Langkah Pemulihan Dari Kecemasan
Sumber: telaga
Id Topik: 1162
Abstrak:
Kecemasan yang sering dialami oleh anak adalah kecemasan yang bersumber dari ketakutan dan tuntutan. Dan langkah untuk keluar dari ketakutan adalah mencari Tuhan. Bagaimana mencari Tuhan yang benar di dalam kasus pemulihan dari kecemasan ini? Disini jawabannya.Transkrip:
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang “Langkah Pemulihan dari Kecemasan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Jadi sebagaimana sudah kami sampaikan pada kesempatan yang lampau bahwa pembicaraan tentang kecemasan ini menarik untuk diperbincangkan lebih lanjut. Kali ini kita akan berbicara tentang langkah-langkah apa untuk memulihkan seseorang yang dirundung kecemasan seperti itu. Namun sebelum kita masuk ke bagian itu mungkin Pak Paul bisa mengulang sejenak apa yang kita pernah perbincangkan pada kesempatan yang lampau ?
PG : Sebagaimana telah dibahas sebelumnya setidaknya ada dua sumber kecemasan yang dialami anak dan akhirnya dibawanya sampai usia dewasa yaitu yang pertama ketakutan dan yang kedua adalah tuntutan. Ketakutan dikarenakan suasana rumah yang penuh dengan ketegangan akibat relasi orang tua yang tidak harmonis. Sedangkan tuntutan yang diberikan orang tua bila berlebihan berpotensi membuat anak merasa tidak diterima tanpa syarat dan akhirnya menyimpulkan bahwa dirinya tidak memenuhi syarat, tidak cukup baik, gagal dan memalukan. Kita sudah bahas juga bahwa dari sumber ketakutan itu biasanya muncullah reaksi anak menyimpan banyak kemarahan sehingga mudah sekali konflik dengan orang, marah dengan orang, menuduh orang sengaja membuat dia marah atau dari ketakutan itu juga bisa muncul perilaku lain yaitu anak menjadi pendiam, anak menjadi anak yang tidak berani bersuara karena dia penuh dengan ketegangan. Dari tuntutan yang berlebihan biasanya anak bukan saja memiliki citra diri yang buruk, menganggap dirinya tidak bisa apa-apa dan orang yang gagal, tapi pada akhirnya dia menjadi orang yang penuh dengan keraguan, sangat susah mengambil keputusan selalu timbang kiri dan kanan dan tidak bisa berdiri teguh didalam apa yang diyakininya, karena dia sendiri tidak pernah benar-benar tahu siapa dirinya itu sebab sekali lagi kecemasan akhirnya menguasai dirinya.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang menunjukkan kepada kita, apa sebenarnya yang bisa kita lakukan menghadapi orang atau anak kita yang cemas ?
PG : Saya akan bacakan dari Mazmur 34:5,6 “Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Berdasarkan firman Tuhan ini ada beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk memulai proses pemulihan dari kecemasan itu. Yang pertama adalah kita mau melihat ada dua kata perasaan yang termaktub dalam ayat ini yaitu kata ‘kegentaran’ dan yang kedua adalah kata ‘malu tersipu-sipu’. Dua kata ini berhubungan erat dengan pembahasan kita tentang kecemasan yang bersumber dari ketakutan dan tuntutan. Langkah untuk keluar dari ketakutan yang dapat bermanifestasi, baik dalam emosi labil dan marah ataupun keraguan atau ketegangan adalah mencari Tuhan. Jadi ini adalah langkah yang harus kita ambil yaitu mencari Tuhan, namun mohon diperhatikan sebelum mencari Tuhan ada satu hal yang perlu dilakukan yaitu kita harus mengakui kegentaran kita. Singkat kata, langkah pertama adalah menengok ke dalam dan melihat apa yang sesungguhnya kita rasakan, kita harus menanyakan pertanyaan yang tajam dan harus berani menjawabnya secara terbuka dan pada akhirnya kita harus bersentuhan dan mengakui bahwa dibalik kemarahan tersembunyi ketakutan, dibalik ketakutan tersembunyi ketegangan, dibalik ketegangan tersembunyi kehancuran keluarga. Jadi sebenarnya ketakutan itu bersumber bukan saja dari ketakutan akan ancaman fisik, tapi juga dari ancaman emosional dan mental yakni hancurnya keluarga. Dari sinilah keluar ketegangan dan ketakutan dan akhirnya kemarahan.
GS : Mungkin mengakui bahwa saya sedang marah itu jauh lebih mudah daripada mengakui sebenarnya bahwa saya marah karena cemas, Pak Paul.
PG : Betul sekali dan tidak bisa disangkal kadangkala kita tidak melihatnya seperti itu, kita sungguh-sungguh melihatnya kamu membuat saya marah dan kesal. Jadi sebetulnya orang membuat dia marah. Memang perlu pembicaraan yang lebih tenang mendalam sehingga bisa mengajak dia merunut, “Kenapa dia menjadi orang yang mudah sekali tersulut". Mungkin dalam kondisi yang tenang dan dia bisa bercerita tentang masalah di masa kecilnya, bisa jadi akhirnya dia menyadari, “Sebenarnya saya bukan seorang pemarah, waktu kecil saya suka bermain dengan teman dan tertawa dengan teman." Akhirnya dia sadar, “Karena saya sering melihat orang tua saya bertengkar karena itu saya tidak bisa terima dan saya menyimpan banyak kemarahan dan saya sadar bahwa saya marah sebab ada rasa takut, takut kalau mereka bercerai". Jadi kalau orang dalam kondisi tenang dan bisa diajak berbicara dan akhirnya menyadari, “Sebetulnya di balik kemarahan saya, adanya ketakutan, ketakutan itulah yang melahirkan kecemasan sehingga saya tidak menjadi orang yang tenang" sebab sekali lagi orang yang pemarah pada dasarnya adalah bukan orang yang tenang, sebab ketenangan itu sudah direnggut oleh kecemasan.
GS : Lebih sulit lagi kalau orang itu pendiam, seperti tadi yang dikatakan ada orang yang bereaksi dengan menutup diri tidak marah tapi diam, bagi kita yang mau menolong juga akan kesulitan dan dia tidak akan mengakui bahwa diamnya itu karena cemas.
PG : Betul. Kalau memang marahnya keluar maka lebih bisa dilihat dan ditangani. Kalau marahnya ke dalam memang jauh lebih susah. Jadi sekali lagi kita harus mengajaknya bicara hati ke hati dan mudah-mudahan dalam pembicaraan yang tenang itu dia bisa mulai bercerita bahwa sebetulnya dia itu memiliki banyak sekali kecemasan, dia tidak bisa menahan ketegangan. Jadi ada orang yang sangat peka dengan ketegangan, sehingga supaya untuk dia tidak tegang dia harus diam dan harus memisahkan perasaannya dan mematikan perasaannya dan akhirnya seolah-olah kita melihatnya dia tidak tegang, karena hanya diam saja, tapi padahal diamnya itu untuk mengatasi ketegangannya.
GS : Jadi sebenarnya kalau seseorang itu belum mengakui bahwa dia itu sedang cemas atau sedang khawatir terhadap sesuatu, kita masih belum bisa melanjutkan langkah yang berikutnya ?
PG : Saya kira demikian, maka firman Tuhan ini saya kira memberikan kepada kita petunjuk yang jelas yaitu, “Aku telah mencari Tuhan lalu Ia menjawab aku dan dan melepaskan aku dari kegentaranku". Jadi si pemazmur ini tidak malu mengakui bahwa dia memiliki kegentaran, maka dari situlah kita mencari Tuhan. Kalau kita mau membereskan kecemasan ini langkah pertama kita harus mengakui kecemasan kita. Saya berikan contoh yang lain tentang pemarah, tadi kita sudah bahas memang tidak gampang mengaitkan kemarahan dengan kecemasan, tapi saya berikan contoh yang lain yaitu ada orang yang mudah sekali marah kalau apa yang diharapkannya itu tidak menjadi kenyataan, apa yang disuruhnya tidak dilaksanakan, apa yang dikatakannya tidak didengarkan. Bukankah sebetulnya akarnya kecemasan sebab waktu sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendaknya, maka itu mencemaskan dia dan membuat dia jadinya tidak tenang dan terusik. Karena dia tidak mudah untuk tenang maka dia cepat bereaksi. Tapi sebaliknya orang yang memang tenang dan melihat sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendaknya dan sebagainya, maka dia tidak perlu bereaksi dengan kemarahan. Jadi sekali lagi banyak kemarahan sebetulnya bersumber dari kecemasan itu.
GS : Kalau seseorang itu sudah mengakui bahwa memang betul dia cemas, langkah berikutnya apa ?
PG : Langkah berikut setelah mengakui ketakutan, kegentaran atau kecemasan adalah mencari Tuhan. Artinya kita harus menjadikan Tuhan sebagai jawaban akhir dan jawaban yang sempurna. Pertolongan yang lain yang kita peroleh adalah sarana semata, sebab pemulihan sejati hanya dapat dikaruniakan Tuhan, kita mencari Tuhan lewat hidup dalam firman-Nya dan hadirat-Nya dan kita hidup dalam firman-Nya dalam pengertian kita berdoa, kita membaca dan merenungkan firman Tuhan secara teratur. Kita hidup dalam hadirat-Nya dalam pengertian kita terus berusaha menaati kehendak-Nya, apa pun itu yang kita terima dari Tuhan untuk dilakukan maka kita taati. Memang tidak selalu kita mengerti alasan mengapa Ia meminta kita melakukan sesuatu, namun tetap lakukanlah, biarlah pengertian datang menyusul kemudian dan biarlah ketaatan total menjadi lokomotif penggerak hidup kita.
GS : Mungkin di sini kadang-kadang terjadi salah pengertian dalam mencari Tuhan sehingga orang yang cemas lalu melarikan diri mengikuti kegiatan di gereja mungkin dengan melakukan kegiatan, dia merasa dia sudah mencari Tuhan tapi kecemasannya tetap ada.
PG : Betul. Kegiatan itu adalah aktifitas dan biasanya hanya mampu menghalau ketakutan atau kecemasan kita sementara. Tapi kalau kita benar-benar merenungkan firman Tuhan dengan tenang dan benar-benar firman Tuhan itu berbicara kepada kita, kita akan jauh lebih kuat dan kita benar-benar bisa kuat untuk waktu yang lama atau tadi saya sudah singgung kita harus hidup dalam hadirat-Nya artinya menaati Dia, menaati apa yang Tuhan minta dan kita laksanakan, dan kita tidak tawar-tawar lagi. Saya berikan contoh, kita marah dan terus kita menerima teguran Roh Kudus yang meminta kita untuk berdamai kembali dengan pasangan maka kita lakukan. Ini adalah bukti dari ketaatan. Kalau kita taat dari awal maka Roh Kudus akan terus menyingkapkan alasan dibalik kemarahan dan pada akhirnya Roh Kudus akan menunjukkan bahwa kemarahan itu bersumber dari ketakutan, baik takut terhadap ancaman maupun terhadap kehancuran atau kehilangan. Bila kita sampai ke titik semula maka kita pun mulai dapat mengendalikan proses keluarnya kemarahan, sekarang kita sudah dapat membaca apa yang sesungguhnya terjadi.
GS : Teguran Roh Kudus ini apakah bisa dirasakan sementara orang itu masih cemas, masih penuh dengan kegentaran, apakah dia merasa ini teguran Roh Kudus atau bukan ?
PG : Biasanya teguran Roh Kudus datang sewaktu kita sudah tenang. Kalau kita sedang diamuk oleh kecemasan maka sulit untuk mendengar suara Tuhan. Tapi kalau kita sudah tenang dan kita merenungkan apa yang terjadi apalagi kita membaca firman Tuhan, pada umumnya Tuhan akan berkata kepada kita, Tuhan menunjukkan kehendak-Nya kepada kita bisa lewat firman yang kita baca atau tiba-tiba muncul suatu suara atau pemikiran dan kita tidak persiapkan sebelumnya maka kita tahu ini adalah suara dari Roh Kudus sendiri. Apa pun yang Dia perintahkan saat ini maka berdamailah dan jangan kamu meneruskan masalah ini dan sebagainya. Itu yang kita taati. Saya percaya kalau kita terus menaati suara Roh Kudus maka Dia akan memunculkan perlahan-lahan, apa penyebabnya kita menjadi seperti itu, sampai akhirnya kita semakin hari semakin sadar. Jadi saya percaya firman Tuhan benar, waktu firman Tuhan berkata, “Setelah mengakui kegentaran, cari Tuhan" saya percaya Dia akan benar-benar melepaskan ketakutan kita itu.
GS : Artinya kalau orang itu walaupun sudah mengakui bahwa dia memunyai masalah kegentaran itu sendiri, tapi dia tidak mau mencari Tuhan maka pengakuan yang pertama itu juga tidak ada buahnya, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi benar-benar harus ada usaha untuk mencari Tuhan, kita benar-benar merenungkan firman Tuhan dan menaati Tuhan. Hanya dengan cara itu akhirnya ketakutan kita hilang.
GS : Langkah berikutnya apa, Pak Paul ?
PG : Hidup dalam firman Tuhan dan kehadiran Tuhan juga membuat kita berjalan akrab dengan Tuhan, akhirnya membuat kita lebih peka dan lebih cepat mengetahui kehendak Tuhan. Makin kita yakin akan kehendak Tuhan dan makin bertumbuh ketaatan kepada-Nya maka pada akhirnya kita akan terus berusaha memberanikan diri melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Perlahan tapi pasti keberanian melakukan kehendak Tuhan akan mulai tumpah ke area lain dalam hidup, kita mulai berani melakukan atau mencoba hal lain sebab tunas keberanian sudah mulai tumbuh dan Tuhan mulai melepaskan kita dari kegentaran. Jadi kalau kita berkata, “Tuhan berikan saya keberanian" biasanya Tuhan tidak memberikan keberanian yang seperti itu yakni langsung dari sorga muncul suatu benda yang bernama keberanian, tidak. Keberanian yang nanti akan kita peroleh sebetulnya muncul dari dalam diri sendiri dan awalnya sewaktu kita mulai menaati Tuhan dan sewaktu kita misalkan berani berdamai terlebih dahulu dan berani meminta maaf, sebetulnya tunas keberanian sudah mulai bertumbuh dan waktu kita terus menaati apa yang Tuhan perintahkan kita lakukan dan itu semuanya menuntut keberanian akhirnya tanpa kita sadari kita makin berani. Waktu kita melihat ini semua berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan semua bisa beres, Tuhan dengan kuasa-Nya bisa membuka pintu di sana dan di sini akhirnya kita makin berani dan percaya. Akhirnya apa yang terjadi ? Kegentaran itu juga makin memudar.
GS : Tapi seringkali waktunya tidak panjang, artinya seseorang tidak bisa terlalu lama bertahan hidup dengan cara seperti itu. Kadang-kadang dia merasa bosan dan kembali lagi kepada kecemasan awal.
PG : Bisa jadi. Memang kita lihat contohnya Abraham, dia tahu kalau Tuhan menyertai dan menjaga dia, tapi akhirnya dia takut istrinya diambil sehingga dia berbohong. Kita berpikir sekali dia salah dan kemudian Tuhan melepaskan dia dan istrinya bisa dikembalikan kepada dia. Harusnya dia belajar tapi dia berbuat kesalahan yang kedua. Pertama dengan raja Mesir, kedua dengan raja Filistin, akhirnya dia mengulang berbohong lagi. Jadi kita melihat inilah kita manusia dan kita tidak selalu berhasil belajar lewat sekali kegagalan kadang harus berkali-kali dan barulah kita belajar.
GS : Jadi langkah selanjutnya apa, Pak Paul ?
PG : Langkah berikut adalah menujukan pandangan pada Tuhan. Pemazmur berkata “Hasil akhir dari menujukan pandangan kepada Tuhan adalah wajah berseri-seri dan kita tidak lagi malu tersipu-sipu". Untuk dapat terus memelihara pertumbuhan, kita harus mempersembahkan semua perbuatan kepada dan untuk Tuhan. Kita harus mengingatkan diri bahwa apa pun itu yang kita perbuat, kita perbuat bagi Tuhan. Kita harus menjadikan Tuhan adalah tuan atau majikan dan hanya kepada-Nya kita mempertanggungjawabkan hidup ini. Jadi semua yang kita lakukan benar-benar kita lakukan sebagai persembahan kita kepada Tuhan, ini langkah berikutnya agar kita pada akhirnya bisa lepas dari kegentaran itu.
GS : Jadi ini berarti mengubah pola pandang kita terhadap kecemasan itu tadi, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Memang jadinya kita mulai bukan dari bagaimana menghadapi kecemasan tapi saya tekankan adalah dari firman Tuhan kita menaati akhirnya melahirkan keberanian. Dalam hal yang berikut ini menujukan pandangan kepada Tuhan dan mempersembahkan semua perbuatan kita kepada Tuhan misalnya, kita mengubah paradigma itu dengan misalnya mengubah pertanyaan, “Apa yang orang katakan menjadi apa yang Tuhan akan katakan". Bukankah awalnya kalau kita dilanda kecemasan selalu bertanya-tanya, “Nanti orang bilang apa?" Maka kita harus mengubah, bukan lagi berkata tentang apa yang orang akan katakan, tapi kita bertanya, “Apa yang Tuhan akan katakan?". Jadi singkat kata sekarang bukan lagi manusia yang mengevaluasi tapi Tuhan yang mengevaluasi diri kita dan kita tidak berkeberatan gagal di mata manusia selama kita berhasil di mata Tuhan, kita mengedepankan malu di hadapan Tuhan sebagai panduan hidup dan bukan malu di hadapan manusia.
GS : Apa yang bisa membuat seseorang berubah pandangannya seperti itu, Pak Paul?
PG : Untuk dapat berubah seperti itu memang diperlukan perombakan nilai kehidupan, jadi maksudnya apa yang selama ini menjadi nilai kehidupan kita maka kita harus kaji ulang dan kita harus jadikan nilai Tuhan sebagai nilai hidup kita, apa yang dihargai Tuhan itu yang menjadi nilai hidup kita, apa yang tidak penting bagi Tuhan itu tidak lagi penting bagi Tuhan. Saya percaya makin sering dan makin lama kita memandang Tuhan, perlahan tetapi pasti nilai dan isi hati Tuhan akan mulai menyinari kita pula. Dan akhirnya terserap masuk menjadi serat baru yang membangun diri kita. Hanya dalam relasi yang seperti inilah maka wajah yang suram akan kembali berseri-seri dan muka yang malu tersipu-sipu akan kembali mekar tersenyum.
GS : Hal itu pasti akan berdampak terhadap orang lain juga setelah melihat ada suatu perubahan besar yang terjadi di dalam diri kita, lepas dari kecemasan yang mungkin bertahun-tahun menguasai hidup kita.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Saya mengenal seseorang yang lumpuh sebab 8 tahun yang lalu dia ditembak, ini terjadi di California. Karena tembakan di lehernya itu akhirnya dia menjadi seorang ‘paraplegic’, kakinya lumpuh, tangannya masih bisa bergerak tapi sedikit sekali. Saya sangat kagum dengan teman saya ini, dia berasal dari Taiwan namanya Peter, dia tidak bisa apa-apa sehingga harus dirawat di rumah jompo, kira-kira sebulan lebih yang lalu dia memberitahu saya bahwa belakangnya dagingnya busuk karena duduk, berbaring terus dan dokter harus mengoperasi mengeluarkan daging dari belakang tubuhnya, ukurannya 6x7x8 cm dikeluarkan dari belakangnya itu. Tapi konsekuensinya untuk dia sembuh, dia harus ditaruh di ranjang 24 jam sehari dan tidak bisa bangun dan setiap 2 jam harus diputar supaya nanti tidak muncul lagi masalah pembusukan yang sama. Saya kagum dengan teman saya ini karena ketika saya datang ke tempatnya dia selalu tersenyum, terakhir saya bertemu dia sebulan yang lalu, dia mengatakan, “Saya beruntung, saya menderita sakit seperti ini, sehingga saya lebih bisa menghargai hidup, sebelumnya saya hidup cepat dan tidak berpikir apa-apa". Dan hanya bergantung pada dirinya, kekuatannya menghasilkan uang, tapi sekarang dia tidak bisa apa-apa, kalau kemana-mana dia jalan perlahan memakai kursi roda, dia bisa melihat bunga yang begitu indah, dia bisa melihat pemandangan dan sebagainya. Jadi dia mengatakan bahwa dia bersyukur. Ini yang dimaksud dengan perombakan nilai. Orang lain mungkin dalam kondisi seperti dia dilanda dan dikuasai kecemasan, “Hidup saya seperti ini, nanti bagaimana?" Dia tidak, karena nilai-nilai hidupnya sudah berubah, yang penting bagi Tuhan itu pun yang penting bagi dia. Yang tidak penting bagi Tuhan itu juga tidak penting bagi dia.
GS : Pak Paul, terima kasih untuk perbincangan yang menarik ini, tapi apakah Pak Paul mau mengakhirinya dengan firman Tuhan yang bisa menjadi pegangan bagi kita semua ?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 15:13 firman Tuhan berkata, “Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." Jadi jelas firman Tuhan memang melihat akarnya adalah hati yang gembira, barulah nantinya kita bisa memunculkan muka yang berseri-seri, tapi kita tahu sekarang hati yang gembira bukan muncul atau ditimbulkan oleh situasi kehidupan yang menggembirakan. Seperti teman saya, Peter, situasi kehidupannya jauh lebih susah daripada kebanyakan orang dan tidak menggembirakan sama sekali, tapi dia selalu tersenyum dan dia selalu bisa mengucap syukur kepada Tuhan karena memang dia melihat hidup ini dengan kacamata Tuhan.
GS : Kiranya firman Tuhan ini yang bisa menjadi pedoman bagi kita semua karena kecemasan bisa menyerang siapa saja termasuk kita. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang “Langkah Pemulihan dari Kecemasan" . Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Ringkasan:
Mazmur 34:5-6 berkata, "Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskanku dari kegentaranku. tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Berdasarkan Firman Tuhan ini, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memulai proses pemulihan dari kecemasan.
Ada dua kata perasaan yang termaktub dalam ayat ini, "kegentaran" dan "malu tersipu-sipu." Dua kata ini berhubungan erat dengan pembahasan kita tentang kecemasan yang bersumber dari KETAKUTAN dan TUNTUTAN. Langkah untuk keluar dari ketakutan—yang dapat bermanifestasi baik dalam emosi labil dan marah ataupun keraguan dan ketegangan—adalah "mencari Tuhan." Namun mohon diperhatikan, sebelum mencari Tuhan, ada satu hal yang perlu dilakukan yaitu kita mesti MENGAKUI KEGENTARAN KITA.
- Singkat kata, langkah pertama adalah menengok ke dalam dan melihat apa yang sesungguhnya kita rasakan. Kita harus menanyakan pertanyaan yang tajam dan harus berani menjawabnya secara terbuka. Pada akhirnya kita mesti bersentuhan dan mengakui bahwa di balik kemarahan, tersembunyi ketakutan. Di balik ketakutan, tersembunyi ketegangan. Di balik ketegangan, tersembunyi kehancuran keluarga. Jadi, sebenarnya ketakutan itu bersumber bukan saja dari ketakutan akan ancaman fisik, tetapi juga dari ancaman emosional dan mental yakni hancurnya keluarga. Dari sinilah keluar ketegangan, ketakutan dan akhirnya kemarahan.
- Langkah berikut setelah mengakui kegentaran, adalah MENCARI TUHAN. Artinya, kita mesti menjadikan Tuhan sebagai jawaban akhir dan sempurna. Pertolongan yang lain adalah sarana semata, pemulihan sejati hanya dapat dikaruniakan Tuhan. Kita mencari Tuhan LEWAT HIDUP DALAM FIRMAN-NYA DAN HADIRAT-NYA. Kita hidup dalam Firman-Nya dalam pengertian kita berdoa, membaca, dan merenungkan Firman-Nya secara teratur. Kita hidup dalam hadirat-Nya dalam pengertian kita terus berusaha menaati kehendak-Nya. Sebagai contoh, setelah marah kita menerima teguran Roh Kudus yang meminta kita untuk berdamai kembali dengan pasangan. Lakukanlah! Jika kita taat dari awal, maka Roh Kudus akan terus menyingkapkan alasan di balik kemarahan. Dan, pada akhirnya Roh Kudus akan menunjukkan bahwa kemarahan itu bersumber dari ketakutan—baik terhadap ancaman maupun terhadap kehancuran atau kehilangan. Nah, bila kita sampai ke titik semula, maka kita pun mulai bisa mengendalikan proses keluarnya kemarahan sebab sekarang kita sudah dapat membaca apa yang sesungguhnya terjadi.
Hidup dalam Firman dan kehadiran Tuhan juga membuat kita berjalan akrab dengan Tuhan yang akhirnya membuat kita lebih peka dan lebih cepat mengetahui kehendak Tuhan. Makin kita yakin akan kehendak Tuhan, dan makin bertumbuh ketaatan kepada-Nya, maka pada akhirnya kita akan terus berusaha memberanikan diri melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Tuhan mulai melepaskan kita dari kegentaran.
• Langkah berikut adalah MENUJUKAN PANDANGAN PADA TUHAN. Pemazmur berkata, hasil akhir dari menujukan pandangan pada Tuhan adalah wajah berseri-seri dan kita tidak lagi malu tersipu-sipu. Untuk dapat terus memelihara pertumbuhan, kita harus MEMPERSEMBAHKAN SEMUA PERBUATAN KEPADA DAN UNTUK TUHAN. Kita harus mengingatkan diri bahwa apa pun itu yang kita perbuat, kita perbuat bagi Tuhan. Kita harus menjadikan Tuhan, "Tuan" atau "Majikan" dan hanya kepada-Nya kita mempertanggungjawabkan hidup ini.Kita harus mengubah pertanyaan, "Apa yang orang akan katakan?" menjadi, "Apa yang TUHAN akan katakan?" Singkat kata, sekarang bukanlah lagi manusia yang mengevaluasi tetapi Tuhan yang mengevaluasi diri kita. Kita tidak berkeberatan "gagal" di mata manusia selama kita "berhasil" di mata Tuhan. Kita mengedepankan "malu" di hadapan Tuhan sebagai panduan hidup, bukan malu di hadapan manusia.
• Untuk dapat hidup seperti ini, diperlukan perombakan NILAI KEHIDUPAN. Apa yang selama ini menjadi nilai kehidupan, kita mesti kaji ulang. Kita harus jadikan nilai Tuhan sebagai nilai hidup kita. Apa yang dihargai Tuhan, itu yang menjadi nilai hidup kita. Apa yang tidak penting bagi Tuhan, itu tidak lagi penting bagi kita. Ya, makin sering dan makin lama kita memandang Tuhan, perlahan tetapi pasti, nilai dan isi hati Tuhan akan mulai menyinari kita pula dan akhirnya terserap masuk menjadi serat baru yang membangun diri kita. Hanya di dalam relasi yang seperti inilah, maka wajah yang suram akan kembali berseri-seri dan muka yang malu tersipu-sipu akan kembali mekar tersenyum.