Remaja dan Iman
Sumber: telaga
Id Topik: 1052
Abstrak:
Salah satu misteri dalam hidup adalah bagaimanakah seseorang dapat sampai pada iman kepercayaannya. Tiga hal yang bisa kita petik di sini mengenai iman kepercayaan kita- Pada kenyataannya kita tidak mewariskan iman, kita hanya dapat mengajarkan tentang iman.
- Iman mengandung dua unsur yaitu percaya (pada apa yang diajarkan) dan berserah (kepada pemeliharaan dan kehendak Tuhan).
- Anak bukanlah tabung kosong yang pasif dan menunggu untuk diisi, anak memunyai kehendak dan pilihan.
Transkrip:
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Remaja dan Iman". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
DL : Pak Paul, saya ingin bertanya bagaimanakah seorang remaja dapat sampai pada iman kepercayaan yang diajarkan orang tuanya kepada mereka ?
PG : Bu Dientje, memang salah satu misteri dalam hidup adalah bagaimanakah seseorang itu bisa sampai kepada iman kepercayaannya sebagai pengikut Tuhan kita Yesus Kristus, kita berusaha menaati perintah Tuhan yang dititipkan di Kitab Ulangan 6:6 yang berkata, "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu". Nah, inilah yang Tuhan telah titipkan kepada kita dan kita mencoba untuk menaatinya namun pada kenyataannya kita hanya dapat mengusahakannya. Apakah dan bagaimanakah anak akhirnya memeluk iman kepercayaan kita tidaklah sepenuhnya berada dalam kendali kita. Marilah kita melihat hal ini dengan lebih seksama supaya kita bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi sampai seseorang terutama anak remaja kita itu bisa sampai kepada iman kepercayaannya.
GS : Masalahnya kadang-kadang pada masa anak-anak mereka mengikut saja, Pak Paul, dengan orang tuanya diberitahu, diajarkan dan sebagainya tetapi baru kelihatan setelah anak itu remaja. Apakah memang hal ini sering terjadi seperti itu dan umum ?
PG : Sangat umum, jadi kebanyakan memang anak-anak itu mulai mempertanyakan iman kepercayaannya di usia remaja. Kalau misalkan si anak mendapatkan kejelasan dalam perjalanan imannya, dia akan terus mengikuti tapi misalkan dalam masa itu dia mengalami goncangan-goncangan tertentu atau juga mendapatkan pengaruh-pengaruh lain bisa saja pada saat remaja lah si anak mulai berontak dan akhirnya menolak iman kepercayaan orang tuanya.
GS : Tetapi memang perintah Tuhan yang ada di Ulangan 6:6 harus dilakukan ketika anak itu masih kecil, sedini mungkin maksudnya, Pak Paul.
PG : Betul sekali jadi bukanlah dalam pengertian secara formal kita mengajak anak-anak tentang Tuhan tetapi dalam konteks hidup yang lebih apa adanya. Jadikanlah firman Tuhan itu bagian hidup kita dan secara terencana bagikanlah kepada anak-anak. Biarlah anak-anak mengerti dan mendengar tentang siapakah Tuhan yang kita percayai itu.
GS : Bahkan ada orang tua yang mengajak bayi yang dikandungnya berdoa, Pak Paul, apakah hal itu perlu dilakukan seperti itu ?
PG : Mendoakan bayi sudah tentu baik dan perlu jadi kita meminta agar Tuhan menyertai anak kita, memberikan kepadanya kesehatan dan tuntunan dalam hidupnya. Sudah tentu itu baik sekali.
GS : Tetapi masalahnya yang tadi Pak Paul katakan, itu tidak semua dalam kendali kita. Ada hal-hal lain yang memengaruhi, apa saja, Pak Paul ?
PG : Jadi ada beberapa hal yang kita mesti sadari sehingga dalam kita mencoba untuk mengenalkan anak kita kepada Tuhan kita Yesus Kristus, kita bisa juga mengerti prosesnya. Sebab kadang kala karena kita kurang memahami prosesnya akhirnya terjadilah salah langkah, bukannya hasil yang kita harapkan yang kita dapatkan justru kebalikannya. Yang pertama yang kita mesti sadari adalah pada kenyataannya kita tidak mewariskan iman. Kita hanya dapat mengajarkan tentang iman, memang dalam pembicaraan atau mungkin sering juga dalam khotbah kita mendengar istilah kita wariskan iman kita kepada anak-anak, biarlah anak-anak kita mewarisi iman kepercayaan kita tetapi sebetulnya tidak bisa kita mewariskan iman. Itu sebabnya firman Tuhan yang baru saja kita baca di Kitab Ulangan 6:6, "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu". Tuhan tidak berkata mewariskan melainkan mengajarkan. Mengapa tidak bisa mewariskan iman ? Sebab iman itu keluar dari dalam diri bukan datang atau disuntikkan dari luar, iman adalah respons terhadap apa yang dialami oleh seseorang dalam hal ini pengalaman yang berhubungan dengan Tuhan. Jadi anak tidak dapat mewarisi iman orang tuanya, ini bukan masalah seperti mewarisi harta, mewarisi buku dari orang tua kita yang memang kita bisa terima, tapi iman tidak bisa. Iman bukan kita import dari luar dan dimasukkan ke dalam diri kita. Pengetahuan dapat kita terima tetapi iman tidak bisa, anak sendirilah yang harus memberikan respons terhadap penyataan dan perbuatan Tuhan dalam hidupnya. Tugas kita sebagai orang tua hanyalah mengajarkan tentang Tuhan kita Yesus Kristus lewat firman-Nya dan pengalaman hidup agar anak mengenal Tuhan. Sekali lagi tugas kita adalah membawanya kepada Tuhan, tetapi apakah pada akhirnya dia akan memberi respons iman kepada Tuhan, itu adalah keputusan pribadinya sendiri.
GS : Dengan mengajarkan berulang-ulang sebenarnya orang tua sedang mentransfer apa yang dia miliki, memang tidak bisa diwariskan seperti sebuah benda yang diserahkan kepada anak itu, tetapi pengertian tentang iman bisa ditransfer, Pak Paul ?
PG : Sebenarnya yang ditransfer pengetahuannya tetapi apakah anak itu nantinya akan memiliki iman, itu soal kedua dan sebelumnya kita juga akan memiliki iman, apakah anak itu akan memercayai yang kita katakan dan menyetujuinya, itu juga sebetulnya sudah di luar kendali kita.
DL : Jadi kita harus mendoakan agar apa yang kita ajarkan betul-betul bisa diterimanya.
PG : Betul, jadi memang kita menyadari bahwa kita sangat terbatas. Kita tidak bisa mentransfer iman, menumbuhkan atau menciptakan iman pada diri anak-anak kita meskipun itulah kerinduan hati kita tetapi memang tidak bisa.
GS : Di sana yang dikatakan Kitab Suci bahwa iman itu adalah suatu anugerah dari Tuhan, pemberian dari Tuhan jadi kalau benih itu sudah diberikan oleh Tuhan maka tanggungjawab kita sebagai orang tua untuk menyirami dan memupuk supaya iman itu terus bertumbuh, Pak Paul.
PG : Tetapi bagaimanakah bertumbuhnya, prosesnya pertemuan itu mengapa dia bertumbuh, itu di luar jangkauan kita.
GS : Itu yang Rasul Paulus katakan, Tuhan yang menumbuhkan, kita hanya bisa menyiram, kita bisa menanam tetapi Allah yang menumbuhkan. Termasuk iman di dalam diri anak-anak ini, Pak Paul. Tetapi kita sebagai orang tua tidak bisa membiarkan anak itu memilih imannya sendiri karena ada kecenderungan yang lain, orang tua tidak mau mengajarkan berulang-ulang seperti ini dengan alasan nanti kalau besar biarkan memilih sendiri. Tanggapan yang seperti itu menurut Pak Paul bagaimana ?
PG : Kita bertanggungjawab menaati perintah Tuhan dan dengan jelas firman Tuhan memang memberikan perintah itu kepada kita agar kita mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak kita. Apa yang harus kita ajarkan yaitu apa yang Tuhan telah perintahkan lewat firman-Nya, tentang siapakah Tuhan, tentang apakah kehendak Tuhan, semua itu yang kita harus ajarkan kepada anak-anak kita. Jadi kalau kita berkata, "Biar anak kita pilih sendiri" saya kira kita nomor satu sudah bersalah karena kita tidak menaati perintah Tuhan yang meminta kita untuk mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak kita.
GS : Atau menyerahkan pengajaran itu kepada pihak lain misalnya guru Sekolah Minggu atau guru di sekolahnya tetapi orang tua sendiri sebagai yang bertanggungjawab, lepas tangan, Pak Paul.
PG : Ini disayangkan karena guru pertama yang anak kenal adalah orang tua, maka Tuhan memberikan tugas pertama-tama kepada orang tua, karena orang tua menempati posisi paling strategis dalam kehidupan anak. Belum ada yang menyentuh hidup anak sedekat itu dan terlibat dalam kehidupan anak seaktif itu, selain orang tua. Benar-benar yang memang berkesempatan untuk bisa membagikan pengetahuan tentang Tuhan itu adalah orang tua.
GS : Mungkin ada hal lain, Pak Paul, yang memengaruhi mengapa kita tidak bisa mewariskan iman kita ?
PG : Yang kedua, iman itu mengandung 2 unsur; pertama, unsur percaya kepada apa yang diajarkan misalkan orang tua berkata kepada anak, "Tuhan itu Maha Pengasih". Anak mendengar perkataan tersebut, yang pertama yang harus dilakukan adalah menimbang apakah ia akan memercayai perkataan tersebut. Jadi iman berawal dari percaya atau tidak kepada apa yang telah diajarkan. Yang kedua adalah unsur berserah kepada pemeliharaan dan kehendak Tuhan. Satu hal kita berkata, "Oke, saya percaya Tuhan itu Maha Pengasih" tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari kita tidak memercayai dalam pengertian kita tidak menyerahkan hidup kita pada tangan pemeliharaan Tuhan yang kita yakini penuh kasih, sebab kita memunyai anggapan, "Oh, Tuhan itu sebetulnya bisa meninggalkan kita, membiarkan kita hidup sembarangan akhirnya kita rusak hidupnya atau melarat hidupnya". Apakah kita sungguh-sungguh akan menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, itu soal kedua. Iman memunyai 2 dimensi itu. Anak sudah tentu tidak mungkin percaya bila tidak mengetahui siapakah Tuhan. Itu sebabnya tugas kitalah mengajarkannya kepadanya tentang Tuhan dan keselamatannya dalam Yesus Kristus. Namun apakah dia memercayai apa yang diajarkan, itu di luar jangkauan kita. Setelah anak memercayai, anak juga harus naik ke tahapan berikut yaitu berserah. Anak mesti secara pribadi menyerahkan hidup dan kehendaknya kepada Tuhan. Dengan perkataan lain, satu hal kita memercayai tentang Tuhan, hal lain kita memercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Dia. Masalahnya adalah untuk sampai pada tahap penyerahan diperlukan proses yang kadang panjang, adakalanya kita sebagai orang tua tidak sabar, anak sudah cukup mengetahui tentang Tuhan tetapi tidak kunjung menyerahkan segenap hidupnya kepada Tuhan sebab ternyata penyerahan membutuhkan waktu dan situasi tertentu. Dengan perkataan lain, pengalaman pribadi si anak itu sendiri memainkan peran besar dalam keputusannya menyerahkan hidup pada pemeliharaan dan kehendak Tuhan.
DL : Pak Paul, kalau anak itu hanya memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan waktu masih kecil, pada waktu dia sakit didoakan kemudian sembuh. Tapi setelah remaja dia kurang mengalami pengalaman pribadi dengan Tuhan dan imannya labil, kapan dia bisa mengalami pengalaman iman ?
PG : Memang kita tidak bisa menciptakan pengalaman itu, jadi dalam hal ini kita hanya bisa terus mendoakan agar dia akhirnya harus berjumpa dengan Tuhan lewat pengalaman pribadinya. Saya melihat ada orang yang ikut saja tetapi tidak pernah memunyai sungguh-sungguh pengalaman pribadi, benar-benar berjumpa dengan Tuhan, benar-benar menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Meskipun dari luar tampaknya Oke-Oke saja, tetapi sesungguhnya fondasinya agak kurang kuat, Bu Dientje. Justru yang kuat adalah anak-anak yang mungkin saja di awalnya mempertanyakan, tidak sepenuhnya bisa percaya tapi kemudian pada suatu ketika mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan lewat kehidupannya, itu benar-benar mengubah hidupnya dan bahkan meletakkan dasar yang kuat dalam dirinya untuk terus ikut Tuhan.
GS : Memang langkah pertama yang bisa kita pantau dalam diri anak itu adalah percaya itu tadi, Pak Paul, karena ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antara percaya dan berserah. Orang tidak mungkin berserah kalau ia tidak percaya dan orang yang percaya sudah pasti berserah, begitu Pak Paul.
PG : Percaya pada apa yang diajarkan itu tahap pertama dan mungkin meskipun bisa panjang namun itu lebih bisa dikendalikan, lebih bisa diusahakan. Misalkan kita menjelaskan kepada anak bahwa "kalau kamu mengalami kesulitan jangan sampai ragu, datang kepada Tuhan, Dia pasti mendengar doamu dan menolongmu". Mungkin saja anak mendengar hal itu, dia percaya, "OK, Tuhan itu seperti yang digambarkan oleh orang tuanya akan siap menolong dia", namun pada saat dia benar-benar berhadapan dengan situasi di mana dia harus memilih antara mengusahakan dengan kepandaian, kecakapannya sendiri atau mempercayakannya kepada pemeliharaan Tuhan, di situlah baru ia harus mengalami ujian. Apakah dia benar-benar menyerahkan hidupnya kepada Tuhan ? Anak-anak yang tidak melewati hal-hal ini atau melewati lalu memilih tidak memercayai Tuhan, pada akhirnya kepercayaannya kepada Tuhan mulai luntur, itu kadang-kadang kita saksikan. Anak-anak waktu masih kecil ikut saja, percaya saja, makin hari makin tidak sebab besar kemungkinan waktu dia berhadapan dengan situasi di mana dia semestinya berserah, dia memilih tidak. Semakin banyak dia memilih tidak berserah, makin banyak ia menguras kepercayaan yang tadinya sudah ada dalam hatinya.
GS : Memang di situ peran orang tua besar sekali, ketika kita melihat bahwa anak kita hidup dalam pergumulan yang berat dan dia harus memilih seperti itu sebenarnya peran orang tua adalah mengarahkan anak ini untuk hidup berserah kepada Tuhan. Kalau tidak maka besar kemungkinan anak itu memilih jalannya sendiri, mengatasi dengan caranya sendiri dan berhasil, sehingga dia merasa bahwa dengan caranya sendiri dia berhasil. Dengan demikian dia mulai mengabaikan Tuhan.
PG : Memang sekali lagi perlu kedekatan antara orang tua dan anak sehingga orang tua bisa mengikuti perkembangan atau pergumulan iman anaknya. Saya mengenal seseorang yang anaknya begitu ambisius padahal anak ini dibesarkan dalam keluarga Kristen, diajarkan tentang Tuhan Yesus dan dibawa ke Sekolah Minggu dan sebagainya, tetapi begitu sudah menginjak dewasa benar-benar fokus hidupnya hanya pada satu yaitu uang dan saya kira, inilah saatnya si anak mengambil keputusan tetapi dalam kondisi itu dia selalu mengambil keputusan pokoknya kejar uang, kejar uang ! Kalau orang tua tidak terlibat dekat dan terus mendorong anak untuk "jangan ya kamu terlalu mengejar, kamu harus mengerem, kamu harus berserah bahwa Tuhan pasti akan mencukupi", kalau orang tua tidak memberikan tanggapan-tanggapan itu memang betul tadi Pak Gunawan berbicara, anak ini lama-lama makin hanyut.
GS : Apakah ada faktor lain, Pak Paul, yang membuat seorang anak atau remaja itu sulit beriman ?
PG : Yang ketiga adalah ini, Pak Gunawan, kita harus menyadari bahwa anak itu bukan tabung kosong yang pasif dan hanya menunggu untuk diisi, tidak demikian. Anak itu memunyai kehendak dan pilihan, adakalanya ia memilih untuk merumuskan dan akhirnya memilih iman kepercayaannya yang berbeda bahkan adakalanya anak memilih untuk tidak memercayai apa pun. Semua ini memperlihatkan dan mengingatkan kita bahwa anak adalah pribadi yang terpisah dari kita. Keselamatan melalui Tuhan kita Yesus Kristus tidak diberikan per kelompok tetapi pribadi lepas pribadi. Pada akhirnya anak sebagai pribadi yang utuh dan terpisah harus mengambil keputusannya sendiri, dia menerima atau menolak. Intinya sekali lagi saya ingin garisbawahi bahwa kita tidak bisa membuat anak percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus, kita hanya dapat membawanya kepada Tuhan kita Yesus Kristus.
DL : Bagaimana kalau anak itu memilih, tidak percaya apa pun, tidak percaya siapa pun bahkan tidak ke gereja, apakah orang tua hanya mendoakan dia karena diajak ke gereja tidak mau, lalu apa yang harus diperbuat orang tua selain berdoa ?
PG : Sudah tentu anak yang memang sudah mengeraskan hati tidak akan suka kalau orang tua terus memberitahukan dia "Kamu jangan begini, kamu harus percaya", anak tidak akan suka, si anak malah akan memberontak. Jadi dalam kondisi seperti itu yang terbaik kita memang harus berdoa untuk si anak, kita mesti yakin Tuhan mendengarkan doa kita dan akan bekerja dalam hidup si anak. Kedua, kita sendiri harus menjadi wakil Kristus yang tepat dalam hidupnya. Jangan sampai anak itu melihat, mama atau papa hanya bisa suruh saya ke gereja, tetapi lihat kehidupan papa mama sendiri memunyai kehidupan seperti itu. Kita mesti menjadi saksi Tuhan yang mewakili Tuhan secara utuh dan tepat, supaya anak-anak bisa berkata, "Orang tua saya hidup seperti ini, begitu baik begitu rukun, penuh cinta kasih" sehingga dia tetap mengingat bahwa ini adalah hasil dari iman orang tua saya kepada Tuhan, sehingga akhirnya hidupnya baik dan lurus. Itu yang kedua. Yang ketiga adalah kalau ada kesempatan kita masih bisa berkata sesuatu, katakanlah tetapi sesingkat mungkin misalnya dia sedang mengalami suatu persoalan, "Nak aku akan doakan kamu ya supaya Tuhan menolong", kemudian setop di situ. Kita tidak berkata kepadanya, "Kamu harus berdoa, jangan kamu lalai berdoa". Atau "Kamu mengalami masalah karena kamu jauh dari Tuhan karena itu sekarang Tuhan menghukum kamu", jangan, kata-kata seperti itu akan makin membuat anak tawar tidak mau mendengarkan kita. Katakan dengan singkat, "Nak, saya akan doakan kamu".
GS : Pak Paul, ada kejadian di mana anak di keluarga yang non-Kristen tapi anak ini menjadi percaya kepada Tuhan Yesus entah karena di sekolah atau di mana, tetapi anak ini percaya kepada Tuhan Yesus, bahkan mengajak orang tuanya untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Jadi terbalik yang terjadi.
PG : Benar-benar dalam hal-hal ini kita menyadari bahwa anak memang pribadi yang terpisah, apa pun yang kita lakukan kalau memang pada akhirnya dia memilih untuk menolak, kita juga susah untuk bisa terus merangkul dia. Tapi kalau misalkan kehidupan kita yang bermasalah sehingga anak itu menolak, sudah tentu itu yang kita coba untuk bereskan. Seperti tadi kata Pak Gunawan, adakalanya justru ada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak mengenal Tuhan kita Yesus Kristus tapi akhirnya dalam perkembangannya dia bisa mengenal Tuhan dan bisa juga mengenalkan Tuhan Yesus kepada keluarganya pula.
GS : Berarti itu ada faktor dari luar rumah itu sendiri, Pak Paul ? Bukan diajarkan oleh orang tuanya tetapi ada orang lain yang dipakai Tuhan untuk membuat anak ini percaya kepada Tuhan Yesus.
PG : Sudah tentu sama seperti yang telah kita bicarakan, orang di luar atau temannya hanya bisa membawanya kepada Tuhan, mengenalkannya tentang siapakah Tuhan, tetapi apakah dia percaya atau tidak, mau ikut atau tidak sekali lagi itu terserah dia juga.
DL : Pak Paul, kalau firman Tuhan mengatakan, "Percayalah akan Tuhan Yesus maka seisi rumahmu akan selamat", itu kita percaya memang iman itu anugerah, bisa satu keluarga bisa selamat, Pak Paul ? Maksud saya walaupun anak ini keras tetapi pada saatnya dia akan dimenangkan, bisa begitu, Pak Paul ?
PG : Saya terus terang tidak berani mengatakan seperti itu sebab tentang firman Tuhan yang tadi Ibu Dientje kutip, yang dikatakan oleh Paulus kepada kepala penjara memang itu bukanlah janji yang berlaku untuk semuanya sebab hanya ada itu kali saja diucapkan oleh Paulus, bukanlah sesuatu yang diajarkan terus-menerus oleh Alkitab bahwa kalau satu orang percaya pasti semua akan percaya, tidak demikian. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, "Aku datang untuk memisahkan ayah dari anaknya, ibu dari anaknya" artinya akan ada orang yang menerima-Nya dalam satu keluarga itu, ada juga yang akan menolaknya sehingga keluarga itu tidak lagi bisa sama-sama, karena yang satu akan memilih Tuhan kita Yesus Kristus, yang satu lagi menolak. Itulah konsekwensi dari kedatangan Tuhan Yesus, Dia tidak menjanjikan pastilah semuanya satu keluarga akan mengenal dan menerima Dia. Dia berkata dengan jelas, "Dia datang membawa pedang yang memisahkan anggota-anggota keluarga, karena pilihan untuk mengikut Yesus seringkali menjadi pilihan yang memisahkan seseorang dari orang-orang lain. Jadi yang Paulus katakan di situ, saya lebih percaya bahwa itu yang terjadi pada keluarga kepala penjara itu, bukan berarti berlaku untuk semua orang. Memang kalau itu harus terjadi pada keluarga kita sudah tentu akan menghancurkan hati kita, tapi kita tidak akan berhenti berdoa, berharap sampai titik terakhir.
GS : Pak Paul, memang kita berharap anak-anak kita beroleh anugerah keselamatan melalui Tuhan Yesus, tetapi ini sesuatu hal di luar kendali kita artinya kita tidak bisa mengendalikan sepenuhnya. Namun kesimpulan apa yang ingin Pak Paul sampaikan kepada kita semua yang bisa menguatkan kita untuk tetap mematuhi firman Tuhan dalam Ulangan 6:6 itu ?
PG : Tugas kita adalah mengajarkan anak tentang Tuhan lewat firman-Nya, apa yang diajarkan kepada anak dapat diibaratkan seperti batu fondasi, memang pada akhirnya anak dapat mengembangkan iman kepercayaan yang berbeda namun jika kita telah meletakkan batu fondasi dengan benar, besar kemungkinan anak akan membangun rumah imannya di atas batu fondasi tersebut. Itulah yang mesti kita lakukan, meletakkan batu fondasi yang tepat sehingga anak nanti lebih besar kemungkinannya akan membangun rumah iman di atas batu fondasi tersebut.
GS : Dan itu dengan suatu cara mengajarkan berulang-ulang di dalam setiap kesempatan. Kitab Ulangan mengatakan, dimana pun kita berada dan dengan cara apa pun. Artinya harus ada usaha yang keras, Pak Paul ?
PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Remaja dan Iman". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.