Kepada yang kurang dewasa, bimbingan rohani untuk sementara ditangguhkan. Bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif sebab akan lebih memercikkan api kemarahan kepada Tuhan. Sebaiknya kita hanya mendengarkan kemarahan korban dan memberinya kesempatan melampiaskan keluhannya tanpa mencoba untuk memberinya penjelasan rohani, mengapa Tuhan mengizinkan semua ini terjadi. Setelah reda kemarahannya dan sampai pada tahap menerima, barulah bimbingan rohani dapat dimulai.

    Kuncinya di sini adalah (a) jangan mengaitkan malapetaka dengan kemarahan atau hukuman Tuhan karena memang belum tentu demikian dan (b) jangan menyalahkan korban sebagai penyebab datangnya bencana ini, sehingga korban terus mencari-cari kesalahan atau dosanya.

  3. Dua pertanyaan yang menuntut pergumulan adalah, (a) mengapakah Tuhan membiarkan malapetaka ini terjadi dan (b) apakah maksud Tuhan di belakang malapetaka ini? Sebagai pembimbing kita perlu menuntunnya untuk:

    • Melihat dan memahami karakter Allah yakni baik dan penuh kasih

    • Meyakini bahwa karakter Allah tidak pernah berubah apa pun yang terjadi

    • Menyerahkan ketidakmengertian ini kepada pemeliharaan-Nya

Dengan kata lain, pada akhirnya kita harus memandu korban untuk kembali mempercayai Tuhan. Ini adalah kuncinya. Berilah kepada korban waktu untuk sembuh sebab bagaimanapun juga, malapetaka sebesar ini telah mencederai rasa percaya korban pada karakter dan pemeliharaan Tuhan sebab sebagai insan, kita cenderung mengaitkan kebaikan Tuhan dengan hal-hal baik yang diberikan-Nya.

Firman Tuhan: "Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air." (Mazmur 107:35)


Questions: