BETA
Topeng Laki-laki 2
Sumber: telaga
Id Topik: 1109

Abstrak:

Lingkungan seringkali menuntut kita yang berlebihan, kalau kita bisa menjadi seperti yang lingkungan harapkan maka kita bisa menjadi diri sendiri seutuhnya. Tapi ketika keinginan itu tidak bisa kita lakukan dalam kehidupan kita. Maka kita akan memakai topeng ketika berada di tengah-tengah lingkungan. Dan di sini kita akan mempelajari topeng apa yang akan dipakai oleh laki-laki ketika tidak bisa memenuhi keinginan dari lingkungan.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu tentang "Topeng Laki-laki". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, kita telah membicarakan sebagian tentang topeng laki-laki yaitu kekuatan dan Pak Paul sudah menguraikan, sekarang kita akan lanjutkan perbincangan ini namun supaya para pendengar kita bisa mengikuti secara utuh, Pak Paul bisa mengulang secara singkat apa yang kita bicarakan pada kesempatan yang lampau ?

PG : Pada dasarnya kita membicarakan tentang apa yang dituntut oleh lingkungan terhadap diri kita untuk menjadi seorang laki-laki atau menjadi seorang perempuan. Kita bahas yang pertama yaitu tentang menjadi seorang laki-laki, pada umumnya yang diharapkan oleh lingkungan terhadap kita laki-laki adalah kita memunyai sebuah kepribadian yang kuat. Saya membagi dalam beberapa aspek atau definisi, yang pertama adalah seharusnya kuat itu berarti tidak mudah dipengaruhi oleh emosi sehingga kita bisa mengambil keputusan secara tepat atau bijak. Namun karena tidak semua kita bisa mengembangkan karakter ini, akhirnya karena kita ingin tetap dilihat kuat oleh lingkungan maka kita mengembangkan sesuatu yang berbeda yaitu bukannya tidak mudah dipengaruhi oleh emosi tapi kita malah mengembangkan karakter tidak beremosi sama sekali alias kita menyangkali keberadaan emosi kita dan itu yang tidak tepat. Yang kedua adalah untuk menjadi seorang pribadi yang kuat dituntut ketangguhan untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan, tapi karena tidak semua kita bisa memunyai karakter seperti itu maka kita akhirnya menggunakan jalan yang keliru, justru kita menjadi orang yang tidak mudah mengakui kekalahan. Jadi kita identikkan menyerah dengan kekalahan. Jadi kita benar-benar mengharapkan kata menyerah pokoknya harus menang terus dan jalan terus, kadang-kadang akhirnya kita tidak realistik optimisnya secara berlebihan dan malah merugikan banyak orang. Jadi ini yang sedang kita bahas, pentingnya kita mengerti apa yang seharusnya kita perbuat dan apa karakter yang dibutuhkan yang menjadikan kita pribadi yang kuat.

GS : Jadi kalau kita sudah bicarakan dua hal maka poin yang ketiga apa, Pak Paul ?

PG : Poin yang ketiga adalah biasanya waktu kita pikir tentang kata kuat sebagai seorang laki-laki artinya tidak takut menghadapi bahaya. Seharusnya memang dua karakter yang baik dan indah yaitu tidak takut menghadapi bahaya tapi sebagian kita tidak mampu memunyai karakter seperti ini, kita tetap ingin dilihat menjadi pribadi yang kuat tidak takut bahaya, akhirnya kita menjadi orang yang tidak mengindahkan rambu dalam hidup ini. Jadi seharusnya tidak takut menghadapi bahaya berarti kita memerhitungkan bahaya namun memiliki keberanian menghadapinya karena memang harus, dan kadang-kadang itu yang harus kita perhatikan dalam hidup ini. Kita tahu kita harus mengambil resiko dan kita sudah perhitungkan dan kita harus melakukannya, namun sayangnya seringkali karakter ini tidak bisa dicapai dan kita mengembangkan karakter yang lain yaitu tidak memedulikan bahaya sama sekali. Ini bisa kita lihat terutama pada anak laki-laki di usia muda, untuk menunjukkan kepada teman-temannya kalau dia tidak takut bahaya, bukannya bijaksana menghitung-hitung resikonya justru menunjukkan keberaniannya dengan cara tidak mengindahkan bahaya sama sekali akhirnya misalnya terjadi kecelakaan, kita akhirnya mendapatkan musibah berat dan sebagainya karena tidak lagi memedulikan rambu-rambu.

GS : Seringkali kita sebagai pria dipanas-panasi dan berkata bahwa "Kaum pria itu harus berani menghadapi tantangan" jadi ini semacam tantangan yang harus dihadapi, tapi penuh dengan bahaya.

PG : Betul. Jadi laki-laki seringkali mendapatkan tantangan dari lingkungan untuk membuktikan dirinya. Maka laki-laki yang kuat dengan cara yang benar adalah laki-laki yang seharusnya memperhitungan resikonya, dan kalau dia tidak bisa maka dia harus berkata, "Tidak bisa" atau dia bisa berkata, "Resiko terlalu besar dan saya tidak bisa ambil itu" dan itu tidak apa-apa. Tapi ada orang yang karena ingin dilihat sebagai laki-laki yang kuat, sampai berani nekat membutakan mata asal tabrak saja, tidak peduli lagi, justru ini yang seringnya terjadi.

GS : Dan itu berkaitan erat dengan yang Pak Paul katakan pada kesempatan yang terdahulu bahwa laki-laki itu tidak mau kalah.

PG : Jadi daripada nanti dikatakan pengecut, kalah dengan teman-temannya yang lain maka dia harus buktikan, dia harus berani. Sekali lagi memang laki-laki cenderung rentan terperangkap di dalam masalah ini pada usia muda, pada usia tua biasanya laki-laki lebih bijaksana, tapi pada usia lebih muda biasanya ini menjadi jeratan pada hidup laki-laki.

GS : Dampaknya apa, Pak Paul ?

PG : Dampaknya yang pertama mudah jatuh ke dalam perangkap iblis. Betapa banyak dan seringnya laki-laki jatuh ke dalam dosa akibat tidak mengindahkan rambu-rambu yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Jadi misalnya secara fakta, lebih banyak laki-laki yang ditangkap dan menjadi narapidana di penjara dibandingkan perempuan. Kenapa ? Karena tidak mengindahkan rambu-rambu, tidak mau tahu apakah dia salah atau tidak, yang penting ingin membuktikan diri dan tetap melakukan, menerjang saja dan yang salah dilakukan dan tidak boleh juga diperbuat. Jadi kecenderungan untuk jatuh ke dalam dosa akhirnya sangatlah besar.

GS : Apakah ada dampak yang lain, Pak Paul ?

PG : Yang kedua, kecenderungannya laki-laki adalah mengembangkan jiwa pemberontak karena tidak mau mengindahkan rambu-rambu, pokoknya asal tabrak saja, jadi laki-laki itu lebih rentan mengembangkan jiwa pemberontak dibandingkan perempuan. Seringkali laki-laki mengambil keputusan yang keliru hanya karena ingin menunjukkan pemberontakannya, dia tidak bisa terima dan kemudian dia langsung melakukan hal yang sebaliknya. Misalnya saya masih ingat waktu saya masih kuliah dulu, saya dengan istri saya yang saat itu masih menjadi pacar saya mengalami konflik sebab saat itu rasanya dia sedang siap-siap untuk kembali lagi kepada pacarnya yang pertama maka kira-kira saya akan putus dengan dia. Ketika saya mendengar kabar itu saya sangat terluka hati dan saya masih ingat malam itu, saya langsung mengambil keputusan saya ingin ke rumah teman saya. Masalahnya adalah saya tinggal di Los Angeles dan teman saya tinggalnya di San Fransisco, jadi harus mengendarai mobil 8 jam. Malam-malam jam 12 malam saya menyetir mobil sendirian, itu adalah sebuah kebodohan yang sebetulnya tidak perlu, bagaimana kalau saya mengantuk di jalan bisa tabrakan dan sebagainya. Sekali lagi kadang-kadang laki-laki tidak bisa terima. Jadi rambu-rambu bahaya dan sebagainya bisa langsung ditabrak karena kita laki-laki lebih mudah mengembangkan jiwa pemberontak dibandingkan perempuan.

GS : Di dalam menabrak atau melanggar rambu-rambu seringkali yang ditabrak bukanlah rambu-rambunya sendiri, tapi bisa jadi orang-orang yang di sekelilingnya yang menjadi korban.

PG : Jadi ini dampak yang ketiga adalah karena laki-laki itu tidak mudah mengindahkan rambu-rambu akhirnya rentan merugikan orang banyak, oleh karena tidak mengindahkan rambu maka akhirnya laki-laki melakukan perbuatan yang merugikan orang-orang di sekitarnya, karena kenapa ? Karena mau menuruti hawa nafsunya, pokoknya apa yang dianggapnya benar dia ingin dilakukan dan tidak dipedulikan lagi, berapa banyak anak laki-laki yang menghabiskan uang orang tuanya karena perbuatannya yang konyol, misalnya tabrakan dan sebagainya, akhirnya orang tua harus keluar uang begitu besar untuk si anak. Dan berapa banyak istri dan anak-anak yang harus menderita gara-gara papa yang mengambil keputusan bisnis yang salah sehingga akhirnya semuanya harus menanggung akibatnya, atau misalnya mencoba melakukan hal-hal yang dilarang oleh hukum dan akhirnya ditangkap membuat aib, malu dan sebagainya. Jadi kita harus mengakui bahwa pada umumnya kita laki-laki karena tidak mengindahkan rambu-rambu akhirnya membuat masalah dan membuat orang-orang yang kita kasihi itu menderita.

GS : Tetapi kalau yang menjadi korban adalah keluarga dan keluarga mengingatkan tetap saja kaum pria punya alasan dan berkata, "Memang ini sudah resiko dan harus ditanggung bersama karena kita satu keluarga".

PG : Sudah tentu konsepnya betul bahwa kita harus menanggung derita bersama tapi seharusnya kita harus memikirkan semua dengan masak-masak terlebih dahulu. Jadi dengan kata lain, kita harus menempatkan diri pada posisi orang lain dan bukan hanya diri sendiri sewaktu mengambil keputusan. Kita tidak hidup untuk diri kita lagi, kita memunyai orang tua dan keluarga, kita memunyai istri dan anak, jadi ada banyak orang yang akan terkena kalau kita mengambil keputusan yang salah dan merugikan banyak orang. Dan kita laki-laki benar- benar harus hidup takut akan Tuhan dan takut akan hukuman-Nya. Kalau kita laki-laki tidak ada rasa takut akan Tuhan maka kita akan jauh lebih mudah jatuh ke dalam dosa, berbuat hal-hal yang salah dan kita lebih sering memberontak dan tidak peduli dampak perbuatan kita kepada orang lain dan kita akhirnya menjadi orang yang sangat egois sekali.

GS : Seringkali ada orang yang nekat di dalam keluarga dengan satu tujuan untuk menarik perhatian dari anggota keluarganya, jadi dia melakukan itu untuk menarik perhatian dari anggota keluarganya dan itu bagaimana, Pak Paul ?

PG : Ada yang begitu, mungkin sekali dia merasa dia itu tidak dipandang, tidak terhormat, tidak dianggap, tidak punya apa-apa yang dibanggakannya akhirnya dia melakukan sesuatu yang sangat ekstrem supaya akhirnya diperhatikan meskipun dia mendapatkan perhatian yang negatif tapi setidak-tidaknya dia mendapatkan pengakuan kalau dia berani, itulah yang sering terjadi.

GS : Apakah ada dampak negatifnya, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu kalau dia akhirnya berbuat hal yang salah, akhirnya justru membuat susah satu keluarga gara-gara keputusannya yang salah itu, misalnya dia ngebut-ngebutan dengan mobil, supaya menunjukkan kalau dia orang yang bisa ngebut jalan paling cepat dan teman-temannya tidak ada yang bisa mengalahkan, tapi akhirnya tabrakan semua habis, kesehatannya habis, mobilnya habis. Itu semua bisa merugikan keluarganya.

GS : Hal yang keempat mengenai kekuatan ini apa, Pak Paul ?

PG : Yang berikut adalah kita biasanya berkata seseorang itu kuat kalau dia orang yang tidak mudah lepas kendali artinya dirinya itu sebuah diri yang terkontrol dengan baik. Dan juga dalam menyelesaikan tanggung jawab atau tugasnya dia benar-benar menjaga semua dengan baik. Inilah yang kita sebut kuat. Tapi dari karakter yang baik ini kalau kita tidak sanggup memunyainya tapi ingin diakui sebagai orang yang kuat, akhirnya kita malah lari kepada keinginan menguasai segalanya. Jadi beda antara tidak mudah lepas kendali, bertanggung jawab atas semuanya dan menguasai segalanya, itu beda. Tapi sekali lagi karena sebagian tidak sanggup untuk menjadi yang seharusnya, akhirnya memilih jalan yang salah yaitu menguasai segalanya supaya dilihat orang dia kuat, padahal sebetulnya bukan. Dampaknya yang pertama adalah dari keinginan menguasai segalanya adalah tidak menghargai orang. Disini kita harus mengakui besar potensi laki-laki untuk memanfaatkan atau memakai orang dan tidak memanusiakan orang. Jadi semua diukur dari segi kegunaan, teman, persahabatan selama masih berguna dipakai, begitu tidak lagi berguna dicampakkan. Kadang-kadang ini juga dilakukan terhadap istrinya, selama istrinya masih berguna bagi dia maka dia baik-baik, begitu istrinya tidak dianggap tidak berguna, maka dicampakkan. Jadi besar kemungkinannya bagi laki-laki terjerat masuk ke dalam kehidupan yang pragmatis dan menjauh dari kehidupan yang spiritual. Karena bagi sebagian laki-laki buang-buang waktu berbakti kepada Tuhan, bergereja, melayani Tuhan. Atau ada laki-laki yang hanya bersemangat melayani Tuhan sewaktu merasa diberkati Tuhan, jadi ada hasilnya melayani Tuhan. Begitu tidak diberkati Tuhan, maka Tuhan dilepaskan. Jadi kecenderungannya karena ingin menguasai segalanya akhirnya tidak menghargai Tuhan dan tidak menghargai orang dan maunya hanya memakai Tuhan atau orang.

GS : Ini sangat dipengaruhi karena kepala keluarga atau bagaimana, Pak Paul ?

PG : Sudah tentu tidak mesti karena kita kepala keluarga kita harus menjadi seperti itu. Jadi sekali lagi tidak mudah lepas kendali dengan pengertian bertanggung jawab dan memastikan semua baik. Ini adalah kwalitas yang baik sebagai kepala keluarga, namun ada orang yang tidak sanggup menjadi seperti itu dan akhirnya karena tetap ingin dilihat kuat sebagai kepala keluarga, justru larinya kepada menguasai anak istri, semuanya harus seperti yang dia harapkan.

GS : Jadi seolah-olah dia menjadi raja kecil di dalam rumah itu.

PG : Ya seperti itu.

GS : Dan ini bisa ditumbuh kembangkan oleh situasi keluarga itu. Kalau situasi keluarga itu mendukung, ayahnya atau suaminya untuk menguasai maka dia makin menjadi-jadi.

PG : Benar. Ada yang seperti itu akhirnya makin membuat suami itu makin menguasai segalanya.

GS : Atau karena posisinya di pekerjaan dia memunyai anak buah yang cukup banyak yang semua bisa diatur, dan dia menjadi terbawa baik di rumah atau di gereja.

PG : Ada yang seperti itu.

GS : Dampak yang lain apa, Pak Paul ?

PG : Dampak kedua dari keinginan menguasai segalanya adalah memaksakan kehendak dan rencana pribadi. Jadi tidak mudah sebagai laki-laki untuk melepaskan kehendak pribadi dan mengikuti kehendak orang lain, begitu rencana tersusun dalam benak, maka motor kehendak pun menyala dan cenderung susah dimatikan. Itu sebabnya lebih mudah bagi laki-laki untuk tunduk kepada atasan dan melepaskan kehendak pribadi daripada bernegosiasi dan melepaskan kehendak dengan pihak sederajat. Makanya kita dengar laki-laki berkata, "Saya bisa bekerjasama, saya bisa tunduk". Tunduk kepada siapa ? Biasanya tunduk kepada atasan. Jadi laki-laki mudah tunduk dalam konteks hirarki, kalau dianggap dia bawahan dan ada atasan maka dia mau tunduk. Tapi kalau dianggap sederajat kemudian bernegosiasi untuk misalnya mengalah maka itu yang susah. Sehingga ada laki-laki di tempat pekerjaan bisa tunduk, tapi di rumah dengan istri tidak bisa mengalah. Jadi yang diperlukan sebetulnya adalah kemampuan untuk bisa bernegosiasi dan juga mengalah, ini yang merupakan ciri dari pada kita ini orang yang bertanggung jawab yang bisa mengatur semuanya.

GS : Sekali lagi itu terkait dengan sikap laki-laki yang mau menang terus, begitu Pak Paul ?

PG : Betul.

GS : Apakah ada dampak yang lain ?

PG : Jadi saya sambung lagi itu sebabnya laki-laki itu sukar beriman dan berserah kepada Tuhan. Jadi selama kehendak Tuhan itu sama dengan kehendak pribadi maka Tuhan disembah, begitu kehendak Tuhan berbeda dari kehendak pribadi maka Tuhan ditinggalkan. Itu sebabnya bagi kebanyakan laki-laki, beriman dan berserah menjadi pergumulan panjang yang tak habis-habisnya. Tak gampang bagi laki-laki beriman dan berserah, karena dia ingin menguasai segalanya.

GS : Tadi Pak Paul katakan dia bisa tunduk kepada atasannya, berarti kepada Tuhan kalau dia mengakui Tuhan sebagai atasan, maka dia akan mudah mengakui hal itu.

PG : Betul sekali. Jadi kalau laki-laki bisa tunduk di hadapan Tuhan dan mengakui Tuhan adalah atasannya, barulah dia bisa menjadi laki-laki yang kuat yang dipakai Tuhan.

GS : Dampak yang lain apa, Pak Paul ?

PG : Yang terakhir adalah dampak dari menguasai segalanya yaitu mendasari penghargaan diri atas keberhasilan, betapa seringnya kita tahu laki-laki mendasari penghargaan dirinya atas apa yang dikerjakannya. Makin sering dia memetik keberhasilan maka akibatnya makin membesar ego atau si aku. Dan makin membesar si aku dalam dirinya makin mengecil peran Tuhan dan juga orang lain, sebaliknya makin berkurang keberhasilan makin mengecil penghargaan diri. Jadi ini menjadi masalah bagi laki-laki. Selama dia sukses dia bisa mengerjakan ini dan itu maka penghargaan dirinya kuat, dia tidak bisa dan dia tidak sukses maka penghargaan dirinya hancur. Maka benar-benar semua bergantung pada dirinya sendiri dan dia akhirnya susah sekali datang kepada Tuhan dan berserah kepada-Nya, maka tidak jarang laki-laki waktu usahanya ambruk, marahnya nomor satu kepada Tuhan karena merasa Tuhan itu tega membiarkan dia mengalami kegagalan dalam usahanya. Jadi sekali lagi karena mau menguasai segalanya akhirnya penekanan utamanya pada si aku, "Saya bisa, saya mampu melakukan semua ini" jadi penghargaan dirinya berdasarkan pada apa yang dirinya lakukan, bukan pada penyerahannya kepada Tuhan.

GS : Apakah itu juga yang menyebabkan seorang pria itu lebih sulit mengakui keberhasilan orang lain yang sama-sama pria, Pak Paul ?

PG : Saya kira sama, jadi penekanannya pada dirinya, apa yang diperbuatnya akhirnya menyulitkan dia untuk mengakui kemenangan atau keberhasilan orang lain.

GS : Dan mengakui bahwa dia memang kalah selangkah, maka sulit bagi dia kaum pria.

PG : Apalagi kalau yang memunculkan adalah istrinya, istrinya berkata, "Kenapa si ini bisa...." dia dibandingkan dengan orang lain, maka itu adalah hal yang sangat peka bagi si pria.

GS : Semua ini sangat berdampak pada kehidupan keluarga. Jadi keluarga bisa membuat kaum pria ini malah mengembangkan sifat-sifat negatifnya ataupun mengembangkan sifat-sifat yang positif dalam dirinya, ini sangat ditentukan oleh situasi keluarga juga.

PG : Kalau saja dari pihak si istri bisa mengerti dan bisa terus mendorong si suami untuk "Dari awal bergantung kepada Tuhan, jangan bergantung pada diri sendiri, lakukan sebisamu tapi setelah itu serahkan kepada Tuhan". Jadi terus dorong dan ingatkan si suami bahwa, "Apa yang kau peroleh sebenarnya adalah pemberian Tuhan dan bukan karena kemampuanmu semata". Terus harus diingatkan seperti itu dan nanti akan menolong pria itu untuk ingat kalau ini bukanlah dirinya tapi ini adalah akibat dari kemurahan Tuhan yang telah memampukannya.

GS : Juga dukungan dari anak-anak, itu juga diperlukan apalagi kalau anak-anak sudah dewasa.

PG : Jadi orang tua kalau punya relasi yang baik dengan anak, anak-anak juga bisa memberikan masukan kepada orang tua maka itu akan bisa menolong dia tidak jauh keluar dari jalan Tuhan.

GS : Sebaliknya sebagai seorang ayah juga bisa membimbing anak-anaknya laki-laki agar menumbuhkembangkan sifat-sifat yang positif dalam dirinya.

PG : Betul. Jadi sekali lagi kita akan coba merangkumkan yang namanya kuat bukan dengan cara-cara yang salah seperti itu, tapi benar-benar dengan cara yang sehat dan pada akhirnya cara yang sehat itu adalah yang menggunakan cara dan kehendak Tuhan.

GS : Sehubungan dengan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan ?

PG : Matius 6:33 saya kira adalah ayat yang tepat bagi laki-laki, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Saya kira ayat ini yang harus ditempel di rumah oleh kita laki-laki supaya kita ingat bahwa kita harus cari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semua akan ditambahkan kepada kita, sebab kecenderungan kita laki-laki adalah kebalikannya yaitu kita akan cari yang lainnya baru yang terakhir kita cari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, tidak seperti itu tapi carilah Tuhan dan kebenaran-Nya maka nanti selebihnya Tuhan akan tambahkan.

GS : Saya kira kita masih-masing harus lakukan apa yang Tuhan Yesus telah sabdakan lewat Matius ini.

PG : Betul.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Topeng Laki-laki" bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Meski kita dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, namun pada kenyataannya kita menjadi laki-laki-atau perempuan lewat proses pembentukan. Singkat kata kita belajar menjadi laki-laki atau perempuan, melalui pengamatan sendiri maupun pengondisian yang kita alami dari orang dan budaya di sekitar.

Ada tuntutan dan pengharapan yang kita terima dari lingkungan untuk menjadi laki-laki atau perempuan.

Pada akhirnya tuntutan dan pengharapan itu menjadi sekadar topeng yang kita pakai supaya kita tetap diterima oleh lingkungan. Sebagai akibatnya kita tidak akan hidup bebas; kita senantiasa hidup dalam ketegangan—antara menjadi diri yang sebenarnya dan menjadi diri yang diharapkan.

Topeng Pria: Kuat

Pada umumnya laki-laki dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat, dalam pengertian:

  1. Tidak mudah dipengaruhi emosi
  2. Tidak mudah menyerah dalam kesulitan
  3. Tidak takut menghadapi bahaya
  4. Tidak lepas kendali.

  1. Sebagaimana dapat kita lihat sebenarnya keempat tuntutan ini merupakan empat karakter yang baik. Namun dalam perjalanannya, sering kali keempat karakter ini berkembang secara berkelebihan. Misalnya, "TIDAK MUDAH DIPENGARUHI EMOSI" berubah menjadi "tidak beremosi sama sekali." Kita mafhum bahwa mustahil buat kita untuk tidak beremosi, jadi yang sesungguhnya terjadi adalah kita bukannya tidak beremosi melainkan "menyangkal perasaan atau emosi yang ada." Dampak "Tidak Beremosi Sama Sekali"

    • Laki-laki mengalami kesukaran untuk bukan saja mengenali dan menghayati perasaan sendiri, tetapi juga mengenali dan menghayati perasaan orang lain.
    • Oleh karena tidak dapat mengenali dan menghayati pelbagai perasaan, sering kali semua perasaan mengerucut menjadi satu perasaan yaitu kemarahan.
    • Laki-laki cenderung menarik diri dari situasi yang bermuatan emosi. Dengan kata lain, akhirnya laki-laki menutup diri.

    Itu sebab penting bagi laki-laki untuk mengembangkan karakter "tidak mudah dipengaruhi emosi" secara benar yakni bukan menyangkal perasaan melainkan mengenali, menghayati, DAN mengelolanya. Emosi yang dikelola cenderung lebih terkendali dan justru dapat menjadi aset buat laki-laki dalam berelasi. Jadi, belajarlah mengungkapkannya sewaktu perasaan itu masih dalam kadar yang lemah, dan jangan tunggu sampai menjadi gunung emosi.
  2. "TIDAK MUDAH MENYERAH DALAM KESULITAN" juga adalah karakter yang baik namun dalam perkembangannya acap kali karakter ini berubah menjadi "tidak mudah mengakui kekalahan." Singkat kata "menyerah" dianggap kekalahan dan inilah yang coba dihindari dengan pelbagai cara. Dampak "Tidak Mudah Mengakui Kekalahan"

    • Dampak pertama adalah berkembang dan mengerasnya ego. Sebagai akibatnya makin sukar laki-laki mengakui kesalahannya. Itu sebab bagi laki-laki meminta maaf merupakan pergumulan tersendiri. Mungkin laki-laki tidak terlalu mementingkan kemenangan; laki-laki hanya sukar menerima kekalahan.
    • Dampak kedua adalah adakalanya laki-laki bersikap tidak realistik dan cenderung bersikap optimistik secara berlebihan. Kita dapat melihat ini dengan jelas terutama tatkala laki-laki tengah berusaha meng-golkan rencana usahanya. Singkat kata, dampak dari kesukarannya mengakui kekalahan adalah menyempitnya pandangan akan keterbatasan dirinya.
    • Dampak ketiga adalah adakalanya laki-laki terus mengulang kesalahan yang sama karena tidak cepat belajar dari kesalahan yang lama. Dengan kata lain, laki-laki sukar menerima teguran untuk berubah.

    Tidak mudah menyerah dalam kesulitan adalah karakter yang indah namun sering kali dalam perkembangannya karakter ini berubah bentuk menjadi negatif, yaitu tidak mudah mengakui kekalahan. Itu sebab laki-laki perlu terus mengembangkan sikap tidak menyerah sekaligus bersedia dikoreksi sejak awal. Biasakan diri untuk membuka telinga dan memeriksa diri. Biasakan untuk meminta maaf untuk kesalahan yang diperbuat. Biasakan diri untuk meminta pendapat orang, terutama pasangan sendiri, meski hal ini dapat memperlambat pengambilan keputusan.
  3. "TIDAK TAKUT MENGHADAPI BAHAYA" sebenarnya adalah karakter yang indah namun acap kali karakter ini berubah menjadi "tidak mengindahkan rambu". Seharusnya "tidak takut menghadapi bahaya" berarti memerhitungkan bahaya namun memiliki keberanian menghadapinya karena perlu. Namun sayangnya karakter ini bermorfosis menjadi "tidak mengindahkan rambu." Dampak "Tidak mengindahkan rambu"

    • Dampak pertama adalah sikap seperti ini memudahkan laki-laki jatuh ke dalam perangkap iblis. Betapa banyak dan seringnya laki-laki jatuh ke dalam dosa akibat tidak mengindahkan rambu-rambu yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Tidak heran penjara lebih banyak dihuni laki-laki dibanding perempuan.
    • Dampak kedua adalah laki-laki cenderung mengembangkan jiwa pemberontak. Sering kali secara membabi buta laki-laki mengambil keputusan keliru hanya karena ingin menunjukkan pemberontakannya.
    • Dampak ketiga adalah laki-laki rentan merugikan orang. Oleh karena tidak mengindahkan rambu maka laki-laki akhirnya melakukan perbuatan yang merugikan orang-orang di sekitarnya. Singkat kata, ada kecenderungan laki-laki untuk tidak mempedulikan orang lain demi kepentingan sendiri.

    Sesungguhnya karakter tidak takut bahaya adalah karakter yang indah selama diimbangi dengan perhitungan yang masak. Laki-laki mesti terus memperhitungkan dengan masak akibat dari perbutannya. Terutama, laki-laki mesti menempatkan diri pada posisi orang lain, bukan hanya diri sendiri, sewaktu mengambil keputusan. Terpenting, laki-laki mesti hidup takut akan Tuhan dan penghukuman-Nya.
  4. "TIDAK LEPAS KENDALI" seyogianya lahir dari rasa bertanggung jawab yang besar. Dari sinilah muncul keinginan untuk memastikan semua berjalan dengan baik. Sayangnya karakter yang baik ini sering kali berubah menjadi "keinginan menguasai segalanya." Dampak "Keinginan menguasai segalanya"
    • Dampak pertama dari "keinginan menguasai segalanya" adalah "tidak menghargai orang." Besar potensi laki-laki untuk "memakai" orang, dan tidak "memanusiakan" orang. Semua akhirnya diukur dari segi kegunaan—selama masih berguna, dipakai; begitu tidak lagi berguna, dicampakkan. Itu sebabnya besar kemungkinan buat laki-laki untuk terjerat ke dalam kehidupan yang pragmatis dan menjauh dari kehidupan yang spiritual.. Tidak heran banyak yang hanya bersemangat melayani Tuhan sewaktu merasa diberkati. Begitu tidak lagi merasa diberkati, Tuhan pun dilepaskan.
    • Dampak kedua dari "keinginan menguasai segalanya" adalah ""memaksakan kehendak dan rencana pribadi." Tidak mudah bagi laki-laki untuk melepaskan kehendak pribadi dan mengikuti kehendak orang lain. Itu sebab lebih mudah buat laki-laki untuk tunduk kepada atasan dan melepaskan kehendak pribadi daripada bernegosiasi dan melepaskan kehendak dengan pihak yang sederajat. Tidak heran, tidaklah mudah bagi laki-laki untuk beriman dan berserah kepada Tuhan. Selama kehendak Tuhan sama dengan kehendak pribadi, Tuhan disembah. Begitu kehendak Tuhan berbeda dari kehendak pribadi, Tuhan pun ditinggalkan. Itu sebabnya bagi kebanyakan laki-laki beriman dan berserah menjadi pergumulan panjang yang tak habis-habisnya.
    • Dampak ketiga dari "keinginan menguasai segalanya" adalah "mendasari penghargaan diri atas keberhasilan." Makin sering memetik keberhasilan, makin membesar "aku." Dan, makin membesar "aku," makin mengecil peran Tuhan dan orang lain. Sebaliknya, makin berkurang keberhasilan, makin mengecil penghargaan diri. Sayangnya sebagian laki-laki bukannya datang kepada Tuhan dan berserah kepada-Nya, mereka malah marah dan meninggalkan Tuhan.

Tidak bisa tidak, semua ini berdampak pula pada relasinya dengan istri. Berapa sering kita mendengar keluhan istri bahwa suami tidak menghargainya dan hanya menghargai selama ia berguna bagi suami. Berapa banyak istri yang merasa dipakai sebagai obyek ketimbang dikasihi dan dihargai sebagai seorang pribadi yang utuh? Berapa sering kita mendengar keluhan istri tentang suami yang memaksakan kehendak dan susah sekali diajak berdialog? Berapa sering kita mendengar keluhan istri tentang suami yang tidak mau berbakti kepada Tuhan—apalagi melayani-Nya—karena tidak tertarik atau tidak mau buang waktu?

Mungkin tidak ada ayat yang lebih tepat buat laki-laki selain dari Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."


Questions: