BETA
Awas Bahaya Bullying
Sumber: telaga
Id Topik: 2012

Abstrak:

Dewasa ini tindakan bullying sudah tidak asing bagi kita.Kita dpat dengan mudah menemukan berita mengenai terjadinya bullying di sekitar kita, bahkan mungkin kita juga terlibat di dalamnya. Sebenarnya apa itu bullying? Perbincangan kali ini akan membawa kita memahami bullying beserta dampaknya-yang ternyata tidak ringan!

Transkrip:

oleh Bp. Sindunata Kurniawan, M.K.

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Awas Bahaya Bulllying". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

H : Pak Sindu, kita sudah mendengar ada banyak berita akhir-akhir ini yang membahas dan melaporkan mengenai bullying, terutama menyangkut anak-anak di sekolah dan berbagai lembaga pendidikan. Ada anak-anak yang karena kasus ini kemudian bunuh diri atau karena kasus bullying itu sendiri membuat dia meninggal dunia. Bagaimana tanggapan Bapak ?

SK : Sesungguhnya bullying ini sudah sangat lama terjadi di antara kita, di sekolah-sekolah di Indonesia, tapi belakangan menjadi sangat mengkhawatirkan. Yang saya catat tahun 2003 kasus bullying di Sekolah Tinggi Pemerintahan dalam negeri yang menyebabkan korban patah tulang dan meninggal dunia. Di tahun 2014 juga ada kasus pelajar dengan 37 tusukan di tubuhnya dan meninggal dunia saat mengikuti ekstra kulikuler pecinta alam. Komnas Perlindungan Anak juga mencatat peningkatan angka kasus bullying dari 2046 menjadi 2462 kasus pada tahun 2010 sampai 2011. Dari tahun 2012 naik lagi menjadi 2600, dan seterusnya. Kemudian di tahun 2008 ada Yayasan Semai Jiwa Amini melakukan survei di Jakarta, Surabaya dan Yogya di antara pelajar SMP dan SMA menyatakan 67 % responden SMP-SMA menyatakan bahwa mereka pernah mengalami bullying. Tadi yang Pak Hendra sebutkan, memang terjadi kasus bullying yang menyebabkan si pelajar itu bunuh diri, tepatnya seorang siswi SMP berusia 13 tahun yang bunuh diri karena terus diejek sebagai anak tukang bubur, sehingga dia menggantung diri di kamar mandinya. Juli 2006 ada kasus siswi kelas 2 SMP di Jakarta selalu diejek karena pernah tidak naik kelas sehingga depresi berat dan akhirnya bunuh diri.

H : Wah ini data yang sangat memprihatinkan ya, Pak. Tapi berbicara mengenai bullying, kemungkinan besar ada di antara pendengar kita yang masih belum akrab dengan istilah bullying. Kalau boleh didefinisikan secara sederhana, apa bullying itu ?

SK : Bullying adalah istilah bahasa Inggris yang banyak kita pakai dan gunakan di media. Belakangan saya lihat di Media Indonesia memakai kata perundungan sebagai ganti istilah bahasa Inggris ini. Tapi karena kata perundungan belum umum, maka kita tetap memakai kata bullying dalam pembahasan kita ini. Bullying bisa didefinisikan sebagai perilaku perorangan atau kelompok dimana menyalahgunakan kekuasaan dan secara agresif menyerang orang yang lebih lemah atau orang yang lebih rendah secara berulang-ulang dan terus-menerus, dan hal ini menyebabkan orang lain atau korban merasa terintimidasi, takut, tidak berdaya, merasa tidak berarti, terluka, kehilangan rasa aman dan percaya diri. Sebenarnya bullying juga termasuk perilaku perorangan atau kelompok yang secara pasif menonton dan turut mengolok-olok.

H : Apakah perilaku agresif ini kita batasi sekadar perilaku fisik atau verbal, Pak ?

SK : Tidak! Bullying luas, Pak Hendra. Penyalahgunaan kekuasaan, agresif, menyerang orang yang lebih lemah secara terus-menerus yang menyebabkan korbannya terintimidasi, takut, terluka dan sebagainya ini mencakup perilaku yang bermacam-macam, Pak Hendra.

H : Apa saja itu, Pak ?

SK : Dalam hal ini kita bisa sebut sebagai jenis-jenis bullying. Yang pertama adalah bullying secara fisik. Tentunya kita sudah bisa bayangkan sebagai mendorong, memukul, menendang, menjewer, mencubit, ataupun dalam bentuk menyulut dengan rokok, menyiksa secara fisik, melakukan tindakan penganiayaan fisik, sampai akhirnya lebam atau mengeluarkan darah, sampai nyawa hilang. Inilah bullying secara fisik.

H : Kalau yang lainnya, Pak ?

SK : Jenis yang kedua adalah bullying secara verbal, seperti yang disebutkan Pak Hendra tadi. Artinya lewat kata-kata. Bisa kita bayangkan itu berupa ejekan, memberi julukan-julukan yang bukan untuk menghormati tapi yang sifatnya merendahkan, sekalipun nadanya bergurau, tapi korbannya merasa direndahkan, nah itu sudah bullying secara verbal. Termasuk gertakan, ancaman, "Ayo ! Kalau kamu tidak ikut, saya tendang kamu!" jadi ancaman, gertakan, intimidasi, menekan, mempermalukan di hadapan teman atau orang lain lewat kata-kata. Inilah yang termasuk jenis bullying secara verbal.

H : Jadi ada bullying secara fisik dan secara verbal. Apakah ada lagi ?

SK : Yang ketiga adalah bullying secara sosial. Secara sosial ini nyata lewat tindakan isolasi atau pengucilan. "Sudah, jangan berteman dengan dia !" jadi waktu ketemu dia membuang muka, atau ketika dia lewat tapi dianggap tidak ada. Dia bertanya, dia menyapa, tapi diabaikan saja. Akhirnya orang merasa diteror secara psikis dalam bentuk pengabaian atau penelantaran.

H : Jadi yang ini tidak ada kontak fisik dan tidak dikenai kata-kata tapi dia dianggap tidak ada ya ? Itupun dianggap bullying ?

SK : Betul! Ternyata sampai sebegitu ya. Karena korban merasa terintimidasi, takut, terluka dan ini terus-menerus, bukan hanya sekali dia terima. Inilah bullying secara sosial.

H : Selain sosial ini apakah masih ada lagi ?

SK : Ada. Istilah bahasa Inggrisnya adalah ‘cyber bullying’, yaitu bullying lewat dunia maya. Dunia maya baik itu lewat SMS, pesan teks, lewat gadget, jejaring sosial.

H : Termasuk gambar-gambar yang melecehkan, mengedit fotonya.

SK : Betul! Jadi bisa berupa kata-kata yang terketik atau berupa gambar-gambar, Pak Hendra.

H : Pola umum bullying ini sebenarnya lebih banyak dilakukan oleh anak laki-laki atau anak perempuan ya, Pak ?

SK : Keduanya punya kemungkinan melakukan bullying. Laki-laki lebih berkemungkinan melakukan bullying yang agresif secara fisik. Lebih mengedepankan fisik, misalnya memojokkan ke dinding atau lewat tindakan kekerasan fisik seperti pukulan, hajaran, tendangan, penjegalan. Ciri yang kedua adalah bentuknya secara langsung dan bersifat konfrontatif berhadapan muka dengan muka, tidak melalui media. Sedangkan ciri yang ketiga adalah cenderung impulsif atau tanpa pertimbangan.

H : Jadi laki-laki lebih banyak menggunakan otot ya, Pak ?

SK : Tepat! Menggunakan otot dan langsung berhadapan muka dengan muka tanpa media.

H : Jadi biasanya pelakunya adalah anak lelaki bertubuh besar, berotot, yang lebih tinggi, begitu Pak ? Dia menindas yang lebih kecil, yang tampaknya lebih lemah.

SK : Betul. Kecenderungannya demikian. Sekalipun saya pernah menyaksikan sebuah tayangan dimana bullying dilakukan oleh siswa yang badannya lebih kecil. Tapi dia merasa punya kemampuan berhadapan dengan sang korban yang berbadan lebih besar dan gemuk tapi tipenya lebih pasif. Rupanya ukuran badan tidak mutlak. Sekalipun yang berbadan besar punya kecenderungan melakukan bullying, tapi yang berbadan kecil pun bisa menjadi pelaku bullying terhadap yang berbadan besar. Perbedaannya ada pada sifatnya. Si pelaku lebih berani, si korban sekali pun badannya besar ternyata cenderung penakut dan pasif.

H : Jadi fisik itu salah satu faktor ya pak, bisa ada faktor yang lain misalnya latar belakang keluarganya yang lebih superior. Mungkin papa mamanya memunyai status sosial yang tinggi.

SK : Tepat! Memang latar belakang si pelaku ini memberi faktor tambahan. Jadi bukan ukuran fisik saja, tapi yang nonfisik juga. Benar, mungkin karena orang tuanya punya kekuasaan secara sosial, punya jabatan, punya kekayaan yang luar biasa, secara status sosial ekonomi lebih superior sehingga dia punya kemampuan melakukan bullying.

H : Kalau anak perempuan, polanya seperti apa, Pak ?

SK : Kalau yang laki-laki agresif secara fisik, perempuan lebih agresif secara verbal lewat kata-kata. Kata-kata ini bisa diterjemahkan omongan secara langsung berhadapan muka dengan muka atau bisa juga bersifat tidak langsung dengan menggunakan media, gadget, SMS. Mengirim SMS negatif terus-menerus, SMS yang menyerang, merendahkan, mempermalukan. Lewat jejaring media sosial misalnya di Facebook, Twitter, Instagram dan sebagainya mempermalukan melalui foto yang dimanipulasi, atau kalimat yang tersebar di antara teman-teman atau grupnya. Ini termasuk khas perempuan. Ciri ketiga adalah manipulatif dan mengisolasi. Memanipulasi artinya memanfaatkan celah-celah secara licik dan mengisolasi artinya bullying secara sosial, mengucilkan, menelantarkan dan mengabaikan. Jadi yang laki-laki bisa kita bayangkan hantaman secara jelas, sedangkan yang perempuan bisa tidak sejelas itu. Tapi bisa lebih menghujam di jantung psikis korbannya.

H : Kelihatannya yang perempuan ini lebih tidak berani terang-terangan ya, Pak ?

SK : Tepat, Pak Hendra !

H : Kira-kira kenapa bisa seperti itu ?

SK : Itu karena sifat perempuan, atau karena karakteristik tubuh perempuan. Tuhan menciptakan perempuan dengan fisik yang lebih lemah secara umum daripada laki-laki, otot-ototnya cenderung lebih halus daripada otot laki-laki. Tapi kekuatan wanita secara verbal, kemampuan berbicaranya, artikulasinya, itu jauh lebih berlipat daripada laki-laki, sehingga itulah yang menjadi kekuatannya tapi sekaligus menjadi penyimpangan yang bisa lebih banyak terjadi pada korbannya. Seperti laki-laki yang punya kekuatan fisik, tapi kalau disalahgunakan itulah yang akan menjadi penyalahgunaan terbesar, yaitu menggunakan fisiknya untuk melakukan bullying.

H : Begitu ya, Pak ? Saya terpikir, mungkin kadang-kadang si perempuan ini bisa membully temannya menggunakan surat kaleng. Jadi dia menyerang tapi dia menyembunyikan identitasnya.

SK : Betul. Itu lebih mungkin. Walaupun laki-laki juga bisa, wanita karena tidak punya kekuatan fisik, dia lebih cenderung seperti itu.

H : Tapi Pak, ini tidak menutup kemungkinan laki-laki hanya menindas laki-laki atau perempuan hanya menindas perempuan ya, tapi ini bisa terjadi antar gender juga ?

SK : Betul, bisa antar gender. Memang yang ironis ada peristiwa yang terjadi terekspos di media nasional. Siswa SMP kalau tidak salah kelas 1 atau 2 SMP di kota Jakarta, dibullying oleh siswi kakak kelasnya. Anak perempuan yang membullying anak laki-laki! Sampai akhirnya si anak laki-lakinya terbunuh. Itu berbulan-bulan sampai dia pulang dalam keadaan lemah fisik karena sering dibullying di kamar mandi oleh para siswi ini. Pulang dalam keadaan lemas, koma, meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

H : Mengerikan ya, Pak. Kalau tadi kita sudah bahas pola umum perilaku si pelaku, sekarang yang cenderung menjadi korban itu kira-kira yang seperti apa, Pak ?

SK : Korban cenderung akan merasa tertekan, sulit konsentrasi, mengalami depresi, akhirnya minat terhadap hal-hal yang disukainya berkurang, misalnya minat belajar, minat bermain, minat bersosialisasi, mengalami kecemasan yang terus-menerus.

H : Jadi itu dampak yang dialami oleh korban ya, Pak ?

SK : Betul. Selain itu, korban bisa mengalami keluhan-keluhan psikosomatis.

H : Maksudnya bagaimana, Pak ?

SK : Artinya dia mengalami keluhan-keluhan fisik yang sebenarnya muncul karena tekanan psikis atau tekanan jiwa. Misalnya mengalami migraine yang tidak sembuh-sembuh, sakit perut terus-menerus, merasa badannya sakit dan lemas. Ketika diperiksakan ke dokter oleh orang tua padahal tidak apa-apa. Masih oke secara fisik. Jadi itu lebih karena tekanan jiwa.

H : Jadi dia merasakan sakit di fisiknya tapi begitu diperiksakan ke dokter ternyata tidak ada masalah pada fisiknya, jadi itu lebih karena tekanan di jiwanya, Pak ?

SK : Betul.

H : Apakah ada resikonya, Pak ?

SK : Saya tambahkan dulu, selain gangguan psikosomatis, korban juga dapat mengalami rendah diri dan keinginan untuk bunuh diri meningkat minimal dua kali lipat, Pak Hendra.

H : Jadi bisa sampai seserius itu, ya ? Karena tekanan-tekanan itu akhirnya muncul keinginan untuk bunuh diri.

SK : Ada yang lebih parah, Pak Hendra, yaitu tumbuh mentalitas korban.

H : Maksudnya bagaimana, Pak ?

SK : Karena dia pernah jadi korban bullying misalnya, pada kelas 1 SD, nantinya pada waktu kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 SD sampai SMP - SMA dia akan selalu membawa konsep diri, "Aku memang layak dibullying oleh orang lain". Jadi tidak punya kemampuan memertahankan diri dan melindungi diri. Penghargaan dirinya turun. Akhirnya orang seperti mengganggapnya, "Orang ini keset kaki, sudah tendang saja, minta uang palak (dengan paksa) saja." Dari kelas 1 SD sampai 3 SMA mungkin juga sampai Perguruan Tinggi. Yang lebih berat lagi, hal ini bisa melahirkan resiko masalah psikologis di masa dewasanya, itu bisa bersifat menetap.

H : Apa maksudnya mengalami resiko psikologis di masa dewasa, Pak ?

SK : Jadi dia mengalami jenis-jenis gangguan jiwa, kecemasan yang terus-menerus, perasaan-perasaan negatif, sampai akhirnya mungkin mengalami gangguan psikotik ya, salah satunya Skizofren, halusinasi, "Kamu jelek, buruk, kamu gagal". Tentang gangguan psikologis di masa dewasa ini bisa saya sebutkan kalau orang tidak pernah jadi korban bullying, kemungkinan mengalami gangguan psikologis di masa dewasa itu hanya 6 %, Pak Hendra.

H : Kecil, ya ?

SK : Iya. Tapi kalau sekian lama dia menjadi korban bullying, jumlahnya 24%.

H : Akan mengalami resiko masalah psikologis di masa dewasa ?

SK : Iya. Jadi kalau kita lacak, orang mengalami gangguan jiwa di masa dewasa, serangan panik dan depresi klinis, itu 6% saja dari orang dewasa ini yang tidak pernah jadi korban bullying. Tapi 24% dari orang yang mengalami gangguan jiwa di masa dewasa, itu punya riwayat korban bullying. Sementara 32% dari orang dewasa yang mengalami gangguan jiwa di masa dewasa, memunyai riwayat menjadi korban sekaligus akhirnya menjadi pelaku bullying. Lebih besar lagi dan yang terakhir data yang saya miliki, pelaku bullying itu memunyai empat kali lipat beresiko mempunyai kepribadian antisosial. Artinya menjadi perilaku kriminal tanpa ada perasaan nurani sama sekali. Menyiksa, membunuh, korupsi, hacker, kepemilikan senjata, dimana dilatarbelakangi tanpa rasa bersalah sama sekali itu sebesar 4 % perilaku antisosial. Kalau boleh saya mengekspos kasus yang pernah terjadi yaitu kasus Ade Sara, yang disiksa, dibunuh oleh mantan pacarnya dan kekasih dari mantan pacarnya. Itu sudah mengarah kepada perilaku antisosial. Itulah, orang yang seperti ini kemungkinan punya riwayat pelaku bullying, kemungkinan di masa SD, SMP, atau SMA. Karena kemungkinannya 4% orang berperilaku antisosial itu karena kemungkinan dia pelaku bullying di masa sebagai siswa.

H : Mungkin tidak semua pendengar akrab dengan kasus Ade Sara ini, Pak. mungkin Bapak bisa ceritakan sedikit seperti apa kasus ini ?

SK : Kasus Ade Sara ini peristiwa yang menggemparkan negeri kita khususnya kalau kita mengikuti media cetak dan elektronik, dimana Ade Sara ini dikontak dan dijemput oleh mantan pacarnya. Ade Sara adalah seorang wanita, seorang mahasiswi. Dia dijemput oleh mantan pacarnya. Mantan pacarnya ini mengajak pacarnya, jadi seorang perempuan. Mereka masuk ke mobil kemudian bersandiwara seperti bertengkar dan akhirnya supaya tujuannya Ade Sara mempercayai bahwa mereka tidak akur. Dengan cara itu akhirnya Ade Sara mau diajak masuk ke mobil lalu pergi ke suatu tempat. Ternyata dalam perjalanan, Ade Sara menerima perilaku-perilaku penganiayaan. Dia disetrum dan sebagainya sampai akhirnya meninggal dunia dan mayatnya dibuang di tepi jalan tol. Yang menggemparkan adalah si pelaku sama sekali tidak menunjukkan wajah penyesalan, malah tersenyum sampai ibu korban mau memaafkan. Intinya tidak pernah muncul seperti kalimat permintaan maaf yang tulus, wajah yang tulus, menyesal dan minta maaf. Inilah yang akhirnya bisa kita duga kemungkinan si pelaku mengalami gangguan kepribadian antisosial.

H : Seperti yang Bapak singgung tadi, gangguan perilaku antisosial ini kemungkinan besar terjadi pada orang-orang yang mempunyai riwayat sebagai pelaku bullying berulang kali dan jarang menjadi korban. Bahkan Bapak menyebutnya non-korban.

SK : Betul. Dia sama sekali tidak menjadi korban, murni hanya pelaku.

H : Dan ternyata itu berisiko empat kali lipat menjadikannya sebagai pelaku antisosial ya, Pak ?

SK : Betul.

H : Saya jadi terpikir acara-acara televisi kita belakangan ini, Pak. Banyak di dalam acara humor seringkali ada satu orang atau satu karakter yang menjadi obyek olok-olok dari teman-teman yang lain. Meskipun itu konteksnya akting atau hiburan, tapi masyarakat ‘kan bisa mengadopsi itu. Karena setelah diolok-olok pun si korban biasa-biasa saja, yang lain juga tertawa terbahak-bahak. Kalau saya membayangkan situasi di kelas ada satu anak yang melihat ada temannya yang bisa jadi obyek olok-olokan, dia memberikan olok-olokan itu, lalu satu kelas tertawa terbahak-bahak, apakah ini juga termasuk kategori bullying, Pak?

SK : Betul.

H : Kalau dia melihatnya itu menyegarkan suasana, niat awalnya adalah menghibur bukan untuk melukai atau menyakiti. Tapi dia ulangi berkali-kali ‘kan lama-lama dia menjadi pelaku. Bagaimana tanggapan Bapak ?

SK : Memang kalau pelakunya sebatas kata-kata tidak sampai perlakuan fisik, kalau fisik tambah parah ya, resiko mengalami gangguan kepribadian anti sosial juga tambah besar. Begini, ada kalanya saya pernah berhadapan dengan peristiwa begini, ada MC atau pembawa acara di ulang tahun anak-anak sekolah atau MC professional untuk pernikahan. Dia membuat lelucon tapi bernada menyindir. Menyindir si pengantin, atau yang berulang tahun, atau menyindir temannya yang punya acara. Saya sebagai yang hadir merasa, "Kok tidak peka, ya ? Ini ‘kan menyindir dan menyakiti ? Memang tertawa, tapi obyeknya ‘kan tersakiti." Dia tidak menyadari dan menganggapnya sebagai humor atau ‘joke’. Inilah pola yang saya pikir itu kebiasaannya di masa SMA, SMP ataupun mulai SD.

H : Padahal waktu dia menyindir obyeknya itu ‘kan di tengah publik ya ada banyak orang.

SK : Iya. Dipermalukan dan direndahkan.

H : Betul! Walaupun konteksnya humor, terkadang itu sangat menyakitkan.

SK : Betul. Dan saya setuju yang disorot Pak Hendra tentang apa yang terjadi di acara televisi itu tidak mendidik sama sekali, merusak mentalitas bangsa.

H : Bagaimana kesimpulan dari perbincangan kita kali ini, Pak ?

SK : Bisa kita simpulkan, perilaku bullying ini adalah perilaku yang negatif bahkan abnormal dan menyimpang. Bullying ini tidak sehat secara kejiwaan dan dapat menimbulkan gangguan jiwa. Yang kedua, perilaku bullying benar-benar masalah serius. Kita tidak bisa anggap, "Ah, ini ‘kan masalah anak-anak. Wajar ‘kan anak-anak siswa SD, SMP, SMA melakukan itu. Sudahlah jangan terlalu serius. Itu wilayah bermainnya anak-anak." Tidak! Itu masalah serius dan berisiko sangat luas bagi sang korban maupun sang pelaku. Dan yang ketiga bisa kita simpulkan bahwa perilaku bullying ini memberi sumbangsih negatif bagi tumbuh kembang anak. Dalam hal ini kita sepakat baik guru, para orang tua, orang-orang dewasa yang mengayomi anak-anak dan siswa ini perlu sepakat menolak bullying. Katakan tidak terhadap kekerasan.

H : Untuk penutup perbincangan kita, apa pesan firman Tuhan yang bisa Bapak sampaikan ?

SK : Saya bacakan dari Kitab Amsal 16:29 dikatakan, "Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya dan membawa dia di jalan yang tidak baik." Firman Tuhan jelas, Pak Hendra, bahwa dari sejak Perjanjian Lama, era raja Salomo Tuhan sudah memberi hikmat bahwa kekerasan itu memberi keburukan, penyesatan, kehancuran bagi umat manusia. Bullying sebagai bagian ekspresi kekerasan sama sekali tidak mendapat tempat di antara kita, di keluarga kita, di sekolah-sekolah maupun di masyarakat kita. Kita harus berani dengan tegas menolak bullying bahkan kita perlu melindungi dan membela korban. Pelakunya juga perlu kita ingatkan dan kita tolong untuk berhenti sebagai pelaku.

H : Terima kasih, Pak Sindu. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Awas Bahaya Bullying". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Bullying adalah perilaku perorangan atau kelompok yang:

  • Menyalahgunakan kekuasaan, agresif & menyerang orang yang lebih lemah atau rendah secara berulang dan terus-menerus.

  • Menyebabkan orang lain merasa terintimidasi, takut, tak berdaya, tak berarti, terluka, kehilangan rasa aman&percaya diri.

  • Pasif menonton & turut serta mengolok-olok.

Jenis-jenis bullying :

  1. Secara fisik, misalnya memukul, menendang, menjewer, mencubit, menyulut dengan rokok, penganiayaan fisik sampai hilangnya nyawa.

  2. Secara verbal melalui kata-kata berupa ejekan, memberi julukan yang bersifat merendahkan, gertakan, ancaman

  3. Secara sosial melalui tindakan isolasi atau pengucilan.

  4. Lewat dunia maya atau biasanya disebut ‘cyber bullying’, bisa melalui SMS, jejaring sosial termasuk gambar-gambar yang melecehkan.

Pola umum bullying yang dilakukan anak laki-laki biasanya bersifat agresif fisik, secara langsung berkonfrontasi, tidak melalui media, cenderung impulsive dan tanpa pertimbangan. Ditambah dengan latar belakang keluarga yang lebih superior.

Pada anak perempuan lebih bersifat agresif verbal, tidak langsung, manipulatif, lewat jejaring media sosial misalnya facebook, twitter, instagram.

Korban bullying cenderung merasa tertekan, sulit konsentrasi, mengalami depresi, minat terhadap hal-hal yang disukai berkurang (misalnya minat belajar, minat bermain, minat bersosialisasi) dan korban bisa mengalami keluhan-keluhan psikosomatis. Korban juga bisa mengalami rendah diri dan keinginan untuk bunuh diri meningkat dua kali lipat.

Resiko masalah psikologis di masa dewasa misalnya gangguan jiwa, serangan panik, depresi klinis :

  • Hanya 6% dialami non-korban bullying

  • 24% dialami korban bullying

  • 32% dialami korban sekaligus pelaku bullying

  • 4x beresiko antisosial : pelaku dan non-korban bullying

Menurut data terakhir, pelaku bullying empat kali lipat beresiko mempunyai kepribadian antisosial.

Kesimpulan : Bullying merupakan

  • Perilaku negatif, abnormal dan menyimpang.

  • Masalah serius dan berisiko sangat luas bagi korban dan pelaku.

  • Berkontribusi negatif bagi tumbuh kembang anak.

Pembahasan tentang bullying ini diakhiri dengan Firman Tuhan dari Amsal 16:29, "Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan membawa dia di jalan yang tidak baik."

Sejak Perjanjian Lama, era raja Salomo Tuhan sudah memberi hikmat bahwa kekerasan itu berdampak keburukan, penyesatan, kehancuran bagi umat manusia. Bullying sebagai bagian ekspresi kekerasan sama sekali tidak mendapat tempat di antara kita, di keluarga kita, di sekolah-sekolah maupun di masyarakat kita. Kita harus berani dengan tegas menolak bullying bahkan kita perlu melindungi dan membela korban. Pelakunya juga perlu kita ingatkan dan kita tolong untuk berhenti sebagai pelaku.


Questions: