BETA
Belas Kasihan Tuhan
Sumber: telaga
Id Topik: 1078

Abstrak:

Sifat Tuhan yang seringkali dikenal orang adalah Tuhan yang penuh dengan belas kasihan, namun Tuhan tidak memberikan belas kasihan-Nya dengan sembarangan. Bagaimanakah cara mendapatkan belas kasihan Tuhan ? Di sini kita akan belajar mendapatkan belas kasihan Tuhan dari seorang yang memunyai penyakit kusta.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Belas Kasihan Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Salah satu sifat Tuhan yang sangat dikenal oleh banyak orang adalah sifat-Nya berbelas kasihan, namun seringkali ada tanggapan yang keliru tentang sikap ini, misalkan saja orang menganggap tidak apa berdosa terus karena Tuhan sangat berbelas kasihan dan belas kasihan-Nya tidak terbatas. Tapi pandangan yang seperti ini kurang tepat. Apa sebenarnya yang Alkitab katakan tentang belas kasihan Tuhan ?
PG : Nanti kita akan melihat tentang belas kasihan Tuhan dan yang Pak Gunawan katakan betul yaitu kadang orang menyalahgunakan belas kasihan Tuhan. Kenapa sampai orang menyalahartikan atau menyalahgunakan belas kasihan Tuhan sebab pada faktanya belas kasihan Tuhan itu terlalu besar, begitu besarnya belas kasihan Tuhan sehingga benar-benar menutupi segala kesalahan kita, maka kalau kita tidak begitu dewasa dan masih mau bermain-main dengan dosa maka mudah sekali terjebak di dalam perilaku yang menyia-nyiakan belas kasihan Tuhan.
GS : Tapi juga ada ekstrem lain berkata, "Kita baru bisa merasakan belas kasihan Tuhan kalau kita melakukan sesuatu atau bahkan menyiksa dirinya supaya menarik perhatian Tuhan."
PG : Ada yang begitu dan saya kira ini sebetulnya adanya keadilan yang tertanam di dalam batin kita karena Allah sudah menaruh hukum-Nya dalam nurani kita, itu sebabnya waktu kita melakukan kesalahan kita merasa tidak nyaman dengan kesalahan tersebut dan langsung ada keinginan untuk menebus kesalahan tersebut. Menebus dengan cara melakukan pembayaran terhadap kesalahan itu. Yang tadi Pak Gunawan katakan, jadi ada orang-orang sewaktu melakukan dosa atau kesalahan, dia seolah-olah harus menyiksa dirinya, dengan cara menyiksa diri yaitu seakan-akan menebus atau membayar kesalahannya itu. Sudah tentu meskipun ini merupakan ekspresi atau cerminan dari adanya keadilan di dalam diri manusia, tapi kita tahu bahwa itu tidak akan berhasil melepaskan kita dari dosa sebab yang akan berhasil adalah justru menerima belas kasihan Tuhan.
GS : Selama pelayanan-Nya di dunia, Tuhan Yesus di dunia ini apakah ada suatu contoh nyata yang membuktikan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berbelas kasihan.
PG : Ada. Sebetulnya banyak sekali tapi untuk kali ini saya akan bacakan dari Markus 1:40-45, "Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: ‘Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.’ Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.’ Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: ‘Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.’ Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru." Markus 1:40-45 yang baru saja kita baca ini memuat sebuah peristiwa yang mengharukan sekaligus memberi pengharapan. Dikisahkan tadi si penderita kusta datang kepada Tuhan memohon kesembuhan dan dikatakan di sini dia datang bersujud di hadapan Tuhan Yesus. Jadi benar-benar datang memelas dan memohon belas kasihan Tuhan atas dirinya. Yang perlu kita langsung ketahui adalah penderita kusta pada umumnya tidak tinggal dalam kota melainkan di luar kota, biasanya di sebuah penampungan khusus bagi mereka supaya tidak menularkan penyakit ke orang banyak. Waktu saya baca dan bandingkan dengan Matius 8:1-4 juga memuat kisah yang sama ini, dapat kita ketahui bahwa orang kusta ini datang mencari Tuhan setelah Tuhan memberikan pengajaran-Nya di atas bukit di sebuah kota di Galilea. Singkat kata yang bisa langsung kita simpulkan adalah si orang kusta ini mengambil resiko yang besar untuk dijauhkan dan ditolak orang masuk ke dalam kota, tapi dia rela mengambil resiko ini sebab dia ingin menerima kesembuhan.
GS : Pada umumnya orang kusta ini sudah tidak peduli lagi dengan kehidupannya sebab dia tahu bahwa pada akhirnya mereka akan meninggal dan tentunya kalau dia datang kepada Yesus, dia pernah mendengar bahwa Tuhan Yesus bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
PG : Sudah tentu dia pernah mendengar, makanya dia ingin mencari Tuhan Yesus dan waktu dia mendengar bahwa Tuhan Yesus ada di sebuah kota di Galilea dan rupanya tidak terlalu jauh dari dia tinggal di tempat penampungan maka dia memberanikan diri masuk ke dalam kota. Kalau dia hanya tinggal di luar yaitu di tempat penampungan maka dia tidak harus menerima penolakan atau orang menjauhkan diri darinya sebab di tempat penampungan itu semua sama-sama orang kusta dan dia masuk ke dalam kota dan memang mengambil resiko yang besar yaitu orang akan menjauhkan diri darinya dan seraya dia berjalan maka dia harus sering berkata dia tidak tahir dan tidak bersih, tidak kudus karena ada penyakit kusta dan dia harus berteriak supaya orang menjauh darinya. Jadi benar-benar itu sebuah usaha yang berat, yang besar karena harga dirinya, rasa malunya harus berteriak-teriak mengatakan dia sakit, tidak kudus, tidak bersih dan orang harus menjauh darinya, jadi luar biasa rasa malu yang ditanggungnya, tapi dia tetap datang karena dia ingin memohon belas kasihan Tuhan.
GS : Padahal dia sendiri tidak terlalu yakin kalau Tuhan akan menyembuhkan dia, itu nampak sekali dari pertanyaannya dia.
PG : Betul. Dan memang bisa jadi karena begitu banyak orang bisa-bisa dia tidak sempat bertemu dengan Tuhan, tapi dia berusaha mengeluarkan semua usaha yang besar itu untuk mendapatkan pertolongan Tuhan. Waktu dia bertemu dengan Tuhan dia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku" perkataannya ini menyiratkan 2 hal. Pertama, dia meminta bukan memaksa, dalam kondisi sangat membutuhkan betapa mudahnya bagi kita datang kepada Tuhan dan memaksa-Nya melakukan apa yang kita harapkan. Orang kusta ini tidak memaksa kendati dia sangat butuh sembuh, kenapa? Dia tetap meminta karena dia sadar Tuhan memunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apakah Tuhan akan menyembuhkannya atau tidak. Itu sebabnya datang memohon belas kasihan kepada Tuhan.
GS : Apakah hal ini bisa kita katakan bahwa orang ini sudah beriman kepada Tuhan Yesus, Pak Paul ?
PG : Saya yakin ya, dia datang dengan sebuah pengakuan secara tersirat bahwa Tuhan dapat menyembuhkannya. Kita bisa menyimpulkan sebetulnya dari pengakuannya atau perkataannya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku". Dia tidak berkata, "Kalau Engkau bisa, maka Engkau akan dapat menyembuhkan aku" jadi benar-benar dia datang dengan iman bahwa Tuhan sanggup untuk menyembuhkannya, tapi yang dia tidak tahu adalah apakah Tuhan mau menyembuhkannya. Betapa seringnya dalam doa kita berkata kepada Tuhan, "kalau Engkau bisa", sebab sesungguhnya kita tidak percaya bahwa Tuhan akan sanggup melakukan apa yang kita doakan. Kita harus menyadari bahwa tidak ada yang tidak dapat diperbuat Tuhan, ia sanggup melakukan hal yang mustahil sekalipun namun tidak semua hal diperbuat Tuhan sebab tidak semua hal sesuai dengan kehendak-Nya. Itu sebabnya perkataan si penderita kusta ini sangat tepat, dia percaya bahwa kuasa Tuhan Yesus menyembuhkannya. Dia tidak tahu apakah penyembuhan itu berada dalam kehendak Tuhan atau tidak.
GS : Memang ungkapan seseorang dalam berdoa itu sebenarnya bisa terbaca oleh orang lain, sebenarnya bagaimana konsep Tuhan dalam diri orang itu, begitu Pak Paul.
PG : Tepat sekali, apakah kita memang beranggapan Tuhan tidak peduli atau peduli itu bisa terbaca dari doa kita, kalau kita asal-asalan, "Kalau Tuhan mau tolong saya persilakan, kalau tidak tolong ya tidak apa-apa". Jadi konsep kita bahwa Tuhan peduli, kurang. Atau kalau Tuhan mau, Tuhan akan sembuhkan kalau tidak ya tidak apa-apa. Seolah-olah kita mau mengatakan belum tentu Tuhan sanggup. Jadi dari permohonan si penderita kusta ini kita bisa membaca bahwa dia sungguh yakin Tuhan sanggup dan puji Tuhan ternyata penyembuhan ini berada dalam kehendak Tuhan atas dirinya. Tuhan menjawab, "Aku mau jadilah engkau tahir", Tuhan pun kemudian mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang itu dan akhirnya penyakit orang kusta itu sembuh. Markus mencatat tatkala Tuhan melihat orang kusta itu dan mendengar permohonannya tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, jadi Tuhan menyembuhkannya karena Ia berbelas kasihan kepadanya. Itu intinya.
GS : Jadi kesembuhan itu datang bukan karena iman orang itu atau karena usaha orang itu, tapi semata-mata karena belas kasihan Tuhan terhadap si penderita kusta ini, Pak Paul ?
PG : Betul. Kesembuhan ini terjadi karena Tuhan mau, jadi tepat permohonan orang kusta itu, "Jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkanku". Jadi itu adalah kepastian "Tuhan mau". Yang kedua adalah karena kuasa Tuhan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
GS : Jadi apa syaratnya Tuhan mau berbelas kasihan pada seseorang, Pak Paul ?
PG : Ada beberapa hal tentang belas kasihan disini yang bisa kita pelajari, yang pertama adalah belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis. Di dalam kitab-kitab Injil dicatat begitu seringnya orang datang berbondong-bondong mencari Tuhan membawa permasalahan mereka yang biasanya adalah sakit penyakit. Tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya dan tidak pernah sekali pun Tuhan membedakan antara penderita yang satu dengan penderita yang lain atas dasar status sosial mereka. Jadi benar-benar kita bisa melihat belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis dan Tuhan berbelas kasihan pada manusia yang dirundung kesusahan, Ia melihat kita dalam penderitaan kita masing-masing dan yakinlah bahwa Ia tidak membedakan kita berdasarkan berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita.
GS : Tetapi kita juga membaca tidak semua penyakit disembuhkan oleh Tuhan dan tidak semua doa orang dikabulkan oleh Tuhan, begitu Pak Paul.
PG : Betul, namun dasarnya bukanlah karena berat ringannya masalah atau penderitaan dan bukan tinggi rendahnya status sosial kita. Jadi Tuhan itu menyembuhkan berdasarkan apakah ini seturut kehendak-Nya. Dan yang kedua adalah Tuhan akan melihat sedikit banyak apakah orang ini juga memunyai iman akan kuasa Tuhan dan kalau memang ada iman ada kuasa Tuhan, maka Tuhan pasti akan berbelas kasihan dan Tuhan tidak akan berkata, "Penyakitmu ini ringan maka tidak perlu disembuhkan dan berusahalah sendiri untuk mengobati dirimu" atau "Kamu ini orang rendahan, Aku tidak mau menyembuhkanmu sebab aku hanya mau membuang waktu-Ku untuk menolong orang yang sungguh penting, yang sungguh berpengaruh dalam hidup ini." Tuhan tidak membedakan orang berdasarkan tinggi rendahnya status sosial atau berat entengnya masalah. Belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis.
GS : Karena kita tidak tahu dengan mudah apakah yang kita minta itu sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak maka tidak ada salahnya kita mengajukan permintaan kita selama kita tidak memaksa Tuhan.
PG : Betul. Jadi pelajaran kedua yang bisa kita petik adalah walaupun belas kasihan Tuhan tidak dipengaruhi oleh berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita. Ternyata belas kasihan Tuhan dipengaruhi oleh kesungguhan hati kita, kenyataan orang kusta ini masuk ke dalam kota, saya tadi jelaskan dia harus berteriak-teriak kalau dia tidak tahir sehingga orang harus menjauh darinya, dia mengalami rasa dijauhkan dan dihina, hal ini menandakan kesungguhan hatinya mencari Tuhan dan dia tidak sekadar menunggu kedatangan Tuhan, ia berinisiatif mencari Tuhan. Kita pun harus berinisiatif mencari Tuhan dan memohon pertolongan-Nya, memang tidak ada yang tidak diketahui Tuhan namun ia tetap ingin melihat kesungguhan hati kita mencari dan memohon belas kasihan-Nya.
GS : Dalam hal kesungguhan hati inilah kadang-kadang orang terjebak kepada seolah-olah memaksa Tuhan supaya terlihat memang dia sungguh-sungguh.
PG : Jadi memang batas antara memohon dengan sungguh-sungguh dan memaksa itu kabur dan jaraknya memang tipis. Tapi saya kira dibedakannya itu atas dasar motivasinya. Kalau kita memohon dengan sungguh-sungguh seperti orang kusta ini, ia memberikan hak ‘prerogatif’ keputusan akhir di tangan Tuhan, maka doanya atau permohonannya adalah "Jikalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkanku". Tapi kalau orang memaksakan maka orang itu akan berkata, "Saya mau sembuh, Engkau harus menyembuhkanku" dan terbersit di dalam hati orang tersebut bahwa kalau Tuhan tidak menyembuhkannya dia akan kecewa, dia akan lari dari Tuhan dan dia akan marah kepada Tuhan. Itu saya kira yang membedakan antara meminta dengan sungguh-sungguh dan memaksa.
GS : Tapi juga ada kasus-kasus tertentu berdasarkan belas kasihan Tuhan juga, seseorang yang memaksa Tuhan dan Tuhan memberikan apa yang dimintanya.
PG : Mungkin sekali dalam hal itu Tuhan melihat ada sesuatu yang lebih besar dan penting, waktu Tuhan memberikan misalnya atas kesungguhannya, atau dia itu benar-benar memaksakan Tuhan tapi Tuhan melihat dampaknya itu bisa lebih luas dan akan sesuai rencana Tuhan yang lebih besar maka tetap Tuhan akan berikan kepadanya.
GS : Hal lain yang perlu kita perhatikan apa, Pak Paul ?
PG : Tentang belas kasihan yang bisa kita lihat adalah walaupun belas kasihan Tuhan tidak dipengaruhi oleh berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita, ternyata belas kasihan Tuhan dipengaruhi oleh kerendahan hati kita. Kenyataan orang kusta ini langsung bersujud dan memohon belas kasihan Tuhan, ini menandakan ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Maka kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan sewaktu memohon belas kasihan-Nya, kita tidak boleh datang dengan kesombongan, kita tidak bisa datang kepada Tuhan dengan niat membenarkan diri sekaligus menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita mohonkan, kita justru harus mengakui ketidakberdayaan kita kepada Tuhan dan kita harus ingat bahwa tidak ada yang dapat kita banggakan di hadapan-Nya.
GS : Kerendahan hati memang dibutuhkan sekali dalam meminta, namanya saja meminta berarti kita membutuhkan. Seringkali kita tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan kerendahan hati kita di hadapan Tuhan saat kita membutuhkan sesuatu dari Tuhan.
PG : Benar-benar sebuah sikap bahwa tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, benar-benar saya tidak lagi mengerti bagaimana menghadapi ini, saya tidak ada lagi jalan keluar, saya benar-benar sudah di titik akhir dan apa yang tadinya kita rasakan kita mampu lakukan, kita harus akui semuanya gagal, Tuhan. Jadi benar-benar sebuah kesediaan dalam mengandalkan dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan.
GS : Dalam hal ini orang yang sakit kusta memang tidak bisa disembuhkan pada saat itu, jadi tidak ada obatnya dan sebagainya. Jadi dia sepenuhnya bergantung pada belas kasihan Tuhan.
PG : Betul sekali. Jadi waktu kita datang kepada Tuhan dan kita merasa masih berbuat ini itu dan sebagainya, kadang-kadang itu memengaruhi juga kadar penyerahan atau kebergantungan kita kepada Tuhan, maka meskipun kita ini misalkan sakit dan sebagainya dan kita tahu ada pengobatan yang dapat kita lakukan, tapi kita selalu mesti ingat bahwa kalau Tuhan tidak menghendaki sakit seringan apa pun tidak akan sembuh dalam hidup kita ini, tapi kalau Tuhan menghendaki sakit seberat apa pun yang kita alami pasti disembuhkan Tuhan.
GS : Jadi untuk menunjukkan kesungguhan dan kerendahan hati kita bukan berarti kita hanya pasif berdoa menyerahkan ini kepada Tuhan, tapi tetap boleh melakukan hal-hal yang bisa menyelesaikan masalah kita itu.
PG : Boleh sudah tentu harus. Seperti orang kusta ini dia tidak hanya diam di tempat penampungan dan berharap-harap Tuhan datang mengunjunginya. Dia berinisiatif, berusaha mencari tahu di mana Tuhan berada dan pergi menemui-Nya. Jadi lakukanlah apa yang dapat kita lakukan tapi dengan sebuah kesadaran bahwa yang kita lakukan ini sebetulnya sangatlah sedikit sebab terlalu banyak hal-hal lain yang berada di luar jangkauan kita. Misalnya yang sederhana seberapa sering kita mendengar berita kasus orang yang sakitnya tidak terlalu berat akhirnya dibawa ke dokter dan mendapatkan pengobatan, tapi kemudian tiba-tiba menjalar atau menjadi lebih parah karena penyakitnya tiba-tiba bisa menularkan penyakit yang lain dan sebagainya, sehingga akhirnya meninggal dunia. Berapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup ini, semua membuktikan bahwa kita tidak mengendalikan hidup kita.
GS : Jadi sementara kita melakukan usaha apa pun itu, kita tetap membutuhkan hikmat dan tuntunan Tuhan.
PG : Betul.
GS : Sebab kalau tidak malah bisa tambah tidak terselesaikan malah tambah masalah baru lagi yang muncul.
PG : Betul.
GS : Hal lain apa yang harus kita perhatikan, Pak Paul ?
PG : Yang terakhir, Pak Gunawan, belas kasihan Tuhan datang bersama dengan perintah-Nya yang mengharuskan kita menanti-Nya. Setelah menyembuhkan orang ini, Tuhan memberinya peringatan keras yaitu Tuhan berkata, "Ingatlah janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun". Tuhan sadar bahwa kalau berita penyembuhan ini tersiar maka akan banyak orang yang datang kepada-Nya untuk minta disembuhkan. Misi utama kedatangan-Nya ke dunia adalah bukan untuk menyembuhkan orang dari sakit penyakit jasmaniah, tapi untuk penyakit rohaniah. Ia datang untuk mati menebus dosa manusia, penyakit yang jauh lebih serius daripada sakit jasmaniah. Berita yang tersiar akan membawa berlaksa orang dan ini akan menghambat misi kedatangan-Nya, Ia datang bukan untuk menjadi penyembuh tapi Ia datang untuk menjadi Penyelamat. Sayangnya orang ini tidak melaksanakan perintah Tuhan, ia malah menyiarkan berita kesembuhannya. Saya kira perbuatannya itu mencerminkan diri kita semua sebagai manusia, kita hanya rindu menerima belas kasihan Tuhan tapi kita tidak rindu mendengarkan dan melakukan perintah-Nya. Saya kira penyebabnya jelas yaitu kita memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan Tuhan.
GS : Tapi memang sulit bagi seseorang yang sudah menderita begitu lama dan begitu parahnya, kemudian disembuhkan dan tidak bersaksi kepada orang-orang lain, Pak Paul.
PG : Betul, dia sangat bahagia sekali dan dia ingin membagikan kebahagiaan itu kepada orang lain, tapi sekali lagi seharusnya dia menghormati permintaan Tuhan, jadi meskipun dia mau memberitahukannya, dia mungkin menjaga dia hanya beritahukan kepada keluarganya atau orang yang dekat dengannya, tapi di Alkitab dikatakan dia menceritakan itu kemana-mana. Jadi akhirnya ini menghalangi pekerjaan Tuhan, ini yang saya kira sering kita lakukan, kita ingin disembuhkan, ingin ditolong, ingin menerima belas kasihan Tuhan tapi giliran Tuhan meminta kita melakukan sesuatu maka susah sekali.
GS : Kadang-kadang kesaksian seseorang bisa menjadi hambatan pekerjaan di dunia ini, misalnya saja orang akan menanggapi ini sebagai suatu kesombongan apalagi kalau dia menjelek-jelekkan asal usulnya atau agamanya yang lama dan berkata "Saya sekarang sudah diselamatkan" dan menjelek-jelekkan agama lamanya, ini sebenarnya hambatan yang cukup besar bagi pemberitaan Injil.
PG : Betul. Jadi luapan sukacita harus dikendalikan, luapan sukacita terlalu spontan tidak dipikirkan dampaknya, akhirnya malahan menghalangi pekerjaan Tuhan. Jadi memang kita harus berhati-hati seperti orang kusta ini bisa dimengerti kenapa dia begitu bersemangat, begitu bersukacita tapi tetap dia masih melihat pekerjaan Tuhan yang lebih luas daripada dirinya sendiri dan itu memang gagal diperhatikannya.
GS : Jadi hanya karena belas kasihan Tuhan juga, setelah dia menyalahi perintah Tuhan itu penyakit kustanya tidak kambuh lagi.
PG : Dan ada satu hal yang terakhir yang ingin saya katakan adalah oleh karena Yesus adalah Tuhan, sudah tentu Dia sudah tahu apa yang akan diperbuat orang ini bahwa orang ini akan merugikan atau menyusahkan-Nya, sungguhpun demikian dia tetap berbelas kasihan dan menyembuhkannya. Ini benar-benar menakjubkan saya. Inilah belas kasihan Tuhan, dan belas kasihan Tuhan mengalahkan segalanya.
GS : Bagi kita yang merasakan atau mengalami belas kasihan Tuhan ini sebenarnya harus bisa mewujudkan kita berbelas kasihan kepada sesama kita.
PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Belas Kasihan Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan:

Markus 1:40-45 memuat sebuah peristiwa yang mengharukan sekaligus memberi pengharapan. Dikisahkan oleh Markus, ada seorang penderita kusta yang datang kepada Tuhan Yesus untuk meminta kesembuhan. Dikatakan di sini bahwa ia datang bersujud di hadapan Tuhan Yesus. Jadi, ia datang memelas—memohon belas kasihan Tuhan atas diri-Nya.

Penderita kusta pada umumnya tidak tinggal di dalam kota melainkan di luar kota, di sebuah penampungan khusus untuk mereka supaya tidak menularkan penyakit kepada orang banyak. Berdasarkan Matius 8:1-4, dapat kita ketahui bahwa orang kusta ini datang mencari Tuhan Yesus setelah Tuhan memberikan pengajarannya di atas bukit, di sebuah kota di Galilea. Singkat kata, orang kusta ini mengambil risiko yang besar untuk dijauhkan dan ditolak orang masuk ke dalam kota. Ia rela mengambil risiko ini oleh karena ia ingin menerima kesembuhan.

Ada satu hal lagi yang layak diperhatikan di sini. Sewaktu bertemu dengan Tuhan, ia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Perkataannya ini menyiratkan setidaknya dua hal. Pertama, ia meminta, bukan memaksa. Dalam kondisi sangat membutuhkan, betapa mudahnya bagi kita datang kepada Tuhan dan "memaksa-Nya" melakukan apa yang kita harapkan. Orang kusta ini tidak memaksa kendati ia sangat butuh sembuh. Ia tetap meminta karena ia sadar Tuhan mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apakah Tuhan akan menyembuhkannya atau tidak. Itulah sebabnya ia datang memohon belas kasihan Tuhan.

Kedua, perkataannya ini menyiratkan pengakuannya atas kuasa Tuhan. Ia berkata, "Kalau Engkau mau" bukan "Kalau Engkau bisa." Betapa seringnya dalam doa kita berkata kepada Tuhan, "Kalau Engkau bisa" sebab sesungguhnya kita tidak percaya bahwa Tuhan akan sanggup melakukan apa yang kita doakan. Tidak ada yang tidak dapat diperbuat Tuhan; Ia sanggup melakukan hal yang mustahil sekalipun. Namun tidak semua hal diperbuat Tuhan sebab tidak semua hal sesuai kehendak-Nya. Itu sebabnya perkataan si penderita kusta ini sangat tepat. Ia percaya akan kuasa Tuhan Yesus untuk menyembuhkannya. Ia hanya tidak tahu apakah penyembuhan ini berada di dalam kehendak Tuhan atau tidak.

Puji Tuhan! Ternyata penyembuhan ini berada di dalam kehendak Tuhan atas dirinya. Tuhan menjawab, "Aku mau, jadilah engkau tahir." Tuhan pun mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang itu. Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu. Markus mencatat bahwa tatkala Tuhan melihat orang kusta itu dan mendengar permohonannya, "tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan." Tuhan menyembuhkannya karena Ia berbelas kasihan kepadanya. Berdasarkan kisah ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik tentang belas kasihan Tuhan.

1. BELAS KASIHAN TUHAN TIDAK MENGENAL JENIS.
Di dalam Kitab-Kitab Injil dicatat begitu seringnya orang datang berbondong-bondong mencari Tuhan membawa permasalahan mereka, biasanya adalah sakit penyakit. Tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan, tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara penderita yang satu dengan penderita yang lain atas dasar status sosial mereka.

2. BELAS KASIHAN TUHAN DIPENGARUHI OLEH KESUNGGUHAN HATI KITA.
Kenyataan orang kusta ini masuk ke dalam kota, hal ini menandakan kesungguhan hatinya mencari Tuhan. Ia tidak sekadar menunggu kedatangan Tuhan; ia berinisiatif mencari Tuhan.

3. BELAS KASIHAN TUHAN DIPENGARUHI OLEH KERENDAHAN HATI KITA.
Kenyataan orang kusta ini langsung bersujud dan memohon belas kasihan Tuhan, ini menandakan ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Kita pun mesti merendahkan diri di hadapan Tuhan sewaktu memohon belas kasihan-Nya. Kita harus mengakui ketidakberdayaan kita kepada Tuhan.

4. TERAKHIR, BELAS KASIHAN TUHAN DATANG BERSAMA DENGAN PERINTAH-NYA YANG MENGHARUSKAN KITA UNTUK MENAATI-NYA.
Setelah menyembuhkan orang ini, Tuhan memberinya "peringatan keras, "yaitu, "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun." Tuhan paham bahwa kalau berita penyembuhan ini tersiar, maka akan makin banyak orang yang datang kepada-Nya untuk minta disembuhkan. Sayangnya ia malah menyiarkan berita kesembuhannya.

Oleh karena Yesus adalah Tuhan, sudah tentu Ia sudah tahu apa yang akan diperbuat orang ini—bahwa orang ini akan merugikan dan menyusahkan-Nya. Sungguhpun demikian, Ia tetap berbelas kasihan dan menyembuhkannya. Itulah belas kasihan Tuhan. Belas kasihan Tuhan mengalahkan segalanya.


Questions: