BETA
Mengapa Dosa Lama Mudah Kembali?
Sumber: telaga
Id Topik: 2026

Abstrak:

Salah satu fakta pahit yang mesti kita hadapi adalah betapa cepat dan mudahnya dosa atau kelemahan lama kembali masuk kedalam diri kita. Di Matius 12:43-45 dicatat pengajaranTuhanYesus tentang roh jahat, yang sebetulnya telah keluar dari diri manusia namun akhirnya kembali lagi dengan membawa tujuh roh lain yang lebih jahat. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari pengajaran Tuhan ini untuk menolong kita memahami mengapa dosa atau kelemahan lama mudah kembali dan bagaimanakah kita dapat mencegahnya.

Transkrip:

Saudara–saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini akan membahas tentang "Mengapa Dosa Lama Mudah Kembali ?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, dalam perjalanan hidup iman kita kepada Tuhan, kita memang selalu jatuh bangun. Suatu saat kita menyadari dosa-dosa kita, kita akui, tapi pada kesempatan yang lain kita jatuh lagi pada dosa yang sama. Sehingga kadang dalam doa pengakuan dosa, kita sendiri merasa enggan, merasa tidak nyaman sendiri, mengakui kok dosa-dosa itu juga yang kita akui di hadapan Tuhan. Bagaimana, Pak Paul ?

PG : Betul, Pak Gunawan. Memang salah satu fakta pahit yang mesti kita hadapi adalah betapa cepat dan mudahnya dosa atau kelemahan lama kembali masuk ke dalam diri kita. Jadi ini kadang membuat kita kecil hati mengapa tidak selesai-selesai, mengapa kita tidak bisa lepas. Jadi saya kira penting pada kesempatan ini kita mencoba menyoroti hal ini ya. Dan kita akan gunakan satu bagian dari firman Tuhan sebagai pedoman untuk kita bisa memahami dan sekaligus mencari jalan keluarnya. Saya akan bacakan dari Matius 12:43-45, "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya lalu ia berkata: ‘Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu.’ Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapi teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat daripadanya dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk daripada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat ini." Jadi disini dicatat pengajaran Tuhan Yesus tentang roh jahat yaitu setan yang sebetulnya telah keluar dari diri manusia namun akhirnya kembali lagi dengan membawa 7 roh lain yang lebih jahat. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari pengajaran Tuhan ini untuk menolong kita memahami mengapa dosa atau kelemahan lama mudah kembali dan bagaimanakah kita dapat mencegahnya.

GS : Pelajaran apa yang bisa kita pelajari dari perikop itu, Pak Paul ?

PG : Hal pertama yang dapat kita pelajari adalah bahwa apa yang keluar akan berusaha masuk kembali. Baik itu dosa maupun roh jahat sendiri, ia akan berusaha masuk kembali. Jadi tidak boleh kita beranggapan bahwa sekali terbebaskan dari ikatan dosa maka kita tidak lagi perlu berjaga-jaga dan berdoa. Tidak bisa. Nah, terutama, Pak Gunawan, kita harus mengawasi dosa atau kelemahan lama. Sebab dosa lama adalah teman lama yang kadang masih kita rindukan kehadirannya, Pak Gunawan. Apalagi kalau dosa lama itu sudah menjadi bagian hidup kita untuk satu kurun yang lama, untuk kita benar-benar bisa berkata selamat tinggal itu tidak gampang. Kita akan secara berkala merindukan kedatangannya lagi. Dan kita juga harus memang menerima kenyataan bahwa waktu kita hidup dalam dosa maka dosa lama itu seringkali menjadi penolong kita dalam kesesakan hidup. Misalkan ada orang yang sewaktu sedang mengalami kesulitan ia langsung pergi ke tempat pelacuran. Atau dia akhirnya berbuat zinah dengan orang lain, misalnya. Dengan kata lain, dosa lama menjadi jalan keluar atau penolong. Atau dosa lama atau kelemahan lama menjadi sahabat dalam kesepiannya. Banyak orang yang dalam kesepian masuk ke situs-situs porno melihat gambar-gambar porno. Nah, dosa lama itu menjadi sahabatnya dalam kesepian. Ini yang kita mesti waspadai. Sebab godaan terbesar datang bukan dari dosa baru tetapi dari dosa lama. Jadi ini kesimpulannya, berilah perhatian yang besar kepada dosa lama dan bangunlah pagar yang kuat untuk menahan gempurannya.

GS : Tapi kalau kita terus mengingat-ingat dosa lama itu ‘kan seolah-olah kita mengundang dosa itu untuk hadir lagi di dalam kehidupan kita ?

PG : Maka kita tidak usah terus-menerus mengingat-ingat karena itu memang bisa membangkitkan keinginan juga untuk mau melakukannya. Tapi kita selalu mesti waspada. Jadi sewaktu godaan itu muncul, kita mesti mengenalinya dan memanggilnya sebagai pencobaan untuk berbuat dosa. Nah yang menjadi masalah adalah kita seringkali berkata, "Oh, saya sudah bebas. Saya sudah bisa hadapi itu." Dan waktu pencobaan itu datang, kita tidak menyebutnya sebagai pencobaan untuk berbuat dosa lama itu, "Tidak, saya sudah bebas kok." Nah, justru itu adalah awal dari kejatuhan, Pak Gunawan. Maka saya ingin menekankan kita mesti waspada terutama terhadap dosa lama. Sebab kecenderungan kita akhirnya begitu, seolah-olah menyepelekannya.

GS : Ada orang yang berusaha dengan cara bersaksi di hadapan jemaat. Banyak orang yang mendengarkan, misalnya dia sekarang sudah terbebas dari perjudian. Tetapi pada kesempatan beberapa tahun kemudian dia jatuh lagi di dalam dosa perjudian itu, sehingga dia makin malu. Tapi ada juga di sisi lain setelah orang itu bersaksi, dia makin mantap untuk tidak lagi mengulang dosanya, karena dia sudah bicara dengan banyak orang. Dia enggan melakukannya. Yang mana ini yang bisa dipegang ?

PG : Pada kenyataannya adalah makin kita berani bersaksi bahwa kita ini dibebaskan dari dosa tertentu, sesungguhnya perkelahian melawan dosa itu bukan mengecil, Pak Gunawan. Malah membesar. Semua orang yang sudah dibebaskan dari dosa-dosa tertentu akan berkata, makin berani bersaksi, makin menceritakan pertolongan Tuhan, makin kuat godaan itu. Godaan itu sebetulnya tidak melemah. Jadi seolah-olah iblis itu memberikan ancaman kepada orang. "Berani ngomong, berani lebih bersuara, saya akan gempur kamu lebih hebat lagi." Seolah-olah seperti itu, Pak Gunawan. Itu sebab pada akhirnya orang-orang Kristen yang enggan untuk bersaksi. Kenapa ? Memang takut. Takut kalau saya banyak bersaksi, maka nanti kalau saya jatuh saya lebih malu dan bisa jadi batu sandungan buat orang lain. Tapi ada juga yang memang mengetahui, makin sering bersaksi, dia akan menjadi target serangan yang lebih berat lagi.

GS : Jadi sebaiknya bersaksi atau tidak itu tergantung orangnya ya ?

PG : Memang kita mesti menyadari kekuatan kita. Kalau kita memang baru, masih bayi, belum memunyai kekuatan yang kuat, nah harus hati-hati. Kadang-kadang ada kesempatan kita langsung tabrak saja, tidak apa-apa bersaksi-bersaksi. Padahal kita belum stabil atau belum begitu kuat. Nah, kemungkinan kita nanti jatuh itu memang lebih berat lagi. Tapi kalau kita sudah bisa menikmati kondisi bebas dari dosa tertentu untuk kurun yang lama, mungkin disitu kita lebih bisa bersaksi. Tapi juga tetap mesti berhati-hati. Karena sekali lagi, kalau kita terlalu cepat, terlalu percaya diri, hati-hatilah. Biasanya itu adalah awal dari kejatuhan.

GS : Mungkin yang penting di dalam kesaksian itu adalah menonjolkan kuasa Tuhan yang membebaskan dia dan bukan kemampuan dia mengatasi dosa itu.

PG : Betul. Jadi kita harus selalu menekankan, "Ini bukan karena saya tapi karena kasih karunia Tuhan yang telah memberikan kekuatan kepada saya." Nah, kita juga bisa melihat bukti betapa memang apa yang keluar itu akan berusaha masuk kembali dari kisah kejatuhan Raja Daud, Pak Gunawan. Kita bisa menyimpulkan bahwa Raja Daud memunyai kelemahan tertentu yaitu dia mudah tertarik pada wanita yang cantik. Kita dapat melihat hal ini pada keputusannya untuk menikahi Abigail, janda yang bijak dan cantik dari Nabal. Kita tahu pada akhirnya Nabal itu mati dihukum Tuhan. Kendati Daud hanya bertemu satu kali dengan Abigail, itu cukup untuk membuat Daud begitu terpikat kepadanya sehingga dia langsung menikahinya setelah Nabal meninggal dunia. Nah, kelemahan lama inilah yang akhirnya masuk kembali ke dalam diri Daud sewaktu dia melihat Batsyeba mandi. Kali ini dia gelap mata. Jika dengan Abigail dia tidak perlu berdosa sebab Abigail sudah tidak bersuami, dengan Batsyeba Daud harus berdosa karena Batsyeba sudah bersuami. Nah, kelemahan atau dosa lama akhirnya kembali lagi ke dalam hidup Daud. Dalam diri kita juga kita mesti waspada. Kelemahan lama, dosa lama selalu berusaha kembali. Itu sebab kita tidak boleh lengah.

GS : Itulah firman Tuhan yang mengatakan kita harus berjaga-jaga dan berdoa senantiasa dan memakai selengkap senjata Allah, ini masalahnya ya Pak Paul.

PG : Iya. Dan prinsip yang kita angkat "Apa yang keluar akan berusaha masuk kembali."

GS : Hal kedua yang bisa kita pelajari dari perikop tadi apa, Pak Paul ?

PG : Yang kedua adalah sekali pintu terbuka, maka akan masuklah dosa bukan saja dalam jumlah yang lebih banyak tetapi juga dalam kekuatan yang lebih dahsyat. Di dalam firman Tuhan, roh jahat itu kembali mengajak 7 roh lain yang lebih jahat daripadanya. Nah, jadi ini yang mesti kita ketahui. Pada umumnya dosa masuk tidak sendirian, tetapi bergerombol. Begitu pertahanan jebol, dosa lama akan masuk diikuti oleh sejumlah dosa baru. Dalam kasus Raja Daud, begitu dia jatuh ke dalam dosa perzinahan maka dalam waktu sekejap masuk pulalah dosa lain yang lebih parah yakni dosa pembunuhan. Untuk menghilangkan jejak dosanya Daud menghilangkan nyawa Uria, suami Batsyeba dengan cara menyuruh Yoab panglima perangnya untuk menempatkan Uria di gugusan terdepan supaya mati terbunuh oleh Bani Amon. Itu yang sering terjadi, Pak Gunawan. Begitu kita jatuh ke dalam satu dosa dan biasanya dosa lama ya, maka kita akan terus jatuh ke dalam dosa-dosa lainnya. Tembok pertahanan yang telah kita bangun, satu per satu runtuh. Dan pada akhirnya kita akan kembali hidup di bawah kuasa dosa.

GS : Mungkin ini yang kita ketahui bahwa dosa memperanakkan dosa, begitu Pak Paul ?

PG : Betul.

GS : Untuk menghindarinya ya dengan mencegah supaya tidak terjadi dosa yang pertama itu. Karena kenyataannya memang seringkali seperti itu. Kalau kita melakukan satu dosa, biasanya diikuti oleh dosa-dosa lain. Jadi bukan dosa tunggal yang kita lakukan.

PG : Betul sekali. Tadi kita sudah bahas sebab kita punya kecenderungan untuk berdosa alias dosa asal atau dosa keturunan. Seolah-olah begitu kita jatuh ke dalam dosa, kita membuka kerangkeng, maka dosa itu akan keluar. Atau kita memberi makan kepada singa yang lapar tapi makannya sedikit saja namun cukup untuk membuat singa itu begitu ganas karena dia sekarang sudah bisa makan sedikit tapi belum cukup, dia akan mau memakan lebih banyak lagi. Jadi itulah sifat dosa. Begitu kita jatuh ke dalam satu, maka kita cenderung jatuh lagi, jatuh lagi, jatuh lagi ke dalam dosa-dosa yang lain. Maka dalam penjelasan yang Tuhan berikan, begitu roh jahat kembali dia membawa tujuh roh jahat lain. Angka tujuh untuk menunjukkan sebuah kelengkapan, sebuah jumlah yang berat, besar dan kuat sekali. Kita mesti menyadari jangan bermain-main dengan dosa. Begitu tersandung satu, kita akan terus terperosok masuk ke dalamnya.

GS : Tapi itu dikatakan setelah roh jahat itu melihat orang itu bersih hatinya. Tempat yang tadinya dihuni itu sudah dibersihkan, lalu berbondong-bondonglah mereka masuk.

PG : Betul. Memang yang tadi kita bahas, apa yang keluar akan mencoba masuk kembali. Jadi sudah dibersihkan pun dia akan coba masuk kembali. Memang bisa kita interpretasi bahwa rumah itu kosong. Artinya orang itu memang tidak dihuni oleh Kristus. Itu menjadi target sasaran yang empuk sekali. Tidak ada Tuhan dalam hidup kita, kita hanya dibebaskan dari roh jahat. Tapi kita juga harus mengakui bahkan kita pun yang adalah orang-orang beriman, bukankah kita tetap mengalami serangan dan godaan dari iblis dan dosa lama itu tetap berusaha masuk ke dalam diri kita kembali. Jadi yang bisa kita lakukan ada satu hal, yaitu dari awal kalau kita jatuh, langsung hadapi, langsung akui, langsung tanggung akibatnya. Dalam kasus Daud kita lihat Daud itu berusaha menutupi dosanya. Coba andaikan Daud mengakui saja, dia langsung panggil Nabi Natan penasehat rohaninya, langsung mengakui, ceritanya akan lain. Tapi karena dia mau menutupi, tidak mau mengakui, akhirnya dia jatuh lagi ke dalam dosa yang lebih besar lagi, bukan hanya berzinah tapi membunuh orang. Maka jangan tutupi. Begitu kita tutupi maka pintu pertahanan akan makin jebol.

GS : Memang biasanya orang tersadarkan dari dosanya setelah dosa itu beranak pinak dan membawa dampak yang begitu negatif dalam kehidupannya, Pak Paul. Selama itu masih bisa dia atasi, sulit orang bertobat.

PG : Kalau memang tidak mengatasi, tidak mengakuinya, tidak datang kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan bisa membereskan masalah dosa, dia akan terjun bebas, Pak Gunawan. Begitu jatuh, terus jatuh tidak habis-habis.

GS : Dan upaya seseorang untuk membersihkan diri dari dosa dengan kekuatan sendiri itu akan sia-sia. Jadi pengakuan dosa tanpa dibarengi dengan dia menerima Roh Kudus di dalam dirinya, maka sebenarnya pengakuan dosanya itu sia-sia.

PG : Iya. Memang kita juga mau mengakui apa adanya. Walaupun kita berusaha untuk kembali kepada Tuhan tetap memang kita masih bisa jatuh lagi. Tapi setidaknya kita akan mendapatkan kekuatan untuk melawan. Kalau kita tidak mendekat kepada Tuhan, kita tidak akan punya kekuatan untuk melawannya sama sekali.

GS : Karena dosa tidak mungkin kita lawan dengan kekuatan sendiri ya.

PG : Betul. Makanya waktu Daud berkata bahwa di dalam kandungan dia sudah berdosa, itu memang membuktikan dosa itu sudah terlalu berakar.

GS : Hal yang ketiga apa, Pak Paul ?

PG : Yang ketiga, mengeluarkan dosa atau kelemahan lama yang telah kembali jauh lebih sukar daripada kali pertama kita mengeluarkannya. Kita mungkin berpikir begini, Pak Gunawan, oleh karena kita pernah bebas dari dosa atau kelemahan lama ini maka dengan mudah kita akan dapat kembali bebas darinya. Pada kenyataannya kebalikannya yang terjadi. Dosa lama yang kembali akan jauh lebih sukar dilepaskan dibandingkan kali pertama kita dibebaskan darinya. Jauh lebih berat. Coba kita lihat kenapa. Alasan yang pertama adalah karena dosa lama kembalinya bersama dosa lain, Pak Gunawan. Maka upaya mengeluarkannya akan jauh lebih rumit dan panjang. Satu dosa keluar, eh yang lain masih bercokol. Satu dosa akhirnya keluar lagi, yang lain eh kembali lagi. Jadi benar-benar sepertinya pintu yang terus terbuka, ‘revolving door’. Tidak bisa selesai-selesai. Kenapa ? Karena banyak dosa yang sudah masuk. Yang kedua, kenapa lebih susah mengeluarkan dosa lama ? Kita ini cenderung lebih peka terhadap satu dosa dibandingkan banyak dosa atau sejumlah dosa. Makin kita bergelimang dalam dosa, makin tidak peka terhadap dosa. Dengan kata lain, kita makin tidak merasa berdosa. Alhasil makin jauh kita dari pertobatan. Dalam kasus Daud, diperlukan teguran Nabi Natan yang keras dan waktu lebih dari satu tahun untuk membuat Daud bertobat. Kehilangan kepekaan. Dan yang ketiga kenapa dosa lama yang kembali lebih susah dikeluarkan ? Karena motivasi untuk melawan dan mengeluarkan dosa sudah melemah secara drastik. Kita merasa putus asa karena melihat mengapa kita kembali terjerat pada dosa yang lama. Sudah tentu semangat juang ini akan makin merosot bila kita jatuh juga ke dalam dosa-dosa lainnya. Sudah, makin tidak ada lagi keinginan dan tenaga, makin putus asa. Itu sebab, mengeluarkan dosa atau kelemahan lama yang kembali jauh lebih sukar daripada kali pertama kita mengeluarkannya.

GS : Kedengarannya seperti penyakit yang menimpa diri kita ya. Kalau ada satu penyakit yang menimpa diri kita dan kita tidak mengobatinya dengan tuntas, lalu kambuh, rasanya waktu kambuh itu jauh lebih sakit daripada yang pertama.

PG : Betul sekali. Sama seperti kalau kita pernah mengalami patah tulang. Di tempat yang sama patah lagi, menyambungnya akan lebih susah.

GS : Apakah itu lalu membentuk karakter dalam diri seseorang ? Karena dia melakukan dosa yang sama lagi sehingga dia tidak bisa lepas dengan mudah.

PG : Ini poin yang baik sekali, Pak Gunawan. Sesuatu yang sudah menjadi bagian hidup kita, dalam hal ini dosa, akhirnya menjadi bagian dari kepribadian atau kebiasaan kita. Misalnya, bukankah setiap pagi kita bangun tidur akan menyikat gigi. Kalau kita tidak menyikat gigi akan terasa tidak enak. Atau pagi kita langsung mandi. Kalau kita tidak mandi 2-3 hari, rasanya tidak enak sekali. Jadi sesuatu yang kita lakukan secara rutin dan untuk waktu yang lama menjadi bagian dari diri kita. maka menghilangkannya juga sangatlah sulit. Sama dengan pengalaman orang yang kehilangan anggota tubuhnya, misalnya amputasi kaki. Kakinya tidak lagi utuh tinggal setengah. Sampai waktu yang agak lama, orang-orang ini tetap merasa kakinya itu masih ada, seolah-olah tidak pernah diamputasi. Jadi sama juga dengan kita dalam berhadapan dengan kebiasaan atau kelemahan lama atau dosa lama. Akhirnya kita tetap merasa itu masih disana dan kita masih terus akan membutuhkannya. Tidak mudah untuk kita bisa lepas dari itu. Sebab kepribadian kita pun akhirnya sudah terganggu, tercetak, sehingga kita tidak bisa hidup tanpa itu. Begitu kira-kira.

GS : Yang menjadi pergumulan orang itu bisa seumur hidup bergumul dalam dosa yang sama.

PG : Betul, Pak Gunawan. Akhirnya untuk benar-benar bisa lepas memang diperlukan sebuah pemulihan secara menyeluruh. Memang dia mesti bisa membangun sebuah diri yang berbeda dari diri yang lama. Dia benar-benar harus buang semua kebiasaan lama, barulah dia bisa menjadi sebuah diri yang baru dan tidak lagi membutuhkan dosa yang lama itu.

GS : Jadi sebenarnya dosa-dosa baru yang masuk ke dalam diri kita itu bukan sesuatu yang betul-betul baru ya ? Tapi merupakan untaian atau rangkaian dengan dosa yang sudah pernah kita lakukan.

PG : Betul. Makanya dalam perumpamaan atau penjelasan Tuhan di sini, si roh jahat itu kembali membawa roh jahat dalam jumlah yang lebih besar, tujuh roh jahat. Memang dosa yang kita akan lakukan itu seringkali bertalian dengan dosa yang lama itu. Kenapa Daud membunuh ? Karena ingin menutupi dosanya. Dosanya apa ? Dosanya adalah berbuat zinah dengan Batsyeba. Jadi sebetulnya dosa yang terkuat adalah menutupi dosa. Untuk menutupi dosa, akhirnya dia membunuh. Tetap memang berkaitan dengan dosa pertamanya.

GS : Dan yang bisa mematahkan atau memutuskan rantai dosa ini hanya Tuhan Yesus saja.

PG : Betul, Pak Gunawan. Saya berikan contoh yang lebih konkret. Misalnya orang yang akhirnya jatuh lagi ke dalam dosa berjudi. Dosa berjudi itu punya saudara-saudaranya. Apa saudara-saudaranya dosa berjudi ? Salah satunya adalah menipu. Berapa banyak orang yang akhirnya menipu-nipu tidak bayar utang karena awalnya adalah berjudi. Jadi akhirnya terpaksa membohongi orang, membohongi orang, meminjam uang tapi tidak pernah mengembalikannya. Jadi sebetulnya dosa-dosa yang baru itu seringkali ada hubungan dengan dosa yang lama itu.

GS : Jadi kita sebagai manusia harus menyadari kelemahan kita ini. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah menjauhi dosa itu ya, jangan coba-coba untuk merasa bahwa kita akan mampu mengatasi dosa itu sendiri.

PG : Betul, Pak Gunawan. Sebab dosa bukanlah sesuatu yang kita lawan karena datangnya dari luar diri kita. Bukan ! Pencobaan terbesar dan terkuat itu datang dari dalam diri kita. yang di depan mata yang di luar itu hanyalah pencetusnya. Yang paling besar dan terkuat adalah yang dari dalam diri kita ini, dia itu yang akan mendorong kita berdosa. Jadi melawan dosa bukannya melawan sesuatu yang datang dari luar saja. Justru juga dari dalam. Dan yang dari dalam itu justru yang lebih kuat. Maka tidak gampang. Maka tetap kita harus datang kepada Tuhan. Kalau tidak ada Tuhan dalam hidup kita, tidak mungkin kita bisa mengatasinya.

GS : Di satu sisi kita harus menjauhi dosa dan di sisi lain kita harus mendekat kepada Tuhan Yesus bahkan melekat dengan Tuhan Yesus supaya kita memperoleh kekuatan untuk melawan dosa itu, Pak Paul.

PG : Betul, Pak Gunawan. Kita bisa simpulkan satu hal yaitu iblis tidak perlu menciptakan atau menghadirkan dosa atau kelemahan baru. Tidak usah. Dia hanya perlu memasukkan dosa atau kelemahan lama. Itu saja. Itu sebab sesuai dengan peringatan Tuhan, kita harus senantiasa berjaga-jaga dan berdoa. Menjauh dari dosa terutama dari dosa lama. Mendekat selalu pada firman Tuhan, sebab firman Tuhan adalah sumber kekuatan kita.

GS : Terima kasih, Pak Paul, untuk perbincangan ini yang mengingatkan kita untuk hidup lebih waspada menghadapi dosa. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Dosa Lama Mudah Kembali?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.


Ringkasan:

Salah satu fakta pahit yang mesti kita hadapi adalah betapa cepat dan mudahnya dosa atau kelemahan lama kembali masuk kedalam diri kita. Di Matius 12:43-45 dicatat pengajaranTuhanYesus tentang roh jahat, yang sebetulnya telah keluar dari diri manusia namun akhirnya kembali lagi dengan membawa tujuh roh lain yang lebih jahat. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari pengajaran Tuhan ini untuk menolong kita memahami mengapa dosa atau kelemahan lama mudah kembali dan bagaimanakah kita dapat mencegahnya.

Hal pertama yang dapat kita pelajari adalah bahwa apa yang keluar akan berusaha masuk kembali. Baik itu dosa maupun roh jahat sendiri, ia akan berusaha masuk kembali. Jadi, tidak boleh kita beranggapan bahwa sekali terbebaskan dari ikatan dosa, kita tidak lagi perlu "berjaga dan berdoa."

Secara khusus kita harus mengawasi dosa lama sebab dosa lama adalah "teman" lama yang kadang masih kita rindukan kehadirannya. Acap kali dosa lama telah menjadi "penolong" dalam kesesakan hidup atau "sahabat" dalam kesepian. Itu sebab godaan terbesar datang bukan dari dosa baru tetapi dari dosa lama. Jadi, berilah perhatian yang besar pada dosa lama dan bangunlah pagar yang kuat untuk menahan gempurannya.

Tampaknya Raja Daud mempunyai kelemahan tertentu yakni ia mudah tertarik pada wanita yang cantik. Kita dapat melihat hal ini pada keputusannya untuk menikahi Abigail, janda dari Nabal yang "bijak dan cantik." Kita tahu pada akhirnya Nabal mati dihukum Tuhan. Kendati Daud hanya bertemu dengannya sekali, namun itu cukup untuk membuat Daud begitu terpikat kepadanya sehingga ia langsung menikahinya.

Nah, kelemahan lama inilah yang akhirnya masuk kembali ke dalam diri Daud sewaktu ia melihat Batsyeba mandi. Kali ini ia gelap mata. Jika dengan Abigail ia tidak perlu berdosa sebab Abigail tidak bersuami, dengan Batsyeba, Daud harus berdosa. Kelemahan atau dosa lama selalu berusaha kembali; itu sebab kita tidak boleh lengah.

Hal kedua yang dapat kita pelajari adalah bahwa sekali pintu terbuka, maka akan masuklah dosa, bukan saja dalam jumlah yang lebih banyak tetapi juga dalam kekuatan yang lebih dahsyat. Pada umumnya dosa masuk tidak sendirian tetapi bergerombol. Begitu pertahanan jebol, dosa lama akan masuk diikuti oleh sejumlah dosa baru.

Dalam kasus Raja Daud, begitu ia jatuh kedalam dosa perzinahan, maka dalam waktu sekejap masuk pulalah dosa lain yang lebih parah yakni dosa pembunuhan. Untuk menghilangkan jejak dosanya, Daud menghilangkan nyawa Uria suami Batsyeba dengan cara menyuruh Yoab panglima perangnya untuk menempatkan Uria di gugusan terdepan supaya mati terbunuh oleh Bani Amon. Itulah yang sering terjadi. Begitu kita jatuh kedalam satu dosa—biasanya dosa lama—maka kita akan terus jatuh kedalam dosa-dosa lainnya. Tembok pertahanan yang telah kita bangun satu per satu runtuh. Pada akhirnya kita akan kembali hidup di bawah kuasa dosa.

Sebagaimana dapat kita lihat dalam kasus Daud, masalahnya terletak pada keinginan Daud menutupi dosa. Andaikan Daud mengakui—bukan menutupi dosanya—besar kemungkinan ia tidak akan melakukan dosa lainnya yang jauh lebih serius daripada perzinahannya. Jadi, bila kita jatuh ke dalam dosa, akuilah dan tanggunglah akibatnya. Jangan tutupi sebab begitu kita tutupi, maka pintu pertahanan akan makin jebol.

Hal ketiga yang dapat kita pelajari adalah mengeluarkan dosa atau kelemahan lama yang telah kembali, jauh lebih sukar daripada kali pertama kita mengeluarkannya.. Kita mungkin berpikir, oleh karena kita pernah bebas dari dosa atau kelemahan lama ini, maka dengan mudah kita akan dapat kembali bebas darinya. Pada kenyataannya, kebalikannyalah yang terjadi. Dosa lama yang kembali akan jauh lebih sukar dilepaskan dibandingkan kali pertama kita dibebaskan darinya.Setidaknya ada tiga alasannya:

  • Karena dosa lama kembali bersama dosa lainnya, maka upaya mengeluarkannya akan jauh lebih rumit dan panjang. Satu dosa keluar, yang lain masih bercokol; satu dosa keluar, yang lain kembali lagi. Begitu seterusnya.

  • Juga, pada umumnya kita akan jauh lebih peka terhadap satu dosa dibanding sejumlah dosa. Makin kita bergelimang di dalam dosa, makin tidak peka kita terhadap dosa. Dengan kata lain, kita makin tidak merasa berdosa. Alhasil makin jauh kita dari pertobatan. Dalam kasus Daud, diperlukan teguran Nabi Natan yang keras dan waktu lebih dari setahun untuk membuat Daud bertobat.

  • Terakhir, motivasi untuk melawan dan mengeluarkan dosa melemah secara drastik. Kita merasa putus asa karena melihat kita kembali terjerat dosa yang lama. Sudah tentu semangat juang ini akan makin merosot bila kita jatuh kedalam dosa lainnya.

Iblis tidak perlu "menciptakan" dosa atau kelemahan baru; ia hanya perlu memasukkan dosa atau kelemahan lama. Itu sebab, sesuai dengan peringatan Tuhan Yesus, kita senantiasa harus berjaga-jaga dan berdoa. Menjauhlah dari dosa, terutama dosa lama dan mendekatlah selalu pada Firman Tuhan, sumber kekuatan kita.


Questions: