BETA
Laki-laki dan Ambisi
Sumber: telaga
Id Topik: 1127

Abstrak:

Laki-laki kerap diidentikkan dengan ambisi dan banyak orang yang memandang ambisi secara negatif. Apakah yang salah dengan ambisi? Apakah memang ambisi adalah sesuatu yang selayaknya dihindarkan? Di sini akan dibahas tentang ambisi agar kita dapat menempatkan hal ini secara tepat.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Laki-laki dan Ambisi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, memang semua orang pasti punya ambisi tetapi laki-laki yang ada lebih sering berkaitan dengan ambisi ini. Hal-hal apa yang bisa kita bicarakan ?

PG : Begini, saya boleh ibaratkan laki-laki dan ambisi seperti sepasang sepatu, jadi laki-laki cenderung punya ambisi. Yang saya mau angkat adalah apakah ambisi itu salah, sebab kadang-kadang kita ini beranggapan ambisi itu salah dan tidak boleh punya ambisi. Kenapa kita beranggapan ambisi salah, apakah memang ambisi yang sesuatu yang selayaknya dihindarkan ? Jadi penting bagi kita melihat hal ini dengan lebih seksama sehingga kita tidak sampai jatuh ke dua ekstrem. Ekstrem yang pertama adalah kita takut untuk memunyai ambisi tapi sekaligus kita juga jangan sampai membolehkan apa saja, itu yang perlu kita lihat.

GS : Mungkin bagi kita orang Kristen seringkali dikaitkan dengan sifat rendah hati, sebagai orang Kristen harus rendah hati, pasrah. Sehingga kalau ada orang Kristen yang berambisi dianggapnya angkuh, serakah, begitu, Pak Paul ?

PG : Betul. Saya kira ada pandangan seperti itu bahwa orang Kristen tidak boleh memunyai ambisi dan itu berarti memikirkan sesuatu yang terlarang seolah-olah tidak rohani kalau punya ambisi. Jadi kita harus melihat apakah memang seperti itu ?

GS : Hal-hal apa yang mau kita pikirkan tentang ini, Pak Paul ?

PG : Sesungguhnya ambisi hanyalah berupa keinginan untuk mencapai sesuatu. Jadi sebetulnya ambisi itu sendiri bukan sesuatu yang salah atau berdosa, sebab ambisi hanya sebuah keinginan dan ambisi dapat menjadi sesuatu yang salah atau berdosa bila objek keinginan itu adalah sesuatu yang salah atau berdosa. Atau cara kita mewujudkannya untuk mendapatkan ambisi itu adalah salah dan berdosa. Misalnya kita ingin menempati jabatan yang lebih tinggi, sudah tentu kedudukannya bukan sesuatu yang salah dengan kata lain, keinginan untuk mencapainya bukan sesuatu yang berdosa, namun apabila kita mendapatkan jabatan itu dengan cara menjelek-jelekkan orang yang sekarang menempatinya, atau kita memberikan sogokan kepada orang supaya kita memeroleh jabatan itu, maka hal itu menjadi salah.

GS : Artinya menghalalkan segala cara demi mencapai apa yang diinginkan dan ini yang kita tidak bisa terima di dalam kekristenan ini, begitu Pak Paul.

PG : Betul. Jadi keinginan itu sendiri tidak salah, yang bisa salah jadinya apa itu yang diinginkan. Kalau yang diinginkan misalnya saya ingin mengambil seseorang menjadi istri saya masalahnya dia sudah menjadi istri orang lain. Kita tidak bisa berkata, "Tidak apa-apa punya keinginan" itu salah. Isi keinginan itu atau objek keinginan itu jelas-jelas salah dan berdosa. Dan yang kedua adalah cara kita mendapatkannya, mungkin objek itu sendiri tidak salah kita ingin mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, tapi kalau cara mendapatkannya salah maka menjadi salah.

GS : Memang yang dikhawatirkan disitu. Jadi pada awalnya memang tidak ada keinginan untuk memeroleh itu secara tidak halal dengan segala cara, tetapi dengan berkembangnya waktu dan makin kita didesak oleh keinginan kita, kita bisa saja jatuh pada dosa keserakahan itu tadi.

PG : Saya kira ini banyak terjadi. Apalagi kita laki-laki mendasarkan penghargaan diri kita atas karier, kalau tidak hati-hati kita akhirnya terobsesi dan kita harus menempati jabatan yang tinggi dan kita akhirnya menghalalkan segala cara. Ambisi seperti itulah yang salah.

GS : Yang lainnya lagi apa, Pak Paul ?

PG : Tentang ambisi yang lainnya adalah, meskipun ambisi itu sendiri sesuatu yang bersifat netral, ada objek ambisi yang jelas-jelas salah. Jadi saya mau membahas sekurang-kurangnya ada dua ambisi yang mesti diwaspadai terutama oleh laki-laki. Yang pertama adalah kekayaan dan uang. Firman Tuhan di 1 Timotius 6:9-10 mengingatkan, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka". Jadi firman Tuhan jelas berkata tentang uang dan kekayaan, kita tidak bisa berkata netral. Jadi orang yang mau kaya mengejar-ngejar kekayaan, justru Tuhan berkata salah. Jadi ambisi mau kaya itu ambisi yang sudah langsung Tuhan katakan ini berbahaya dan kita juga tahu firman Tuhan jelas berkata, "Akar segala kejahatan adalah cinta akan uang", kalau ada orang berambisi mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya karena dia cinta uang, jelas keinginan itu sendiri sudah salah. Tadi saya sudah singgung keinginan memang netral, tapi khusus Alkitab menyebut ada beberapa hal yang memang kalau kita inginkan itu salah.

GS : Tapi keinginan akan kekayaan dan uang itu harapan dari semua orang yang bekerja, berusaha tentu ingin mendapatkan uang, mendapatkan kekayaan, Pak Paul.

PG : Masalahnya adalah kita memikirkan untuk mencukupi diri kita ataukah kita memikirkan untuk mengumpul-ngumpulkan harta itu. Jadi yang penting adalah kita bekerja supaya dapat mencukupkan kebutuhan kita. Kalau kita dipromosikan, pekerjaan kita berhasil, usaha kita membuahkan banyak keuntungan, sehingga kita tiba-tiba menjadi lebih banyak uang, maka terimalah itu memang adalah berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Tapi yang Tuhan mau adalah kita tidak mengejar-ngejarnya dan kita melakukan kewajiban kita, biar Tuhan yang memberkati kita dan kita jangan mengejar-ngejarnya sebab firman Tuhan berkata kalau kita mengejar kekayaan dan mencintai uang, maka kita tinggal tunggu waktu akan mengalami kehancuran.

GS : Kekayaan ini termasuk harta benda tentunya. Jadi bukan hanya uang dan kekayaan ini. Tapi apakah ada hal lain yang tadi Pak Paul katakan, ada 2 hal yang patut diwaspadai.

PG : Buat laki-laki hal yang kedua yang juga perlu diwaspadai adalah kuasa. Sesungguhnya kalau kita pikir, ambisi akan kuasa atau ambisi memiliki kuasa adalah keinginan untuk menguasai orang lain, ujung-ujungnya itu. Kenapa orang mau berkuasa karena dia ingin menguasai orang lain. Tujuan mungkin beragam, tapi pada umumnya kita menguasai orang untuk memeroleh hormat dan pengabdian dari mereka. Itu saya kira yang memang menjadi akarnya, kita mau orang itu dalam kuasa kita supaya kita dihormati mereka dan mereka mengabdi kepada kita dan mereka memberikan yang kita inginkan. Jadi kita memang harus berjaga-jaga jangan sampai kita haus kuasa, karena banyak orang yang jatuh ke dalam dosa akibat haus kuasa. Sebagai contoh yang nyata adalah hampir semua raja yang memerintah Israel di dalam Alkitab akhirnya terjeblos ke dalam dosa karena kuasa. Jadi firman Tuhan mengajarkan bahwa kita tidak boleh menguasai orang, satu-satunya orang yang perlu dikuasai adalah diri sendiri. Firman Tuhan sangat jelas dalam hal ini, orang mencari kuasa supaya bisa menguasai orang lain. Tuhan berkata tidak seperti itu tapi kita harus menguasai diri kita sendiri, itu yang paling penting. 1 Petrus 4:7 mengingatkan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain" dari sini kita bisa belajar bahwa satu-satunya cara untuk dapat melawan ambisi untuk menguasai orang adalah dengan cara mengasihi orang. Inilah yang Tuhan tekankan.

GS : Disini seringkali terkait dengan yang pertama tadi yaitu kekayaan dan uang, orang menggunakan atau memanfaatkan kekayaan dan uangnya untuk menguasai orang lain.

PG : Seringkali seperti itu. Jadi ujung-ujungnya memang kita melimpahkan uang dan kekayaan kepada orang sehingga kita bisa mengaturnya atau menguasainya.

GS : Ada lagi orang yang tidak menghiraukan sama sekali, tetapi yang lebih diutamakan adalah kuasanya, dia merasa puas kalau dia bisa menguasai orang lain walaupun mungkin tidak menghasilkan uang yang cukup.

PG : Betul. Jadi dalam hal itu yang dibutuhkan adalah yang tadi saya sebut yaitu penghormatan dan juga pengabdian, ada orang-orang yang memang haus akan penghormatan. Orang harus menghormati dan pengabdian orang harus benar-benar mengabdi kepada dia. Dalam hal ini mungkin saja dia tidak mencari-cari uang mereka, tapi yang dicari adalah penghormatan dan pengabdian orang terhadapnya.

GS : Itu bisa juga terjadi dalam pekerjaan-pekerjaan yang katakan sifatnya rohani, Pak Paul.

PG : Tepat. Memang sebetulnya tidak melibatkan uang, tidak ada uang yang terlibat dan tidak ada uang yang dilibatkan, tapi karena orang itu haus pengabdian dan penghormatan orang sehingga dia sibuk menguasai orang supaya nanti orang tetap hanya melihat dia, menghormati dia, semuanya mengidolakan dia. Ada orang yang tidak bisa melepaskan kuasa karena tidak bisa membayangkan dirinya dilupakan orang, dia tidak bisa membayangkan dirinya tiba-tiba tidak ada. Jadi dia selalu ada supaya orang tetap melihat dia orang yang patut dihormati.

GS : Dan itu juga termasuk ambisi itu tadi dari laki-laki itu, Pak Paul.

PG : Saya kira dalam hal ini lebih banyak laki-laki yang bermasalah dengan ambisi seperti ini dibandingkan perempuan sebab ada bedanya, perempuan sudah tentu akan senang jika orang menghormatinya, mengabdi kepadanya, tapi yang lebih dibutuhkan adalah dikasihi dan disayangi. Jadi selama dia mendapatkan itu maka semua cukup, kalau laki-laki lebih membutuhkan penghormatan dari orang. Jadi akhirnya lebih mudah jatuh ke dalam ambisi yang salah ini.

GS : Pak Paul menganjurkan kita untuk mengasihi orang lain supaya kita tidak termakan oleh ambisi dalam hal kekuasaan, ini bagaimana, Pak Paul ?

PG : Obatnya bukan bagaimana membuang ambisi menguasai orang, kadang kita berpikir, "Saya mau buang dan saya tidak mau menjadi orang yang menguasai orang". Sebetulnya cara membuangnya sudah diberitahu Tuhan yaitu Tuhan berkata, "Tetapi yang terutama kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain". Jadi resepnya adalah kita mengasihi orang, kalau kita mengasihi orang maka kita tidak akan pusing bagaimana menguasai orang dan kita tidak akan pusing bagaimana membuat orang selalu memikirkan kita, mengabdi kepada kita dan menghormati kita, tidak. Karena waktu kita mengasihi orang, fokus kita bukan pada diri kita, tapi pada orang itu memikirkan apa yang paling baik buatnya.

GS : Apakah masih ada hal lain yang perlu diperhatikan, Pak Paul ?

PG : Satu lagi adalah kita juga perlu mewaspadai ambisi karena ada potensi untuk membuat kita kurang berterima kasih. Jadi karena kita ini terus memikirkan keinginan ambisi kita akhirnya bukannya melihat apa yang dimiliki tapi kita malah melihat apa yang tidak dimiliki, bukannya puas dan bersyukur tapi kita malah mengeluh. Jadi kita harus berhati-hati agar jangan sampai gara-gara ambisi kita berubah menjadi orang yang tidak pernah puas. Firman Tuhan di Filipi 4:11-12 mengingatkan, "Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan". Jadi Paulus berkata, dia belajar mencukupkan diri alias dia belajar untuk berterima kasih, puas, menerima. Kalau orang memikirkannya hanyalah ambisinya, apa yang ia mau dan apa yang dia mau, ujung-ujungnya tidak bisa menghargai apa yang Tuhan telah berikan kepadanya dan terus memikirkan, "Saya harus begini sebab saya tidak punya dan saya mau mendapatkan ini karena saya tidak punya ini". Akhirnya yang dilihat yang tidak dimilikinya dan dia gagal bersyukur atas apa yang diberikan kepadanya.

GS : Ini yang membedakan dengan orang yang tidak punya gairah untuk bekerja atau untuk maju, bagaimana Pak Paul ?

PG : Orang yang memusatkan perhatiannya pada berikanlah yang terbaik, persembahkanlah yang terbaik kepada Tuhan, maka dia tidak akan memikirkan tentang uangnya, hasilnya, yang penting adalah dia melakukan yang terbaik. Waktu dia melakukan yang terbaik, kemudian Tuhan menambahkan maka itulah berkat Tuhan. Tapi yang paling penting adalah dia melakukannya bukan supaya dia mendapatkan yang lebih, tapi karena dia mau bertanggung jawab, Tuhan sudah memberikan tugas dan dia kerjakan dengan sebaik-baiknya. Beda dengan orang yang malas sehingga apapun yang diberikan, kesempatan apapun yang Tuhan bukakan dia kerjakan separuh hati, asal-asalan tidak memberikan yang terbaik. Jadi sekali lagi fokus kita mestilah pada memberikan yang terbaik, hasilnya serahkan kepada Tuhan dan jangan itu yang kita kejar-kejar.

GS : Celakanya orang yang tadi Pak Paul katakan malas, seringkali berlindung dibalik perkataan, "Saya tidak berambisi untuk itu, saya pasrah kepada Tuhan" ini pasrah yang keliru saya rasa.

PG : Saya setuju. Kita dituntut Tuhan untuk menjadi juru kunci yang baik, kita menerima pemberian Tuhan, karunia dan kesempatan yang Tuhan bukakan dan manfaatkanlah, jangan sia-siakan sebab kita hidup hanya sekali dan kesempatan itu diberikan kepada Tuhan. Jadi kita harus menggunakan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai karena malas malah mengatas namakan semua yang penting saya bersyukur.

GS : Jadi sebenarnya ambisi masih tetap kita butuhkan untuk memberikan gairah dalam hidup kita. Hanya masalahnya bagaimana kita mengelola ambisi itu.

PG : Dan menetapkan ambisi itu dengan benar. Jadi ambisi benar-benar sebuah hal yang netral yaitu keinginan saja, namun setelah kita bahas kalau ambisinya adalah untuk mencari kekayaan dan uang, Alkitab jelas katakan salah jangan kita kejar kekayaan. Kemudian yang kedua, ambisi akan kuasa, tidak boleh. Tuhan memanggil kita bukan untuk menguasai orang lain, tapi Tuhan memanggil kita untuk menguasai diri sendiri. Jadi sekali lagi fokusnya bukan menguasai orang lain tapi diri kita sendiri. Dan yang berikut telah kita bahas adalah hati-hati dengan ambisi, meskipun ambisi itu benar dan tidak salah namun hati-hati sebab kalau kita tidak hati-hati, mata kita akhirnya hanya tertuju pada apa yang kita tidak punyai dan akhirnya gagal berterima kasih atas apa yang kita punya.

GS : Hal lain yang harus diperhatikan agar ambisi itu tidak merugikan kita dan orang lain, Pak Paul ?

PG : Yang terakhir adalah kita harus berhati-hati dengan ambisi sebab ambisi dapat membuat kita melupakan Tuhan dan menginjak-injak manusia. Maksud saya begini, oleh karena terfokus pada apa yang kita inginkan kita malah mengabaikan apa yang diinginkan Tuhan misalnya kita mau mendapatkan posisi yang bagus di dalam pekerjaan kita, maka kita terus fokuskan itu, sehingga kita lupa dan mengabaikan apa yang Tuhan inginkan sebab belum tentu itulah yang Tuhan inginkan, misalnya kita mau masuk ke jurusan tertentu dalam perkuliahan, kita berambisi pasti akan ke sana, tapi kita lupa berdoa dan bertanya, "Tuhan apakah itu yang Kau inginkan ?" Jadi kita harus berhati-hati dan juga hati-hati dengan ambisi karena ambisi bisa membuat kita menginjak-injak manusia, karena mata hanya tertuju pada apa yang kita kejar dan kita kurang memedulikan perasaan orang di dekat kita. Mungkin kita memeralatnya, mungkin kita malah menginjaknya. Singkat kata, ambisi dapat membuat kita kehilangan kekudusan sehingga kita tidak lagi melihat Tuhan dan sesama manusia. Ini Paulus pernah menjadi orang yang berambisi namun setelah dia mengenal Kristus, ambisinya hanyalah terpusat pada satu hal sebagaimana diungkapkannya pada Filipi 3:10, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya", itulah ambisinya.

GS : Demi memenuhi ambisinya, kadang keluarga bisa menjadi korban, yang Pak Paul katakan menginjak manusia, bisa jadi manusia itu adalah orang yang dekat dengan dia. Jadi bisa istri atau suami atau juga anak-anaknya.

PG : Seringkali seperti itu, kadang-kadang kita tidak ingat bahwa gara-gara saya mengejar posisi atau jabatan ini akhirnya keluarga kita menderita, mereka tidak bahagia dan mereka sengsara, tapi kita tidak pusing sebab yang penting kita mendapatkan yang kita inginkan itu dan kita hanya menuntut keluarga kita mengerti tapi kita gagal mengerti mereka. Hati-hati ambisi itu sendiri belum tentu salah, tapi jangan sampai gara-gara ambisi itu akhirnya orang-orang di sekitar kita menjadi korban kita sendiri.

GS : Seringkali orang-orang yang berambisi seperti itu sulit sekali untuk disadarkan atau diingatkan terutama kalau yang mengingatkan adalah orang-orang terdekat dia. Tapi kalau kita tidak mengingatkan, kita menjadi korbannya dan ini bagaimana, Pak Paul ?

PG : Sebab kita harus mengingatkan karena tugas kita mengingatkan, belum tentu orang itu mendengarkan kita, namun setidak-tidaknya kalau kita mengingatkan dia bisa diingatkan meskipun hanya berlangsung sementara, tapi setidak-tidaknya dia diingatkan. Siapa tahu waktu dia dalam proses mengejarnya kemudian dia mengalami sesuatu misalnya kegagalan maka dia ingat apa yang kita katakan dan ingatan itu bisa membuat dia sadar, "Benar, saya sudah salah, saya harus mundur" jadi tetap mengingatkan itu penting.

GS : Dan seringkali ambisi ini ada latar belakangnya. Misalnya masa kecil atau masa muda dulu dia tidak bisa mencapainya dan sekarang dia ada kesempatan maka dia akan gunakan untuk meraih apa yang dulunya tidak sempat dia raih.

PG : Betul sekali. Kadang latar belakang kita yang kurang akhirnya membuat kita terlalu bersemangat mengejar apa yang menjadi kekurangan dan dalam prosesnya kadang kita malah mengorbankan orang lain. Saya masih ingat cerita sejarah, yaitu tidak ada negara yang bisa menguasai Uni Soviet atau Rusia saat ini, karena negara itu begitu luas dan musim dingin di sana sangat parah. Kita tahu ada yang pernah mencoba yaitu Napoleon, tapi yang terjadi adalah kalah. Orang kedua yang mencoba untuk menguasai Uni Soviet saat itu adalah Hitler, dia juga berusaha dan dia kirimkan tentara ke sana, tapi akhirnya ribuan tentara Jerman mati di sana, mati bukan karena perang tapi karena kelaparan dan kedinginan di musim dingin. Ini adalah contoh orang yang tidak mau belajar dari sejarah, kenapa ? Karena ambisi menguasai negara Rusia ini. Tapi dalam prosesnya dia menginjak-injak orang dan mengorbankan orang begitu banyak. Ini contoh buruk dari ambisi.

GS : Jadi banyak ambisi disertai kediktatoran dengan menguasai orang lain dan mengorbankan orang lain ?

PG : Seringkali seperti itu karena kita gelap mata dan yang penting kita mendapatkan apa yang kita inginkan dan kita tidak peduli dengan orang lain. Jadi kita harus kembali kepada apa yang firman Tuhan ajarkan yaitu jangan kita kuasai orang, kuasai diri sendiri. Itu yang Tuhan inginkan.

GS : Sebenarnya Alkitab memberikan contoh yang cukup banyak untuk kita di dalam hal mengelola ambisi ini, hanya masalahnya kita mau atau tidak.

PG : Betul sekali. Kadang-kadang kita tahu apa yang benar, tapi kita gelap mata karena kita sudah begitu mendambakan apa yang kita inginkan itu.

GS : Seringkali tuntutan di sekeliling kita yang membuat kita salah didalam menggunakan ambisi karena kita melihat orang lain sukses, orang lain bisa maju. Secara tidak kita sadari lalu kita terpacu untuk itu.

PG : Tidak bisa disalahkan lingkungan itu memang berpengaruh, teman kita punya ini dan tetangga kita punya itu, maka kita akhirnya tergoda dan terbakar dan kita juga harus punya itu dan ini dan akhirnya kita jatuh ke dalam dosa.

GS : Satu-satunya kita harus kembali kepada Tuhan memohon pertolongannya dan kita terus belajar dari kebenaran firman Tuhan.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Laki-laki dan Ambisi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Laki-laki dan ambisi dapat diibaratkan seperti sepasang sepatu yang tak terpisahkan. Sebagai orang Kristen, kadang kita memandang "ambisi" secara negatif. Apakah yang salah dengan ambisi ? Apakah memang ambisi adalah sesuatu yang selayaknya dihindarkan ? Berikut akan dibahas tentang ambisi agar kita dapat menempatkan masalah ini secara tepat.
  • Sesungguhnya ambisi hanyalah berupa keinginan untuk mencapai sesuatu. Jadi, sebetulnya ambisi itu sendiri bukan sesuatu yang salah atau berdosa sebab ambisi hanyalah sebuah keinginan. Ambisi dapat menjadi sesuatu yang salah atau berdosa bila obyek keinginan itu adalah sesuatu yang salah dan berdosa. Atau, cara mewujudkannya adalah salah dan berdosa. Misalkan kita ingin menempati jabatan yang lebih tinggi. Kedudukan itu sendiri bukanlah sesuatu yang salah; dengan kata lain, keinginan untuk mencapainya—ambisi—bukan sesuatu yang berdosa. Namun apabila kita mendapatkan jabatan ini dengan cara menjelek-jelekkan orang yang sekarang menempatinya, maka perbuatan itu menjadi salah.
  • Meskipun ambisi itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat netral, ada obyek ambisi yang jelas salah. Khusus bagi laki-laki ada dua yang mesti diwaspadai. Pertama adalah KEKAYAAN DAN UANG. 1 Timotius 6:9-10 mengingatkan, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta akan uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
  • Kedua adalah KUASA. Sesungguhnya ambisi akan kuasa adalah keinginan untuk MENGUASAI ORANG LAIN. Tujuannya mungkin beragam tetapi pada umumnya kita menguasai orang untuk memeroleh hormat dan pengabdian dari mereka. Kita pun mafhum betapa banyaknya orang yang jatuh karena haus kuasa. Contoh nyata adalah hampir semua raja yang memerintah Israel akhirnya terjeblos ke dalam dosa karena kuasa. Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita tidak boleh menguasai orang; satu-satunya orang yang perlu dikuasai adalah diri sendiri.
1 Petrus 4:7 mengingatkan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain . . . ." Dari Firman Tuhan ini kita belajar bahwa satu-satunya cara untuk dapat melawan ambisi untuk menguasai orang adalah dengan cara mengasihi mereka.
  • Satu hal lagi yang perlu diwaspadai tentang ambisi adalah potensinya untuk membuat kita KURANG BERTERIMA KASIH. Bukannya melihat apa yang dimiliki, kita malah melihat apa yang tidak dimiliki. Bukannya puas dan bersyukur, kita malah mengeluh. Jadi, kita harus berhati-hati agar jangan sampai gara-gara ambisi, kita berubah menjadi orang yang tidak pernah puas.
Filipi 4:11-12 mengingatkan, "Kukatakan ini bukan karena kekurangan sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan."
  • Terakhir, kita pun mesti berhati-hati dengan ambisi sebab ambisi dapat membuat kita MELUPAKAN TUHAN DAN MENGINJAK-INJAK MANUSIA. Oleh karena terfokus pada apa yang kita inginkan, kita malah mengabaikan apa yang diinginkan Tuhan. Dan, karena mata hanya tertuju pada apa yang kita kejar, kita kurang memedulikan perasaan orang di dekat kita.
Mungkin kita memperalatnya; mungkin kita malah menginjaknya. Singkat kata, ambisi dapat membuat kita kehilangan kekudusan sehingga pada akhirnya kita tidak lagi melihat Tuhan dan sesama kita manusia. Paulus pernah menjadi orang yang berambisi, namun setelah mengenal Kristus, ambisinya hanyalah terpusat pada satu hal sebagaimana diungkapkannya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya . . . ." (Filipi 3:10)

Questions: