BETA
Mengapa Selingkuh ?
Sumber: telaga
Id Topik: 1088

Abstrak:

Suatu pernikahan jarang sekali berjalan mulus, selalu saja ada masalahnya. Dan perselingkuhan juga menjadi salah satu penyebab kenapa pernikahan tidak berjalan mulus. Sebenarnya kenapa perselingkuhan itu terjadi? Kita di sini akan membahas perselingkuhan dari tiga sisi, antara lain sisi psikologis, sisi moral dan sisi rohani.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Selingkuh ?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Perselingkuhan makin hari makin sering kita dengar terjadi di mana-mana dan bahkan sebagian orang menganggap perselingkuhan sudah menjadi gaya hidup atau tren pada zaman ini, tapi kita sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Yesus tidak bisa menyetujui pandangan seperti itu, perselingkuhan juga merupakan kesalahan. Tetapi banyak orang yang merasa terjebak untuk berselingkuh. Sebenarnya kenapa orang bisa berselingkuh, baik yang pria atau yang wanita, Pak Paul ?
PG : Saya kira kita perlu mengangkat topik ini sekali lagi, di masa yang lampau kita pernah membahas topik selingkuh tapi kita mau mengangkatnya lagi, salah satu alasan kenapa saya mengangkatnya lagi adalah orang–orang kadang-kadang berkata, "Saya itu berselingkuh karena saya sudah hilang cinta kepadamu", namun akhirnya saya simpulkan bahwa mungkin saja hilang cinta tapi sebetulnya selingkuh bukanlah hanya tentang hilangnya cinta, tapi ada hal-hal lain juga yang terlibat di dalamnya tapi saya kira sebagian orang tidak mau mengakui bahwa sebetulnya masalahnya itu bukan hilangnya cinta. Jadi kebanyakan orang yang mengatakan, "Sudah hilang cinta maka saya berselingkuh" dia mengatakan seperti itu ketika dia sudah berselingkuh, sebelumnya berselingkuh biasa-biasa saja. Dan mungkin sekali kalau kita bisa mengukur kadar cinta, kadar cintanya dia dengan orang lain dalam pernikahan yang crucial sebetulnya sama saja. Tapi setelah dia berselingkuh dia berkata, "Saya hilang cinta kepadamu". Saya kira kita perlu meneropong hal ini dengan lebih seksama.
GS : Sebetulnya perselingkuhan itu sesuatu yang direncanakan atau terjadi begitu saja, Pak Paul ?
PG : Memang sudah tentu kalau kita katakan sudah direncanakan dalam pengertian dipikirkan untuk dilakukan, mungkin sekali tidak, tapi waktu sudah mulai terjadi ketertarikan dan sebagainya, sebetulnya ada tanggungjawab pribadi bahwa kita memang memilih untuk membiarkan hal itu terus berkembang. Jadi kita tidak bisa lepas tangan dan berkata, "Ini terjadi di luar dugaan, terjadi begitu saja dan saya tidak berkutik untuk melawannya" saya kira itu tidak tepat.
GS : Jadi sebenarnya apa yang menjadi dasar seseorang berselingkuh, Pak Paul ?
PG : Saya akan bahas dari tiga sisi, yang pertama dari sisi psikologis, kedua sisi moral dan ketiga sisi rohani. Coba kita lihat yang pertama dari sisi psikologis. Bila dipandang dari sisi psikologis masalah selingkuh sebenarnya adalah masalah kurangnya penguasaan diri. Kenapa ? Selingkuh diawali oleh ketertarikan, baik itu ketertarikan atas penampakan fisik, ketertarikan terhadap kwalitas atau karakter yang ditunjukkan seseorang. Sebenarnya selingkuh terjadi sewaktu kita tidak lagi dapat mengendalikan diri. Dalam pengertian kita terus maju menerobos rambu peringatan untuk memiliki orang yang terhadapnya kita tertarik. Jadi itu sebabnya saya meyakini bila pada dasarnya kita adalah orang yang sukar mengendalikan diri, maka kita akan lebih rentan untuk jatuh ke dalam perselingkuhan pula, sebab perselingkuhan pada hakikinya adalah kegagalan menguasai diri. Singkat kata, jika kita susah untuk menahan diri dari keinginan untuk memiliki segala sesuatu maka besar kemungkinan kita juga sulit mengendalikan diri dari keinginan untuk memiliki laki-laki atau wanita itu. Jika kita sulit menjaga batas, besar kemungkinan kita melanggarnya dan masuk ke pelukan orang lain.
GS : Apakah kurangnya penguasaan diri disebabkan karena orang terlalu percaya pada dirinya sendiri ? Maksud saya ada orang yang begitu yakin bahwa dia tidak akan selingkuh dan dia didalam pergaulan hidup terlalu bebas lalu ternyata penguasaan dirinya kelihatan bahwa dia tidak mampu menguasai dirinya dan dia terlanjur begitu jauh berhubungan.
PG : Saya meyakini orang yang berkata, "Saya kuat dan saya tidak akan jatuh dalam dosa selingkuh maka saya tidak apa bergaul dengan bebas, tidak akan saya tertarik pada siapa pun" saya kira orang ini adalah orang yang kemungkinan-nya dua, pertama adalah dia buta terhadap dirinya atau yang kedua adalah dia dalam proses membohongi diri. Saya kira kemungkinan dia buta dengan diri, saya kira lebih kecil, yang lebih besar adalah kemungkinan dia membohongi diri. Kalau orang sama sekali tidak menyadari bahwa, kita ini sebetulnya punya potensi untuk berbuat selingkuh, saya kira kita membohongi diri dan saya lebih cenderung berkata seperti itu, masalahnya bukanlah kepercayaan diri, tapi membohongi diri yang menjadi penyebabnya.
GS : Kalau selingkuh diawali oleh suatu ketertarikan kenapa dia tertarik pada orang itu dan tidak tertarik pada istri atau suaminya sendiri, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu ada banyak penyebab kenapa kita tertarik kepada seseorang. Memang kita bisa saja tertarik tanpa alasan tertentu, misalnya kita sedang ketemu orang dan lagi ketemu dia tiba-tiba merasa tertarik. Tapi kebanyakan kita itu tertarik kepada orang-orang yang memunyai karakter atau sifat yang kita inginkan. Misalkan istri kita memunyai lima sifat yang kita senangi, tapi ada misalnya tiga sifat yang kita inginkan pada istri kita, tapi kita tidak temui. Kita bisa saja ketemu orang yang kebetulan memunyai tiga sifat yang kita inginkan itu. Bisa jadi setelah kita benar-benar menjalin relasi dengan dia kita baru menyadari bahwa ternyata dia memiliki tiga sifat yang kita sukai itu, tapi tidak punya lima sifat yang kita sukai. Karena kita akan bersama dengan manusia dan manusia tidak ada yang namanya sempurna dan kita akan selalu menyesuaikan diri dengan siapa pun, betapa pun manis dan hebatnya orang itu, betapa orang itu sepertinya menjawab kebutuhan kita maka tidak mungkin orang itu memenuhi semua kriteria kita. Jadi kebanyakan orang tertarik karena ada karakter tertentu yang didambakan oleh orang itu. Yang umum adalah adanya kebutuhan, jadi karena tidak terpenuhi oleh pasangannya dan dipenuhi oleh orang ini akhirnya mulailah dia dekat dengan orang yang bisa memenuhi kebutuhannya.
GS : Apakah itu bukan bentuk kebosanan seseorang terhadap pasangannya, misalnya ada 5 sifat baik, tapi karena hanya 5 sifat itu yang terus dihadapi maka lama-lama bosan.
PG : Saya kira kita bisa saja merasa bosan sekali-sekali. Tapi saya kira kalau relasi itu adalah relasi yang hidup dan sehat walaupun setiap hari kita hadapi saya rasa tidak akan bosan. Kalau kita berkata bahwa, "Kalau kita ketemu orang lain yang bukan pasangan kita, rasanya segar dan sebagainya" maka itu adalah sesuatu yang alamiah. Sudah tentu kalau kita bertemu dengan seseorang yang baru maka orang itu akan menjadi orang yang segar. Segala sesuatu yang baru pasti menyegarkan, tapi harus kita ingat bahwa sesuatu yang baru akan menjadi lama, tidak akan terus menerus baru. Sesuatu yang menyegarkan hari ini akan kehilangan unsur menyegarkannya di suatu hari kelak. Jadi inilah yang harus disadari oleh kita semua.
GS : Tapi orang yang memulai perselingkuhannya seringkali tidak mengakui kalau dia selingkuh, selalu dia berkata, "Kami hanya berteman".
PG : Betul. Karena orang tidak mau mengakui bahwa dia berselingkuh karena ini masalah gengsi, "Kenapa saya tidak bisa mengendalikan diri saya" tapi sebetulnya intinya adalah secara psikologis, perselingkuhan adalah masalah pengendalian diri. Jadi kalau kita mengakui kita tidak bisa mengendalikan diri dengan baik, itu nampaknya buruk pada diri kita atau kita berkata bahwa kita menjalin relasi karena kebutuhan saya tidak terpenuhi oleh pasangan saya. Tapi tidak harus berselingkuh. Kita lupa mengakui bahwa di dunia ada banyak orang yang kebutuhan emosionalnya tidak dipenuhi, tapi mereka tidak berselingkuh. Jadi kenyataan kita berselingkuh untuk mengisi kebutuhan pribadi membuktikan bahwa duduk masalah terletak pada kurangnya pengendalian diri. Sekali lagi saya simpulkan secara psikologis, masalah perselingkuhan adalah masalah kurangnya pengendalian diri, itu ujung-ujungnya.
GS : Kebutuhan yang tidak terpenuhi apakah bisa dialihkan kepada suatu kegiatan yang lain karena ada orang yang sudah mencoba melakukan itu, tapi akhirnya jatuh lagi ke dalam perselingkuhan.
PG : Sudah tentu kebutuhan yang tak terpenuhi akan memanggil untuk dipenuhi maka kita sedikit banyak harus berusaha memenuhinya. Sudah tentu orang pertama yang harus kita usahakan adalah pasangan kita sendiri. Kita harus menjalani konseling, meminta bantuan untuk menolong kita supaya relasi kita bisa diperbaiki. Tapi misalkan pasangan kita memang tidak mampu untuk memenuhinya maka kita harus mengurangi kadar kebutuhan kita dan kita harus melawannya atau kita membuka diri terhadap teman-teman lain atau persahabatan lain yang bukan dengan lawan jenis, tapi dengan yang sejenis supaya sedikit banyak kehidupan kita bisa diimbangi dengan hal lain dalam hidup kita.
GS : Selain perselingkuhan dipandang dari sisi psikologis. Dari sisi mana lagi kita bisa memandangnya, Pak Paul ?
PG : Dari sisi moral. Masalah selingkuh dari sisi moral sebenarnya adalah masalah kurangnya kesetiaan. Inti dari kesetiaan adalah bertahan dalam segala suasana hati baik senang, susah. Jadi dalam segala situasi kita bertahan itu adalah kesetiaan. Jadi bila kita kurang setia pada dasarnya, maka kita gagal bertahan dalam segala suasana hati. Dengan kata lain, kita akhirnya tunduk ikut pada suasana hati. Jadi ketidaksetiaan pada hakikinya adalah kegagalan untuk menyangkal diri. Orang yang berselingkuh adalah orang yang terseret oleh keinginannya sendiri dan mengabaikan nurani yang sudah tentu melarangnya untuk berselingkuh. Sayangnya kebanyakan kita juga sukar mengakui hal ini, daripada mengakui bahwa kita tidak setia dan terkuasai oleh keinginan sendiri, kita misalnya menyalahkan lingkungan seakan-akan lingkunganlah yang telah mengkondisikan kita untuk terjebak di dalam perselingkuhan. Tidak heran ada banyak pelaku selingkuh setelah tertangkap basah berupaya untuk berkelit dari tanggungjawab dan malah menyalahkan rekan selingkuhnya. Seolah-olah dia hanyalah korban tak berdaya. Jadi yang kiri menyalahkan yang kanan dan yang kanan menyalahkan yang kiri. Tadinya saling mencintai, saling membela dan sebagainya, begitu tertangkap basah dia mengaku salah dan sebagainya, kebanyakan berkata, "Dia yang mendekati saya dan dia yang membuat saya jatuh dan dia yang memaksa saya" jadi itu yang bisa terjadi atau menyalahkan pasangan kenapa saya tidak setia, "Gara-gara pasangan saya kurang memberi perhatian kepada saya, gara-gara pasangan saya kurang menghormati saya" jadi seringnya ketidaksetiaan sukar diakui. Daripada mengakui, lebih baik menyalahkan orang lain.
GS : Kesetiaan adalah sesuatu yang membutuhkan waktu yang cukup lama atau suatu proses yang lama untuk bisa bertumbuh. Bagaimana kalau ditengah masa pertumbuhan itu lalu dia bertemu dengan orang yang menarik dia, Pak Paul ?
PG : Makanya tadi saya tekankan perlunya tekad untuk bertahan, untuk tidak goyang apapun suasana hati, rasa apa terhadap orang ini, ketertarikan terhadap dia jangan kembangkan dan tetap bertahan dalam segala cuaca hati kita itu. Jangan sampai waktu kita kesal dan sumpek, kemudian cari orang supaya hati kita bisa lebih dihiburkan akhirnya terima ajakan teman untuk ngobrol setelah kerja, jangan. Kita harus menjadi orang yang bisa bertahan dalam penderitaan. Saya kira masalah sekarang ini adalah makin banyak orang tidak tahan dalam penderitaan, susah sedikit saja inginnya mencari jalan keluar dan maunya senang-senang. Terlalu banyak orang-orang yang seperti ini akhirnya mau senang-senangkan hati, mengikuti hati mau kemana akhirnya ketemu siapa dan ketemu siapa.
GS : Disitu dibutuhkan penyangkalan diri yang besar, Pak Paul.
PG : Benar.
GS : Jikalau seseorang tidak bisa menyangkali dirinya, kesetiaannya pasti runtuh.
PG : Betul. Jadi waktu dalam penderitaan atau hati rasa tidak suka, memang dorongan yang kuat adalah berbuat sesuatu menyenangkan hati maka kita harus menyangkalnya dan berkata "Tidak" dan jangan sampai kita berbuat salah, inilah yang menjadikan kita orang yang setia. Jadi kita harus mengakui bahwa kalau sampai kita berbuat, maka itu adalah pilihan dan keinginan pribadi kita sendiri. Makanya banyak orang yang berusaha meyakinkan diri atau orang lain bahwa, "Sesungguhnya kita adalah orang yang setia, kita setia dan kita bukannya orang yang tidak setia, tapi kita terbawa orang, orang yang mau dekati saya dan seterusnya", tidak seperti itu, itu adalah tanggungjawab kita, kita yang memilih kita yang berbuat. Pertanyaannya adalah kenapa kita berusaha untuk berkata bahwa kita sebetulnya setia ? Saya kira jawabannya adalah sederhana, kita ingin melihat diri kita sebagai orang yang baik, kita tidak rela mengubah konsep diri bahwa kita orang yang tidak setia, orang yang tidak taat dan orang yang tidak baik. Sehingga orang yang berselingkuh tetap mau menekankan dia orang yang baik dan setia, tapi karena ini dan itu, dipengaruhi ini dan itu makanya saya menjadi jatuh. Tidak seperti itu, itu adalah pilihan dan tanggungjawab sendiri.
GS : Tapi ada juga orang yang walaupun berselingkuh, tapi dia tetap memerhatikan keluarganya. Jadi kalau dia pulang ke rumah dia perhatikan istrinya dan anak-anaknya.
PG : Itu adalah tanggungjawabnya dan sekaligus untuk mengurangi rasa bersalahnya. Sehingga waktu dia bercermin di pagi hari dia tidak perlu melihat dirinya terlalu jahat, dia bisa berkata di cermin, "Saya orang yang masih baik, saya masih pelihara istri dan saya masih penuhi kebutuhan anak-anak, saya masih pulang" dia menghibur diri supaya rasa bersalahnya berkurang. Tapi kita tahu bahwa dosa tidak bisa ditebus oleh manusia, dosa adalah dosa dan hanya Tuhan yang bisa mengampuni dan syaratnya adalah pertobatan alias berhenti dan berubah.
GS : Jadi kesetiaan kepada istri dan anaknya ini semu.
PG : Tanggungjawab. Tanggungjawab dia ingin memelihara dan sekaligus mengurangi rasa bersalahnya. Tapi kalau benar-benar dia mengasihi keluarganya maka jangan berbuat itu, sederhananya seperti itu. Kalau kita sungguh-sungguh sayang di mana kita bekerja, "Saya berat hati berhenti" tapi pindah juga karena dapat gaji yang besar, jangan katakan sayang karena dia lebih sayang dengan yang menggajinya lebih besar. Jadi sayang kesetiaan harus dibuktikan lewat perbuatan nyata.
GS : Jadi bukan kesetiaan tapi tanggungjawab dia melakukan semua itu.
PG : Sekaligus untuk mengurangi rasa bersalah.
GS : Selain hal itu, masih bisa dilihat dari sisi mana lagi, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir adalah kita bisa melihat perselingkuhan dari sisi rohani. Masalah selingkuh adalah masalah ketidaktaatan kepada Tuhan. Jadi kalau masalah psikologis, kalau kita teropong dari sisi psikologis perselingkuhan adalah masalah kurangnya pengendalian diri, kalau dari sisi moral kurangnya rasa kesetiaan, kalau dari sisi rohani perselingkuhan adalah kurangnya ketaatan kepada Tuhan. Sebab sesungguhnya waktu kita berselingkuh kita mengikrarkan ketidaktaatan kita, pemberontakan kita, perlawanan kita kepada perintah Allah. Tidak ada yang namanya perselingkuhan itu netral dan tidak menyakiti Tuhan dan juga tidak menyenangkan hati Tuhan, sebab pada kenyataannya waktu kita berselingkuh kita mendeklarasikan pemberontakan dan peperangan kita kepada Tuhan. Sudah tentu pada saat yang sama sewaktu kita berselingkuh kita pun mengatakan bahwa kita tidak begitu peduli dengan Tuhan lagi. Sebab kita tidak bisa berkata, "Saya sebetulnya sayang kepada Tuhan, saya sebetulnya peduli pada Tuhan tapi saya berbuat ini" tidak seperti itu ! Kalau kita sudah berbuat, di saat itu kita berkata, "Kita peduli sama Tuhan" sebab tidak mungkin menggabungkan keduanya. "Saya peduli dengan Tuhan tapi saya sekarang bersama wanita atau pria lain" tidak bisa seperti itu. Jadi kita hanya dapat berbuat begitu karena di saat itu kita memisahkan diri dari Tuhan.
GS : Tapi uniknya ada orang yang berselingkuh dan pergi ke gereja bersama selingkuhannya itu, karena ini terjadi di luar kota dan keluarganya ada di kota lain dan dia pergi ke kota itu dan sama-sama beribadah di sebuah gereja.
PG : Dan memang semua orang di dunia suka bermimpi dan ini salah satunya, dengan dia ke gereja berdua, mereka bermimpi Tuhan menjadi senang dan tersenyum kepadanya, dia tidak menyadari bahwa Tuhan sedang merencanakan hukuman untuknya yang lebih berat karena begitu kurang ajar, begitu menganggap remeh Tuhan. Tuhan bukannya angin yang bisa kita perlakukan semaunya, tidak seperti itu sebab Dia adalah Allah yang luar biasa, Dia adalah hakim. Tapi orang tidak takut kepada Tuhan dan menciptakan skenario Tuhan pasti senang dengan dia, ke gereja bersama dengan pasangan selingkuhannya. Dia sedang bermimpi tidak hidup dalam realitas. Jadi hati-hati sebab ada orang yang berselingkuh, kemudian beranggapan bahwa dia masih hidup dekat dengan Tuhan, itu tidak bisa. Sebab selingkuh dimungkinkan bila kita tidak lagi hidup akrab dengan Tuhan, tidak mungkin kita hidup dekat dengan Tuhan dan pada saat bersamaan terus melakukan dosa, tidak bisa. Jadi kalau kita jatuh dalam dosa selingkuh maka kita harus akui faktanya yaitu kita tidak taat kepada Tuhan. Ada orang yang berkata, "Saya ini tetap menjadi orang Kristen, saya tetap mengasihi Tuhan dan taat kepada Tuhan". Bagaimana mungkin ? Tidak bisa seperti itu ! Akuilah sebagai gentleman bahwa begitu berselingkuh kita sudah mendeklarasikan pemberontakan kita kepada Tuhan.
GS : Biasanya dimulai dari mana ? Apakah karena dia kurang beriman kepada Tuhan atau kurang mengasihi Tuhan lalu dia berselingkuh atau karena dia berselingkuh lalu makin jauh dari Tuhan.
PG : Biasanya adalah karena sebelumnya sudah mulai jauh dari Tuhan. Jadi kebanyakan kita tidak menyadari bahwa kita itu sebetulnya sudah mulai jauh dari Tuhan. Kenapa kita tidak menyadari karena kita mungkin saja masih melakukan aktivitas agamawi kita dan kita masih ke gereja, kita masih menyanyi di Paduan Suara, kita masih mengikuti tim perlawatan, kita lupa bahwa untuk menilai atau mengukur berapa dekatnya kita dengan Tuhan, diukurnya lewat seberapa besarnya keinginan kita untuk bersekutu dengan Tuhan. Singkat kata, kita baru bisa berkata bahwa kita dekat dengan Tuhan bila kita memiliki keinginan yang kuat untuk bersama-Nya, benar-benar merindukan terus bersama Tuhan. Sayangnya kebanyakan kita tidak bersedia mengakui fakta ini, sebaliknya kita malah menyalahkan Tuhan, "Kenapa Tuhan tidak menjauhkan kita dari kejatuhan ?" dan kita tidak mau mengakui bahwa sesungguhnya kita telah jauh dari Tuhan, sebab kita ingin dilihat orang sebagai orang yang rohani.
GS : Memang seringkali ini dirohanikan. Jadi kalau dia ketemu dengan pasangan selingkuhannya yang juga seiman, dia merasa ini adalah pimpinan Tuhan. Ini sulit untuk kita nalar.
PG : Ada yang berkata, "Saya jadi dekat dengan Tuhan". Ini tuhan yang kita buat sendiri dan tidak mungkin kita lebih dekat dengan Tuhan waktu kita berdosa, kecuali kita menciptakan tuhan sendiri yang kita sembah-sembah sendiri. Tuhan yang kita percayai adalah Tuhan yang tidak suka dengan dosa. Jadi tidak mungkin kita akan lebih dekat dengan Tuhan.
GS : Tapi itu seringkali juga sampai menjadi pasangan suami istri, sampai berkelanjutan akhirnya, yang diawali dengan perselingkuhan tapi karena mereka begitu yakin mereka dipertemukan Tuhan lalu menjadi pasangan suami istri.
PG : Inilah yang menjadi bagian hidup yang tidak sempurna, dan misalnya Pak Gunawan bertanya, "Apakah mungkin orang yang berselingkuh akhirnya jadi dengan pasangan selingkuhannya dan akhirnya menikah dan bertobat mengakui kalau mereka salah dan meminta pengampunan Tuhan, apakah mungkin Tuhan tetap memberikan kesempatan dan anugerah-Nya" saya akan tetap berkata, "Mungkin" kalau di satu titik mereka bertobat dan mengakui mereka salah, tapi sekarang sudah terlanjur menikah saya masih percaya Tuhan itu baik jadi kasih karunia Tuhan akan ada untuk orang yang bertobat.
GS : Tapi mereka tetap pada pasangan selingkuh dan tidak kembali pada suami atau istri lama.
PG : Memang ini suatu diskusi yang lebih panjang lagi sebab kadang-kadang dalam kondisi seperti itu membalikkannya juga susah. Jadi dalam kasus seperti ini saya kira saya pribadi harus melihat kasus per kasus, tapi ini tidak berarti "Silakan berdosa dan nanti minta ampun kepada Tuhan" kalau ada pikiran seperti itu berarti jelas-jelas kita tidak bertobat.
GS : Pedoman yang lebih akurat tentunya datang dari firman Tuhan, adakah ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul bacakan ?
PG : Amsal 20:6-7 berkata, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya? Orang benar yang bersih kelakuannya —berbahagialah keturunannya." Saya mau mengatakan tidak ada orang yang suka disebut jahat, kita semua ingin dikenal dan mengenal diri sebagai orang yang baik namun ukuran kebaikan bukan ditunjukkan lewat perkataan melainkan lewat perbuatan. Salah satunya adalah lewat kesetiaan. Kita harus berupaya menjaga diri namun terlebih penting lagi kita harus hidup dekat dengan Tuhan kita Yesus senantiasa. Jadi jangan lengah terus pantau kedekatan kita dengan-Nya lewat seberapa kuat dalam diri kita untuk bersekutu dengan-Nya. Ingatlah begitu kita menjauh maka masuklah pencobaan dan melemahlah kekuatan kita untuk menangkalnya.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Selingkuh ?" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan:

Sudah tentu ada sejumlah alasan mengapa orang berselingkuh. Pada umumnya pelaku selingkuh sendiri mengklaim bahwa alasan mengapa ia berselingkuh adalah dikarenakan hilangnya cinta terhadap pasangan. Pertanyaannya, apakah memang benar selalu demikian? Marilah kita melihat alasan yang kerap menjadi penyebab mendasar mengapa orang berselingkuh.

1. Bila dipandang dari sisi psikologis masalah selingkuh adalah masalah kurangnya penguasaan diri. Selingkuh diawali oleh ketertarikan, baik itu ketertarikan terhadap penampakan fisik ataupun ketertarikan terhadap kualitas atau karakter yang ditunjukkan seseorang. Selingkuh terjadi sewaktu kita tidak lagi dapat mengendalikan diri, dalam pengertian, kita terus maju menerobos rambu-rambu peringatan untuk memiliki orang yang terhadapnya kita tertarik. Itu sebabnya bila pada dasarnya kita adalah orang sukar mengendalikan diri, kita akan lebih rentan untuk jatuh ke dalam perselingkuhan pula, sebab perselingkuhan pada hakikinya adalah kegagalan menguasai diri. Singkat kata, jika kita susah untuk menahan diri dari keinginan untuk memiliki segala sesuatu, maka besar kemungkinan kita juga sulit mengendalikan diri dari keinginan untuk memiliki laki-laki atau wanita itu. Jika kita sulit untuk menjaga batas, besar kemungkinan kita melanggarnya dan masuk ke pelukan orang lain. Sayangnya kita tidak selalu siap mengakui bahwa selingkuh adalah masalah pengendalian diri. Sebaliknya kita cenderung bersikeras bahwa kita dapat menguasai diri dengan baik dan bahwa kita menjalin relasi dengan orang lain untuk mengisi kebutuhan tertentu yang gagal dipenuhi oleh pasangan.

2. Bila dipandang dari sisi moral, masalah selingkuh adalah masalah kurangnya kesetiaan. Inti dari kesetiaan adalah bertahan dalam segala suasana hati. Jadi, bila kita kurang setia pada dasarnya kita gagal bertahan dalam segala suasana hati, dengan kata lain, kita akhirnya tunduk pada suasana hati. Jadi, ketidaksetiaan pada hakikinya adalah kegagalan untuk menyangkal diri. Orang yang berselingkuh adalah orang yang terseret oleh keinginannya sendiri dan mengabaikan nurani yang sudah tentu melarangnya untuk berselingkuh. Sayangnya kebanyakan kita sukar untuk mengakui hal ini. Tidak heran ada banyak pelaku selingkuh setelah tertangkap basah, berupaya untuk berkelit dari tanggung jawab dan malah menyalahkan rekan selingkuhnya—seolah-olah ia hanyalah korban tak berdaya. Dan, tidak heran pula ada banyak pelaku selingkuh yang menyalahkan pasangannya sebagai penyebab mengapa ia berlaku tidak setia. Singkat kata, kita enggan untuk mengakui bahwa selingkuh ini merupakan pilihan dan keinginan pribadi. Kita cenderung berusaha untuk meyakinkan diri atau orang lain bahwa sesungguhnya kita adalah orang yang setia. Pertanyaannya adalah, mengapakah kita berusaha untuk berkata bahwa kita sebetulnya setia? Jawabannya sederhana: Kita ingin melihat diri sebagai orang yang baik! Kita tidak rela mengubah konsep diri—bahwa kita tidak setia, tidak taat, dan tidak baik.

3. Bila dipandang dari sisi rohani, masalah selingkuh adalah masalah ketidaktaatan kepada Tuhan. Sesungguhnya pada waktu kita berselingkuh kita mengikrarkan ketidaktaatan kita kepada perintah Allah. Sudah tentu pada saat yang sama kita pun mengatakan bahwa kita tidak begitu peduli dengan Tuhan lagi. Dan, ini hanya dapat terjadi jika kita hidup terpisah dari Tuhan. Kita mungkin beranggapan bahwa kita masih hidup dekat dengan Tuhan namun pada hakikatnya selingkuh hanya dimungkinkan bila kita sudah tidak lagi hidup akrab dengan Tuhan. Tidak mungkin kita hidup dekat dengan Tuhan dan pada saat yang sama terus melakukan dosa. Salah satu cara untuk menilai kedekatan dengan Tuhan adalah lewat seberapa besar keinginan kita untuk bersekutu dengan-Nya. Singkat kata kita baru bisa berkata bahwa kita dekat dengan Tuhan bila kita memiliki keinginan yang kuat untuk bersama-Nya. Sayangnya kebanyakan kita tidak bersedia mengakui fakta ini. Sebaliknya, kita malah menyalahkan Tuhan—kenapa Tuhan tidak menjauhkan kita dari kejatuhan. Kita tidak mau mengakui bahwa sesungguhnya kita telah jauh dari Tuhan sebab, kita ingin dilihat orang sebagai orang yang rohani.

Kesimpulan

Amsal 20:6-7 berkata, "Banyak orang menyebut diri baik hati tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya? Orang benar yang bersih kelakuannya—berbahagialah keturunannya." Tidak ada orang yang suka disebut, jahat. Kita semua ingin dikenal dan mengenal diri sebagai orang yang baik. Namun ukuran kebaikan bukan ditunjukkan lewat perkataan melainkan lewat perbuatan. Salah satunya adalah lewat kesetiaan. Kita harus berupaya menjaga diri namun terlebih penting lagi, kita harus hidup dekat dengan Tuhan kita Yesus senantiasa.


Questions: