BETA
Hikmat Dalam Bersahabat I
Sumber: telaga
Id Topik: 1040

Abstrak:

Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Di sini kita bisa melihat Firman Tuhan dan memetik tujuh pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan, dua diantaranya adalah (1) berhati-hati memilih sahabat, (2) Oleh karena persahabatan didirikan di atas kesetiaan, maka kita pun harus mengembangkan sikap setia.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hikmat dalam Bersahabat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

 

GS : Pak Paul, ketika Tuhan menciptakan Adam, Tuhan segera melihat kalau manusia tidak baik sendirian, dalam hal ini bukan hanya masalah hubungan suami istri tapi juga di dalam kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan ini, ini yang seringkali kita sebut sebagai sahabat, orang yang begitu dekat dari sekadar kenalan. Tuhan Yesus juga punya banyak sahabat yang begitu dekat dengan Dia, namun ada banyak masalah dalam kita bersahabat, menemukan seorang sahabat. Apakah ayat-ayat firman Tuhan juga bisa memberikan bimbingan kepada para pendengar sekalian dan hal-hal apa yang sebenarnya perlu kita perhatikan di dalam kita menjalin persahabatan karena kalau kita sembarangan bersahabat akhirnya bukan hanya merugikan diri kita, tapi juga melukai hati Tuhan sendiri.

PG : Kita sering berkata bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang dikerumuni oleh sahabat sebab betapa pentingnya dukungan teman, perhatian dari sahabat terhadap diri kita terutama tatkala kita sedang menjalani masa yang sulit dalam hidup ini. Jadi memang salah satu hal yang penting dalam hidup adalah membangun persahabatan agar kita bisa saling menguatkan dan bisa saling mengingatkan. Bagaimanakah kita bisa membangun persahabatan ? Sebab kadang-kadang bagi sebagian orang sepertinya susah sekali dan saya perhatikan Tuhan adalah adil sehingga Tuhan memberi kesempatan kepada semua orang untuk bisa bersahabat, tinggal apakah dia mau melakukannya atau tidak dengan baik. Saya pernah menghadiri sebuah pemakaman, yang meninggal adalah seorang pendeta yang sebetulnya seorang yang sederhana dan dia melayani dengan setia dan baik, tapi dia bukan orang yang memunyai karunia yang sangat super, namun orang ini bersahaja. Waktu dia meninggal, yang datang di pemakamannya untuk menghadiri adalah orang-orang yang telah disentuh hidupnya oleh dia dan berjumlah sekitar seribuan orang yang datang, berarti si pendeta ini sangat dikasihi oleh begitu banyak orang. Jadi ini lah yang akan kita angkat yaitu hal-hal yang dapat kita gunakan atau terapkan dari firman Tuhan agar kita bisa membangun suatu jalinan persahabatan dengan teman.

GS : Memang tidak perlu melalui hal-hal yang besar atau perbuatan yang besar seseorang bisa bersahabat dengan orang lain. Tadi Pak Paul menyinggung tentang banyaknya orang yang hadir pada saat pemakaman itu membuktikan bahwa dia punya banyak sahabat. Memang hal itu betul, saya pernah tahu ada seorang ibu di kota Malang yang waktu dia muda sampai dia tua hanya membantu anak-anak kecil menyeberang dari satu sisi jalan di depan rumahnya ke seberang jalan yang lain dan itu yang dia lakukan hampir tiap hari. Banyak orang dari kampung belakang rumahnya yang merasa sangat terbantu, sehingga saat ibu ini meninggal banyak sekali orang yang menghadiri pemakamannya. Jadi apakah itu juga menjadi salah satu bukti, tetapi apakah hanya ketika kita meninggal baru terbukti bahwa memang kita memunyai banyak sahabat, apakah pada saat kita hidup kita tidak bisa membuktikan itu, Pak Paul ?

PG : Saya kira seperti pada kasus pendeta yang tadi saya sebut itu, dia memang adalah orang yang dikerumuni oleh banyak sekali sahabat semasa hidupnya sebab dia juga selalu berusaha untuk menjalin persahabatan dengan aktif, nanti kita akan pelajari dari firman Tuhan ini bahwa kalau kita ingin membangun persahabatan maka kita juga harus berbuat sesuatu dan kita tidak bisa hanya duduk dengan pasif menanti uluran tangan orang untuk mengajak kita bersahabat dengan dia. Jadi kita juga memunyai tanggung jawab untuk berbuat sesuatu.

DL : Perlukah orang itu berhikmat dalam bersahabat, Pak Paul ? Bagaimana caranya itu ?

PG : Jadi inilah yang kita mau petik dari firman Tuhan, sebab betul sekali kata Ibu Dientje bahwa kita perlu berhikmat, karena kalau tidak maka gara-gara kita salah bersahabat justru akhirnya menuai celaka dalam hidup kita. Jadi memang sangat perlu hikmat.

GS : Artinya kita tidak bisa sembarangan bersahabat dengan orang lain begitu, Pak Paul ?

PG : Betul sekali. Jadi memang ada yang kita harus baca dari firman Tuhan berkaitan dengan yang Pak Gunawan sebutkan yaitu di Amsal 12:26, saya akan bacakan terjemahan bahasa Inggrisnya karena memang terjemahan kita sedikit berbeda "A righteous man is cautious in friendship, but the way of the wicked leads them astray". Jadi orang yang benar berhati-hati dalam berkawan tapi jalan orang yang berdosa akan menyesatkannya. Firman Tuhan dengan jelas berkata bahwa kita harus berhati-hati memilih sahabat, dan kita harus berhikmat dalam bersahabat. Kita jangan bersahabat dengan siapa saja, jangan sampai keliru kita harus bersahabat dengan siapa saja, itu salah. Tuhan tidak memerintahkan kita untuk bersahabat dengan siapa saja, tapi justru dari kitab Amsal kita bisa melihat begitu banyaknya nasehat untuk tidak hidup berdekatan dengan orang yang tidak berhikmat dan berdosa. Jadi misalkan Amsal 1:7 firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan dan di dalam takut akan Tuhan kita ini menjauh dari dosa, sebaliknya orang yang tidak takut akan Tuhan tidak menjauh dari dosa sehingga hidup dalam dosa, orang yang tidak berhati-hati memilih sahabat bukan saja membuka peluang untuk tersandung jatuh dalam dosa, dia pun rentan dimanfaatkan oleh orang yang dipanggilnya sahabat. Jadi kita mau memetik satu pelajaran yang penting dari firman Tuhan ini, di dalam menjalin persahabatan kita memunyai hak dan kewajiban untuk memilih. Jadi saya tekankan kita punya hak untuk memilih serta kewajiban, kita tidak selalu harus menerima uluran tangan orang untuk bersahabat dengan kita, di 1 Korintus 15:33 Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa teman yang tidak baik merusak karakter kita yang baik. Jadi sekali lagi kita harus berhati-hati memilih sahabat.

GS : Dalam contoh klasik yang seringkali dikemukakan bahwa persahabatan antara Daud dan Yonatan yang walaupun secara sosial mereka sangat berbeda, yang satu gembala yang satu anak raja, tapi mereka bisa bersahabat. Dalam hal ini yang menentukan persahabatan itu adalah Yonatan, Daud mengikuti begitu saja. Kadang-kadang kita sulit menentukan memilih sahabat, tapi kita dipilih untuk menjadi sahabat dari seseorang.

PG : Betul. Tapi kita juga memunyai hak untuk menolak, jadi Daud meskipun seorang gembala dan Yonatan adalah seorang anak raja, namun dia masih memunyai pilihan untuk berkata "tidak" kalau memang dia melihat ini sebuah persahabatan yang tidak sehat. Jadi sekali lagi kita tidak harus menerima persahabatan dari siapa pun. Jadi justru langkah pertama yang kita mau tekankan yaitu kita harus berhikmat. Jadi benar-benar harus berhati-hati dan tidak semua uluran tangan, "Mari kita bersahabat" kita sambut karena kita mau menjadi orang yang ramah, tidak seperti itu. Ada hal yang lebih penting daripada ramah yaitu hidup benar dan menyenangkan hati Tuhan. Tuhan tidak mau kita bergaul dengan orang yang hidupnya tidak karuan karena firman Tuhan mengingatkan bahwa orang yang karakternya buruk kalau terus mengelilingi diri kita maka lama-lama kita bisa terpengaruh dan menjadi seperti mereka juga.

GS : Biasanya pada masa remaja, persahabatan bisa terjadi begitu saja padahal di usia remaja kita tahu bahwa sulit sekali berhikmat dan memang belum memunyai pengalaman untuk itu sehingga dia bersahabat dengan siapa saja.

PG : Betul. Dan kebutuhan diterima pada masa remaja besar sehingga akhirnya ikut arus, seringkali kita belajar dari kegagalan kita dan mudah-mudahan kita cukup berhikmat sehingga waktu melihat teman-teman sedang membawa kita ke dalam sebuah jurang maka kita bisa berkata, "Tidak mau dan berhenti". Sudah tentu di sini peranan firman Tuhan sangat penting dalam hidup kita, kalau kita tidak punya firman Tuhan dan tidak takut akan Tuhan maka akan susah dan kita ikut saja.

DL : Tapi ada juga, Pak Paul, dia orang kristen tapi dia punya sahabat bukan orang seiman namun mereka bisa jalan sama-sama.

PG : Sebab tidak harus orang yang tidak seiman dengan kita berkarakter buruk. Banyak orang di dunia ini yang berkarakter terpuji dan tidak apa-apa kita bersahabat dengan orang yang berkarakter terpuji walaupun tidak seiman dengan kita sebab memang sekali lagi yang penting dalam bersahabat adalah kita memilih orang yang berkarakter baik, orang yang takut akan Tuhan dan yang tidak hidup sembarangan dalam dunia ini.

GS : Kalau di dalam persahabatan, Pak Paul tadi katakan, "Kita punya hak, hak yang menentukan kita mau bersahabat dengan dia atau tidak", tapi disamping itu juga ada kewajiban, kewajiban apa saja misalnya yang harus dipenuhi oleh seorang sahabat ?

PG : Prinsip kedua yang berkaitan dengan yang Pak Gunawan tanyakan adalah kita itu harus setia. Kalau kita berkata, "Baiklah saya mau bersahabat maka kita harus bayar harga" dan bayar harganya dengan kesetiaan. Jadi kalau kita mau dikerumuni oleh sahabat maka kita harus mengembangkan sifat setia. Amsal 20:6 berkata, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya ?". Di firman Tuhan dengan jelas mengungkapkan sebuah fakta bahwa di dunia itu tidak banyak orang yang setia, banyak orang yang hanyalah bersama dengan kita selama kepentingannya terpenuhi, tapi tatkala dia harus mengorbankan diri mendampingi kita maka banyak orang tidak mau. Jadi betul ketidaksetiaan itu merupakan pertanda hadirnya sifat mementingkan diri yang kuat. Jadi orang yang tidak setia mungkin tidak berniat atau berbuat jahat kepada sahabatnya, namun yang pasti adalah orang yang tidak setia menempatkan kepentingan dirinya diatas kepentingan diri orang lain.

DL : Jadi kalau dia bersahabat, dia tidak boleh egois ? Tapi pada waktu tertentu kadangkala kita merasa kepentingan kita ada yang lebih utama dari kepentingan sahabat kita, bagaimana Pak Paul ?

PG : Sudah tentu kita tidak selalu mengorbankan kepentingan kita demi kepentingan sahabat kita, sebab seyogianyalah itu berjalan dua arah. Jadi teman kita pun yang kita panggil sahabat kadang mengalah demi kepentingan kita pula, dengan cara itulah persahabatan itu dipelihara, kalau dua-dua berusaha untuk mengutamakan satu sama lain dan bukan mengutamakan kepentingannya sendiri. Tapi dapat kita simpulkan di sini, Bu Dientje, bahwa jika kita ingin membangun karakter setia, terlebih dahulu kita harus mengikis sifat egois, selama ego memerintah dengan kuat semua keputusan akhirnya diambil berdasarkan satu kriteria yaitu apakah memberi manfaat bagi saya atau tidak, selama menguntungkan kita akan terus berteman dan bila tidak kita pun dengan cepat meninggalkannya. Kalau kita adalah orang yang berego besar hampir dapat dipastikan pada akhirnya kita tidak memunyai sahabat.

GS : Tapi memang persahabatan itu harus saling menguntungkan supaya persahabatan itu bisa langgeng dan memang tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Kalau terus menerus dia menjadi korban, maka dia akan mengundurkan diri.

PG : Betul. Jadi memang dua-dua harus saling mementingkan satu sama lain, sebab kalau satu saja akhirnya terjadilah ketimpangan dan lama-lama yang terus berkorban bagi temannya maka lama-lama akan lelah dan berkata, "Tidak sanggup" sebab memang persahabatan itu harus saling mengisi, jadi konsep persahabatan harus dua arah dan saling mengisi, dimana tidak ada lagi saling mengisi maka persahabatan itu akan berhenti.

GS : Apakah kesetiaan itu harus dibuktikan sampai walaupun sahabat kita meninggal. Jadi tadi contohnya kalau saya katakan Daud dan Yonatan, ketika Yonatan sudah meninggal pun Daud masih tetap setia pada janjinya untuk memelihara Mefiboset.

PG : Betul sekali. Jadi kita itu harus menghormati janji kita, sehingga kita terus berusaha untuk memenuhinya meskipun orang tersebut sudah tidak ada lagi. Sudah tentu kita harus timbang-timbang, misalnya ada orang berjanji kepada orang yang sedang meregang nyawa, tapi sebetulnya dia tidak bisa memenuhi janji tersebut. Supaya menyenangkan hati orang yang akan mati akhirnya dia katakan, "Iya saya akan begini dan begitu" sudah tentu dalam hal ini dia harus pertimbangkan ulang, apakah itu suatu janji yang bisa dia tepati atau tidak, tapi pada prinsipnya janji yang kita berikan kepada sahabat kita maka harus sedapat-dapatnya ditepati, sebab atas dasar kesetiaanlah persahabatan itu didirikan.

GS : Kalau ada persahabatan yang sudah lama kemudian karena suatu sebab persahabatan itu bubar, sebenarnya apa yang menjadi penyebab utama, Pak Paul ?

PG : Sebetulnya, Pak Gunawan, banyak penyebab kenapa persahabatan itu bisa retak, tapi yang menarik adalah kebanyakan sebetulnya persahabatan retak bukan karena perbuatan jahat, bukan karena kita merampok sahabat kita, tapi sebetulnya kebanyakan persahabatan akhirnya rusak oleh karena pembicaraan yang tidak tepat. Itu sebabnya firman Tuhan mengajarkan kita untuk berhati-hati dengan perkataan. Di Amsal 17:27 firman Tuhan berkata, "Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin". Jadi jangan sembarangan menegur atau mengeluarkan perkataan yang tidak bijak, jangan beranggapan bahwa oleh karena dia adalah sahabat maka pastilah mengerti isi hati kita bahwa kita tidak berniat buruk. Masalahnya adalah orang hanya dapat mengerti sekali atau dua kali, orang tidak akan mudah percaya bahwa kita tidak berniat buruk kepadanya bila kita terus mengulang perbuatan yang sama atau melontarkan perkataan yang buruk kepadanya. Lama kelamaan orang akan menyimpulkan bahwa kita tidak memedulikan dirinya atau perasaannya, itu sebabnya kita bicara seenaknya kepadanya. Jadi kalau kita mau dikelilingi oleh sahabat, maka ini prinsip yang sangat penting yaitu jagalah mulut dan jangan berbicara sembarangan dan seenaknya kepadanya atau berbicara tentang dirinya kepada orang lain, jadi itu harus dijaga.

GS : Kalau seseorang memang setia, apakah mungkin dia menjelekkan orang itu atau mengeluarkan perkataan yang bisa menyinggung perasaan sahabatnya, Pak Paul ?

PG : Kadang kita tidak berniat buruk, kadang karena kurang berhati-hati dan kita kemudian menceritakan sesuatu tentang dirinya kepada orang lain dan ini sering terjadi. Akhirnya dia dengar dan dia marah sekali kemudian dia berkata, "Saya percaya kepada kamu, kamu dekat dengan saya makanya saya cerita ini tapi kenapa kamu ceritakan kepada orang lain" orang itu mungkin berkata, "Saya pikir karena kamu cerita kepada saya maka kamu tidak keberatan kalau saya cerita kepada orang lain". Tidak seperti itu. Justru kalau kita tahu dia adalah sahabat kita maka kita harus berhati-hati berbicara tentang apa yang dia sampaikan kepada kita sebab kenyataan dia menganggap kita sahabat berarti dia merasa lebih bebas untuk menceritakan hal-hal yang sangat pribadi dan mungkin sekali dia tidak akan menceritakan itu kepada orang lain yang dia anggap bukan sahabatnya. Jadi penting kita menjaga bicara kita. Kalau misalnya kita tidak berhati-hati gara-gara bicara tentang dia akhirnya dia dengar dan dia putus hubungan karena tersinggung, atau ketika kita sedang bicara dengan dia mungkin karena kita sedang bergebu-gebu ingin memberikan nasehat akhirnya keluarlah kata-kata yang kasar dan dia menjadi sakit hati dan berkata, "Kenapa kamu bicara seperti itu kepada saya, itu tidak perlu". Jadi dengan kata lain, kita belajar bahwa persahabatan itu tidak membuat perasaan kita tiba-tiba menjadi kebal, sehingga apapun yang teman atau sahabat kita katakan "tidak apa-apa" sebenarnya "apa-apa", sebab perasaan itu ada dan tetap kita mau dihormati dan dihargai. Jadi kalau kita bicara sembarangan maka akan melukai.

DL : Tapi di dalam persahabatan ada keterbukaan, jadi kita bisa bicara kalau dia keliru tapi dalam situasi yang baik, tempat yang baik dan tepat. Maksudnya seperti itu, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi kita tidak boleh berdalih karena kita sahabat maka kita lebih enak bicara sembarangan, bebas dan sebagainya. Yang sering kita katakan adalah "Karena kita sahabat maka saya berbicara apa adanya, kalau saya tidak suka maka akan saya katakan", justru tidak. Karena dia sahabat hal itu sangat menyakitkan tapi justru kita harus lebih berhati-hati dan tidak bisa sembarangan.

GS : Itu sebabnya ketika Ayub ditegur dan dinasehati, walaupun itu sahabatnya sendiri dia mengatakan kalau ini adalah sahabat sialan dan dia marah dengan omongan mereka.

PG : Betul sekali. Walaupun sesungguhnya mereka berniat sangat baik dan begitu baiknya sehingga mereka rela berhari-hari duduk menemani Ayub tanpa mengatakan apa-apa, dan masalahnya waktu mengatakan apa-apa justru salah kaprah.

DL : Oleh sebab itu kita harus minta hikmat Tuhan untuk berbicara pada waktu yang tepat agar perkataan kita tidak menyakitkan.

PG : Betul. Dan jangan ragu untuk minta maaf kalau kita salah, jangan beranggapan karena dia sahabat maka dia pasti mengerti dan tidak perlu minta maaf, tidak. Tapi tetap persahabatan itu menuntut kita mengaku salah dan meminta maaf kalau kita memang berbuat salah. Jadi jangan sampai salah konsep karena kita sahabat kemudian kita tidak minta maaf kepadanya. Sahabat tidaklah memberikan kita jalan tol, yang tidak ada hambatan dan semau kita.

GS : Sehubungan dengan omongan ini, apakah janji termasuk di situ ? Maksudnya sebagai seorang sahabat kita harus teguh memegang janji kita, begitu Pak Paul ?

PG : Setuju sekali. Jadi itu sangat penting di dalam persahabatan, apa yang telah kita katakan atau janjikan maka kita penuhi sebab seberapa banyak orang yang dalam kesusahan, sebetulnya mengharapkan kita menolong sebagai sahabat. Meskipun dia tidak meminta kepada kita, tapi dia mengharapkan kita menolong karena di dalam persahabatan yang dekat, seolah-olah sudah terucapkan sebuah janji bahwa saya akan menolongmu, kalau tidak maka itu bukan persahabatan. Jadi persahabatan itu memang seolah-olah sudah mengandung janji, "Saya akan menolongmu". Itu sebabnya tatkala kita sedang dalam kesusahan dan yang kita anggap sahabat tidak memerhatikan dan mengulurkan tangan serta menawarkan bantuan, maka kita akan kecewa sekali, meskipun orang yang di pihak sana bisa berkata, "Kamu tidak minta apa-apa, bagaimana saya tahu kamu membutuhkan". Dari pihak kita akan berkata, "Apakah perlu sampai saya harus meminta-minta, bukankah engkau sudah tahu dan aku adalah sahabatmu". Intinya dalam persahabatan ada janji untuk saling menolong.

GS : Apakah suatu persahabatan harus dibina dan dikembangkan terus ? Masalahnya sikap yang bagaimana yang bisa menunjang supaya persahabatan ini tetap kokoh, Pak Paul ?

PG : Satu sikap dasar yang sangat penting adalah kerendahan hati. Kerendahan hati yang membuat kita rela mengutamakan satu sama lain. Jadi benar-benar kalau kita melihat kenapa ada orang-orang bisa dikelilingi oleh begitu banyak sahabat, selain dari kesetiaan saya lihat ciri satunya lagi adalah rendah hati, dia rela mengutamakan yang lain, rela untuk menomorduakan dirinya. Amsal 18:12 berkata, "Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan". Sebaliknya tinggi hati membuat kita beranggapan bahwa kita adalah yang terpenting dan orang harus mengikuti dan menghargai kita, ini adalah penghancur persahabatan. Banyak persahabatan diawali oleh kesiapan untuk mendahulukan satu sama lain, sayangnya seiring dengan berjalannya waktu masing-masing mulai menaruh kepentingan pribadi di atas kepentingan yang lain. Kalau kita ingin melanggengkan persahabatan, maka kita harus mendahulukan kepentingan sahabat dan menomorduakan kepentingan sendiri. Salah satu alasan kenapa akhirnya kita mendahulukan kepentingan sendiri adalah karena kita merasa telah berjasa. Kita melihat bahwa di dalam relasi ini kitalah yang telah berbuat banyak dan oleh karena kita ia telah mendapatkan banyak keuntungan, ini yang kadang terbersit dalam pikiran kita, sehingga kita mulai memfokuskan pada diri sendiri dan menghitung-hitung berapa besar pengorbanan yang telah kita lakukan dan berapa banyak sumbangsih yang telah kita berikan, itu tidak bisa. Orang yang dicintai sahabat adalah orang yang tidak menghitung pengorbanan dan bersedia memberi lebih besar kepada temannya, oleh karena dia rendah hati maka dia bersedia untuk mengedepankan kepentingan temannya. Oleh karena dia rendah hati dia tidak melihat diri sepenting itu tapi sebaliknya dia melihat temannya penting dan memerlakukan temannya sebagai orang yang penting.

DL : Saya ingin tanya, apakah dengan bersikap rendah hati seseorang itu tidak diperlakukan seenaknya oleh sahabatnya ? Kalau seorang sahabat harus rendah hati bukan berarti dia hanya menurut kata sahabatnya sehingga dia tidak memunyai pendirian dan betul-betul tulus diperlakukan seenaknya. Apakah begitu, Pak Paul ?

PG : Tidak. Tapi kita rendah hati dalam pengertian kita mencoba mengutamakan teman tapi kita juga harus menjaga jangan sampai kita jelas-jelas hanyalah dimanfaatkan dan diperlakukan seenaknya, sebab sekali lagi saya sudah katakan langkah pertama adalah kita harus berhati-hati memilih sahabat. Jadi kalau kita melihat orang ini hanya bisa memanfaatkan kita maka kita tidak perlu lagi meneruskan persahabatan ini sebab sebetulnya ini bukanlah persahabatan, tapi mirip seperti perampokan. Jadi rendah hati bukanlah diperlakukan seenaknya, kalau kita sebagai orang tua harus mengingatkan anak-anak kita agar anak kita tidak mudah diperlakukan seenaknya oleh teman-temannya, tapi kita harus melindungi mereka.

GS : Memang kerendahan hati ini adalah salah satu sifat, sikap atau karakter yang sangat dibutuhkan dalam kita berelasi terutama dengan sahabat, kalau kita terus menyombongkan diri kita maka dia akan merasa tersingkirkan, "Saya ini kamu anggap apa ? Tidak ada prestasinya sama sekali" dan ini membuat keretakan di sana.

PG : Saya bicara seperti ini sebab ini terjadi, kadang-kadang orang berkata seperti itu, "Gara-gara saya dia menjadi seperti ini, kalau tidak ada saya maka dia tidak akan menjadi seperti ini" akhirnya itu yang menghancurkan persahabatan.

GS : Contoh konkret yang Tuhan Yesus tunjukkan kepada sahabat-sahabat-Nya adalah waktu Tuhan Yesus mencuci kaki mereka, itu adalah tindakan nyata yang bisa dirasakan oleh semua orang.

PG : Betul, itu adalah kerelaan hati untuk berkorban sebab Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa, "Seorang sahabat akan rela untuk meletakkan nyawanya bagi sahabatnya" dan itu yang Dia lakukan bagi kita. Jadi memang kita harus belajar menomorduakan diri dan mengedepankan kepentingan orang.

GS : Pak Paul, sebetulnya masih banyak hal yang bisa kita bicarakan tentang hikmat dalam bersahabat namun karena waktunya sudah sampai maka kita harus akhiri dulu perbincangan kita di sini. Saya harap kita masih bisa memperbincangkannya pada kesempatan yang akan datang dan kita berharap bahwa para pendengar kita juga akan mengikuti perbincangan ini selanjutnya. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hikmat Dalam Bersahabat". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


Ringkasan:

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri sebuah pemakaman seorang hamba Tuhan. Lebih dari seribu orang yang datang melayat. Bahkan pada masa sakitnya pun, begitu banyak orang yang datang menjenguk sampai-sampai pihak keluarga harus membatasi jumlah pengunjung. Satu hal yang menarik adalah si hamba Tuhan bukanlah gembala sidang dari sebuah gereja yang besar. Dan, sepanjang saya mengenalnya, ia pun bukanlah seorang pengkhotbah dan pengajar bertalenta besar. Ia seorang yang bersahaja namun ia dikasihi oleh begitu banyak orang dan mempunyai begitu banyak sahabat.

Ada orang yang kadang mengeluhkan bahwa tidak ada orang yang bersedia bersahabat dengannya. Pada kenyataannya ada atau tidak adanya sahabat bergantung pada diri sendiri. Bersahabat bukanlah sesuatu yang hanya diberikan kepada orang tertentu; semua diberikan kesempatan untuk bersahabat. Nah, marilah kita melihat Firman Tuhan dan memetik beberapa pelajaran yang dapat kita terapkan dalam membangun persahabatan.

PERTAMA DAN MUNGKIN TERUTAMA ADALAH KITA HARUS BERHATI-HATI MEMILIH SAHABAT.
Amsal 12:26. "A righteous man is cautious in friendship but the way of the wicked leads them astray."Tuhan tidak memerintahkan kita untuk bersahabat dengan siapa saja. Justru dari Kitab Amsal kita dapat melihat begitu banyaknya nasihat untuk tidak hidup berdekatan dengan orang yang tidak berhikmat dan berdosa.

Firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan (Amsal 1:7) dan di dalam takut akan Tuhan kita menjauh dari dosa. Jadi dari sini kita bisa memetik satu pelajaran yang penting:
DI DALAM MENJALIN PERSAHABATAN, KITA MEMUNYAI HAK DAN KEWAJIBAN UNTUK MEMILIH. Kita tidak harus selalu menerima uluran tangan orang untuk bersahabat dengan kita. Paulus dengan tegas mengingatkan bahwa teman yang tidak baik dapat merusak karakter kita yang baik (1 Korintus 15:33). Jadi, berhati-hatilah memilih sahabat.

KEDUA, OLEH KARENA PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESETIAAN, MAKA KITA PUN HARUS MENGEMBANGKAN SIFAT SETIA.
Amsal 20:6. "Banyak orang menyebut diri baik hati tetapi orang yang setia siapakah menemukannya?" Sebetulnya, ketidaksetiaan merupakan pertanda hadirnya sifat mementingkan diri yang kuat. Orang yang tidak setia mungkin tidak berniat atau berbuat jahat kepada sahabatnya. Namun yang pasti adalah orang yang tidak setia menempatkan kepentingan diri di atas kepentingan orang lain.

Jadi, dari sini kita dapat menyimpulkan jika kita ingin membangun karakter setia, terlebih dahulu kita harus mengikis sifat egois. Selama ego memerintah dengan kuat, semua keputusan diambil berdasarkan satu kriteria saja: "Apakah memberi manfaat buat saya atau tidak?" Selama menguntungkan, kita akan terus berteman. BIla tidak, kita pun dengan cepat meninggalkannya. Jika kita adalah orang yang berego besar, hampir dapat dipastikan pada akhirnya kita tidak mempunyai sahabat.

KETIGA, BANYAK PERSAHABATAN RETAK BUKAN KARENA PERBUATAN JAHAT—SEPERTI FITNAH ATAU DUSTA— MELAINKAN KARENA OMONGAN YANG TIDAK TEPAT.
ITU SEBABNYA FIRMAN TUHAN MENGAJARKAN KITA UNTUK BERHATI-HATI DENGAN PERKATAAN.
Amsal 17:27. "Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin". Jangan sembarang menegur atau mengeluarkan perkataan yang tidak bijak. Jangan beranggapan bahwa oleh karena ia adalah sahabat maka ia akan mengerti isi hati kita—bahwa kita tidak berniat buruk.

Kalau kita ingin dikelilingi sahabat, jagalah mulut. Jangan bicara sembarangan dan seenaknya kepadanya atau tentang dirinya kepada orang lain.

KEEMPAT, PERSAHABATAN DIDIRIKAN DI ATAS KESEDIAAN UNTUK MENDAHULUKAN KEPENTINGAN SATU SAMA LAIN DAN ITU HANYA DAPAT TERJADI BILA KITA RENDAH HATI.
Amsal 18:12. "Tinggi hati mendahului kehancuran tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan". Banyak persahabatan diawali oleh kesiapan untuk mendahulukan satu sama lain. Sayangnya seiring dengan berjalannya waktu masing-masing mulai menaruh kepentingan pribadi di atas kepentingan yang lain. Jika kita ingin melanggengkan persahabatan, kita harus mendahulukan kepentingan sahabat dan menomorduakan kepentingan sendiri. Salah satu alasan mengapa pada akhirnya kita mendahulukan kepentingan sendiri adalah karena kita merasa telah berjasa. Orang yang dicintai sahabat adalah orang yang tidak menghitung pengorbanan dan bersedia untuk memberi lebih besar kepada temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia bersedia untuk mengedepankan kepentingan temannya. Oleh karena ia rendah hati, ia tidak melihat diri sepenting itu. Sebaliknya, ia melihat temannya penting dan memerlakukannya sebagai orang yang penting.

KELIMA, UJIAN PERSAHABATAN ADALAH KESUKARAN.
Amsal 17:17, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Sewaktu kita berada di dalam kesukaran, secara alamiah kita akan menengok kepada sahabat dan berharap pada pertolongannya. Kita tidak akan menoleh kepada orang yang bukan sahabat dan tidak berharap apa pun darinya. Kepada sahabatlah kita berharap dan inilah menjadi ujian terbesar. Bila kita menolak membantu atau menghindar agar tidak harus memberi bantuan, yakinlah bahwa pada saat itu kita tengah memutuskan tali persahabatan. Jadi, jika mau dikenal sebagai sahabat kita mesti mendampingi teman, baik dalam suka maupun duka. Bila kita mau berteman hanya pada masa senang, itu menandakan bahwa kita bukanlah teman sejati. Singkat kata, sebenarnya kesusahan menjadi penguji persahabatan sebab kesusahan teman menuntut kita untuk membayar harga. Kesediaan kita untuk membayar harga menunjukkan seberapa besar nilai yang kita berikan pada persahabatan itu.

KEENAM, CIRI BERIKUT INI MERUJUK KEPADA ORANG YANG MURAH HATI.
Amsal 11:25. "Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan, siapa memberi minum ia sendiri akan diberi minum". Ciri ini berbeda dari kesediaan memberi pertolongan kepada teman dalam kesusahan. Dengan kata lain, ia siap dan senang memberi. Ia memberi bukan hanya karena diminta bantuannya; ia memberi oleh karena itulah sifat utamanya. Dan, sewaktu memberi, ia pun memberi dengan berkelimpahan. Salah satu sifat yang menjamin kepastian orang akan menjauh adalah sikap kikir. Orang yang kikir mungkin masih bersedia memberi tetapi kalaupun ia memberi itu dikarenakan ia terpaksa memberi. Mungkin ia mendapat tekanan untuk memberi mungkin itulah kewajiban. Atau, mungkin karena ia dimintai bantuannya dan ia sukar menolak. Itu sebabnya ia memberi karena terpaksa.Selain dari itu orang yang kikir memberi ala kadarnya. Ia memberi hanya untuk menunjukkan ia telah memberi, tidak peduli apakah pemberiannya mencukupi kebutuhan atau tidak. Sebaliknya dengan orang yang murah hati—ia memberi bukan karena TERPAKSA namun karena TERGERAK. Ia memberi bukan untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan tetapi karena ia bergembira dapat membagi berkat dengan sesama. Itu sebabnya ia memberi dengan berkelimpahan, jauh melebihi jumlah yang diharapkan.Orang yang murah hati akan dikelilingi oleh sahabat. Ia tidak takut kehilangan teman sebab pada kenyataannya temanlah yang takut kehilangan dirinya. Itu sebabnya Firman Tuhan berkata, "siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum."

KETUJUH, SALAH SATU KARAKTERISTIK YANG DICARI ORANG DALAM PERSAHABATAN ADALAH RAJIN.
Amsal 10:4,"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Secara alamiah kita tertarik untuk dekat dengan orang yang rajin dan menjauh dari orang yang malas. Persahabatan dibangun di atas inisiatif kedua belah pihak. Ibarat roda, persahabatan tidak berputar dengan sendirinya; kita mesti memutarnya—bersama-sama. Itu sebabnya kedua belah pihak seyogianyalah rajin-rajin memelihara komunikasi, rajin-rajin memperhatikan keadaan dan kebutuhan satu sama, dan rajin-rajin mencari kesempatan untuk berbagi suka dan duka bersama.

KESIMPULAN

Amsal 11:3 berkata, "Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya." Kata jujur yang digunakan di sini merujuk kepada integritas yang mengandung makna, jujur dan tulus. Orang yang berintegritas bukan saja berarti apa adanya dalam dan luar, tetapi juga berakhlak tinggi. Jika kita ingin dicari orang sebagai seorang sahabat kita pun mesti memiliki karakter integritas ini. Kita mesti memulainya dengan bersikap jujur dan membuang jauh-jauh kepura-puraan. Kata yang digunakan dalam ayat ini, "pengkhianat" sebagai lawan dari kata "jujur" sebenarnya berarti "bermuka dua." Benar sekali firman Tuhan sebab memang bukankah kebohongan dan akhirnya pengkhianatan diawali oleh "bermuka dua"?

Kita tidak bisa menjadi sahabat baik kalau kita bermuka dua. Kita harus bersikap jujur kepadanya sebab kejujuran adalah landasan kepercayaan. Tanpa kejujuran, tidak akan ada kepercayaan. Dan, tanpa kepercayaan tidak akan ada persahabatan. Namun, di samping kejujuran, kita pun harus memelihara akhlak yang tinggi yaitu akhlak yang menyerupai karakter Kristus—penuh kasih dan penyayang serta berani menegakkan kebenaran dan keadilan.


Questions: