BETA
Sikap Kristiani di dalam Pekerjaan I
Sumber: telaga
Id Topik: 1070

Abstrak:

Semua orang memerlukan pekerjaan dan hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Oleh karena itu pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar. Diuraikan tiga faktor untuk mengetahui apakah pekerjaan kita memuaskan, antara lain
(a) kepuasan versus kewajiban,
(b) ideal versus realistik, dan
(c) benar versus salah.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sikap Kristiani Di dalam Pekerjaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, mengenai pekerjaan mungkin semua orang bekerja, tapi kita sebagai orang-orang Kristen, sebagai pengikut Kristus tentu punya pandangan yang berbeda atau yang khas Kristen menghadapi pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. Sebenarnya apa yang khas di dalam kekristenan menyikapi pekerjaan sehari-hari kita ?
PG : Yang khas adalah saya kutip dari Firman Tuhan dari Matius 5:13-16, Tuhan itu berkata kita harus menjadi garam dan terang dunia. Jadi di mana pun kita ditempatkan Tuhan meminta kita untuk menjadi garam dan terang, termasuk di dalamnya adalah di tempat pekerjaan. Jadi dengan kata lain, pekerjaan itu bukan untuk mencari nafkah, sudah tentu unsur mencari nafkah itu harus ada di dalam kita bekerja, tapi bukan itu yang menjadi tujuan utamanya, sebab Tuhan itu ingin memakai kita menerangi lingkungan kita, Tuhan ingin memakai kita menjadi garam yang bisa menggarami lingkungan kita supaya pada akhirnya orang bisa melihat kita menjadi saksi Tuhan dan mereka bisa memuliakan Tuhan dan juga bisa mengenal Tuhan. Jadi semua itu dimasukkan dalam satu kerangka, kerangkanya adalah supaya orang melihat terang Tuhan lewat kehidupan kita dan lewat pengabdian kita dalam pekerjaan kita.
GS : Kadang ada orang yang berpikir kalau saya mengerjakan pekerjaan yang katakanlah sekuler, itu tidak mungkin mencerminkan sifat-sifat baik Tuhan artinya tidak bisa menjadi garam dan terang dunia, tapi baru kalau saya itu mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rohani atau pelayanan sifatnya, baru di sana saya bisa mencerminkan itu, terang dan kasih Tuhan. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sebetulnya konsep itu memang konsep yang ada di tengah kita orang Kristen, sayangnya konsep itu adalah keliru, sebab Tuhan tidak memanggil kita untuk satu pekerjaan yang sama, tidak ada dalam benak Tuhan untuk kita semua melakukan yang namanya pelayanan seperti yang kita biasa bayangkan yaitu di gereja, menyampaikan firman Tuhan dan sebagainya, hidup itu lebih luas daripada itu. Makanya di Kolose 3 kita bisa membaca ayat 17 dan ayat 23 "Apapun yang kamu lakukan lakukanlah bagi Tuhan dengan segenap hatimu" "dan bukan kita lakukan untuk manusia". Jadi apa pun konsepnya, konsep kita adalah harus melakukan semuanya. Jadi memuliakan Tuhan bukan hanya hal-hal yang kita lakukan di dalam gereja, tapi hal-hal yang kita lakukan di luar gereja adalah hal-hal yang termasuk dalam hal-hal yang bisa dipakai Tuhan untuk membawa kemuliaan bagi Dia. Setelah kita mengerti hal ini, kita jadi bisa melihat bahwa waktu Tuhan membukakan pintu sehingga kita bisa bekerja di situ, maka itu adalah tempat di mana kita bisa menjadi terang. Nanti kita akan lihat bagaimana kita menjadi terang sudah tentu harus ada hal-hal yang kita lakukan yang berbeda dari orang lain, yang membuat orang akhirnya melihat bahwa kita tidak sama dengan mereka. Ini nanti yang bisa membawa kemuliaan bagi Tuhan.
GS : Ada pula orang yang punya pandangan bahwa pekerjaan adalah suatu hukuman dari Tuhan, bahwa orang bekerja merupakan suatu kutukan dari Tuhan, kalau dulu manusia tidak berdosa maka kita tidak harus sampai berpeluh dan sebagainya, ayat itu yang seringkali dipakai. Bagaimana hal ini menurut Pak Paul ?
PG : Memang konsep itu ada namun sayangnya tidak tepat, sebab sebetulnya waktu Tuhan menempatkan kita di taman Firdaus kita harus bekerja dan tidak ada yang namanya pohon datang kepada kita dan memberikan buahnya pada kita tapi kita harus bekerja memetik buah-buah itu, merawat pohon itu dan sebagainya. Jadi konsep bekerja sebetulnya sudah ada sejak awal. Kalau Tuhan menghendaki kita tidak bekerja, Tuhan tidak akan menempatkan kita di kebun, kalau Tuhan menempatkan kita di taman atau kebun itu artinya sebuah tempat dimana kita harus kelola. Makanya ada firman yang berkata, "Kita nantinya diutus Tuhan menaklukkan hewan-hewan, alam dan isinya", semua menuntut kerja. Jadi sekali lagi kerja bukanlah sebuah kutukan. Jadi kalau orang berkata kerja adalah sebuah kutukan, maka itu tidaklah tepat.
GS : Jadi karena hampir sebagian besar waktu kita gunakan untuk bekerja setiap hari, entah bekerja sendiri atau bekerja ikut orang atau bekerja di dalam sebuah perusahaan, tapi itu adalah bekerja. Lalu bagaimana kita harus menyikapi sikap terhadap pekerjaan ini ?
PG : Saya mau bagi diskusi kita dalam tiga bagian, jadi akan selalu ada ketegangan antara yang pertama, yang namanya kepuasan dan yang namanya kewajiban, itu yang pertama. Dan nanti kita juga akan melihat antara yang ideal dan yang realistik, dan yang terakhir adalah ketegangan antara yang benar dan yang salah. Jadi coba kita nanti kategorikan diskusi kita dalam tiga kelompok ini sebab masing-masing harus kita pikirkan supaya nanti kita bisa menemukan jawabannya, agar kita bekerja bisa menjadi berkat bagi orang lain.
GS : Namun sebelum bisa menjadi berkat bagi orang lain, tentu pekerjaan itu harus bisa menjadi berkat bagi diri kita sendiri, begitu Pak Paul ?
PG : Ya, artinya kita sebaiknya kalau kita bekerja maka kita bisa menikmati pekerjaan kita itu karena waktu kita bisa menikmatinya maka pekerjaan itu bisa menjadi berkat bagi diri kita.
GS : Mungkin kita akan masuk pada sesi yang dikatakan bahwa dalam pekerjaan itu bisa menimbulkan kepuasan tetapi juga bisa dianggap sebagai suatu kewajiban, kepuasan versus kewajiban. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu seyogianya kita mendapatkan kepuasan dari apa yang kita kerjakan, kita itu akan mendapatkan kepuasan kalau kita melihat bahwa apa yang kita lakukan merupakan ekstensi atau kepanjangan dari diri kita. Maksudnya adalah yang pertama, kalau kita melihat apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta kita. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang memang kita kuasai dan nikmati karena sesuai karunia kita maka pekerjaan itu menjadi karunia atau ekstensi atau pewujudan karunia kita. Saya masih ingat saya bicara dengan seorang pendeta waktu masih kuliah. Saya tanya dia, "Bagaimana bapak tahu bahwa Tuhan memanggil bapak sebagai seorang hamba Tuhan. Apa kira-kira tandanya ?" Dia berkata, "Saya itu menikmati membaca firman Tuhan dan saya menikmati mengajarkannya kepada orang, waktu saya membaca firman Tuhan dan mendalaminya saya mendapatkan sebuah kepuasan dan waktu saya bisa mengangkat keluar kebenaran-kebenaran itu dan membagikannya kepada orang, saya juga mendapatkan sebuah kepuasan yang dalam, kecintaan saya pada firman dan kecintaan membagikan firman", maka bagi dia itu adalah pertanda Tuhan memanggil dia menjadi seorang hamba Tuhan. Itu adalah contoh bagaimana sampai hal yang kita kerjakan itu merupakan kepanjangan dari karunia kita atau talenta kita. Tapi selain dari itu kepanjangan diri kita bukan hanya soal talenta tapi juga soal misi hidup. Misalkan kita melihat apa yang kita kerjakan itu sesuai dengan misi hidup kita, waktu kita berbicara misi hidup sudah tentu kita harus melihatnya dari kerangka apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita. Misalkan kita melihat ketika saya mengerjakan pekerjaan saya akan ada orang-orang yang tertolong, karena waktu saya melakukan pekerjaan ini dan perusahaan berjalan maka ada orang-orang yang sepertinya bisa mendapatkan nafkah, anak-anaknya bisa bersekolah dan akhirnya kehidupan mereka bisa diangkat. Kita melihat ini adalah misi hidup kita menolong orang-orang yang susah, waktu kita melihat pekerjaan kita rasanya pas sesuai dengan misi hidup kita, maka kita akan mendapatkan kepuasan. Jadi kepuasan biasanya muncul dari dua hal ini, kita melihat pekerjaan kita merupakan kepanjangan dari diri kita yaitu talenta kita dan juga misi hidup kita.
GS : Seringkali tentang kepuasan, kita terkecoh pada awalnya kita memang puas dengan hasil karya pekerjaan itu, karena banyak hal yang menarik untuk dikerjakan tapi lama-lama itu pudar, kepuasan itu tidak ada lagi. Kalau sifatnya hanya sementara itu maka kita tidak bisa mengatakan ini panggilan hidup saya.
PG : Biasanya begini, kalau memang kita merasa bosan dengan begitu cepat, biasanya ada masalahnya, misalnya kita itu tidak cocok dengan rekan kerja, lingkungan kerja sehingga kita tidak betah lagi dan apa yang kita kerjakan akhirnya jenuh dan tidak suka. Tapi kalau semua baik-baik saja dan kita merasa jenuh bisa jadi itu bukanlah karunia atau talenta kita, itu sebabnya kita kerjakan tidak terlalu lama dan mau mundur. Saya masih ingat ada seorang hamba Tuhan yang mengatakan dalam bukunya tentang "Panggilan dan Karunianya". Dia berkata, "Kalau yang kita kerjakan adalah sesuai dengan karunia kita, bukannya kita jenuh malahan kita selalu merasa senang melakukannya, kita justru merasa ada makna dari yang kita lakukan, ada artinya dan tidak sia-sia. Jadi saya kira kalau sampai kita cepat jenuh mungkin sekali ada masalahnya. Namun kalau kita berkata, "Mungkin sekali-sekali kita merasa bosan mengerjakan hal yang sama" itu normal, namun sekali lagi kalau kita tahu bahwa yang kita kerjakan ini juga bagian dari misi hidup kita, maka biasanya kita akan mendapatkan suatu kepuasan tersendiri.
GS : Mengenai misi hidup, kadang-kadang seseorang itu sulit untuk bisa menguraikan atau menjelaskan secara detail mungkin dia berkata, "Misi saya untuk memuliakan nama Tuhan" tapi saya rasa itu terlalu umum, Pak Paul.
PG : Saya berikan contoh, saya pernah mengenal seorang tante yang tidak bersekolah tinggi, orang yang sederhana, tapi dia gemar masak. Saya ingat sekali, dia memakai nama Marta jadi dia adalah Tante Marta dan anaknya adalah teman saya. Waktu kami berkumpul bersekutu dan sebagainya, dia selalu memasak. Dia selalu berkata bahwa, "Saya itu Marta, dan saya itu hanya bisa memasak". Memang kalau kita pikir memasak tidak ada kaitannya dengan dengan pekerjaan dan kemuliaan Tuhan, tapi si tante ini melihat bahwa apa yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang memang dia bisa persembahkan kepada Tuhan dan inilah yang bisa dilakukannya. Jadi waktu kita melakukan sesuatu dan kita bisa berkata bahwa, "Apa yang saya lakukan ini sesuatu yang bisa saya kembalikan kepada Tuhan, Tuhan sudah berikan saya kemampuan untuk memasak maka sekarang saya memasak dan saya mau lakukan untuk Tuhan". Di situlah orang menemukan misi hidupnya. Jadi kadang saya melihat orang tidak menemukan misi hidup, karena orang itu menargetkan yang terlalu tinggi yang tidak bisa dijangkaunya. Misi hidup tidak harus seperti itu, tapi misi hidup bisa sangat sederhana, dalam kehidupan saya, saya melihat diri saya sebagai orang yang diberikan misi untuk mau memelihara dan menambah kesehatan jiwa orang, memang tujuan akhirnya adalah untuk kemuliaan Tuhan, tapi secara spesifiknya saya melakukan itu lewat kesehatan jiwa. Jadi apa pun yang saya lakukan kalau saya tahu bisa menambah kesehatan jiwa orang, maka saya merasa bahagia karena saya tahu ini adalah misi hidup yang Tuhan telah berikan kepada saya.
GS : Tapi sekali pun kita sudah mengetahui dengan jelas apa talenta kita dan misi hidup kita tetapi dalam pelaksanaannya seringkali kita menemui banyak hambatan dan itu membuat kita ragu-ragu, "Apa betul saya melakukan pekerjaan ini", begitu Pak Paul.
PG : Ya, kadang-kadang hidup itu tidak lancar sehingga ada halangan-halangan atau masalah yang muncul sehingga akhirnya kita ragu ataukah ini dalam kehendak Tuhan atau tidak. Saya berikan contoh di Alkitab, Yusuf adalah contoh yang baik untuk kita bisa melihat bahwa Tuhan itu bekerja lewat segala situasi bahkan dalam situasi terburuk sekali pun. Yusuf harus dibuang, dia menjadi seorang budak dan akhirnya dia harus mendekam di penjara karena difitnah, itu berlangsung bukan berhari-hari atau berbulan-bulan tapi itu berlangsung mungkin sekali berbelasan tahun atau mungkin lebih dari dua puluh tahun dia harus hidup menderita seperti itu. Apakah yang terjadi pada Yusuf itu sesuai dengan talentanya, tidak ! Tidak ada yang bisa berkata "Menjadi seorang budak sesuai dengan talentanya". Tidak ada orang yang bisa berkata, "Menjadi seorang tahanan itu sesuai dengan talentanya" tidak ! Jadi tidak ada kaitannya dengan karunia Yusuf yakni dijadikan budak, dijadikan tahanan di penjara karena difitnah orang. Tapi kita tahu akhirnya Yusuf melihat bahwa semua itu merupakan bagian dari rencana Tuhan, itu sebabnya waktu di akhir hidupnya atau setelah ayahnya meninggal dunia, para saudaranya datang kepada dia dan takut kalau Yusuf akan membalas dendam, Yusuf berkata, "Tidak, saya tidak akan melakukan hal itu dan saya bukan Tuhan" dan dia berkata seperti ini, "Engkau mereka-rekakannya untuk kejahatan tapi Tuhan mereka-rekakannya untuk kebaikan" dan Yusuf tambahkan, "Tuhan memang sengaja mengutus dia pergi ke Mesir supaya nanti dia bisa menyediakan kebutuhan untuk keluarganya" karena kalau dia tetap tinggal di Kanaan, dan Yusuf tetap tinggal di Kanaan maka satu keluarga itu nanti akan punah. Maka rencana Tuhan nanti lewat umat-Nya Israel juga nanti akan terhalangi. Jadi Tuhan sudah merencanakan itu, memang lewat jalur yang sangat susah yaitu dia menjadi seorang budak dan sebagainya. Jadi dari sini kita bisa melihat bahwa misi hidup yang Tuhan berikan kepada kita akan jalan terus meskipun kadang-kadang kita harus melewati hal-hal yang sulit dan yang kita lakukan itu tidak menimbulkan kepuasan tapi merupakan kewajiban belaka. Jadi sekali lagi rencana Tuhan tetap bisa terjadi.
GS : Memang Yusuf adalah salah satu tokoh saksi iman yang kita bisa lihat, tapi yang penting adalah bagaimana kita menempatkan diri kita seperti Yusuf yang bisa tahu bahwa ini memang rencana Tuhan dan ini yang sulit, kadang-kadang kita berpikir, "Ini bukan rencananya Tuhan, tapi ini rencananya setan".
PG : Sudah tentu kalau kita dalam pekerjaan yang kita rasa tidak suka atau tidak cocok, maka tidak ada salahnya kita mencari pekerjaan yang lain, tapi kalau kita sudah mencoba dan pintu tidak dibukakan maka kita harus terima itu sebagai penetapan Tuhan dan ada rencana Tuhan bagi kita di situ. Saya ingat saya dulu bekerja di Rumah Sakit Jiwa selama 3 tahun. Setelah 1 tahun saya bekerja saya mulai resah dan saya mau mencari pekerjaan yang lain yaitu saya mau masuk ke klinik, sebab saya tidak mau lagi di Rumah Sakit Jiwa dan saya berpikir bekerja di klinik adalah pekerjaan yang baik dan penghasilan juga akan baik, namun pintu tidak dibukakan Tuhan. Kalau saya melihat ke belakang boleh dikata pengetahuan saya tentang kesehatan jiwa paling banyak saya peroleh lewat pengalaman bekerja di Rumah Sakit Jiwa sebab di situ saya berkesempatan menjumpai segala jenis penyakit jiwa. Itu adalah kewajiban saat itu bagi saya namun pada akhirnya saya melihat ternyata itu adalah bagian yang penting. Saya juga teringat pengakuan Dr. James Dobson, dia adalah psikolog Kristen yang merintis pelayanan yang namanya "Focus On The Family" di Amerika Serikat. Pada suatu ketika Yayasannya berkata, "Kita harus pindah dan kita tidak bisa lagi tinggal di California karena ongkos terlalu tinggi, mau pindah ke Colorado" jadi akhirnya mereka pindah ke Colorado. Masalahnya adalah istrinya, Shirley, tidak cocok di Colorado dan mau pulang kembali ke California, tapi tidak bisa karena organisasinya sudah pindah ke sana. Dr. Dobson cerita bahwa istrinya sering mengeluh. Suatu hari kata Dr. Dobson, istrinya mengeluh tidak betah di Colorado dan ingin pulang kembali ke California, dan tiba-tiba dia mendengar suara Tuhan berkata, "Shirley, yang Aku pentingkan bukanlah kebahagiaanmu tapi yang Aku pentingkan adalah apakah engkau berada dalam kehendak-Ku atau tidak". Begitu istrinya mendengar Tuhan berkata seperti itu, istrinya langsung diam dan mulai saat itu dia terima bahwa inilah penetapan Tuhan bahwa dia harus tinggal di Colorado demi kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan organisasi pelayanan suaminya itu, yang kalau tetap di California mungkin bisa ambruk atau mengalami kesulitan finansial. Jadi sekali lagi kita melihat di situ, jalan memang tidak bisa selalu lancar, kadang kita melakukan sesuatu atas dasar kewajiban, tapi tidak apa-apa karena rencana Tuhan tetap bisa berjalan lewat semua itu.
GS : Jadi kita tidak bisa menggunakan kepuasan atau kebahagiaan itu sebagai satu-satunya pedoman bahwa ini memang pekerjaan yang Tuhan kehendaki bagi kita, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi tidak apa-apa, sekali lagi saya katakan kita mencoba mencari pekerjaan yang lain, tapi selama pintu belum dibukakan maka terimalah ini sebagai penetapan Tuhan dan kalau memang inilah yang Tuhan tetapkan bagi kita, berarti ada sesuatu yang tengah Tuhan lakukan untuk kita, tapi yang paling penting adalah untuk Tuhan.
GS : Sebenarnya hal yang bisa kita lakukan atau pekerjaan yang bisa dikatakan itu bukanlah talenta kita adalah semangat untuk mau belajar sesuatu yang baru bahkan yang terasa asing bagi kita. Dengan kita mau belajar di sana kita mendapatkan kepuasan itu pada suatu saat.
PG : Tidak selalu kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan, adakalanya kita harus terjun di sebuah bidang di mana Tuhan ingin kita belajar hal yang baru dan siapa tahu dari situ nantinya kita dipakai Tuhan dalam bidang tersebut.
GS : Di sana dibutuhkan sebuah sikap atau sifat kesetiaan seseorang, kadang-kadang kita cepat-cepat lari dari sana, karena merasa kalau ini bukan bidangku dan cepat-cepat ditinggalkan, tapi kesetiaan itu sungguh teruji pada saat itu.
PG : Betul sekali. Jadi kadang-kadang kita hidup di dalam masyarakat yang serba instan dan kita ini ditekankan sekali bahwa semua harus efisien jadi artinya jangan buang waktu, tenaga dan sebagainya, tapi kadang-kadang Tuhan memang menempatkan kita di situasi di mana kita merasa ini bukan tempat kita, kita tidak mau di sini dan sebagainya. Namun jika tidak ada pintu lain yang dibukakan oleh Tuhan dan inilah pintu yang Tuhan bukakan maka kita harus terima, itu berarti ada yang Tuhan sedang lakukan yang mungkin sekali kita tidak akan bisa melihatnya sekarang ini, tapi baru kita akan sadari di kemudian hari.
GS : Kadang-kadang karena ketidaksabaran kita, kita mencoba mendobrak pintu yang Tuhan tidak bukakan, Pak Paul.
PG : Betul. Dan justru kita terjebur di kolam yang bisa merugikan kita. Saya masih ingat cerita dari seorang yang hadir dalam wisuda di Denver Seminary dimana Dr. Vernon Grounds memberikan pidatonya kepada para wisudawan di Denver Seminary. Dia berkata seperti ini, "Tuhan memanggil kita untuk menjadi setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses" jadi kita itu harus mengubah paradigma pemikiran kita, yang berharga di mata Tuhan bukanlah kesuksesan, yang berharga di mata Tuhan adalah kesetiaan. Jadi misalnya kita bekerja misalkan dianggap pekerjaan yang hina dan ada orang lain yang bekerja yang menganggap pekerjaannya itu sukses. Tuhan tidak melihat jenis pekerjaan, yang Tuhan akan lihat adalah kesetiaan, bagaimana kita telah melakukan pekerjaan itu dengan setia atau tidak. Jadi jangan sampai kita kecil hati karena Tuhan tidak mau mengukur kesuksesan kita. Yang Tuhan akan ukur adalah kesetiaan kita.
GS : Itu yang memberikan semangat baru pada kita ketika kita melihat ada orang yang begitu tekun dengan pekerjaannya walaupun penghasilannya rendah, tapi dia merasa bahagia dan dia tahu itu berguna bagi orang lain.
PG : Betul sekali. Jadi yang penting adalah jangan sampai kita ini akhirnya terlindas oleh nilai-nilai duniawi yang mementingkan kesuksesan yang penting cepat, pada usia berapa kita harus menghasilkan uang seberapa banyak dan sebagainya. Tidak seperti itu, hal itu dihargai oleh dunia, tapi kita hidup sesuai dengan apa yang dihargai oleh Tuhan.
GS : Jadi sebenarnya kalau kita punya konsep yang benar tentang pekerjaan, setiap kita bisa bekerja dan tidak ada ceritanya kita menjadi pengangguran karena Tuhan sudah menyediakan semua itu bagi kita, Pak Paul.
PG : Betul sekali.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan sehubungan dengan hal ini ?
PG : Saya akan bacakan dari Pengkhotbah 9:10, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi". Firman Tuhan benar-benar mendorong kita untuk bekerja melakukan sesuatu. Apa yang bisa kita kerjakan maka kita kerjakan sebab sekali lagi yang nanti Tuhan akan lihat adalah kesetiaan kita, di pintu surga Tuhan tidak akan bertanya apa pekerjaanmu, berapa gajimu dan sebagainya, dan pujian yang akan diberikan Tuhan pada para hamba-Nya adalah sederhana yaitu "Kau adalah hambaku yang baik dan setia". Baik menunjuk pada karakter moral seseorang, kesetiaan menunjukkan seberapa dia bertahan di dalam kesulitan dan kewajibannya.
GS : Perbincangan ini tentu belum selesai karena Pak Paul katakan ada 3 faktor dan kita baru membahas satu faktor yaitu tentang Kepuasan versus Kewajiban. Jadi masih ada dua lagi yang akan kita bicarakan tapi karena keterbatasan waktu maka kita harus akhiri perbincangan ini. Terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sikap Kristiani dalam Pekerjaan" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.

Ringkasan:

Bekerja adalah bagian hidup yang penting. Hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Itu sebabnya kepuasaan dalam pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar.
Berkaitan dengan pekerjaan, setidaknya ada tiga faktor yang kerap menjadi ketegangan (tension), yaitu

  1. kepuasan versus kewajiban,
  2. ideal versus realistik, dan
  3. benar versus salah.
  4. Sekarang marilah kita melihatnya satu per satu.

KEPUASAN VERSUS KEWAJIBAN

Pada dasarnya kita mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan merupakan ekstensi atau kepanjangan diri kita. Ekstensi atau kepanjangan diri melibatkan sedikitnya dua unsur: (a) karunia atau talenta dan (b) misi hidup.
Pada umumnya kita baru mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta yang kita miliki.
Pada kenyataannya Tuhan tidak selalu menyediakan pekerjaan yang membawa kepuasan. Sebab, tidak selalu kita mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan talenta yang kita miliki.
Pada waktu itu terjadi, tidak bisa tidak, bekerja berubah menjadi kewajiban, bukan lagi kepuasan. Singkat kata kepuasan dari misi hidup tidak harus senantiasa lahir dari kepuasan dari kesesuaian talenta. Bisa jadi kita tengah melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak membawa kepuasan namun itulah tempat yang dikehendaki Tuhan bagi kita guna penggenapan rencana-Nya.

Berikut adalah dua contoh yang meneguhkan hal ini. Oleh karena kejahatan saudara-saudaranya, Yusuf harus hidup di dalam penderitaan berbelasan tahun (atau bahkan lebih) dan melakukan pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya yaitu menjadi seorang budak. Bahkan di penggalan akhir dari masa kelamnya, ia harus mendekam di penjara. Namun itulah tempat yang ditetapkan Tuhan baginya. Ketika ia berkumpul kembali dengan keluarganya dan melewati masa kekeringan yang berkepanjangan, barulah Yusuf mengerti mengapa Tuhan menempatkannya di tempat yang tidak pernah diimpikannya itu. Tuhan mengutusnya untuk pergi ke Mesir agar ia dapat menyediakan kebutuhan keluarganya di masa paceklik berkepanjangan. Singkat kata, Yusuf menemukan kepuasan karena ia melihat misi hidup dari apa yang dijalankannya.

Contoh kedua adalah Shirley Dobson, istri dari Dr. James Dobson, psikolog Kristen di Amerika yang merintis pelayanan Focus on the Family. Pada suatu saat yayasan Focus on the Family memutuskan untuk memindahkan kantor pusat mereka dari California ke Colorado oleh karena alasan finansial. Dr. Dobson dan istrinya telah hidup berakar di Los Angeles, California. Jadi, keputusan relokasi bukan keputusan yang mudah bagi mereka, terutama bagi Shirley Dobson. Namun, ia tetap taat dan bersedia pindah ke Colorado Springs, Colorado, meninggalkan kehidupan yang lama. Pada tahun-tahun pertama Shirley Dobson mengalami ketidakpuasan yang dalam. Ia sangat tidak bahagia dan kehilangan teman serta kehidupan yang lama di California. Dr. Dobson bercerita, di suatu pagi istrinya merasa sedih dan mengeluarkan uneg-uneg hatinya kepada Dr. Dobson. Nah, di saat itu tiba-tiba Shirley mendengar Tuhan berkata kepadanya, "Shirley, Aku tidak mementingkan kebahagiaanmu. Namun Aku mementingkan apakah engkau hidup di dalam kehendak-Ku atau tidak." ("I am not concerned with your happiness but I am concerned with whether or not you are in My will.") Pada saat itulah Shirley Dobson mengambil keputusan untuk tidak lagi mengeluh dan untuk sepenuhnya menerima kehendak Tuhan baginya.

Jadi, kesimpulannya adalah kadang Tuhan menempatkan kita di pekerjaan yang sesuai talenta tetapi adakalanya Ia menempatkan kita di pekerjaan yang tidak sesuai dengan talenta. Bila itu terjadi, kita harus tetap menemukan dan berpegang pada misi hidup yaitu menggenapi rencana Tuhan lewat apa yang dikerjakan.

Di dalam pesannya kepada para wisudawan/wisudawati Denver Seminary di tahun 1979, Dr. Vernon Grounds mengingatkan, "Tuhan memanggil kita untuk setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses." ("God calls us to be faithful, not necessarily to be successful.") Pada waktu pekerjaan berubah menjadi kewajiban, di saat itulah kita ditantang untuk setia.

IDEAL VERSUS REALISTIK

Idealnya kita bekerja melakukan pekerjaan yang sesuai talenta dan bekerja di dalam lingkungan yang mendukung. Maksud saya, kita bekerja dengan manajemen yang terstruktur rapi di mana kebijakan dilaksanakan dengan adil untuk kepentingan bersama. Dan satu hal lagi: Kita bekerja dengan teman-teman yang ramah, saling tolong, dan tidak ambisius. Namun pada kenyataannya, tidak selalu kita mendapatkan lingkungan kerja seperti itu. Kadang kita ditempatkan di lingkungan yang tidak mendukung sama sekali. Pada waktu kita harus berada di lingkungan kerja yang tidak kondusif, biasanya kita merasa tertekan. Kita berusaha untuk mengadakan perbaikan tetapi tidak selalu usaha memperbaiki membawa hasil yang diharapkan. Kadang justru sebaliknya yang terjadi: Kita malah dikucilkan! Alkitab memberi kita dua contoh dari satu orang yang sama yaitu Daniel.

Daniel melayani tiga raja: dua dari Kerajaan Babilonia yaitu Nebukadnezar dan putranya Belsyazar, satu dari Kerajaan Persia yakni Darius. Dapat disimpulkan ketiganya adalah penguasa yang mengidolakan diri sendiri dan kejam. Sebagai seorang bawahan dan jajahan, Daniel harus mengabdi kepada ketiganya. Satu hal lagi, pada masa Darius, ia harus bekerja sama dengan rekan yang iri dan berniat mencelakakannya. Singkat kata Daniel bekerja di lingkungan kerja yang jauh dari ideal. Itu sebabnya ia harus bersikap bijaksana dan realistik. Sewaktu Nebukadnezar berniat membunuh semua orang bijak di negerinya karena mereka tidak bisa memberi makna terhadap mimpinya, Daniel berhasil meyakinkan atasannya untuk memberinya kesempatan mengartikan mimpi raja. Singkat kata, Tuhan memakai Daniel menghentikan niat raja membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah. Tuhan pun memakai Daniel menjadi mulut-bibir Tuhan kepada para raja ini. Kepada masing-masing raja Tuhan mempunyai pesan dan Tuhan memakai Daniel untuk menjadi penyampai pesan kepada mereka. Namun memang untuk dapat bertahan, Daniel harus bersikap realistik; ia tidak bisa menuntut para raja ini untuk memerintah sesuai kehendak Tuhan. Ia harus menerima mereka sebagai orang berdosa yang akan berbuat dosa. Di dalam lingkungan kerja yang tidak kondusif Daniel menggenapi rencana Allah.

Sebagai pedoman ada beberapa hal yang dapat kita lakukan di dalam lingkungan kerja yang tidak ideal. Pertama, kita seyogianya menerapkan Kolose 3:23, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Dengan kata lain kita alihkan pandangan mata dari atasan atau rekan atau kebijakan kepada Tuhan. Kita tidak lagi melihat manusia, tetapi kita melihat Tuhan. Kita tidak bekerja bagi manusia, tetapi bagi Tuhan. Kita mengatakan kepada diri sendiri bahwa selama kita bekerja dengan manusia, kita akan terus menjumpai ketidakadilan dan ketidakberesan. Itu sebabnya kita tidak lagi mempersoalkan mereka; kita bekerja hanya untuk Tuhan sebab Dia-lah yang menilai pekerjaan kita.

Namun saya pun mafhum bahwa tidak selamanya kita dapat melakukannya. Kadang tekanan menjadi terlalu besar dan kita tidak lagi dapat bekerja secara efektif. Di dalam situasi itu, daripada kita terus protes dan menambahkan ketegangan di dalam lingkungan kerja, lebih baik kita mengundurkan diri. Kita dapat mengundurkan diri sepenuhnya atau jika memungkinkan, sebagian saja. Maksud saya dengan sebagian adalah, kita hanya mengundurkan diri dari situasi yang paling tidak memungkinkan kita bekerja secara efektif.

BENAR VERSUS SALAH

Adakalanya kita bekerja di tempat di mana kita dapat menyalurkan talenta dan di dalam lingkungan teman yang memperhatikan kita. Namun jenis pekerjaan yang dilakukan adalah tidak benar. Misalkan, kita bekerja di bidang pembukuan yang memang sesuai dengan karunia. Kita pun dikelilingi rekan yang baik kepada kita. Masalahnya adalah kita bekerja di perusahaan yang terlibat dalam pencucian uang, di mana uang yang masuk dan keluar adalah hasil dari kejahatan.

Pada waktu kita diminta untuk melakukan jenis pekerjaan yang tidak benar atau melakukan pekerjaan dengan tidak benar, kita harus menolaknya. Sewaktu Daniel diminta untuk menyembah raja, ia menolak dan tetap menyembah Allah. Sebagai akibatnya ia dilempar ke goa singa. Pada waktu ketiga teman Daniel—Sadrakh, Mesakh, dan Abednego—diwajibkan menyembah patung buatan Nebukadnezar, mereka pun menolak dan sebagai akibatnya dilempar ke dapur api.

Tidak selalu kita bisa mengubah lingkungan kerja dan orang-orang yang bekerja bersama kita. Kadang kita terpaksa bersikap realistik dan membiarkan mereka. Daniel dan ketiga temannya harus bersikap realistik dan menerima ketidakbenaran terjadi di sekitar mereka. Sedapatnya mereka berbuat sesuatu untuk mengurangi ketidakbenaran namun sudah tentu tidak selalu mereka dapat melakukannya. Mereka dapat menghentikan Nebukadnezar membunuh orang bijak di Babilonia tetapi mereka tidak dapat menghentikan Nebukadnezar memaksa rakyat menyembah patung. Namun tatkala mereka sendiri yang dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah, mereka menolak.

Tuhan Yesus mengingatkan di Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga." Apabila kita berpartisipasi di dalam kegelapan, kita akan menjadi gelap pula. Dan, sampai kapan pun orang di dalam lingkungan itu tidak akan dapat melihat terang Tuhan bercahaya di depan mereka. Dengan kita menolak, kita menjadi saluran cahaya Tuhan yang kudus. Memang kita mungkin harus kehilangan pekerjaan itu tetapi setidaknya kita tidak harus kehilangan terang Tuhan.


Questions: